NovelToon NovelToon

Tasbih Cinta Untuk Adam

Bab Satu

"Apa kamu sudah ada calon suami, Hawaa?" tanya Haikal saat mereka sedang duduk santai di ruang keluarga.

Hawaa yang awalnya sedang fokus dengan laptopnya, mengalihkan pandangan ke arah sang ayah. Syifa hanya diam mendengar.

"Belum ada, Abi," jawab Hawaa pelan.

"Sebanyak itu teman di tempat kerjamu, apa tidak ada yang tertarik denganmu, Sayang? Padahal anak Abi sangat cantik," ucap Haikal selanjutnya.

"Aku belum mau menikah, Abi," balas Hawaa.

Ucapan putrinya itu membuat Haikal dan Syifa jadi terkejut. Usia Hawaa saat ini telah memasuki dua puluh lima tahun. Umur yang sudah cukup bagi wanita untuk membina rumah tangga.

"Kenapa kamu berkata begitu, Nak?" tanya Syifa dengan nada kuatir.

Syifa melihat dua tahun belakangan ini putrinya sangat tertutup. Dia lebih sering mengurung diri di kamar.

"Aku masih nyaman dengan kesendirianku, Bunda. Untuk apa menikah hanya untuk menutupi mulut orang-orang sedangkan kita belum siap," jawab Hawaa.

Syifa merasa putrinya kurang nyaman jika ditanya tentang pernikahan. Dia juga tak mau ikut campur dalam urusan pertunangan sang adik.

Adam dan kekasihnya Annisa berencana akan melangsungkan pertunangan bulan depan. Setiap keluarga berkumpul pasti Hawaa memilih mengurung diri di kamar dengan alasan dia akan menerima apa pun tema acara karena bukan dia yang akan bertunangan.

"Baiklah, Nak. Jangan masukan ke hati apa yang Abi dan Bunda tanyakan. Memang tak baik menikah hanya karena di desak usia, tapi menikahlah di saat kamu sudah siap dan yakin dengan pasangan," ucap Syifa lagi dengan suara lembut.

"Hawaa, maksud Abi bertanya begitu, hanya karena ingin tau. Jika memang ada pria yang sedang dekat denganmu, pertunangan Adam bisa kami tunda. Kami akan dahulukan kamu. Abi rasa, Adam pasti akan mengerti," ujar Haikal.

Hawaa menarik napas dalam. Dia lalu menutup laptopnya. Bukan sekali ini Abi dan Bundanya bertanya tentang pasangannya. Dia tak bisa menyalahkan kedua orang tuanya. Mungkin mereka kuatir karena melihat sang putri yang selalu sendirian.

"Teruskan saja pertunangan Adam, Abi. Aku belum ada teman pria. Abi, Bunda, aku pamit. Mau tidur. Sudah mengantuk," ucap Hawaa. Dia lalu berdiri dan masuk ke kamar.

Tanpa mereka ketahui, Adam mendengar semua obrolan tersebut. Saat Hawaa masuk ke kamarnya. Pria itu mengikuti. Gadis itu tak menyadari.

Sampai di kamar, tangis Hawaa pecah. Dua tahun sudah Adam dan Annisa menjalin hubungan. Selama itu, dia masih berharap pria itu memandang ke arahnya. Namun, ternyata memang tak ada cinta untuknya. Minggu depan mereka akan melangsungkan pertunangan dan dilanjutkan menikah di bulan depan.

Hawaa telah mengajukan surat pindah kerja. Namun, belum ada jawaban dari atasan. Dia ingin pergi menjauh. Mungkin dengan begitu, dia bisa melupakan cintanya pada Adam.

Adam mengetuk pintu kamar Hawaa. Gadis itu langsung menghapus air matanya. Berjalan membuka pintu. Terkejut saat melihat pria yang sedang dia pikirkan ada dihadapannya.

"Boleh aku masuk?" tanya Adam. Dia menatap wajah Hawaa dengan intens.

