"AKU TIDAK MAU MENIKAH!!!'
Plakkk!!
"Beraninya kau melawanku anak haram sialan!!"
Tamparan keras mendarat di pipi gadis berusia 20 tahun, bertubuh kecil dan kurus dengan wajah cantik tapi penuh dengan luka.
Dia berdiri sambil memegang pipinya yang memerah karena tamparan juga karena panasnya sinar matahari.
Rambutnya dijambak sekuat tenaga sampai rambutnya yang sudah tipis itu rontok dan berjatuhan ke lantai.
Angin panas bertiup, langit bersinar terlalu indah untuk momen menyedihkan ini. Shuvin menangis sesenggukan sambil menatap pasrah pada ibu tirinya. Pipinya terasa sangat sakit terlebih hatinya.
"Kenapa harus aku!? Kalian yang punya utang kan!?"
"Kenapa tidak jual anak kesayangan kalian itu saja!!!" Pekiknya sekuat tenaga sampai paru-parunya terasa sangat sesak.
Plak!! Plak! Plak!!
Lagi dan lagi, tamparan mendarat kasar di wajah cantiknya yang pucat pasi itu. Rambut tipisnya berjatuhan ke atas lantai, darah segar memenuhi kerongkongannya saat ini.
"Tidak tahu diri!"
"Kau sama seperti pelacur itu! Ibumu yang hina itu!!"
"Mati saja kau, kalau tidak mau mengikuti keinginan ku!!" Ucap wanita itu dengan penuh amarah.
Shuvin menangis sesenggukan. Hidupnya sudah tersiksa sejak dia lahir. Ibunya adalah seorang pelacur rendahan yang menjebak ayahnya hingga lahirlah gadis yang tidak diinginkan itu.
Shuvin menatap langit, tubuhnya sudah menderita sakit yang teramat sangat. Bertahun-tahun kanker tulang telah menggerogoti tubuhnya, membuat sekujur tubuhnya rontok perlahan-lahan. Tetapi seolah menutup mata, mereka tidak peduli dengan penyakit Shuvin dan terus menyiksanya seperti di neraka.
Air mata gadis itu berjatuhan, hatinya hancur sekali.
"Tuhan.... Ku mohon... Aku hanya ingin hidup bahagia...aku hanya ingin hidup bahagia!!" Gumamnya kala pandangan matanya semakin kabur.
Brukk!!!
Tubuhnya yang kurus dan kecil ambruk ke atas lantai. Darah segar keluar dari mulutnya, seketika tubuhnya menjadi dingin. Jantungnya kini berhenti berdetak.
Ibu dan saudara tirinya saling menatap dengan wajah panik, demikian para pelayan juga seisi kediaman itu.
Dia telah meninggal dunia!
Kanker itu menggerogoti tubuhnya, sampai akhirnya Shuvin tidak pernah menyicipi apa yang disebut orang sebagai kebahagiaan.
"Hiks hiks hiks.... Sakit.... Kumohon... Jangan pukul lagi... Hiks hiks hiks...."
"Nyonya!"
"Nyonya bangunlah!!"
"Nyonya Shu bangunlah!!" Suara seorang pelayan berhasil membangunkan Shuvin dari mimpi buruknya.
" Harrkkk!!!" Pekiknya histeris sambil menekan kepalanya yang terasa berdenyut. Pusing dan berat rasanya begitu dia bangun.
Shuvin mengerjapkan kedua matanya, menatap ke sana ke mari dengan wajah terkejut dan bingung.
"Ini di mana!?" Ucapnya kaget menatap ruangan serba merah dengan ornamen bernuansa Eropa itu. Kasur besar berukuran King Size menjadi tempat pembaringannya.
Aroma mawar tercium jelas di kamar itu, ukiran dan lukisan antik dari jaman bangsawan Eropa terpajang kokoh di sana.
Dia mengusap kedua matanya dengan ragu, memastikan apakah kanker sudah membuatnya gila?
