NovelToon NovelToon

Will & Love

Episode 1

Turun ranjang

Eps. 1

"Sebelum kakak pergi, kakak mohon... Menikahlah dengan David dan jadi ibu untuk putri kakak... Hanya itu yang kakak pinta... Kakak mohon...."

Bagai tersambar petir di siang bolong, seketika bumi terasa menghimpit tubuh kecil yang sudah bergetar hebat karena syok takut kehilangan sang kakak.

Di tambah beberapa kata yang jadi pesan terakhir dari sang kakak, membuat seorang gadis duduk semakin tidak berdaya di samping blankar rumah sakit tempat sang kakak terbaring dengan sisa nafas terakhirnya.

Sophia, yakni sang kakak meninggalkan sebuah wasiat yang mengharuskan adiknya menikahi suaminya, David, agar dapat merawat anak mereka yang masih kecil.

Namun, di balik tekanan kewajiban ini, gadis yang menjadi tokoh utama dalam cerita ini masih terikat pada cinta sejatinya yang telah menjadi kekasihnya sejak masa remaja.

Ia di hadapkan pada pertanyaan yang begitu berat, apakah ia harus menuruti wasiat sang kakak untuk menjaga kebahagiaan sang anak yang tak lain adalah keponakannya?, ataukah ia harus egois dan memperjuangkan cintanya?

Bagi para readers semoga asyik membacanya dan jangan lupa kasih dukungannya like & subcribe agar author semakin semangat nulisnya ya...

Penasaran dengan ceritanya? Yuk kita baca kisahnya...

Happy reading...

\*\*\*

Bandara Soekarno-Hatta, di kota Jakarta, dipenuhi hiruk-pikuk orang-orang yang datang dan pergi. Di tengah keramaian itu, seorang gadis cantik dengan rambut diikat rapi namun beberapa helai terurai menutupi wajahnya, berdiri dengan gelisah.

Namanya Elena, seorang keturunan asli Indonesia dengan wajah blasteran yang seringkali membuat orang mengiranya seorang bule.

Elena, dengan semangat yang menggebu, mondar-mandir di area kedatangan. Matanya terus memindai setiap orang yang keluar, berharap menemukan sosok yang sangat dinantikannya.

Namun, waktu terus berlalu, Daniel, sang kekasih yang ditunggunya pun belum juga muncul. Wajah Elena yang semula cerah kini semakin muram. Kekhawatiran merayap di hatinya, membuat senyum yang sempat menghiasi wajahnya perlahan menghilang.

"Sebenarnya Daniel kemana? Bukankah dia berjanji mau menjemputku?," gumam Elena sambil menggigit jarinya. Tatapannya gelisah seraya memandang sekeliling.

Merasa putus asa, akhirnya pikiran untuk pulang sendiri pun mulai terlintas di benaknya. "Mungkin dia sedang sibuk, lebih baik aku pulang sendiri saja," kata Elena pada dirinya sendiri dengan wajah penuh kekecewaan.

Dengan berat hati, dia memutuskan untuk meninggalkan tempat itu, meskipun hatinya masih berharap Daniel segera datang.

Kemudian, Elena berjalan mencari taksi dengan langkah berat. Perasaan kecewa membebani setiap langkahnya. Namun, tepat saat dia hendak masuk ke dalam taksi, sebuah suara memanggilnya dari belakang.

"Elena!... El...!"

Seorang pria berperawakan model dan berparas tampan terlihat tergesa-gesa berlari menghampiri Elena. Nafasnya terengah-engah saat dia akhirnya berhasil mencapai Elena.

Ya, Itu adalah Daniel, kekasih yang sangat dinantikannya.

Dengan nafas yang masih ngos-ngosan, Daniel mencoba meminta maaf atas keterlambatannya. "El, maaf! Hah hah hah... Maaf aku terlambat! Tadi di jalan sangat macet... hah heh hoh!."