"Untuk apa?" Bukannya menjawab pertanyaan Adam, Hawaa justru balik bertanya.

"Aku ingin mengobrol," jawab Adam.

"Di taman saja," balas Hawaa.

Hawaa lalu keluar dari kamar dan berjalan menuju taman di belakang rumah. Duduk di bangku. Adam mengikuti, duduk di samping gadis itu.

"Kenapa menangis?" tanya Adam memulai obrolan.

Hawaa tak menjawab pertanyaan Adam. Jika kemarin-kemarin dia senang pria itu bertanya demikian, tidak saat ini.

Adam merubah duduknya, menghadap wanita itu. Dia menatap wajah Hawaa dengan intens.

"Jawab pertanyaanku, Hawaa. Kenapa kamu menangis? Apa ada yang menyakiti kamu?" tanya Adam dengan lembutnya.

Adam memang selalu berkata lembut. Setiap wanita pasti akan tertarik dengan sikap lemah lembutnya.

Hawaa menatap balik wajah Adam. Dia sangat tampan, tapi bukan itu yang membuat dia jatuh cinta. Tapi tutur katanya yang selalu lembut dan tak pernah meninggalkan suara itulah yang membuat dia mencintai pria itu.

"Kamu ... kamu yang telah menyakiti aku," ucap Hawaa dalam hatinya.

Adam menghapus sisa air mata di pipi Hawaa. Dia sangat menyayangi gadis itu.

"Apa aku harus menunda pertunanganku? Jika itu yang kamu inginkan, akan aku lakukan!" ucap Adam lagi.

"Jangan, Adam. Aku tak apa-apa. Kamu tak boleh menunda pertunangan. Kasihan Annisa," ucap Hawaa pelan.

"Tapi aku tak bisa melanjutkan pertunangan jika kamu sedih. Aku lihat sejak mengetahui aku akan bertunangan, kamu menjadi pemurung. Apa kamu tak suka aku bertunangan dengan Annisa? Kalau memang tak suka, aku putuskan hubunganku," ucap Adam selanjutkan.

Annisa, gadis yang baik dan ramah. Hawaa beberapa kali pernah jalan bertiga dengan mereka. Diakui gadis itu cocok dengan Adam.

"Jangan, Adam. Tak ada alasan aku tak suka kamu bertunangan. Annisa sangat baik. Cocok denganmu," balas Hawaa.

"Kalau memang kamu setuju dengan pertunanganku, kenapa setiap kita berkumpul dan bicara tentang acara pertunanganku, kamu diam saja, dan bahkan kamu pamit masuk ke kamar. Apa ada pria yang berjanji ingin melamar kamu, dan ternyata membatalkannya sehingga kamu sedih?" tanya Adam.

"Tidak ada. Aku tak pernah dekat dengan pria kecuali kamu dan Gafi. Juga Abi," jawab Hawaa pelan.

"Syukurlah jika tak ada yang membuat kamu sedih. Jangan menangis lagi. Aku sedih jika melihat air matamu!" ucap Adam.

Hawaa mengangguk sebagai jawaban. Dia lalu berdiri. Tak mau lebih lama lagi berada di dekat Adam. Jantungnya tidak aman jika berada sedekat ini. Jantungnya berdetak lebih cepat.

"Adam, aku pamit. Mataku sudah mengantuk. Besok ada rapat, dan aku harus bangun pagi," pamit Hawaa beralasan.

"Besok aku jemput pulang kerja. Kita makan es krim bertiga dengan Annisa. Tak ada penolakan lagi!" balas Adam.

Hawaa hanya bisa mengangguk tanda setuju. Jika dia menolak, Adam bisa berpikir yang bukan-bukan. Gadis itu masuk ke kamar dengan segera.

Tangis Hawaa kembali pecah, bagaimana dia menghadapi hari-hari kedepannya, jika setiap hari harus melihat kebahagiaan Adam dan istrinya jika mereka telah menikah nanti.