"Di mana ini!?" Tanyanya pada pelayan yang berdiri di sampingnya.
Pelayan itu gemetar ketakutan sambil menundukkan kepalanya.
"Di-di kamar Nyonya dengan Duke," jelasnya pelan.
Shuvin mengernyitkan keningnya heran," heh jangan bercanda, jawab yang serius!" Ucapnya dengan nada meninggi karena rasa takut dan aneh yang membuatnya gugup.
Srukkk!!!
Sontak pelayan itu duduk berlutut di atas lantai dengan wajah menyentuh lantai. Dia bisa melihat ketakutan luar biasa yang menguasai tubuh sang pelayan.
"Ketakutan!? Kenapa dengan orang aneh ini!?" Pikir Shuvin.
Dia merasa asing, apa mungkin dia sedang dipaksa melakoni sebuah peran dalam film kolosal dari western!?
Ini terlalu nyata!
"Jelaskan apa yang terjadi!?" Tanya Shuvin penasaran.
"A-ampun nyonya, ini kamar anda dan Duke, se-semalam adalah hari resepsi pernikahan kalian dan malam pertama pernikahan, tetapi anda mengamuk dan marah karena Duke meninggalkan anda sendirian,"
"Anda mengamuk dan memilih meminum semua anggur dalam ruangan ini hingga berakhir mabuk," tuturnya sambil mempertaruhkan nyawanya di hadapan wanita itu.
Shuvin semakin heran," prfffthhh bahahhahahahahahah.... Bahahahhahahah..." Tawanya begitu keras.
Dia menatap ke arah cermin sambil tertawa terbahak bahak tanpa tahu kalau tawanya membuat seisi kediaman gemetar ketakutan.
Mata gadis itu terlempar pada cermin, ada seorang gadis cantik yang menatapnya di sana. Gadis cantik dengan bibir kecil berbentuk hati, hidung mancung dan mata abu-abu yang sangat indah dipadukan dengan rambut silver berkilau.
"Hei berdiri lah!" Ucapnya pada pelayan itu.
Pelayan itu berdiri dengan tubuh gemetaran, sebuah kesialan baginya karena dia terpilih melayani nyonya kediaman itu.
"Siapa perempuan di cermin itu? Cantik sekali!" Ucap Shuvin dengan wajah terpana.
Pelayan bernama Lilian itu semakin ketakutan dengan tingkah majikannya.
"Apa lagi ini ya Tuhan, kenapa wanita ini banyak tingkah sekali!!!" Batinnya protes. Dia sangat takut kalau-kalau dia akan mati di kamar itu karena serangan brutal nyonya rumah.
"A-anda sendiri Duchess," ucap nya dengan gugup.
Mata Shuvin membulat sempurna. Dia spontan berdiri dengan wajah melongo sambil menatap cermin itu lebih teliti lagi.
Drap... Drap.... Drap!!
Dia berlari mendekati cermin, menatap wajah cantik dan tubuh sehat yang dia miliki, bukan tubuh kurus dan kecil, rambut lebat yang penuh warna bukan rambut tipis yang hampir botak karena kanker, bibir merah muda yang cantik bukan bibir pucat penuh luka dan mata indah yang bersinar terang bukan sepasang mata sayup bernoda bak panda karena kurang tidur.
"Apa yang terjadi!??" Ucapnya dengan nada terkejut.
Kliiiinhhhhhgg....
Seketika suara berdengung yang sangat menyakitkan menghampirinya, telinganya sakit bagai ditusuk jarum, suara itu membuat kepalanya terasa kosong, dia menekan kepalanya yang terasa sakit dan penuh penderitaan.
"Arrkhhhhhhhhh!!!!!!" Pekiknya histeris sambil menekan kepalanya.
Seketika semuanya kembali gelap, tubuh itu terhempas ke atas lantai.
Shuvin berada dalam kegelapan," tolong aku... Tolong aku...apa yang terjadi...tolong aku, siapapun!!" Pekiknya seolah tak bisa bernafas.
