Aku Raima Ramadhani Rizwan... Tahun ini tepat berusia 22 tahun. Aku anak ketiga dari empat bersaudara.
Ayahku Muhammad Rizwan dan ibuku Renata. Mereka berdua asli Sumatera Barat Padang, tepatnya Kabupaten Solok yang terkenal sebagai penghasil beras.
Kakak pertamaku Muhammad Raihan, Aku memanggilnya dengan Uda Han. sekarang sudah menjadi dokter di kota Batam. Sudah menikah dengan Uni Viona, pacarnya Uda sewaktu SMA dan sudah memiliki seorang Putra yang berumur dua tahun.
Kakak keduaku Raisa Putri Rizwan. Sekarang menjadi Pramugari GARUDA untuk luar negeri terutama penerbangan Haji dan Umroh. Aku memanggilnya Uni Sa. Uni Raisa Lulusan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Gajah Mada. Karena hobinya yang suka traveling, Uni melamar menjadi pramugari dan sudah dua tahun Uni Raisa menembus awan bersama GARUDA.
Yang ketiga adalah diriku. Raima Ramadhani Rizwan. Lahir tepat tanggal 17 Ramadhan. Aku sudah lulus dari Institut Seni Indonesia Yogyakarta di Fakultas Seni rupa jurusan Desain. Dari kecil Aku memang senang menggambar. Aku selalu menang dalam setiap lomba menggambar yang ku ikuti. Dan sekarang aku sudah mendapat beasiswa untuk melanjutkan S2 di Universitas of the art london, Inggris. Untuk jurusan desain perhiasan.
Uni Raisa dan Aku terpaut tiga tahun. Uni Raisa dan Uda Raihan terpaut tiga tahun. Uda Raihan dan diriku terpaut enam tahun.
Ayah Rizwan dulunya bekerja sebagai pegawai BUMN di kota Padang. Dan Ibu Renata seorang ASN di Departeman Agama kota Padang. Kehidupan keluarga yang sederhana menjadi suram ketika ibu meninggal dunia setelah satu bulan melahirkanku. Ibu Renata di ketahui mengidap kanker payudara stadium lanjut ketika hamil diriku. Dokter meminta untuk tidak melanjutkan kehamilan, tapi ibu Renata bersikeras untuk terus mempertahankan kandungannya.
Ibu Renata melahirkan diriku secara prematur tujuh bulan. Aku lahir dalam kondisi lemah dan berat badan yang kurang. Aku terus berada di inkubator di rumah sakit selama tiga bulan. Bahkan, ketiga ibu Renata meninggal dunia, Aku masih berada di rumah sakit.
Aku selalu menangis jika ingat bagaimana ibu mempertahankanku untuk tetap dapat hidup di dalam rahim beliau. Walaupun ibu harus menolak semua pengobatan yang di sarankan dokter untuk penyakitnya.
Aku juga tidak menyangka, diriku yang dulu kecil, lemah dan kurang gizi. Sekarang tumbuh menjadi gadis yang kata Uda Raihan tu "Gapuak"
Uda Han dan dedek Yan juga suka memanggilku Bee. Sebenarnya waktu SMP aku suka mengejar tawon bersama Raiyan. Saat itu pipiku membengkak karena di sengat tawon. Akhirnya kedua saudara laki-lakiku itu mengejekku dengan Panggilan bee. Kata dedek Yan waktu tu artinya Ratu tawon. Karena memang aku senang sekali mengejar tawon walaupun berkali kali anggota tubuhku terutama pipi di sengat oleh tawon.
Waktu pernikahan Uda Han pun pipiku di sengat tawon dan membengkak. Untung saja saat itu ada sahabat Uda yang juga dokter membawa salap buat meredakan bengkak di pipiku.
Saat ku bayi dan baru keluar dari rumah sakit, Ayah Rizwan di nikahkan kembali dengan Mak etek. Atau adik Ibu Renata yang paling kecil, dan sekarang berubah panggilan menjadi Bunda Renita.
Pernikahan kedua Ayah Rizwan mendapatkan satu orang anak yang di beri nama Muhammad Raiyan. Aku dan dedek yan hanya terpaut satu tahun. Karena itu Aku dan Raiyan sangat dekat. Kami dari kecil selalu sekolah bersama. Terpisah ketika Raiyan memutuskan untuk mengambil sekolah militer. Sekarang Raiyan masih bertugas di ujung negara bagian timur Indonesia.
Rumah sederhana yang di tempati keluarga ku di kota Solok, Padang sangatlah sepi karena seluruh anak Ayah Rizwan merantau ke seluruh kota di Indonesia. Ayah sudah pensiun, Ayah memutuskan untuk kembali ke Solok dan menjual rumah yang di Padang.
