Fira langsung memasuki kamarnya. Hatinya sesak saat mengetahui, Pamannya tidak merestui hubungannya dengan Alvin. Kekasih hatinya.
Padahal mereka sudah menjalin hubungan selama kurang lebih, hampir satu tahun. Dan keluarga dari Alvin, tentu saja sudah mengenali Fira.
Fira merupakan anak yatim, dia dibesarkan oleh Ibunya semenjak dia masih umur dua tahun. Dan dibantu oleh adik dari Bapaknya, yang dipanggil paman oleh Fira. Dia bernama Danu.
Fira sadar, Ibunya yang sering sakit-sakitan memang tidak mampu memenuhi kebutuhannya. Jika, tidak dibantu oleh pamannya. Tentu saja, didukung oleh istri dari pamannya yang bernama Marni.
Bibi Marni dan Paman Danu juga mempunyai seorang anak perempuan yang seusia Fira, dia bernama Raya.
Hubungan Fira dan Raya layaknya saudara kandung. Bahkan mereka besar bersama dan sekolah ditempat yang sama. Apalagi rumah mereka yang berdekatan, hanya berselang beberapa rumah lainnnya.
Fira mempunyai kulit putih bersih, hidung mancung dan tubuh yang kecil, serta rambut panjang sepinggang. Sedangkan Raya, bisa dikatakan montok, dan juga memiliki kulit putih bersih dan rambut sebahu.
"Jika kamu masih mengaggap Paman, seperti keluargamu. Maka jangan mau menerima lamaran dari Alvin. Karena dia bukan lelaki yang baik untukmu." ungkap Danu paman dari Fira.
"Tapi dia baik Paman, dia banyak membantu Fira selama ini." bantah Fira pada ungkapan Pamannya.
"Sebanyak apa sih dia membantumu? Apa sebanyak Paman? Dia baru kamu kenal Fira. Bukan seperti Paman. Yang udah kamu kenal sejak kamu lahir." bantah Danu.
"Ibu ..." rengek Fira menatap Ibunya. Yang sejak tadi hanya menyimak ucapan iparnya itu.
"Tapi sepertinya kamu keliru Danu, menurut penilaian ku, nak Alvin cukup baik untuk menjadi pendamping Fira." ungkap Asma.
"Tidak Asma, kamu salah. Alvin tidak sebaik itu. Dan baiknya kamu berdua pikirkan ucapan dan larangan dari aku." ujar Danu tegas. Dia biasa memanggil Asma dengan sebutan nama, karena umur Asma jauh lebih muda darinya.
"Tapi ,,,"
"Dengar Asma, sebelum Abang meninggal. Dia pernah menyuruhku untuk menjaga kalian. Apapun yang terjadi. Dan sampai sekarang aku hanya mencoba menjaga kalian berdua, dari lelaki seperti Alvin. Dan aku harap kamu berdua mengerti." jelas Danu.
"Tapi ,,, Bang Alvin akan kesini minggu depan Paman." isak Fira.
"Biar itu urusan Paman. Dan Paman harap kamu tidak lagi menghubungi Alvin." cetus Danu meninggalkan kediaman rumah Fira.
"Ibu ..." Fira langsung menangis di pelukan Ibunya, setelah kepergian Danu.
"Sabar nak, mungkin Pamanmu benar. Jika nak Alvin gak baik untukmu." ujar Asma menenangkan anaknya.
Sebenarnya hati Asma ikut pedih, kala wali satu-satunya sang anak menolak dengan tegas. Permintaan anaknya. Apalagi, menikah adalah perbuatan mulia.
Sudah sejak seminggu Danu memutuskan, agar Fira tidak menerima lamaran dari Alvin. Sejak saat itu juga Fira tidak lagi menghubungi Alvin.
Dan anehnya lagi, Alvin pun, tak sekalipun mencoba menghubungi Fira. Padahal sebelumnya, Alvin termasuk salah pacar yang posesif tehadap Fira.
"Assalamualaikum Asma ..." suara teriakan terdengar dari luar rumah yang sederhana itu.
Asma langsung keluar, setelah sebelumnya menjawab salam dari pemilik suara yang sangat dikenalinya.
"Ada apa Marni." tanya Asma.