Elena memandang Daniel dengan wajah kesal namun keheranan. "O," jawabnya singkat.

"O? Oh saja?," tanya Daniel keheranan. Namun, Elena tidak menjawab pertanyaan itu. Dia malah melengos dan mengambil tas yang sudah dimasukkannya ke dalam taksi dan mengeluarkannya kembali.

"Makanya, jangan membuat aku menunggu lama! Nanti aku diambil orang lho," jawab Elena sambil berdelik gemas dengan bibir yang cemberut, namun sangat lucu di mata Daniel.

Daniel pun tertawa kecil, kemudian memeluk Elena dengan erat. "Maafkan aku, El, aku tidak ingin membuatmu kecewa."

Elena akhirnya tersenyum dan membalas pernyataan Daniel "Iya, aku tahu, ayo, kita pulang."

Setelah melepas kerinduan yang kurang lebih dua minggu mereka tidak bertemu, mereka pun melanjutkan perjalanan pulang menuju rumah Elena.

"Daah...!."

Setelah mengantarkan Elena sampai ke rumah, Daniel pun segera berpamitan karena ada sesuatu yang mendesak yang harus dia kerjakan, sehingga dia tidak bisa lama-lama.

Elena mengerti dan dengan senyuman kecil, dia melambai saat Daniel pergi. Lalu, beberapa asisten rumah tangga segera membantu Elena membawa barang-barangnya masuk ke dalam rumah.

Begitu kakinya menapaki lantai marmer rumah, suara menggelegar terdengar dari ruang keluarga.

"Tidak! Sekali aku katakan tidak, maka jangan dilakukan! Mengerti?!"

Elena terhenti sejenak, suara itu membuat jantungnya berdetak lebih cepat. Itu adalah suara David, suami dari kakaknya yang bernama Shopia. Suara itu terdengar lagi, kali ini lebih jelas dan tajam.

"Ini bukan pertama kalinya mereka ingin berbisnis dengan kita! Dan aku tidak ingin kesalahan itu terulang!."

Elena mengurungkan niatnya untuk menghampiri David, ia memilih untuk menghindar dari emosi kakak iparnya yang nampaknya sedang memanas.

David, pria berjas hitam dengan setelan kantor yang rapi, berdiri di ujung jendela, berbicara dengan suara lantang melalui telepon. Melihat situasi yang tidak baik, Elena pun melanjutkan langkahnya untuk mencari keberadaan Shopia.

Namun, langkahnya terhenti ketika mendengar suara David yang kali ini lebih lembut. "El, kamu sudah pulang?."

Elena berbalik menghadap David. "Iya, Kak... Maaf, aku jadi ganggu kakak yang sedang sibuk," ucapnya tidak enak hati.

David pun tersenyum tipis seraya mendekatinya. "No problem...," katanya. "Ngomong-ngomong, bawa oleh-oleh apa nih buat kakak?," tanyanya dengan nada bercanda, matanya juga memeriksa tangan Elena yang nampak kosong.

"Bawa oleh-oleh gak ya...?," Elena menjawab dengan nada bercanda juga dan mengolok-olok kakak iparnya yang sudah dia anggap seperti kakaknya sendiri. "Ada dong, Kak... Nanti ya! Aku mau ketemu Kak Shopia dulu, dah Kak..."

Elena melambai pada David dan segera berlari kecil menuju kamar Shopia. Saat tiba disana, pintu kamar sedikit terbuka, dan dia bisa melihat Shopia duduk di dekat jendela sambil membaca buku. Elena mengetuk pintu dengan lembut.

"Kak Shopia?" Elena memanggil dengan nada ceria.

Shopia menoleh dan tersenyum hangat. "Elena! Masuk, sayang. Aku kangen sekali sama kamu."

Elena berlari kecil masuk dan memeluk kakaknya erat. "Aku juga kangen, Kak. Banyak yang ingin aku ceritakan."