Paru-parunya bagai dicengkeram, suaranya semakin lama semakin memudar. Dia menangis, apakah dia tidak punya kesempatan sekali saja untuk mengecap kebahagiaan?
Tiba-tiba seberkas cahaya terang menghampirinya, jemarinya yang kasar dan penuh luka akibat kerja paksa ditarik oleh sebuah tangan yang sangat lembut.
Mata Shuvin terbuka, di hadapannya seorang wanita cantik berdiri sambil tersenyum. Wanita cantik, yang tak lain adalah dirinya sendiri dalam versi super glow up.
"Mulailah awal yang baru, hiduplah bahagia menurut versimu, balaskanlah dendamku dan temanilah Evan memimpin negeri ini," ucapnya.
" Si-siapa kau!? Apa yang terjadi!? Evan siapa!? Dendam apa!? Bahagia seperti apa maksud nona cantik!?" Tanya Shuvin dengan protes.
Gadis itu tersenyum sambil membelai wajah Shuvin," kembalilah, kau akan mengerti nanti!" Ucapnya sambil memeluk Shuvin dengan pelukan yang sangat hangat.
Ini kali pertama Shuvin dipeluk, seolah dia sedang dimanja, sedang dipangku oleh ibunya sendiri. Tanpa sadar, air mata Shuvin menetes, dia membalas pelukan wanita itu tanpa mengucapkan satu kata pun.
"Nyonya... Nyonya sadarlah!" Suara Lilian membangunkan Shuvin dari mimpi anehnya.
"Hahhhhh!!!" Dia mengirup oksigen sebanyak-banyaknya. Dadanya naik turun karena sesak, seolah dia baru saja kembali dari kematian.
Dan di sinilah dia berada, di atas kasur yang sama, di kamar yang sama dengan beberapa orang asing yang mengelilinginya dengan tatapan datar dan dingin.
"Sudah cukup kau berbuat kekacauan Shuvin!!"
"Aku tidak bisa mentolerir kekacauan yang kau buat, kau mempermalukan aku!!" Ucap pria bertubuh tegap dibalut pakaian bangsawan dengan tatapan mata hitam legam yang tajam. Dia terlihat sangat membenci wanita itu.
Shuvin mengernyitkan keningnya, seketika ingatan pemilik tubuh itu memenuhi kepalanya.
"Arrkhhhhhh...... Sa-sakit!!!" Pekiknya lagi histeris sampai membuat semua orang terkejut. Tapi tidak ada yang benar-benar peduli, bahkan suaminya pun tidak!
"CUKUP SHUVIN CUKUP SANDIWARAMU!!!" Hardik pria itu sambil menatap Shuvin dengan penuh murka.
"Keluar kalian semua!!" Titahnya dengan tegas.
Semua orang keluar dari ruangan Shuvin, pintu kamar ditutup dengan rapat. Kini hanya tersisa Duke of Lala land, Evan Derrick Finch dan pasangannya Duchess of Lala Land, Shuvin Lunar Finch.
Srraaknhgg....
Pedang tajam milik sang Duke ditarik dari sarungnya, benda itu dia arahkan ke kepala Shuvin sambil menatapnya penuh amarah.
"Katakan, apa lagi yang sedang kau rencanakan Shuvin!!"
"Bukankah kau sudah mendapatkan semua keinginanmu dengan menikahiku hah!?"
"Apa lagi maumu Putri Kaisar yang terhormat!!" Kesal sang Duke sambil mengarahkan pedang ke leher Shuvin.
Gadis itu tersadar betul, kalau kini dirinya sedang berada di tengah dunia lain yang tidak pernah dia masuki. Sebuah dunia yang lahir dari fantasi penulis kalangan biasa. Kisah tentang Duchess yang kejam dan keras kepala, yang memaksakan seluruh kehendaknya demi memenuhi keinginannya.