"Ini, aku mau mengabarkan, kalo besok Raya mau lamaran. Tolong kamu datang, dan bantu-bantu masak ya. Soalnya mereka kan orang berada. Jadi, harus kami sambut dengan mewah." jelas Marni.
"Baik, emang calon Raya orang mana? Kan selama ini, aku gak tahu kalo Raya, ada dekat sama cowok." tanya Asma penasaran.
"Iyalah, Raya itu pandai menjaga hubungan. Diam-diam langsung lamaran. Gak kaya Fira, udah diumbar-umbar eh malah jadi bubar, kan?" sindir Marni. Fira yang mendengarnya dari dalam hanya bisa menelan ludah pahit.
"Mungkin, Raya sudah mendapatkan lelaki yang selama ini diidamkannya." batin Raya ikut senang.
"Tolong beritahu pada Fira, agar bisa datang untuk membantu. Aku izin pamit dulu, karena mau belanja." pamit Marni meninggalkan kediaman Asma dan Fira.
"Kamu udah dengar sendiri kan, nak?" tanya Asma.
"Sudah Bu," sahut Fira.
"Mungkin, apa yang dikatakan Bibimu benar Fira. Kamu terlalu sering memamerkan nak Alvin. Dan mungkin, hubungan kalian kena ain." ujar Asma membenarkan ucapan Marni.
"Iya Bu, mungkin karena kami tidak berjodoh." sahut Fira lesu.
"Kamu makan lah, bukan kah nanti kamu masuk kerja?"
"Baik Bu." sahut Fira.
Fira bekerja, disebuah toko kelontong yang tidak jauh dari tempat tinggalnya. Dia biasanya masuk dari jam tiga sore, sampai dengan jam 10 malam. Dimana toko kelontong tersebut sudah tutup.
Selama Danu menyuruh Fira untuk membatalkan acara lamarannya. Hubungannya dengan Raya pun, seperti menjauh. Karena Fira biasanya selalu mendatangi rumah Raya, jika ada waktu luang.
Hari lamaran Raya pun, tiba. Fira dan Asma sudah datang sejak pagi tadi. Mereka langsung ke dapur, untuk membantu memasak dengan beberapa orang tetangga lainnya.
Sejak kedatangan Fira. Fira tak melihat Raya, karena menurut informasi yang didengarnya, Raya lagi berada di salon, untuk melakukan make-up tunangan.
Fira langsung melupakan masalahnya, ketika ada banyak kerja yang harus dilakukan. Apalagi saat berkumpul dengan Ibu-ibu ada saja bahasan yang membuat Fira tertawa.
"Gak nyangka ya Asma, Raya sudah mau lamaran aja. Dan dengar-dengar calonnya orang berada ya." tanya tetangga Marni.
"Saya gak tahu jelas Mbak, karena saya pun baru diberitahu oleh Marni." sahut Asma.
Obrolan terhenti, saat Raya memasuki dapur.
"Cantiknya." puji Fira melihat sepupu sekaligus sahabatnya itu.
"Fira, kemari lah," ujar Raya.
Fira pun mendatangi Raya. Dan langsung digandeng oleh Raya, dan mereka memasuki kamar Raya.
"Selamat ya Raya." ucap Fira tulus, bahkan dia bahagia saat melihat Raya.
"Makasih ya Fira. Aku bahagia banget. Makasih ya, akhirnya aku bisa dilamar oleh lelaki idamanku." seru Fira antusias.
"Kamu curang, kenapa sampai sekarang kamu menyembunyikan siapa lelaki itu. Kamu gak adil sama aku." rajuk Fira.
Raya langsung terkekeh dan memeluk sepupunya itu. "Tunggu lah sebentar lagi, kamu akan tahu." bisik Raya.
"Fira, nanti kamu temenin Raya, saat keluar kamar ya." perintah Marni, setelah sebelumnya dia mengetuk pintu. "Rombongan udah sampai, jadi saat nanti ada yang mengetuk pintu, tolong kalian keluar." lanjut Marni.
Diluar, acara berlangsung dengan lancar. Bahkan mereka sudah memutuskan jika pernikahan akan berlangsung dalam waktu dua bulan ke depan. Karena dari pihak lelaki sudah menyiapkan semuanya.
"Kamu bahagia kan?" tanya Raya.
"Aku bahagia Raya, apalagi kamu telah menemukan belahan jiwamu." ujar Fira.