Mungkin, benar jika kita tak boleh mencintai manusia secara berlebihan, karena nanti kita akan diuji dengan cinta itu. Seperti kata dalam satu hadits.

Rasulullah SAW pernah berpesan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi agar tidak mencintai sesuatu secara berlebihan. Adapun bunyi hadits tentang mencintai seseorang sebagai berikut,"Cintailah orang yang kamu cintai sekadarnya. Bisa jadi orang yang sekarang kamu cintai suatu hari nanti harus kamu benci. Dan benci lah orang yang kamu benci sekadarnya, bisa jadi di satu hari nanti dia menjadi orang yang harus kamu cintai.” [HR. At-Tirmidzi no.1997 dan di shahihkan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ no. 178]

Jangan mencintai sesuatu melebihi batas. Segala sesuatu yang kita cinta melebihi batas, disitulah kita akan diuji oleh Allah SWT. Berlebih-lebihan mencintai seseorang, disitu bakal diuji oleh Allah SWT.

Konsekuensi mencintai sesuatu adalah menaatinya. Artinya, ketika kamu mencintai seseorang dengan porsi yang berlebihan, maka kamu telah menjadi budaknya.

"Makin kamu menyimpan perasaan buat seseorang yang mendalam dan tak ingin kamu sampaikan, pasti rasanya akan makin sakit. Lepaskan daripada memaksakan. Ikhlaskan daripada menyakitkan. Relakan daripada berjuang sendirian. Cinta kepada manusia bisa saja bertepuk sebelah tangan. Tetapi, cinta kepada Tuhan akan selalu berbalas dengan indah apa pun bentuknya."

...----------------...

Selamat Pagi. Mama kembali lagi dengan novel terbaru. Tak bosan-bosannya mama ingatkan, tolong baca setiap bab yang update. Terima kasih. 🙏🙏🙏

Di sarankan baca novel mama yang berjudul ISTRI KEDUA sebelum membaca novel ini.

Bab Dua

Hawaa menyusun semua berkas dan perlengkapannya. Jam telah menunjukan pukul setengah lima. Saatnya pulang kerja.

Setelah mejanya rapi, gadis itu berpamitan dengan rekan kerja. Dia berjalan menuju lift. Di dalam hanya ada Hawaa dan satu rekan kerjanya bernama Faisal.

"Pulang dengan siapa?" tanya Faisal ramah.

"Aku dijemput Adam," jawab Hawaa.

"Aku kira tak ada yang jemput, biar aku yang antarkan pulang," balas Faisal.

"Terima kasih, tapi sayangnya aku sudah janji dengan Adam," ucap Hawaa dengan tersenyum.

Di tempat kerja, Hawaa termasuk gadis yang banyak diincar kaum adam. Tapi, dia tak pernah menanggapi. Wajah gadis itu yang imut dan manis banyak membuat lawan jenis ingin mengenalnya lebih dekat, sayang dia tak pernah mau meladeni.

Faisal berjalan bersisian dengan gadis itu hingga keluar ruangan. Adam yang telah menunggu di dalam mobil melihatnya dengan wajah cemberut. Sepertinya kurang suka ada seorang pria yang mendekati Hawaa.

Adam keluar dari mobil dan berjalan menghampiri Hawaa yang sedang berdiri berdua dengan Faisal. Gadis itu belum melihat kehadirannya.

"Assalamualaikum, Hawaa," sapa Adam dengan tersenyum.

"Waalaikumsalam, Adam," jawab Hawaa.

"Apa kita langsung pergi?" tanya Adam.

"Boleh. Faisal, maaf. Aku pamit dulu," ucap Hawaa dengan lembutnya.

"Silakan, tapi lain kali bolehkah aku mengantarmu pulang?" tanya Faisal.

"Hawaa pulang selalu dijemput Abi atau aku," jawab Adam cepat sebelum Hawaa menjawab.