Duchess yang sangat dibenci semua orang karena tingkahnya juga kesombongannya yang akan berakhir dipenggal mati oleh saudara sepupunya yang adalah pemeran utama dalam cerita ini.
Tanpa ada yang tahu kalau semua perbuatan Sang Duchess adalah untuk melindungi kekasihnya, keluarganya dan orang-orang yang dia hargai.
Shuvin menatap pedang itu sambil menghela nafas, rasa sakit di kepalanya lebih menyebalkan daripada pedang tajam yang diarahkan suaminya sendiri padanya.
Seolah ingatan Shuvin asli menjadi miliknya , gadis itu kini sadar dia telah mendapatkan kesempatan kedua untuk memulai kehidupan baru yang bahagia menurut versinya.
Shuvin tidak takut sama sekali dengan pedang itu, membuat sang Duke mengernyit heran. Sebab istrinya adalah gadis manja, pemarah, cengeng dan penakut yang paling dibenci semua orang.
"Jauhkan benda ini Duke, terlalu tajam, jangan bermain dengan benda yang harusnya dipakai memenggal kepala musuh itu," ucap Shuvin dengan santai sambil mendorong pedang itu dengan jari telunjuknya.
Tapi karena menekan terlalu dalam, jarinya tergores pedang tajam itu.
"Akhh... Sial!" Umpatnya sambil menatap ujung jari telunjuknya yang berdarah. Dia mengusap darah itu sambil menatap kesal pada sang Duke.
"Jauhkan!" Ucapnya lagi dengan nada kesal.
Duke melongo bagai orang bodoh. Reaksi ini sama sekali bukan reaksi Shuvin yang dia kenal. Ke mana gadis manja, tempramental dan penakut itu pergi dalam semalam!?
Pertanyaan ini terngiang-ngiang di kepala sang Duke. Wajah tampannya yang bak pahatan Aristoteles itu terlihat mengerut, alis tebalnya, hidung mancung dan bibir berbentuk hati yang sangat seksi itu sukses membuat Shuvin menelan kasar ludahnya.
"Ganteng Ganteng Tolol!" gumamnya kesal.
Shuvin menghela nafas sambil melirik sinis ke arah pria yang berstatus sebagai suaminya itu.
" Apa masih ada yang ingin kau tanyakan Duke? Aku ingin bersiap, atau kau ingin membantuku mengganti pakaian di sini?" Tanya Shuvin dengan sangat tenang.
Evan segera berbalik dengan wajah bingung," ekhmm... Lakukan sesukamu!" Ucapnya lalu dia melenggang keluar dari kamar itu. Padahal tadinya dia ingin menghukum Shuvin tapi nyatanya balasan menohok dari Shuvin seolah membungkam mulutnya.
Shuvin menghela nafas lega setelah pria itu keluar. Pria yang sama sekali tidak dia kenal tapi berdasar ingatan pemilik tubuh, Shuvin tahu kalau pria tadi sangat membenci pemilik tubuh itu.
Gadis itu memijit pangkal hidungnya sambil menghela nafas berat," dosa besar macam apa yang kau lakukan sebelumnya, sampai semua orang menjauhimu nona!" Ketusnya merutuki pemilik tubuh itu.
Shuvin menghirup nafas dalam-dalam, dia melemparkan pandangannya ke arah jendela yang menunjukkan halaman depan mansion kediaman Duke of Lala Land. Seluruh ingatan pemilik tubuh bercampur dengan ingatannya, seolah ingatan itu adalah miliknya sendiri.
Dia menatap hamparan bunga mawar hitam yang ditanam di halaman itu, sangat gelap dan suram.
"Selera yang sangat buruk untuk seorang Duke, " ucapnya sebelum dia mengumpat saat mengingat kalau mawar itu adalah permintaan manja dari si pemilik tubuh.
"Astaga, perempuan bodoh!! Ternyata itu keingananmu, hidupmu memang suram, dasar gila!!" Protesnya sambil menatap langit.