Di rumah besar dengan halaman yang rimbun itu, kedekatan antara Elena dan David telah terjalin sejak lama, jauh sebelum David dan Shopia menikah. Semuanya bermula ketika Elena masih remaja dan Shopia serta David baru saja mulai berpacaran.

David selalu memperlakukan Elena seperti adik kandungnya sendiri. Dia sering mengajak Elena keluar, membantu dengan pekerjaan rumah, dan bahkan memberikan nasihat saat Elena menghadapi masalah di sekolah.

Kedekatan mereka semakin erat ketika sebuah tragedi merenggut nyawa kedua orang tua Elena dalam sebuah kecelakaan mobil yang tragis. Saat itu, hidup Elena dan Shopia berubah total.

David, yang saat itu masih berstatus pacar Shopia, dengan sepenuh hati mengambil alih tanggung jawab sebagai tulang punggung keluarga.

Dia bekerja keras, tidak hanya untuk membangun kariernya sendiri tetapi juga untuk memastikan bahwa Elena dan Shopia memiliki segala yang mereka butuhkan. Pengorbanan dan dedikasi David membuatnya semakin dihormati dan dicintai oleh kedua saudara perempuan itu.

Ketika akhirnya David dan Shopia menikah, Elena merasa lega dan bahagia karena tahu bahwa kakaknya telah menemukan pria yang benar-benar peduli dan bertanggung jawab.

Lanjut episode 2 👉

Episode 2

"Kakak...!"

Elena berlari dan berhamburan memeluk Shopia, sang kakak yang sangat dia sayangi. Elena terus menempel dan enggan melepaskan pelukannya hingga membuat Shopia meledek adik satu-satunya itu.

"Mmm... Kelakuan bayi yang baru ketemu induknya," ucap Shopia seraya mencubit manja hidung adiknya tersebut. "Kangen sih kangen, tapi jangan buat bayi dalam perut kakak ini sesak nafas saking kuatnya pelukan kamu ini...," lanjutnya sambil tersenyum bahagia.

"Ups! Maaf, maaf... Tante bikin kamu sesak nafas ya," kata Elena sambil berjongkok di depan Shopia seraya mengelus perutnya yang buncit dan sesekali menciuminya. "Tante janji nggak akan bikin kamu sesak lagi, ya...."

"Siapa yang sudah bikin anakku sesak nafas? Nanti jangan minta jatah jajan lagi ya," timpal David dengan candanya yang tiba-tiba masuk dan nimbrung pada kebersamaan Elena dan Shopia.

Seketika mereka bertiga tertawa bersama sehingga menghangatkan suasana rumah yang megah itu. Setelah itu, mereka duduk di ruang keluarga, bercengkerama dan mendengarkan cerita Elena tentang perjalanannya ke luar kota kemarin.

Shopia dan David tertawa mendengar cerita-cerita lucu Elena, namun tiba-tiba muncul satu pertanyaan yang membuat Elena sedikit gelagapan.

"Jadi kapan nih sang pangeran berkuda putihnya datang ke rumah?," goda Shopia sambil bergelayut manja di tangan David, yang hanya tersenyum melihat adik iparnya itu salah tingkah.

Elena memutar bola matanya yang indah, mencoba mencari alasan agar kedua orang di depannya itu tidak mendesaknya dengan pertanyaan lebih lanjut mengenai Daniel. "Aduh, Kak, belum tahu deh, dia sibuk banget akhir-akhir ini," jawabnya dengan nada sedikit canggung.

Shopia mengangkat alisnya lalu tersenyum penuh arti. "Sibuk atau kamu yang belum mau diajak serius?," goda Shopia lagi.

Elena pun tersenyum kecut. "Ya, gimana ya, Kak, aku masih banyak yang harus dipikirkan, belum siap untuk hal yang lebih serius," jawab Elena dengan jujur, meskipun dalam hatinya ada rasa tidak nyaman membicarakan hal ini.