Hawaa memandangi Adam dengan mata melotot. Dia tak suka adik tirinya itu bicara begitu.

"Lain kali, pasti boleh. Aku pergi dulu," jawab Hawaa sambil tersenyum.

Hawaa lalu berjalan menuju mobilnya Adam. Pria itu mengikuti dengan wajah cemberut. Dia membukakan pintu depan untuk kakak tirinya. Namun, Hawaa memilih duduk dibelakang.

"Kanapa duduk di belakang? Aku bukan supir!" ujar Adam.

"Bukankah kita mau menjemput Annisa sekalian?" tanya Hawaa.

"Terus kenapa dengan Annisa?" Bukannya menjawab pertanyaan Hawaa, Adam justru balik bertanya.

"Adam yang ganteng, Annisa kekasihmu nanti yang duduk di depan. Aku malas pindah-pindah," jawab Hawaa.

"Kenapa harus pindah? Kenapa harus Annisa duduk di depan? Wanita yang paling utama kedudukan di hati aku hanya dua, Bunda dan kamu. Jadi kamu yang berhak duduk di sampingku dari pada Annisa. Pindah ...!" perintah Adam.

Hawaa terpaksa keluar. Dia malas berdebat. Memang, beberapa kali mereka pergi jalan bertiga, dia yang selalu duduk di depan. Gadis itu merasa tak enak hati dengan Annisa. Jika dia jadi kekasih Adam, pasti akan sedikit kesal.

Setelah Hawaa duduk, Adam menjalankan mobilnya menuju sebuah kafe. Gadis itu lalu memandangi pria disampingnya.

"Kenapa memandangi aku seperti itu?" tanya Adam.

"Kita tak menjemput Annisa dulu?" Hawaa balik bertanya.

"Annisa langsung ke kafe, karena jarak yang lebih dekat dari kantornya," jawab Adam sambil terus berkonsentrasi ke jalan.

Hawaa membuang pandangannya ke luar jendela. Memandangi jalanan yang macet karena jam pulang kerja. Satu jam perjalanan barulah mereka sampai di tujuan.

Annisa tersenyum saat melihat kedua orang itu masuk ke kafe. Hawaa lalu membalasnya.

"Maaf, lama menunggu. Jalanan jam segini sedang macet parah," ucap Hawaa sambil bersalaman dengan Annisa.

"Iya, Kak. Itulah alasannya kenapa aku memilih datang langsung. Kalau Adam jemput aku juga, bisa-bisa dua jam kita habiskan di jalan saja," balas Annisa.

"Sepertinya sudah waktu salat Magrib. Aku salat dulu," ujar Hawaa.

"Aku juga mau salat. Kamu ...?" tanya Adam.

"Aku lagi dapat ...."

"Kalau begitu, aku dan Hawaa pamit salat dulu," ujar Adam. Mereka berdua lalu menuju musala.

Lima belas menit, Adam telah kembali lagi ke meja. Dia tak melihat Hawaa.

"Apa Hawaa belum kembali?" tanya Adam.

"Belum, maklum saja. Wanita pasti akan membutuhkan waktu lebih lama dari pria," jawab Annisa.

Adam memilih duduk dan memesan makanan untuk Hawaa. Dia sudah hafal makanan apa saja yang gadis itu suka dan tak suka. Annisa memandangi semua dengan intens.

"Kamu mau pesan apa?" tanya Adam.

Annisa mengangkat alisnya mendengar pertanyaan pria itu. Dua tahun menjalin hubungan, dia belum hafal dengan apa saja yang disukai sang kekasih. Dia lalu menyebutkan pesanannya pada pelayan kafe. Setelah semua menu di pesan, orang tersebut lalu pamit pergi.

"Kamu hafal benar makanan kesukaan Hawaa," ucap Annisa.

Belum sempat Adam menjawab, Hawaa yang baru saja muncul menjawabnya.