Sekarang pun setelah menyelesaikan S1, Aku berencana untuk kembali pergi melanjutkan S2 ketempat yang lebih jauh lagi.
Malam ini,masih di kostan ku waktu kuliah. Aku baru sebulan di wisuda. Aku ingin menikmati hari hari bebasku sebelum aku kembali kuliah nantinya.
"Ayah tidak mau tahu. Ayah mau semua lebaran ini pulang. Usahakan bagaimana pun caranya"
itu kalimat yang di tulis ayah pada grup keluarga Rizwan.
Aku lah yang lebih dulu membalas.
"Baiklah Ayahanda tersayang. Ananda akan pulang"
Ayah kembali menulis di grup WA
"Yang pulang lebaran tahun ini, akan ayah beri THR yang tebal"
Tak lama Uda Raihan pun muncul di grup.
"Insya Allah, Uda juga akan pulang yah"
Ayah kembali menulis.
"Uni Sa dan dedek Yan?"
"Mungkin dedek Yan masih bertugas yah"
Aku yang membalas.
"Ayah sudah tua, bolehkah ayah melihat anak-anak Ayah berkumpul?"
"Ayah, Uni bolehkah pulang bersama seseorang?"
Akhirnya Uni Sa bergabung bersama kami di grup wa.
"Siapakah dia Uni??"
Aku meledek Uni Sa.
"Ade Ima lihat saja nanti siapa yang Uni bawa pulang"
"Kenapa Uni Sa membawanya pulang?" Ayah bertanya kepada Uni.
"Dia ingin mengenal keluarga Uni sebelum orang tuanya datang melamar"
Aku dan Uda Han.
"😍😍😍😍"
"Wow, adikku sudah mau di lamar orang"
"Jangan meledekku Uda, bee.. Ayah, bolehkah?"
"Datanglah. Lebih cepat lebih baik. Ada yang menjagamu. Ayah khawatir dengan dua gadis ayah yang jauh dari mata Ayah.
Ima, jika kau punya calon, cepatlah juwa melamar. Biar Ayah ni tenang"
"Kenapa jadi Ima, ayah? kan Uni yang mau dilamar"
"Ayah,mana ada yang mau dengan wajah bakpau"
Kali ini Uda mengejekku.
"Uda, jangan seperti itu dengan adikmu. Jika si pipi bakpau tidak menikah, maka kau harus memberinya nafkah sepanjang hidupnya jika nanti ayah meninggal"
Uda Han dan Uni Sa serempak tertawa.
"Hahahahaha. Aku ikhlas ayah menafkahinya"
"Hahahahaha Bee pasti akan dapat jodohnya juga ayah"
"Teruslah mengejekku. Aku akan mencari laki-laki tampan dan kaya raya nantinya"
"Sudah,sudah. Pokoknya Ayah dan Bunda tunggu lebaran ini. Ima, pulanglah lebih cepat. Kau masih menganggur kan?"
"Iya Ayah, Ima akan pulang sebelum puasa nanti"
"Ayah mau istirahat. Salam dari Bunda kalian. Hati-hati di perantauan ya nak. Uni, Ima, Jaga diri kalian nak. Jangan buat malu keluarga. Uda Han, salam buat Uni Vio dan Ravi. Dedek Yan, cepat beri habar ke kami. Salam sayang dari ayah dan bunda buat kalian semua. Assalamualaikum"
Aku, Uda dan Uni.
"Waalaikumsalam. Jaga kesehatan ya Ayah dan Bunda. Ima sayang kalian. muuaacchhhh"
"Waalaikumsalam. Cium jauh dari Ravi buat Aki dan Nini. Jaga kesehatan Ayah dan Bunda"
"Waalaikumsalam. Doa Uni selalu buat Ayah, Ibu, dan Bunda."
WA grup keluarga terhenti. Aku pun meletakkan Hape lalu beranjak menuju dapur kost untuk membuat mie instan.
Selesai membuat mie instan, aku kembali melihat hapeku. Ada chat kembali masuk di grup keluarga. Rupanya si bungsu baru saja bergabung.
"Assalamualaikum Ayah,Bunda, Uda dan Uni-uni yang cantik"
kemudian Raiyan mengirimkan fotonya yang sedang berada di dalam barak tentara bersama kawan-kawannya yang lain dengan caption
"bee, silahkan pilih salah satu dari mereka, yang bee suka akan dedek bawa pulang nanti"
Aku mengirim icon marah pada Raiyan.