"Jadi kamu ikhlas?"
"Sangat ikhlas? Walaupun aku lebih tua darimu beberapa bulan. Tapi aku ikhlas, jika emang kamu mendapatkan jodoh terlebih dulu." ucap Fira menggenggam tangan Raya.
Ketukan dari luar, membuat genggaman tangan Fira lepas. Dia langsung berdiri, di ikuti oleh Raya.
Fira mengandeng Raya untuk keluar. Ada di kampung mereka, calon pengantin perempuan, akan keluar saat penyerahan cincin dari pihak lelaki.
Fira langsung tercekat, saat matanya memandang ke arah Alvin, yang juga menatap ke arahnya. Bahkan sekarang, udara disekitarnya seperti habis tanpa tersisa.
"Bang Alvin." gumam Fira menghentikan langkahnya.
Flashback
"Aku mencintai Bang Alvin Ayah. Aku mencintainya." isak Raya. Saat Danu mengatakan kalau Asma menyuruhnya ke rumah, sebab ingin membicarakan tentang Alvin, yang hendak melamar Fira.
"Raya, kamu sadar Raya. Alvin itu pacar sepupumu sendiri." bentak Danu.
"Ayah yang harus sadar. Dari aku kecil, aku selalu dituntut untuk berbagi dengan Fira. Bahkan aku harus membagi kasih sayang dari kalian berdua. Aku ikhlas Yah, sungguh aku ikhlas. Tapi, jika sampai Bang Alvin dan Fira menikah, jangan salahkan aku, jika nanti Ayah akan kehilanganku untuk selamanya." cerca Raya dengan isakan.
"Raya ..." Marni langsung memeluk putri semata wayangnya. Karena dia takut, pada ancaman Raya.
"Bu, aku ingin Bang Alvin Bu. Aku mencintai Bang Alvin." lagi, Raya meminta permintaan yang tidak masuk akal menurut Danu.
"Aku sudah berkorban terlalu banyak untuk Fira Bu, aku bahkan tidak cemburu, saat kalian membelikannya baju yang sama denganku. Aku bahkan tidak cemburu saat kalian memberikan dia sekolah di tempat yang sama denganku." ujar Raya.
"Tapi, itu semua kewajiban Ayah Raya. Ayah selaku wali dari Raya, berhak untuk menjaganya." sahut Danu.
"Berarti Ayah juga berhak untuk membatalkan lamaran itu. Bukankah Ayah wali dari Fira?"
"Ayah gak bisa, Fira dan Nak Alvin saling mencintai." tekan Danu.
"Berarti, Ayah lebih rela kehilanganku? Baiklah." Raya langsung melepaskan pelukan Ibunya dan berlari ke arah dapur.
Marni yang panik, pun, mengikuti Raya.
"Istighfar nak, istighfar ... Ayah, Ayah." teriak Marni.
"Ayah lebih sayang Fira kan? Maka, Ayah siap untuk kehilanganku." ucap Raya seraya meletakan pisau dapur di nadi tangannya.
"Ayah, Ibu mohon Yah. Selamatkan anak kita. Selamatkan Raya." mohon Marni dengan tangisan yang menyayat hati.
"Baiklah, baiklah. Ayah akan membatalkannya demi kamu. Ayah akan membatalkannya." seru Danu. Dia takut, jika putri kesayangannya beneran bunuh diri.
Mendengar penuturan dari Ayahnya. Raya langsung menjatuhkan tubuhnya. Begitu juga dengan pisau yang ikut jatuh ke lantai.
Marni langsung mendekati putrinya, seraya membuang jauh-jauh pisau yang berada di lantai tersebut.
"Berjanjilah, Ayah."
"Ayah janji, Ayah akan membatalkan lamaran mereka." ungkap Danu. Kemudian pergi meninggalkan anak dan istrinya.
Setelah mengungkapkan keberatan dan ketidaksediaannya pada Fira. Besoknya Danu langsung menemui keluarga Alvin.
"Sebelumnya, perkenalkan saya Paman dari Fira, sekaligus wali dari Fira, meminta maaf sebesar-besarnya. Karena Fira menolak acara lamaran ini." ungkap Danu menarik napas dalam.
"Apa, gak mungkin." seru Alvin terkejut.