Keheranan dan kekesalannya bercampur aduk, dia merasa kasihan pada pemilik tubuh yang sejak lahir tidak merasakan kasih sayang sama seperti dirinya.
Shuvin Lunar Chester (Finch adalah nama keluarga suaminya), putri dari kekaisaran Chester yang berkuasa saat ini adalah putri kesepian yang tidak dipedulikan keluarganya. Dia berbuat jahat dan kejam hanya untuk mencari perhatian sekelilingnya.
Sejujurnya hatinya sangat baik, tetapi karena ketidakpedulian ayah dan ibu juga saudara-saudara nya yang hanya mementingkan politik dan kekuasaan, Shuvin berubah menjadi penjahat yang berujung tewas di bawah pedang sepupunya sendiri.
Dia mencari perhatian dengan cara menangis, merengek, marah dan memaksakan kehendaknya. Salah satu korbannya adalah Duke of Lala Land yang dititahkan menikahi Princess of Savna (gelar Shuvin).
Shuvin jatuh hati pada pandangan pertama terhadap sang Duke karena kebaikan hati sang Duke yang memperhatikan seorang gadis pelayan. Rasa ingin memiliki timbul di hatinya, sehingga dia memaksa sang Kaisar menikahkannya dengan Duke, dengan mengancam akan menikahi budak jika sang Kaisar menolak.
Nama Kaisar dipertaruhkan, akhirnya Duke dipaksa menikah dengan Shuvin. Tetapi yang didapatkan Shuvin sejak bertunangan hingga akhirnya menikah hanyalah tatapan penuh amarah, punggung yang dingin dan ujaran kebencian yang menyakitkan dari sang suami.
"Hahh.... Memikirkannya membuat kepalaku sakit!" Ucap Shuvin sambil memijit pelipisnya.
Nasibnya dengan Shuvin asli tak jauh berbeda. Hanya saja, Shuvin dari masa modern merasa salut akan tekad Shuvin asli. Dia terus berusaha mencari kebahagiaan, tidak seperti dirinya yang di masa modern, hanya bisa pasrah dan menangis ketakutan atas tindakan kejam keluarga nya.
"Tenang saja, aku akan hidup bahagia dan membalas perbuatan kejam mereka, tenanglah di tempatmu berada, karena kehidupan ini kini milikku," ucap Shuvin dengan yakin.
Dia tersenyum sambil menghirup udara segar. Rasanya seolah dia lepas dari jeratan ibu tiri dan saudara-saudara yang kejam. Hatinya merasa nyaman, tubuhnya juga terasa sangat sehat.
Di saat yang sama para pelayan masuk ke dalam ruangan itu.
Shuvin berbalik dan menatap mereka satu-satu persatu.
Seingatnya, seisi kediaman itu sangat membenci nya, tepatnya membenci Shuvin yang dulu.
"Akan sulit mengambil hati orang-orang ini, dan akan sangat berbahaya jika aku menempatkan mereka di sisiku," batinnya.
Ada lima orang dayang pribadi di sana, dan semuanya memiliki dendam dan kebencian terhadap Shuvin.
Mereka berdiri dengan kepala menunduk ketakutan. Jika diingat dari statusnya, para dayang itu bukanlah dari kalangan biasa, mereka mereka berasal dari kalangan Baroness, Viscount dan Countess golongan terendah dalam status bangsawan.
" Kalian semua dipecat!" Ucap Shuvin yang sontak membuat kepala mereka berlima terangkat hampir di waktu yang bersamaan.
"Nyo-Nyonya... Ampun... A-apa kami melakukan kesalahan lagi!?" Ucap mereka sambil duduk berlutut dengan wajah ketakutan.
Shuvin dikenal tegas dan kejam, jika marah, dia biasanya akan menjual pelayannya dan memukuli mereka, tidak peduli status mereka bangsawan atau rakyat biasa.
"Kalian tidak melakukan kesalahan, aku yang melakukan kesalahan!" Ucap Shuvin.