David yang sedari tadi diam, akhirnya angkat bicara. "El, hubungan itu memang harus dijalani dengan serius, tapi juga dengan hati yang siap, kalau memang belum siap, tidak usah dipaksakan, yang penting kalian saling memahami."

Elena menatap David dengan rasa terima kasih. "Iya, Kak. Aku tahu. Aku hanya butuh waktu untuk menyiapkan semuanya."

Shopia merangkul Elena dan memberikannya dukungan. "Kami selalu mendukung apa pun keputusanmu, El. Yang penting kamu bahagia."

Elena merasa sedikit lega mendengar kata-kata dukungan dari Shopia dan David. Dia memang belum siap untuk melangkah ke jenjang yang lebih serius dengan Daniel. Ada banyak hal yang masih dia ingin capai dan pelajari sebelum benar-benar siap untuk pernikahan.

Elena masih merasa nyaman dengan hubungannya yang sekarang. Meskipun sesekali Daniel membahas tentang pernikahan mereka, Elena selalu berhasil mengubah topik dan beralasan bahwa dia masih terlalu muda untuk menikah di usia 20 tahun.

Beruntung bagi Elena, Daniel adalah seseorang yang sabar dan tidak suka memaksa, meski usianya sudah menginjak 25 tahun dan dia tidak memaksakan kehendaknya untuk menikahi Elena.

Setelah merasa cukup melepas kerinduan pada kakaknya, Elena pun segera pamit untuk beristirahat. "Aku ke kamar dulu ya, Kak," katanya dengan senyum lelah tapi bahagia.

Sebelum pergi, Elena mengelus perut Shopia dengan gemas dan mengajak bayi dalam perut kakaknya itu berbicara. "Baik-baik ya di dalam sini... Jangan terlalu kencang nendangnya, kasian bunda nya... Oke?," kata Elena sambil tertawa gemas.

Elena lalu beranjak dan berjalan menuju pintu, "O ya, kalau kalian memaksa, minggu ini Daniel akan berkunjung ke sini," ucap Elena di ambang pintu sambil memegang knop pintu. Ia bicara dengan sedikit malu-malu tanpa menoleh ke belakang.

"Nah... Gitu dong! Bagus itu," jawab David dengan semangat, lalu disahut dengan dukungan Shopia. "Kami akan senang sekali menyambut Daniel di sini."

Elena tersipu malu hingga pipinya memerah. Lalu dia segera berlari bahagia menuju kamarnya, merasa lega karena akhirnya setuju untuk mengajak Daniel ke rumah.

Setidaknya, itu akan membuat Shopia dan David senang, dan mungkin, itu juga langkah kecil untuk lebih memikirkan masa depan dengan Daniel.

Elena menjatuhkan diri ke kasurnya yang empuk. Jantungnya berdebar-debar dengan perasaan yang tak karuan. Dia tidak menyangka bisa mengungkapkan hubungannya dengan Daniel di hadapan kakak dan kakak iparnya dengan begitu terbuka.

Rasanya seperti beban yang terlepas, tetapi juga menimbulkan perasaan malu yang tidak bisa dijelaskan.

Daniel adalah laki-laki pertama yang berhasil merebut hati Elena. Hubungan mereka yang dimulai dari cinta monyet di bangku sekolah ternyata masih bertahan dan semakin bersemi hingga sekarang.

Saat ini, Elena membayangkan masa depan mereka dengan perasaan campur aduk. Dia meraih bantal di sampingnya, meremasnya di atas dada, lalu menutupi wajahnya dengan bantal tersebut. "Kenapa aku jadi semalu ini...?" gumamnya sambil membalikkan tubuhnya hingga terkurap dan akhirnya tertidur pulas.

Saking lelahnya setelah perjalanan panjang, Elena tertidur hingga waktu menjelang malam. Meskipun beberapa kali Shopia datang ke kamarnya untuk memeriksa, dia tidak berusaha membangunkan adiknya itu karena memahami betapa lelahnya Elena. Hingga akhirnya, bunyi ponsel Elena berdering...