Sambil terus melahap mie instan aku membaca setiap wa yang masuk di handphoneku. Jika mie instan ini ku posting di grup keluarga, pasti Uda Han akan memberikanku kuliah tujuh menit.
Tak lama Uda pun memposting fotonya bersama teman-teman dokternya dengan caption
"Bee, mereka lebih terjamin dari tentara. Pilih mereka saja. Mereka siap melamarmu kapan pun"
Aarrrggghhh kenapa aku lagi yang mereka pojokan. Aku baru 22 tahun. Uni Sa yang sudah 25 tahun saja tidak mereka perlakukan seperti ini ketika dulunya di umur 22 seperti aku sekarang ini.
"Kalian berdua tunggu saja. Aku akan membawa pemilik perusahaan besar pada kalian."
"Bapak-bapak dong bee hahahahha"
"Pemilik perusahaan kalo tidak bapak-bapak yang perutnya buncit, bisa juga kakek-kakek"
"Huh, maksud Ima tu pewaris perusahaan besar"
"Makanya dek Ima, kalo menulis tu di pikir dulu"
Uni Sa ikut menimpali.
"Uni, kenapa tidak membela Ima?"
"Karena dek Ima memang salah tulis hahahaha"
Itulah kami berempat. Karena jarak yang terpisah jauh. Komunikasi kami hanya lewat chat di grup WA atau video call bersama. Kami berempat sangatlah dekat dan akrab. Jadi, ketika kami semua merantau. Kami selalu saling merindukan.
Sejauh jauhnya aku pergi, yang paling aku rindukan adalah kalian Ayah, bunda, adik dan kakak.
I miss you my family.
----------------
Jangan lupa votenya ya
Pagi ini, aku terbangun karena suara handphone yang berbunyi dengan keras. Aku lupa mengganti mode handphoneku. Aku melihat kelayar handphone. Uda Raihan? kenapa uda menelponku sepagi ini?
"Assalamualaikum uda..'
"Waalaikumsalam queen bee... baru bangun?"
Aku menarik nafas sejenak, Uda memang memanggilku sesuka hatinya. Kadang si cubby, queen bee, bakpao atau gapuak. Senyaman bibirnya uda saja memanggilku apa.
"Ada apo Uda sayang?"
"Kamu ada mengajukan lamaran kerja ke PT.Barata Grup?"
"Eeeeehhhhh" Aku berpikir sambil mengerutkan dahiku.
"Sepertinya Fakultas yang memberikan rekomendasi ke beberapa perusahaan. Memangnya ada apo? kenapo uda tahu?"
"Kamu ingat Agung sahabat Uda waktu kuliah di UGM?"
"Iyo, Ima ingat"
"Barata Grup itu milik Papahnya Dewi, istrinya Agung. Tadi malam Agung telpon Uda, menanyakan apa benar itu kamu"
"Mas Agung ingat sama Ima?"
"Ingatlah, dia bilang ini adikmu yang suka di gigit lebah kan?" Uda tertawa. Aku pun hanya menyengir kuda mendengar tertawanya Uda.
"Agung juga tanya, apa itu adekmu yang dulu meninjuku?" Tawa Uda Raihan semakin keras.
"Masa Mas Agung ingat itu? uda bohong?"
"Uda tidak bohong bee. Tiga hari Agung terkapar karena tinjumu. Kau ingat juga, dua kali acara besar, dua kali pula kau di bantu Agung karena di gigit tawon."
Aku kembali nyengir kuda walaupun Uda tidak bisa melihatku. Memang benar, dua kali aku bertemu dengan Mas Agung di acara besar, dua kali pula aku di gigit tawon. Pertama saat acara ngunduh mantu Mas Agung dan Mbak Dewi di Yogyakarta, dan yang kedua saat pernikahan Uda Raihan dan Uni Vio. Aku juga pernah melayangkan tinjuku karena Mas Agung menyentuh bahuku secara tiba-tiba dari belakang.
Bagaimana mungkin Mas Agung tidak mengingatku. Ah, aku jadi malu sendiri.
"Jadi, maksud Uda telpon Ima pagi begini apo?"
"Dewi bilang, kamu diminta datang keperusahaan. Dewi dan Pak Barata ingin bertemu kamu dek".
(Tumben pake adek).