"Alasannya apa?" tanya Hendra. Ayah dari Alvin.
"Alasan Fira adalah, dia gak mau terikat dengan pernikahan terlalu awal. Karena dia ingin membahagiakan Ibunya terlebih dahulu. Lagipula, dia merasa kalian berdua gak cocok." ungkap Danu dengan segala kebohongannya.
"Itu bukan sebuah alasan yang jelas Paman. Aku gak terima, dengan alasan Fira." ujar Alvin menahan amarah. Bahkan sekarang dia mengepal erat tangannya.
"Aku sebagai Pamannya hanya bisa menyampaikan. Dan Fira juga berpesan. Jangan pernah lagi menghubunginya. Biar akulah yang jadi, pembawa beritanya untuk terakhir kalinya." ujar Danu.
"Ini gak bisa. Ini sebuah penghinaan Alvin. Kamu tinggalkan dia. Apa dia gak sadar, dia itu gadis miskin. Harusnya dia bersyukur, bisa dilamar sama kamu." berang Hendra tidak terima.
Sedangkan Ratih, Mama dari Alvin hanya menunduk sedih dan juga kecewa. Pasalnya dia sangat menyukai dan menyayangiku Fira. Dia juga kurang yakin, dengan ucapan Danu. Namun, dia gak berani berkomentar apapun. Apalagi, saat melihat suaminya merasa terhina.
"Aku harus menanyakan ini langsung sama Fira. Aku gak terima." ucap Alvin bangkit.
"Jangan pernah hubungi Fira lagi Nak Alvin. Dia sudah menyampaikan penolakan melalui saya." ujar Danu menghentikan langkah Alvin.
Sebenarnya Danu takut, jika nanti Fira mengatakan hal yang sebenarnya.
"Alvin, kembali kesini. Jangan pernah kamu coba-coba menghubungi gadis tak tahu diri itu. Seharusnya kamu bersyukur, karena belum melamarnya. Jadi, kamu berkesempatan untuk mencari gadis lain yang lebih baik darinya." ujar Hendra dengan suara yang tegas.
"Maaf, jika saya lancang Pak. Saya juga mempunyai seorang anak gadis, yang sudah siap dinikahi. Barang kali, Nak Alvin suka." ujar Danu ragu-ragu.
Hendra langsung beralih menatap Danu.
"Siapa Raya?" tanya Alvin. Karena dia tahu, jika Danu merupakan Ayah dari Raya.
Alvin juga beberapa kali, pernah bertemu dengan Raya. Saat Raya, menemani Fira tentunya.
"Raya? Yang pernah mampir kesini?" tanya Hendra memastikan pada Alvin.
"Iya Yah." sahut Alvin.
"Boleh juga tuh, biar sekalian kamu balas sakit hatimu sama Fira. Dia kira, kamu gak bisa mendapatkan gadis lain." ujar Hendra tersenyum sinis.
"Ta-tapi kami tidak saling mencintai Ayah." ralat Alvin.
"Cinta akan tumbuh, saat kita sering bersama Alvin. Dan sudah seharusnya, kamu mencintai istrimu nantinya. Dan lupakan gadis miskin itu." tekan Hendra.
"Baik lah." sahut Alvin mematuhi Ayahnya.
"Baiknya kita lakukan acara lamaran, seperti rencana sebelumnya." ujar Hendra.
"Jangan, bukan apa. Kami belum siap apapun. Bagiamana dengan dua minggu ke depan?" tawar Danu.
Akhirnya mereka semua menyetujui tawaran dari Danu. Kecuali Ratih, sejak tadi dia hanya diam saja. Tidak ikut berkomentar, karena ada suaminya yang mendominasi.
flashback off.
...🍁🍁🍁🍁🍁...
Ratih menatap sendu kearah Fira yang menjatuhkan air matanya. Sedangkan Hendra dan Alvin, puas membuat Fira menangis di hari bahagia Alvin dan Raya. Setidaknya, mereka bisa membalas sedikit sakit hati, dengan melihat air mata dari Fira.
"Ayo," ajak Raya menarik tangan Fira.
"Kenapa?" gumam Fira mengangkat wajah, menatap dalam ke arah Raya.
"Bukannya, kamu ikhlas?" Raya menyunggingkan senyuman sinis. Senyuman yang tidak pernah Fira lihat sebelumnya.