Bip... Bip... Bip...!

Getaran ponsel dengan suara nada dering yang nyaring membuat Elena menggeliat dan terbangun dari tidurnya secara perlahan dan dengan sedikit rasa malas. "Aduh... Aku masih ngantuk..." ucapnya sambil merapikan rambutnya yang berantakan.

Dengan mata yang masih mengerjap, Elena mencoba membuka ponselnya dan melihat panggilan yang masih berdering. "Daniel?" Elena menerima panggilan dari kekasih hatinya itu sambil melihat sekeliling.

"Halo?"

"El... Kamu baik-baik saja kan? Kenapa baru diangkat? Kamu di rumah kan?" tanya Daniel beruntun dengan nada yang sangat cemas.

"Ya, aku baik kok... Kenapa? Ada apa?" balas Elena dengan nada bingung.

"Pertanyaan yang dijawab dengan pertanyaan memang nggak akan ada habisnya," gumam Daniel dengan nada sedikit lega tapi masih terdengar cemas. Elena pun menjelaskan bahwa dia baru saja tertidur karena kelelahan setelah perjalanan panjang.

"Oh, syukurlah. Aku cuma khawatir saja karena biasanya kamu langsung angkat telepon," kata Daniel, suaranya mulai terdengar lebih tenang.

Elena tersenyum mendengar kekhawatiran Daniel. "Maaf ya, aku benar-benar lelah tadi. Sekarang sudah lebih baik kok. Ada yang ingin kamu bicarakan?"

"Ya, sebenarnya aku ingin tahu kapan aku bisa datang ke rumahmu minggu ini. Aku sudah tidak sabar bertemu denganmu dan keluargamu," kata Daniel dengan antusias.

Elena tersipu malu karena ingat percakapan terakhirnya dengan Shopia dan David. "Sebenarnya, aku sudah bilang ke Kak Shopia dan Kak David kalau kamu akan datang minggu ini. Mereka sangat menantikan kedatanganmu."

"Benarkah? Wah, terima kasih, El. Aku sangat senang mendengarnya," balas Daniel dengan nada penuh kegembiraan.

Setelah menutup telepon, Elena merasa sedikit gugup namun juga senang. Dia tahu pertemuan ini akan menjadi langkah besar dalam hubungannya dengan Daniel. Meskipun perasaannya masih tidak menentu, Elena merasa lebih siap untuk menghadapi masa depan bersama Daniel.

Saat malam semakin larut, Elena memutuskan untuk mandi dan berganti pakaian. Pikiran tentang masa depan dengan Daniel terus mengalir di benaknya.

Dia tahu bahwa meskipun belum siap untuk menikah sekarang, hubungan mereka akan terus berkembang dengan waktu. Dan yang terpenting, dia merasa didukung oleh keluarganya yang penuh kasih.

~El... El... Kita tau kamu kelelahan, Kita juga sering kok kaya gitu, jadi jangan merasa sendiri ya... 😅😅~

Lanjut episode 3

Episode 3

\*\*\*

Dengan perasaan bahagia setelah meminta Daniel untuk datang berkunjung ke rumahnya, Elena bersiap-siap untuk menyambut akhir pekan yang dijanjikan bersama Daniel.

Hari-hari berlalu dengan cepat, dan akhirnya malam yang dinanti pun tiba. Kini Elena merasa gugup dan bersemangat, ia sedang berlenggak-lenggok di depan cermin kamarnya, sementara kakak dan kakak iparnya, Shopia dan David, menunggu dengan antusias di ruang keluarga.

Ting tong! Ting tong!

Seketika Elena terperanjat mendengar bel rumah berbunyi. Ia segera berlari menuruni anak tangga seraya berteriak, "Bi, biar aku saja yang buka pintunya!," Pembantu rumah tangga itu pun menurut dan memberi jalan pada Elena.