"Berdirilah," Ucap Shuvin pada kelimanya.
Dengan ragu mereka saling melirik lalu berdiri dengan tegap.
"Mulai hari ini," Shuvin mendekati mereka dan berdiri di hadapan mereka.
Dia memandangi wanita cantik dan anggun itu satu persatu. Matanya tertuju pada Baroness Michelle, yang paling banyak gemetar juga tubuhnya terlalu kurus seolah tidak dirawat.
"Kalian dibebastugaskan, kalian tidak akan lagi terikat dengan Duchess of Lala Land, "
"Kembalilah ke keluarga kalian dan kehidupan bebas yang kalian idamkan selama ini," ucapnya .
Dia tahu, berdasarkan ingatan Shuvin, kelima pelayan pribadi itu ditarik paksa oleh Shuvin untuk melayaninya sejak di istana kekaisaran hingga pindah ke kediaman Duke. Dia telah berbuat kejam, bahkan mungkin tidak termaafkan.
"Nyo-Nyonya... Jangan bercanda lagi!"
"Kali ini, apa salah kami!!" Pekik Countess Lera dengan wajah kesal. Dari semua, dia memang yang paling antusias menunjukkan kebenciannya pada Duchess.
Duchess Shuvin terhenyak, tak dapat dipungkiri, kebencian mereka memang muncul karena sifat Shuvin sendiri.
"Ekhhmm..." Dia berdeham untuk menetralkan pikirannya.
" Aku minta maaf," ucap Shuvin.
Mata mereka semua membulat sempurna. Yang benar saja, kali ini apa lagi rencana Duchess yang kejam ini!?
Bukan kah sudah cukup menyiksa mereka dengan segala tugas tidak masuk akal? Dan sekarang dia bertingkah lagi.
Rasanya kepala Countess Lera akan segera pecah, dia benar-benar membenci wanita itu.
" Dengan segala hormat, saya undur diri, "
"Sebaiknya nyonya memikirkan kembali tindakan nyonya!" Ucap Countess Lera sambil menahan kesabarannya.
"Countess, tidak layak anda berkata demikian, kita hanya pelayan!" Ucap Countess Silva menegur sikap Lera yang terlalu kasar pada Duchess.
Yang lain juga setuju, mau bagaimanapun, mereka harus bekerja demi mendapatkan kehidupan yang layak meski harus melayani wanita jahat itu.
"Hmmmmm....."
"Kenapa mereka tidak bahagia? Bukankah selama ini mereka ingin keluar dari kediaman ini?" Pikir Shuvin.
"Nyonya, kalaupun kami keluar dari kediaman ini, kami tidak akan diterima di manapun karena status kami juga keadaan keluarga kami!" Terang Countess Silva, wanita berambut pirang bergelombang itu.
Shuvin baru ingat bahwa para bangsawan yang dia ambil sebagai pendampingnya itu adalah istri dari para pemimpin wilayah kecil yang diabaikan keluarga mereka.
Countess Lera sudah menjanda selama dua tahun karena suaminya meninggal dunia, Baroness Michelle ditinggal berperang oleh suaminya dan sampai saat ini belum ada kabar, Countess Silva yang paling miris, dia dijual keluarga suaminya kepada Duchess Shuvin demi bayaran tinggi, dua lainnya adalah viscountess dari kota kecil kekaisaran yang memiliki keluarga masing-masing tapi hidup pas-pasan karena suami mereka menikah lagi.
"Baiklah, kalau begitu!" Shuvin angkat bicara. Dia tidak mengambil pusing dengan kemarahan Lera barusan. Wajar bagi Lera untuk marah dan bersikap kasar pada Shuvin yang terlalu kejam di masa lalunya.
" Aku akan melepas kalian semua, namun akan ku sebutkan nama kalian pada para bangsawan di kota ini yang membutuhkan pelayan pendamping,"
"Dengan demikian, kalian akan memiliki tujuan baru dan majikan yang baru," terang Shuvin.