"Uda, lamaran kemarin melalui fakultas. Seharusnya perusahaan juga memberikan jawaban ke fakultas. Biar fakultas nantinya yang menghubungi Ima. Ima tidak enak hati Uda, jika melangkahi fakultas"
"Iyo, iyo. Nanti kalo Dewi menelpon uda balik. Uda akan bilang seperti itu. Seperti yang ratu lebahku inginkan. Cepat mandi dan sarapan. Uda tidak ingin pipi bakpaomu mengecil ketika pulang nanti"
"Ima masih mengantuk. Semalam menyelesaikan desain cincin buat lomba"
Aku bicara sambil menguap lebar,memberi tanda pada Uda kalo aku ingin tidur lagi"
"Uda tutup kalo begitu. Assalamualaikum"
"Waalaikumsalam"
Aku meletakkan kembali handphone di meja samping tempat tidurku, dan kembali memeluk guling sambil membayangkan pangeran tampan yang kaya dan baik hati hadir di dalam mimpiku.
-----------------------------
Di sebuah rumah bernuansa minimalis di komplek perumahan dokter di Jakarta bagian Utara.
Setelah sholat subuh, suami istri itu berbincang sambil mempersiapkan yang akan di bawa ke kantor masing-masing.
"Jadi benar itu adiknya Raihan mas?"
"Iya benar, itu adik Raihan. Aku masih ingat nama dan wajahnya"
"Bukannya Raihan punya dua adik perempuan ya mas, Raima ini yang nomor berapa?"
"Raima yang ketiga, yang kedua Raisa. Keduanya dulu kuliah di Yogya. Raisa juga di UGM"
Mas Agung masih asyik dengan laptopnya sambil menjawab semua pertanyaan Istrinya.
"Mas kenal semua keluarga Raihan?"
"Iya, karena mereka bertiga dulu kuliah di Yogya. Kalo gak pulang lebaran, mereka pasti kerumah. Kamu tahu kan kakak-kakakku semua di luar negeri. Jadi Bapak sama Ibu senang jika Raihan dan adik-adiknya main ke rumah."
"Raisa dan Raima, apa Mas kenal mereka dengan dekat?"
"Kenapa kau tanyakan itu?"
Mas Agung mulai mengalihkan perhatiannya dari Layar laptop ke wajah istrinya.
"Mau cari jodoh buat Dewa dan teman-temannya"
Mas Agung tertawa.
"Kamu ini sayang, ada-ada saja. Zaman sudah teknologi canggih begini, mana mau Dewa di jodohkan seperti itu".
Mbak Dewi istrinya Mas Agung mengerutkan bibir mendengar ucapan suaminya.
"Bukannya Dewa ada si Amel?"
"Ah, Amel pecicilan gitu. Gak suka aku Mas. Mamah sama Papah juga gak suka. Dewa juga gak suka kok sama Amel. Amel aja yang suka ngintilin Dewa"
"Mas gak mau ikut-ikut. Terserah adikmu saja nanti dia memilih siapa. Resiko, dia sendiri yang tanggung jika itu pilihannya. Jika kita yang pilihkan, kita nanti ikut tanggung jawab."
"Benar sih Mas. Eh, Raisa sama Raima lebih cantik siapa Mas?"
Mas Agung menghela nafas panjang sebelum menjawab pertanyaan istrinya.
"Setelah Raima datang ke perusahaanmu. Kamu lihatlah sendiri".
"Dewi kan mau minta pendapat Mas. Penilaian dari seorang laki-laki"
"Keduanya sama-sama cantik. Sama-sama memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing".
"Kalo Mas Agung lebih suka ke siapa?"
"Raima anaknya ceria. Raisa lebih pendiam, tapi pintar berdebat. Kalo berdebat secara ilmiah dengan Raisa, kita pasti kalah. Kalo dengan Raima, kita banyak bercandanya saja. Anaknya lebih santai. Nikmati hidup, begitu katanya".
"Hmmm, jadi siapa diantara keduanya yang lebih cantik?"
"Sama-sama cantik. Raisa pintar memoles wajah sehingga kecantikannya lebih terlihat. Kalo tidak salah sekarang Raisa pramugari Garuda. Tentunya lebih pintar lagi memoles wajahnya"
"Raima?"
"Cantik juga"
"Jawaban Mas itu ambigu. Apa mas dulu pernah menyukai salah satu dari mereka?"
"Tidak, mereka berdua sudah seperti adikku sendiri. Persahabatanku dengan Raihan sudah seperti saudara. Aku tidak ingin merusak itu semua. Dulu banyak teman-teman kuliah yang suka titip salam buat mereka berdua".
"Siapa yang lebih banyak dapat salam Mas, Raisa or Raima"
"Raima"
Mbak Dewi terlihat berpikir sambil terus melihat ke suaminya yang kembali asyik melihat layar laptop.
"Kalau suatu saat ada kejadian di mana Mas Agung harus memilih salah satu di antara Raisa dan Raima. Siapa yang Mas Agung pilih?"