"Aw!," pekik Elena saat kakinya terpeleset, namun ia tidak menghiraukannya. Ia terus melanjutkan langkahnya meskipun kakinya terasa ngilu, saking bahagianya menyambut kedatangan sang kekasih.

Namun, ketika pintu akhirnya terbuka, bukan Daniel yang muncul, melainkan seorang kurir yang membawa pesanan paket milik Elena. "Paket atas nama nona Elena."

"Makasih ya, Bang," ucap Elena sambil memangku paket yang cukup besar.

Sambil menutup pintu, Elena merasa sedikit kecewa. Shopia yang melihatnya pun segera mencoba menenangkannya. "Sabar, El, dia pasti datang kok."

Elena menghela napas panjang dan mencoba tersenyum. "Lagi-lagi, kenapa sih Daniel suka terlambat? Gimana coba kalau dia terlambat dan aku keburu diambil orang?!," batinnya menggerutu sambil menoleh ke belakang, berharap melihat sosok Daniel, namun yang terlihat hanya pintu yang terbuka tanpa tanda-tanda kedatangan seseorang.

David yang memperhatikannya dari sofa, menepuk bahu Elena saat dia kembali ke ruang keluarga. "Jangan khawatir, El. Mungkin ada sesuatu yang membuatnya terlambat. Kita tunggu sebentar lagi, ya."

Elena mengangguk pelan dan berjalan gontai sambil meletakkan paketnya di meja dekat tempatnya berdiri. Kali ini ia merasakan ngilu di kakinya akibat kecelakaan tadi lalu mendudukkan dirinya di kursi samping Shopia.

"Kenapa El, kakimu sakit?," tanya David saat melihat Elena sedang memijat kakinya. "Mungkin karena terpeleset tadi Kak...," jawabnya sambil terus memijat.

David berjongkok dan mencoba melihat keadaan kaki Elena, namun beberapa saat kemudian...

Akhirnya terdengar suara mobil berhenti di depan rumah. Elena langsung melompat dari kursinya dan berlari ke pintu depan. Dengan harapan tinggi, dia melebarkan pintu dan kali ini, Daniel benar-benar berdiri di sana dengan senyum lebar di wajahnya.

"Maaf terlambat, El, jalanan macet banget," kata Daniel sambil mengangkat kantong kertas berisi sesuatu. "Tapi aku bawa makanan favoritmu sebagai penebus keterlambatanku."

Elena merasa lega dan bahagia melihat Daniel. "Kamu selalu tahu cara untuk membuatku memaafkanmu," katanya dengan senyum lebar seraya memeluk Daniel erat.

Kemudian, mereka masuk ke dalam rumah bersama-sama, dan suasana ruang keluarga langsung berubah menjadi hangat dengan kehadiran Daniel.

Tanpa membuang waktu, David dan Sophia dengan cepat menyambut kedatangan Daniel, lalu mengundangnya masuk ke dalam rumah dengan hangat.

Dengan sikap yang rendah hati, Daniel memperkenalkan diri kepada keluarga Elena. Sambil sesekali melirik ke arah Elena yang tersenyum bahagia, Daniel menjelaskan tentang dirinya, pekerjaannya, dan kehidupannya dengan sopan dan ramah.

Ekspresi Elena yang penuh kebahagiaan menjadi saksi betapa pentingnya momen itu baginya. Setiap kata dan gerakan dari Daniel memberikan kepastian bahwa hubungan mereka berdua adalah sesuatu yang berharga dan bernilai.

Dalam suasana yang hangat dan akrab, Daniel dengan cepat merasa nyaman bersama Sophia dan David. Mereka berdua menerima Daniel dengan tangan terbuka, dan mereka pun dengan cepat akrab.

Beberapa saat kemudian, rencana selanjutnya untuk acara malam itu, mereka ingin masak-masak barbeque.