"Tetapi, jika kalian ingin tetap tinggal, maka boleh saja, selama kalian nyama tinggal dan melayani majikan yang kalian benci!" Ucap Shuvin.
Sontak mereka semua terbelalak. Shuvin mengetahui segalanya, tetapi dia tidak marah.
"A-anda tidak marah Duchess!?" Tanya Baroness Michelle dengan suara terbata-bata.
Shuvin tersenyum lembut untuk kali pertama kepada mereka yang membuat semuanya terhenyak bahkan menahan nafas karena kebingungan dengan sifat sang Duchess.
"Marah!"
"Tentu saja marah, kalian yang tidak tahu diri malah membenciku setelah aku menyelamatkan kalian dari kehidupan buruk itu!"
"Tapi apa boleh buat, aku bukan Duchess yang kalian kenal!"
"Sekarang pergilah, sebelum aku benar-benar marah dan pikirkan ucapanku barusan!" Titahnya sambil menatap mereka berlima dengan tajam.
Glek!!!
Mereka menelan Saliva mereka dengan kasar. Dengan tubuh gemetaran semuanya berjalan keluar dari ruangan kamar itu, kecuali Baroness Michelle.
Wanita itu masih berdiri di sana sambil menunduk. Kedua tangannya saling bertaut, sepertinya ada sesuatu yang ingin dia sampaikan.
Jika Shuvin mengingat cerita yang pernah dia baca itu, Baroness Michelle adalah satu-satunya yang menaruh rasa peduli pada sang Duchess terutama di masa Duke mengabaikan Duchess bahkan secara terang-terangan bermain wanita.
Berdasarkan tingkatan nya, Michelle berada pada klan bangsawan paling rendah.
Tingkatan dimulai dari Kaisar- Permaisuri, Raja - Ratu, Pangeran - Putri, Duke(Adipati) - Duchess, Marquess - Marchioness, Earl ( Count) - Countess, Viscount - Viscountess dan terakhir Baron - Baroness.
Baron biasanya dianggap rendah, terkadang mereka berada di posisi mengambang, ada yang mengakuinya sebagai bangsawan tetapi ada yang tidak, namun posisinya lebih tinggi dari rakyat biasa dalam sistem Kerajaan Barat.
"Michelle, apa ada yang ingin kau sampaikan?" Tanya Shuvin.
Dia merasa bersalah melihat penampilan lusuh sang Baroness.
"Nyo-nyonya .. bolehkan saya tetap di sini? Suami saya mempercayakan saya pada anda, saya hanya menunggu kedatangannya dari Medan perang, saya tidak ingin pergi dari sini"
"Apapun yang anda minta akan saya lakukan, selama saya boleh mengikut Duchess agar suami saya mudah menemukan saya," tuturnya jujur.
Shuvin mengerti. Meskipun tujuan Baroness Michelle seperti itu, dia tidak merasa dirugikan.
Shuvin mendekati wanita itu, tapi tampaknya sangat Baroness semakin gemetar ketakutan. Dia berjalan mundur saat Shuvin melangkah satu kali.
Shuvin mengerti, dia tidak akan mendorongnya lebih jauh lagi.
"Baiklah, aku setuju," ucap Shuvin.
"Kembalilah ke kamarmu dan beristirahat lah dengan benar, rawat luka di tubuhmu," ucap Shuvin.
"Te-terima kasih Duchess," ucap Baroness dengan sungguh-sungguh.
Shuvin memijit pangkal hidungnya sekali lagi. Dia merasa jengkel dengan sifat Shuvin asli sebelumnya. Hanya melihat mereka berlima, dia bisa merasakan kembali kejahatan pemilik tubuh pada mereka.
Dia menatap dirinya di depan cermin, wajah cantik dan tubuh yang indah dibalut gaun tidur tipis itu memang diidamkan semua wanita.