"Raisa"
"Kenapa?"
"Karena Mas yakin Raima bisa menyelamatkan dirinya sendiri. Dia lebih tegar dan berani dibanding Raisa"
Mbak Dewi kembali berpikir.
"Kenapa sih sayang, banyak betul pertanyaannya"
"Aku kan harus tahu Mas, seperti apa orang yang akan kuterima kerja nanti"
"Hubungannya membandingkan Raisa dan Raima jadinya apa? yang melamar kerja kan Raima".
"Hanya mencari tahu, apa suamiku dulunya punya perasaan terhadap orang yang nantinya akan bekerja di perusahaanku".
Mas Agung tertawa makin keras.
"Sayang, percayalah kamu tidak akan menyesal menerima Raima bekerja. Hanya saja Raima itu orangnya keras. Kata Raihan kepala batu"
"Sulit di atur mas?"
"Mungkin. Aku juga tidak mengerti maksudnya Raihan itu apa. Cuma dulu setahuku. Ayahnya ingin Raima masuk ke fakultas hukum. Tapi Raima menentangnya dan memilih sesuai dengan keinginan hatinya"
"Menarik juga si Raima ini ya Mas".
"Menarik memang, apalagi jika kamu terkena pukulan tangannya"
"Hah? maksud Mas?"
"Raima tidak suka di sentuh laki-laki. Uda dan Ayahnya pun sangat sulit memeluknya. Tangan atau pundaknya, jangan coba-coba berani menyentuh. Aku sudah pernah merasakan tinju nya Raima"
"Dia memukul Mas?"
"Aku berniat mengagetkannya dari belakang. Ku sentuh pundaknya pelan. Otomatis tangannya bergerak menghantam dan menjatuhkanku ke lantai"
Mas Agung kembali tertawa ketika menceritakan itu ke Mbak Dewi.
"Tiga hari perut dan pinggangku sakit. Sejak itu Raima tidak mau lagi main ke rumah. Mungkin dia takut padaku"
"Raima bisa bela diri?"
"Sejak kecil, Raima ikut latihan karate bersama Raiyan adik laki-lakinya. Setelah kuliah di Yogya, Raima pun masih ikut latihan karate. Katanya supaya otot-ototnya tidak kaku, jadi harus tetap latihan terus"
"Gadis yang menarik. Aku tidak sabar ingin bertemu dengannya Mas".
"Iya, Raima memang lebih asyik dan menarik di banding Raisa. Aku pun dulu lebih senang mengganggu dan menggoda Raima"
"Raisa?"
"Aku takut Raisa jatuh cinta padaku jika aku menggodanya. Jadi aku lebih baik menghindarinya"
"Raisa menyukaimu Mas?"
"Raisa lebih dewasa dari Raima. Aku hanya takut jika Raisa memiliki rasa padaku. Raima masih polos dan lugu waktu itu,jadi lebih mudah mengganggu Raima"
"Benar juga sih mas, kadang kala orang bisa salah paham dengan godaan dan candaan kita"
"Sayang, jika memang kamu ingin mencari jodoh buat Dewa. Aku setuju dengan Raima. Tapi aku tidak menyarankannya. Biarkan Raima bekerja di perusahaanmu dan bertemu sendiri dengan Dewa. Jika memang Allah merestui niatmu, maka semuanya pasti akan di permudah".
"Iya Mas, aku akan mengirim balasan ke fakultasnya Raima. Semoga Dewa mau kembali mengurus perusahaan setelah urusannya selesai di luar negeri"
"Dewa masih bekerja di perusahaan luar?"
"Iya, katanya buat cari pengalaman sebelum memimpin perusahaan".
"Aku tidak berani ikut campur sayang. Urusan perusahaan adalah urusan keluargamu. Seorang dokter sepertiku hanya fokus pada pasien-pasienku saja".
"Aku berharap Dewa secepatnya kembali. Jadi aku bisa fokus mengurusmu dan Dea"
"Dea juga minta adik kan?" Mas Agung tersenyum penuh arti pada Mbak Dewi.
"Ah, Dea gak pernah meminta. Itu sih Daddynya yang mau"
"Dea akan mau dengan sendirinya jika nanti melihat perut mommynya membesar".
"Tidak! tunggu Dea lima tahun. Sebelum lima tahun, tidak ada tambahan anggota keluarga"
"Baiklah istriku sayang, suamimu ini ikut saja mana baiknya. Sekarang ayo kita siap-siap. Aku tunggu di meja makan yaa"
Mas Agung keluar lebih dulu dari kamar tidur mereka dan bertemu Dea, putri pertama mereka di meja makan.