Sementara Daniel dan David sibuk mengatur panggangan untuk acara barbeque, Elena dan Sophia duduk di meja makan dengan penuh keceriaan.

"El, sepertinya dia laki-laki yang baik dan bertanggung jawab, kakak merestui kalian," ucap Shopia sambil membelai rambut hitam Elena dengan penuh kasih sayang. "Terima kasih Kak...." jawab Elena terharu. Kemudian mereka pun berpelukan.

Melihat keakraban kekasih dan kakak iparnya, Elena pun menghampiri mereka yang sibuk berkutat di depan panggangan lalu membisikkan beberapa kata pada Daniel.

"Senengnya yang dapat restu...," ucap Elena dengan senyum manisnya. Seketika Daniel pun menoleh dan tersenyum bangga atas dirinya. "Mau coba?," tanya Daniel seraya memberikan satu suapan daging yang terlihat lezat pada Elena.

Mereka menikmati aroma sedap dari makanan yang dipanggang dan beberapa kali menyantapnya bahkan saling menyuapi satu sama lain. Elena dan Daniel tidak sungkan terlihat mesra meski David dan Shopia berada di samping mereka.

Dengan senyuman hangat, David tidak bisa menahan rasa kagumnya pada keahlian Daniel dalam memasak. Saat mereka semua menikmati hidangan lezat yang dipersiapkan oleh Daniel, David tidak ragu untuk menyampaikan pujian dan apresiasinya.

Dia mengakui kelihaian Daniel dalam mengolah makanan. Pujian David bukan hanya sekedar kata-kata, tetapi juga menjadi ungkapan dari hati yang tulus atas penghargaannya terhadap kemampuan Daniel.

"Sepertinya dia laki-laki yang tepat untuk Elena," batin David.

Malam itu, suasana di rumah Shopia dan David terasa sangat hangat dan penuh kebahagiaan. Mereka menikmati makanan yang telah disiapkan oleh Daniel dengan lahap.

Setelah makan malam, Daniel mengambil kamera otomatisnya dan mengajak mereka berempat untuk berfoto.

Berbagai pose mereka lakukan untuk memastikan setiap foto terlihat bagus dan sempurna. Shopia, yang penuh semangat, meminta agar mereka mengambil foto bertiga—Elena, Daniel, dan David—dengan posisi Elena duduk di tengah mereka.

Hal ini disambut dengan antusias oleh ketiganya. Lalu mereka mulai berpose layaknya model profesional.

Daniel dan David, kedua pria tampan, mengapit Elena yang terlihat bingung seolah-olah harus memilih di antara keduanya, menciptakan suasana yang lucu dan menghibur.

Mereka berganti-ganti pose, tertawa dan bercanda. Dalam satu foto, Daniel dan David berpose seperti dua pangeran tampan, sementara Elena berada di tengah dengan wajah yang seolah-olah kebingungan memilih siapa yang lebih tampan. Ini membuat mereka semua tertawa terbahak-bahak.

Setelah sesi foto yang panjang, mereka akhirnya mengakhiri dengan sebuah foto keluarga yang menunjukkan senyum bahagia di wajah masing-masing.

Saat ini, Elena merasakan kehangatan dan kebahagiaan yang luar biasa berada di antara orang-orang yang dia cintai.

"Jangan lupa dicetak ya," seru David pada Daniel yang masih asyik bercanda dengan Elena.

"Siap," balas Daniel dengan senyum lebar. "Akan ku cetak dan ku buat album khusus untuk malam ini."

Malam semakin larut, tetapi suasana kebahagiaan itu semakin terasa dan membuat mereka enggan mengakhirinya. Mereka semua duduk di ruang keluarga, mengobrol, dan berbagi cerita.

"Daniel, ada sesuatu yang ingin kami bicarakan denganmu."

Bersambung...

Lanjut ke episode 4

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!