"Tapi tidak dengan sifatmu Duchess Shuvin!" Tukasnya sambil menunjuk dirinya sendiri di cermin.
"Karena kehidupan ini adalah milikku, maka aku akan melukis takdirku sendiri!" Ucapnya percaya diri.
Shuvin memanggil pelayan lain untuk membantunya bersiap. Ini adalah hari setelah pernikahan nya dan masa bulan madu dengan suaminya yang ketus dan cuek.
Jadi, selama satu bulan ke depan tidak akan ada jadwal apapun bagi sang Duchess selain menikmati waktu bersama sang Duke.
Namun mengingat temperamen Duke Evan pagi tadi, masa bulan madu ini hanya akan berlalu dalam beberapa hari.
Para pelayan masuk dan membantu sang Duchess bersiap. Dengan wajah gugup para pelayan melayani majikannya dengan penuh kehati-hatian.
Namun yang terjadi membuat mereka semua bertanya-tanya. Duchess tidak bicara satu kata pun, dia hanya diam dan menikmati semua proses itu dengan tenang. Shuvin sangat terbantu dalam beradaptasi mengingat dia memiliki ingatan pemilik tubuh sebagai petunjuk.
Para pelayan saling lirik, mereka semua takut telah melakukan kesalahan, setelah selesai semuanya berbaris dengan rapi, ada lima orang tepatnya yang melayaninya mulai dari berganti pakaian, mandi, menata rambut, merias wajah dan lainnya.
"Apa ada lagi yang harus kita lakukan?" Tanya Shuvin seraya mengangkat alisnya, dia sedikit pusing dengan semua ritual itu.
"Sudah selesai nyonya Duchess," jawab mereka gugup.
"Baiklah, thank you so much," ucapnya sambil tersenyum.
Dia menatap dirinya pada cermin. Gaun yang dia pilih adalah gaun paling sederhana di lemari pakaiannya. Dia tidak menyukai gaya berpakaian pemilik tubuh yang terlalu glamor dan malah terkesan norak.
Pemilik tubuh dulu sangat menyukai warna terang, batu-batu permata yang ramai juga bordiran yang sangat menyesakkan mata dengan gaun mengembang yang besar bak balon dan lengan menggembung bagai otot pria pengangkut barang di pasar.
Kepribadian asli Shuvin modern berbeda jauh dengan pemilik tubuh.
Dia memilih gaun sederhana dengan bagian bahu terbuka, berlengan pendek dan bermotif garis halus yang lembut. Gaun cream dengan satu batu permata di bagian pinggang yang sangat pas di tubuhnya yang indah justru membuat penampilannya lebih mewah dari sebelumnya.
"Apa penampilanku aneh?" Tanya Shuvin seraya berputar di hadapan mereka.
Jujur saja, penampilannya hari ini tidak seperti hari kemarin.
"Ayolah, jawab dengan jujur, aku tidak suka dengan semua gaun aneh dengan lengan seperti balon itu, rasanya aku seperti parasut jika memakai gaun yang norak itu,"
"Dengan gaun ini ku rasa lebih nyaman!" Ucapnya sambil tersenyum.
Duchess yang kejam itu tersenyum!? Yang benar saja, dunia pasti akan segera runtuh, begitulah isi pikiran para pelayan itu saat ini.
"Anda sangat elegan nyonya," jawab Lilian, pelayan pribadi Shuvin yang dipilih langsung oleh tangan kanan suaminya.
Semuanya diam sejenak, mereka yang kenal Shuvin akan sangat berhati-hati saat bicara dengannya. Sebab, memuji saja bisa dianggap melecehkan perempuan itu.
Shuvin terkekeh," baiklah, terimakasih atas bantuannya hari ini,"
"Oh iya, apa boleh minta bantuan kalian?" Tanya Shuvin.
" Kekonyolan apa lagi ini!?" Batin para pelayan dengan wajah ketakutan sekaligus bingung. Bagaimana mungkin seorang Duchess meminta tolong pada mereka!?
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!