Dewi Ariani Barata adalah Putri Sulung Barata Kusumo. Pemilik perusahaan Raja Barata Grup. Dimana di dalamnya terdapat "Art & Desain" yang di kelola oleh Mbak Dewi yang juga merupakan Sarjana Aristektur dari ITN Malang.
Barata Kusumo memiliki tiga orang anak. Anak kedua mereka Desi Ariani Barata sekarang berada di Malaysia mengikuti suaminya. Dia adalah seorang dokter muda di Malaysia. Dewi dan Desi merupakan anak kembar dari Barata. Sedangkan putra mahkota Raja Barata Grup adalah putra ketiga Barata yaitu Dewandra Putra Barata. Barata Kusumo berharap putranya dapat menggantikannya memimpin Barata Grup. Namun sayangnya, Dewa lebih betah berada di London dan bekerja di sana setelah menyelesaikan Magister Bisnisnya.
Dewi Ariani menikah dengan Agung Laksono, Laki-laki asli Yogya yang merupakan teman dan sahabat Uda Raihan waktu kuliah. Mereka bertemu di Malang, saat Mas Agung melakukan tugasnya di salah satu rumah sakit sebagai dokter Internship. Mereka sekarang memiliki satu orang putri yang bernama Dea (Dewi-Agung). Unik ya hehehehehe.
Sekarang Mas Agung menjadi dokter di salah satu rumah sakit swasta di Jakarta.
Dewi berharap, adiknya Dewa segera pulang dan dapat membantunya mengelola perusahaan Orang tua mereka.
---------------------------
"Orang berilmu dan beradab, tidak diam beristirahat di kampung halaman. Tinggalkan negerimu dan hidup asing di negeri orang"
Jangan lupa vote dan likenya yaa
LOVE YOU
Aku terus berjalan menyusuri koridor kampus tempatku dulu kuliah. Hari ini pihak kampus menelponku. Aku mendapatkan panggilan kerja di beberapa perusahaan desain di Jakarta dan Yogyakarta. Sekarang tinggal bagaimana aku menentukan pilihanku.
"Ingat dengan beasiswa S2 mu ya".
Dosen berjenggot inilah yang selama ini memperhatikan diriku. Yang membuatku mengikuti berbagai lomba desain.
"Apa perusahaan masih akan menerima jika saya harus melanjutkan S2 Pak?"
"Kadang ada yang memperbolehkan. Asal setelah selesai harus kembali bekerja di perusahaannya"
"Apa biaya S2 itu mahal Pak?" Aku bertanya dengan lugunya.
"Kamu dapat beasiswa. Jangan mengkhawatirkan biaya kuliahmu"
"Maksud saya, biaya hidup Pak"
Aku bicara pelan sambil menunduk. Dosen itu memandangiku sekilas.
"Kamu belum membicarakannya dengan orangtuamu?"
"Ayah saya sudah pensiun Pak, Kakak saya juga punya keluarga dan kehidupannya sendiri. Saya tidak bisa merepotkan mereka. Mungkin lebih baik saya bekerja saja. Melupakan beasiswa itu".
Dosen itu terus memandangiku.
"Sangat di sayangkan. Kesempatan ini tidak datang dua kali".
"Saya mengerti Pak"
"Masih ada waktu, berpikirlah dan bicarakan pada keluargamu"
Aku mengangguk pelan. Mengambil beberapa berkas yang ada di hadapanku dan pamitan untuk pergi.
"Raima..." Dosen berjenggot itu kembali memanggilku. Aku pun membalikkan badanku kembali.
"Saya akan bantu dengan uang tiket dan visamu. Jangan sia-sia kan kesempatan ini"
Aku tersenyum sambil mengangguk.
"Terima kasih banyak Pak. Saya akan secepatnya memberi keputusan"
"Cepat hubungi saya"
Aku kembali mengangguk.
"Saya permisi Pak"
Aku pun keluar ruangan sambil menutup pintu dengan rapat.
Aku menarik nafas sekilas. Ragu dan bingung, keputusan apa yang harus kuambil. Aku tidak ingin memberatkan beban Ayah. Beliau sudah pensiun. Untuk minta bantuan Uda Raihan pun sangat sulit karena Uda lagi menyiapkan uang untuk melanjutkan dokter spesialisnya yang tentu saja biayanya tidak lah murah.
Uni Raisa? Uni saja selalu mengeluh dan meminta uang pada Ayah karena katanya gajinya tidak cukup untuk kost dan biaya hidupnya. Bagaimana mau cukup, jika Uni memilih kost yang ekskusif dengan harga yang fantastik. Belum lagi uni berani untuk mengambil cicilan mobil. Katanya biar kalo pulang ke Solok bisa naik mobil.