"Kami telah tinggal satu rumah selama delapan belas tahun, tentu saja sudah hafal dengan kesukaan dan kebiasaan masing-masing," jawab Hawaa.

Hawaa memilih duduk dihadapan keduanya. Dia tersenyum pada Annisa yang terlihat sedikit kesal.

"Nanti juga aku pasti hafal apa kesukaan kamu," ujar Adam dengan lembutnya.

"Seperti kamu mengetahui semua tentang Kak Hawaa?" tanya Annisa.

Adam memandangi wajah Annisa dan Hawaa bergantian. Lalu tersenyum menanggapi ucapan sang kekasih yang sebentar lagi akan menjadi tunangan dan calon istrinya.

"Pasti Adam akan lebih mengenal dan mengetahui tentang kamu dari aku setelah kalian menikah," jawab Hawaa.

"Betul yang dikatakan Hawaa, nanti aku mungkin akan lebih mengenal kamu. Lebih dekat dan lebih dari semuanya setelah kita menikah," balas Adam.

Obrolan mereka terhenti saat pelayan membawakan pesanan. Mereka menyantap semua hidangan dengan lahap. Terakhir Hawaa memakan es krim.

"Kamu tak mau es krim seperti Hawaa?" tanya Adam.

"Nanti aku tambah gendut. Kamu batal nikahi aku," jawab Annisa.

"Kak Hawaa memakan semuanya. Tapi badannya tak gemuk. Tetap stabil dan bagus," balas Adam.

"Mungkin Kak Hawaa tipe badan yang tak mudah melar."

Ketiganya lalu berbincang sekejap. Hingga akhirnya Hawaa berdiri dan pamit.

"Aku pulang duluan, ada yang ingin aku beli," pamit Hawaa.

"Pulang sama saja. Nanti Abi marah jika kamu pulang sendiri," jawab Adam.

"Aku bukan anak kecil lagi, Adam. Aku sudah dua puluh lima tahun. Aku bisa jaga diri," balas Hawaa.

"Tapi ...."

"Adam, jangan berlebihan. Annisa, aku pamit ya," ucap Hawaa. Dia lalu memeluk gadis itu dan cipika-cipiki.

Adam melihat kepergian Hawaa hingga gadis itu hilang dari pandangan. Annisa lalu tersenyum miris.

"Kamu sepertinya sangat mencintai dan menyayangi Hawaa!" seru Annisa.

...----------------...

Bab Tiga

"Tentu saja aku sangat menyayanginya, Nissa. Hawaa itu paling di manja karena satu-satunya saudara perempuan," jawab Adam.

"Menyayangi Hawaa hanya sebagai saudara?" tanya Annisa lagi.

"Maksud kamu apa? Tentu saja aku sangat menyanyanginya sebagai saudara perempuanku!" jawab Adam.

"Kita pulang saja, ya. Pertunangan kita tetap diadakan minggu depan'kan? Kamu tak berubah pikiran'kan? Aku sudah mengatakan pada seluruh keluarga dan tetangga," ucap Annisa.

"Tentu saja tetap dilakukan, kenapa kamu tanyakan itu lagi?" tanya Adam.

Sudah sering Annisa bertanya tentang hal yang sama. Bukan hanya kali ini saja. Seolah dia meragukan keseriusan Adam untuk bertunangan.

"Kenapa kamu sering tanyakan hal itu? Atau kamu sendiri yang belum yakin ingin bertunangan denganku?" tanya Adam.

"Bagiku berani berkomitmen, maka kamu harus berani menunjukkan keseriusan hati. Menjaga komitmen adalah keberanian yang tidak bisa dimiliki sembarang orang. Perlu keyakinan dan kesungguhan dalam menuju satu tujuan yang sama. Aku harap kamu juga begitu, harus bertanggung jawab jika sudah mengambil satu keputusan," jawab Annisa.