Ayah selalu memanjakan Uni Raisa. Mengikuti semua kemauan Uni. Setiap bulan pula Ayah selalu mengirimi Uni uang. Berbeda dengan diriku. Aku akan berpikir berkali kali jika ingin meminta uang pada Ayah. Kadang kala ayah lupa mengirimiku uang ketika kuliah, aku pun hanya diam. Dengan uang hasil lomba dan mengajar les gambar dibeberapa sekolah aku bisa menghidupi diriku sementara waktu hingga Ayah ingat mengirimiku uang.
Teman curhatku berbagi uang hanyalah Raiyan. Kadang kala Raiyan mengirimiku uang. Aku sering kali menolak uang dari adikku tersebut. Tapi Raiyan selalu berkata.. "Uni, uang gaji Raiyan tidak pernah terpakai karena disini kami dapat makan gratis".
Raiyan juga tidak merokok. Jadi uang gajinya di kumpulkan untuk biaya pulang kampung nanti. Dan katanya juga untuk melamar seorang gadis pujaannya kelak.
"Uni termasuk pujaan hati Raiyan. Jadi Uni berhak atas uang Raiyan".
Aku selalu tersenyum mengingat kata-katanya.
Dibandingkan dengan kedua kakakku. Aku memang lebih akrab dengan Raiyan. Kami malah pernah dikira pacaran ketika aku berdua Raiyan bergandengan tangan nonton di bioskop. Raiyan juga lebih protektif terhadapku di banding Ayah dan Uda Raihan.
Raiyan lah bodyguard ku yang selalu menjagaku kemana mana. Sampai kemudian Raiyan memutuskan untuk masuk ke Akademi Angkatan Darat. Aku sempat menangis waktu itu. Tidak ada lagi bodyguard yang selalu mengawalku.
Akhirnya aku pun nekat untuk kuliah di Yogya bersama Uni Raisa dan Uda walaupun Ayah tidak mengijinkan. Ayah ingin aku tetap berada di padang menemani beliau dan kuliah di sana. Tapi aku si keras kepala tetap pada pendirianku. Aku terus menangis dan merengek pada Ayah. Setelah satu minggu unjuk rasa yang kulakukan, dan atas bantuan bunda pula lah. Ayah mengizinkanku berangkat dan kuliah di Yogya.
Lagi-lagi aku menentang Ayah. Aku memasuki Universitas yang berbeda dari Uni dan Uda.
Aku memilih jurusan yang aku sukai.
Ayah mendiamkanku selama satu bulan karena penentanganku itu. Tapi karena aku tinggal bersama Uni dan Uda saat itu, aku tidak takut kelaparan. Aku hanya mengkhawatirkan uang kuliahku.
Dengan bujukan dari Uda,Uni dan juga Bunda akhirnya Ayah luluh. Ayah mengizinkanku kuliah seni dan membiayai kuliahku. Untuk itu, aku tidak berani meminta lebih dari Ayah. Cukup dengan uang kuliah saja aku sudah sangat bersyukur.
Beruntunglah aku bisa mengajar gambar di berbagai sekolah dan mengikuti berbagai lomba. Dari uang hasil mengajar dan lombalah aku bisa membeli berbagai peralatan yang diperlukan untuk kuliahku.
Apalagi ketika menjelang skripsi. Tidak sedikit uang yang kuperlukan untuk bahan dan peralatan yang dibutuhkan. Untunglah ada dosen berjenggot itu yang selalu membantuku dan juga Raiyan tempatku berkeluh kesah.
Aku kembali ke kost dan membaringkan tubuhku. Sejak Uda dan Uni lulus kuliah, aku memilih untuk kost di dekat kampus. Dulunya kami bertiga tinggal di satu rumah kontrakan. Karena Uda mendapatkan internship di kota Batam dan Uni di terima sebagai Pramugari setelah lulus kuliah. Aku pun memilih untuk pindah sebagai bentuk penghematan untuk Ayah, buktinya Ayah setuju dan membiarkanku kost di tempat yang kecil di bandingkan kost uni di Jakarta.
Pernah suatu waktu aku mengikuti lomba desain yang diadakan oleh sebuah Universitas di Jakarta. Aku pun berkunjung ke kostan Uni. Aku terkejut melihat betapa mewahnya kost yang di huni oleh Uni. Semua fasilitas lengkap di dalam kamar kost yang luasnya tiga kali kamar kostku. Awalnya aku masa bodoh, aku pikir Uni sudah bekerja. Uni pasti membayar kost dengan uang gajinya. Sampai kemudian aku meminta tambahan uang pada Ayah untuk keperluan skripsiku. Ayah menolak permintaanku karena sudah mengirim uang lebih dulu kepada Uni.