"Tentu saja. Aku tak akan mundur, aku pasti akan menikahi kamu," balas Adam.

Mereka meninggalkan kafe sekitar pukul delapan malam. Adam mengantarkan Annisa hingga ke rumahnya, tapi dia tak ikut mampir.

"Salam saja buat Mama. Aku langsung pulang saja, ya?" tanya Adam saat telah berada di halaman rumah.

"Baiklah, hati-hatilah. Aku masuk dulu," jawab Annisa. Setelah gadis itu masuk ke rumah, barulah Adam melajukan mobilnya.

**

Hari ini pertunangan Adam dan Annisa akan dilakukan. Mama Lastri telah berada di rumah. Dia bahagia mendengar cucunya akan bertunangan.

"Cucu Oma sebentar lagi akan melepaskan masa lajangnya. Tak terasa dah dewasa saja kalian. Baru kemarin rasanya Oma melihat kalian bermain," ucap Oma.

Walau Adam bukan cucu kandungnya, tapi Mama Lastri menyayanginya sama seperti cucu yang lain. Dia tak pernah membedakan kasih sayang di antara mereka bertiga.

Ibu Marni tidak bisa hadir karena Nadia sedang sakit. Dia dan Harris berjanji akan hadir saat pernikahan sang cucu nantinya.

Semua sibuk mempersiapkan hantaran buat acara pertunangan nantinya. Hawaa hanya diam menyaksikan semua itu. Ingin rasanya mengurung diri di kamar tapi takut ada yang curiga.

Syifa yang melihat sang putri melamun, mendekatinya. Dia duduk di samping gadis itu.

"Sayang, apa kamu sakit?" tanya Syifa dengan lembutnya.

"Bunda ...," jawab Hawaa. Pertanyaan Syifa membuat dia tersadar dari lamunannya.

"Kenapa kamu dari tadi murung saja, Nak?" Syifa kembali bertanya.

"Kepalaku sedikit pusing, Bunda," jawab Hawaa berbohong.

"Kalau begitu istirahat saja. Dari pada nanti malam pas acara pertunangan Adam kamu tak bisa hadir karena sakit. Dia pasti sangat sedih. Kamu tahu'kan, Adam sangat menyayangi kamu, karena hanya kamu saudara perempuannya," ucap Syifa dengan penuh penekanan.

Dia ingin mengingatkan gadis itu jika hubungannya dengan Adam adalah hubungan saudara. Syifa sebenarnya agak curiga jika Hawaa memiliki perasaan berbeda. Bukannya dia tak merestui, cuma jika bisa dengan yang lain itu lebih baik.

"Bunda, aku ...."

"Ada apa, Sayang?" tanya Syifa dengan lembut.

"Aku sayang, Bunda," jawab Hawaa dan memeluk wanita itu. Padahal dia ingin berterus terang tentang perasaannya tapi takut akan membuat banyak yang kecewa.

Hawaa melepaskan pelukannya dan berjalan menuju kamar. Dia membaringkan tubuhnya, berharap bisa memejamkan mata agar dapat melupakan semua.

***

Malam harinya, semua keluarga telah siap untuk pergi ke rumah Annisa. Termasuk Hawaa. Dia menggenggam tangan Oma Lastri saat melihat Adam keluar dari kamar dengan setelan jas yang membuat ketampanan dirinya makin bertambah.

"Cucu Oma ganteng banget," ucap Oma Lastri. Hawaa yang berdiri di samping wanita itu hanya menunduk. Adam lalu mendekati Oma dan Hawaa.

"Cucu Oma ini juga sangat cantik," balas Adam.

Oma Lastri lalu memandangi Hawaa. Dia memeluknya.

"Cucu Oma yang paling cantik. Pasti nanti dapat suami yang lebih tampan dari Adam. Kalau di bawahnya, jangan mau, ya!" ucap Oma.

"Apa aku tidak setampan Adam?" tanya Gafi dengan cemberut.

Semua mendengar menjadi tertawa, apa lagi saat melihat wajah kesal anak itu. Dia pura-pura tidak terima atas ucapan Oma-nya.

"Cucu Oma semuanya tampan dan cantik. Itu karena Oma-nya yang cantik," ucap Oma Lastri dengan narsisnya.

Semua jadi tersenyum mendengar ucapan Oma. Keluarga satu persatu mulai masuk ke mobil.

Hawaa masuk ke mobil yang di kendarai oleh Abi. Di dalam nya ada Bunda Syifa, Adam, dan Gafi. Keluarga inti mereka.

Satu jam perjalanan, mereka sampai di rumah kediaman orang tuanya Annisa. Hawaa makin merasa dadanya sesak. Harus menyaksikan orang yang sangat dicintai memasangkan cincin ke jari gadis pujaannya.

Pembawa acara telah memulai dengan memperkenalkan keluarga kedua calon pengantin. Haikal sebagai orang tua Adam lalu berdiri dan mengatakan maksud tujuannya.

Setelah Haikal mengatakan apa tujuan mereka datang, tibalah saat yang ditunggu para tamu undangan yaitu pertukaran cincin keduanya. Sebelum itu Adam ingin mengatakan sesuatu.

"Assalamualaikum, Selamat Malam, Saya Adam ingin menyampaikan beberapa patah kata. Jika allah mengizinkan, saya ingin menjadikan putri bapak/ibu sebagai istri saya, menemani setiap langkah perjuangan saya, menjadi penyejuk hati saya dikala gundah dan menjadi penasihat saat saya melakukan kesalahan, dari awal saya kenal putri bapak/ibu, saya merasa seperti telah menemukan orang yang tepat, sekiranya bapak/ibu menyetujui, saya ingin melamar putri bapak/ibu dan melanjutkan hubungan kami berdua kejenjang pernikahan," ucap Adam pada mamanya Syifa dan Pamannya sebagai pengganti ayah yang telah tiada.

"Sebagai orang tua saya tidak bisa memutuskan. Semua itu bisa di jawab langsung sama putri kami, Annisa," jawab mamanya Annisa.

Pembawa acara lalu mempersilakan Annisa untuk menjawab lamaran Adam. Gadis itu lalu berdiri. Mengucapkan salam sebelum menjawab pertanyaan sang kekasih.

"Adam, sejak pertama kali bertemu, kehadiran kamu membuat kehidupan saya menjadi lebih berwarna. Kamu berusaha membuat saya tertawa walaupun saya sedang sedih, marah ataupun kecewa serta berusaha membimbing saya selama ini. Hal – hal tersebut mungkin hal kecil yang tidak memiliki arti tapi bagi saya, hal tersebut telah cukup membuat saya percaya bahwa kamu adalah orang yang tepat untuk menjadi pasangan sehidup semati saya. Oleh karena itu lamaran ini saya terima dengan segala pertimbangan yang ada," jawab Annisa.

Setelah mengucapkan isi hatinya itu, Adam lalu memasangkan cincin ke jari manis Annisa. Begitu juga sebaliknya, gadis itu menyematkan cincin di jari manis sang kekasih. Makanya resmilah keduanya bertunangan.

Semua keluarga bersuka cita dan bahagia melihat Adam dan Annisa akhirnya resmi bertunangan. Pernikahan ditetapkan bulan depan. Tak ada yang menyadari jika Hawaa diam-diam pergi dari tempat acara dan memilih duduk di halaman rumah saja.

"Aku mengenalmu secara tidak sengaja, mencintaimu secara tiba-tiba dan harus melupakan kamu secara terpaksa. Apakah aku harus mengikhlaskan'mu? Memilikimu saja belum sempat, bagaimana caranya aku mengikhlaskan kamu?" tanya Hawaa pada dirinya sendiri dengan terisak.

...----------------...

Bonus Visual

Hawaa

Adam

Annisa

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!