Aku selalu merasa perbedaan Ayah kepadaku dan Uni. Mungkin karena akulah penyebab meninggalnya ibu.
Sewaktu aku masih kecil pun Uni kerap kali berteriak padaku ketika marah.
"Karena kamu ibu meninggal"
Awalnya aku tidak mengerti apa maksud Uni. Aku pikir Bunda lah ibu yang melahirkanku. Sampai kemudian aku dewasa dan mendapatkan cerita sebenarnya dari Bunda. Akhirnya aku mengerti arti kata-kata Uni dan perbedaan Ayah kepadaku.
Bunda dan Raiyan lah orang yang sangat menyayangiku. Bunda lah yang selalu mengelus kepalaku ketika aku sakit. Raiyan lah yang menjagaku di saat aku diganggu di sekolah. Raiyan lah yang selalu berdiri di depanku ketika Ayah marah melihatku pulang terlambat ke rumah.
Pernah suatu waktu ketika SMA Ayah memukulku karena aku tidak pulang kerumah. Waktu itu aku bersama beberapa teman belajar kelompok di rumah salah satu teman sekolahku. Karena hujan lebat dan jalanan banjir. Aku memutuskan untuk tidak pulang. Aku tidak memiliki handphone saat itu, aku tidak bisa menghubungi Ayah atau siapapun di rumah. Ayah dan Raiyan mencariku di tengah hujan yang lebat dan jalanan yang banjir. Ketika esok harinya aku pulang kerumah, Ayah sudah menyiapkan tongkat rotan di atas meja. Aku pasrah ketika Ayah memukul kakiku. Aku tidak mengeluarkan air mata sama sekali ketika Ayah mulai mengayunkan tongkat rotannya ke arahku.
Aku menangis saat Raiyan menarikku dan menggantikanku berdiri untuk menerima pukulan dari Ayah.
"Ini salah Raiyan Ayah, seharusnya Raiyan mengantar Uni. Jadi Raiyan tahu dimana Uni berada. Pukul Raiyan Ayah, jangan pukul Uni Ima".
Ayah menghentikan ayunan tongkatnya dan beranjak pergi. Aku tahu Ayah menyayangi Raiyan. Jadi Ayah tidak mungkin memukul Raiyan terus menerus. Raiyan pun tahu itu dan dia memanfaatkannya.
"Maafkan Uni.. Maafkan Uni"
Aku terus memeluk Raiyan dan menangis sambil mengusap kakinya.
Raiyan menghentikan usapan tanganku pada kakinya.
"Kaki Uni juga sakit, kenapa Uni malah mengusap kaki Raiyan? Uni masuklah ke kamar. Raiyan akan minta Bunda untuk mengobati kaki Uni"
"Terima kasih Raiyan"
"Uni kakak Raiyan. Ini sudah tugas Raiyan".
Lagi-lagi aku memeluk Raiyan dan menangis.
"Jangan cengeng ah Uni. Uni kan kuat. Masak Ratu lebah cengeng"
Aku tersenyum mengingat kata-kata Raiyan. Kata-kata itu kerap di ucapkannya padaku ketika aku berkeluh kesah padanya.
"Uni itu Ratu Lebah. Ditakuti oleh para lebah jantan. Jadi Uni harus kuat. Jangan takut dan menyerah. Uni harus semangat"
Ada juga kata-katanya Raiyan yang membuatku meneteskan air mata.
"Raiyan selalu ada untuk Uni. Walaupun semua orang tidak perduli pada Uni. Tapi Raiyan selalu perduli pada Uni. Raiyan menyayangi Uni melebihi diri Raiyan sendiri".
Aku kembali meneteskan air mata. Setiap ingat Raiyan aku selalu menangis. Kadang aku berpikir gila, jika Raiyan bukan adikku. Mungkin aku akan menikahinya kelak karena aku tahu betapa besar Raiyan menyayangiku.
Aku beranjak dari tempat tidurku menuju kamar mandi. Membasuh wajahku dan mengambil wudhu karena sudah masuk waktu zuhur.
Mungkin setelah sholat, aku dapat berpikir dengan jernih. Keputusan apa yang akan aku ambil selanjutnya.
------------
Ya Allah, Lindungilah Aku dan Keluargaku. Semoga Kami di beri kekuatan.
Jangan lupa Vote, like dan komentarnya yaa
LOVE YOU 😘😘
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!