Fira langsung berlari ke dapur, saat melihat senyum aneh dari sepupunya itu.
"Ibu, ayo kita pulang." ajak Fira menarik tangan Ibunya.
"Tapi ini, kamu kenapa?" tanya Asma melihat Fira menangis.
"Pulang Bu." paksa Fira dengan tatapan memohon.
Asma pun, mengikuti langkah kaki anaknya yang buru-buru. Dia ingin bertanya apa yang terjadi. Namun, niatnya diurungkan sampai mereka sampai ke rumah.
"Kenapa?" tanya Asma lembut, begitu sampai rumah.
"Yang melamar Raya, adalah Bang Alvin Bu." isak Fira memeluk erat Ibunya.
"Apa?" Asma terkejut tak percaya.
"Padahal, alasan yang tepat Paman menolak Bang Alvin adalah, karena dia ingin Raya yang bersama Bang Alvin Bu. Sebab Raya telah lama mengidamkan Bang Alvin Bu." ujar Fira dengan tangisan yang menyayat hati. Sedangkan Asma mematung mendengar penuturan anaknya.
"Kenapa Bu, kenapa Paman tega?" tanya Fira. Tentu saja Asma sendiri, tidak tahu jawabannya.
Di rumah, Danu. Acara tetap berlangsung walaupun tanpa adanya Fira. Danu sedikit merasa tidak enak dengan keponakannya itu. Namun, Marni berkali-kali membisikkan pada Danu, kalau semua itu bukanlah salah Danu. Melainkan takdir yang kuasa. Lagipula, ini saatnya Fira membalaskan jasanya pada mereka semua. Dengan merelakan Alvin hidup bahagia bersama dengan Raya.
Setelah semua tamu pulang, bisik-bisik tetangga mulai terdengar. Sebab sebagian dari mereka tahu, jika Alvin merupakan pacar dari Fira. Dan kenapa sekarang, lamaran dengan Raya?
Bahkan banyak dari mereka yang menuduh, Raya merebut Alvin dari Fira. Buktinya, sampai Fira menangis dan menarik paksa Asma untuk pulang. Padahal, acara belum lah, selesai.
Namun, Marni mematahkan semua tuduhan yang tertuju pada putrinya. Dia mengatakan pada tetangganya, jika semula, Alvin memang berniat melamar Fira pada Danu suaminya. Namun, Fira menolak dengan alasan tidak siap, dan tidak mau cepat-cepat meninggalkan Ibunya. Tetapi, karena keluarga dari Alvin, yang menginginkan Alvin segera menikah, malah tertarik melihat kecantikan dan kemolekan dari Raya, akhirnya mereka memutuskan melamar Raya. Tentu saja, setelah Alvin dan Fira memutuskan hubungan, akibat penolakan yang dilakukan Fira.
"Ibu aku kerja dulu." pamit Fira pada Asma yang sedang mencuci pakaian dari tetangganya.
"Baiklah, hati-hati. Jangan terlalu pikirkan tentang masalah ini. Fokus lah, pada pekerjaan." nasihat Asma pada putrinya.
"Baik Bu, aku pergi dulu."
Fira pergi bekerja, namun sialnya jalan menuju toko kelontong itu harus melewati rumah Raya. Fira berharap, jika tidak ada Raya atau siapapun disana. Namun, harapannya pupus sudah, saat mendengar panggilan dari Bibinya.
"Ada apa Bi?" tanya Fira datar. Dia harus bisa menahan diri, karena bagaimanapun, perempuan didepannya ikut andil dalam membantunya dan Ibunya selama ini.
"Kamu gak apa-apakan?" tanya Marni basa-basi.
Padahal, dia jelas bisa melihat, ada luka dimata Fira.
"Jangan salahkan Raya ya Fira. Itu semua keputusan dari keluarga nak Alvin. Akhirnya mereka sadar, kalo Raya adalah yang terbaik untuk Alvin. Ya, kami pun, harus menerimanya. Toh, itu adalah permintaan yang mulia." jelas Marni panjang lebar.
"Aku kerja dulu Bi." ucap Fira.
"Ini lah, satu alasan mereka menolakmu Fira. Sudah miskin, gak ada sopan santunnya. Orang tua lagi ngomong, malah ditinggal." sindir Marni dengan suara yang keras.
Tatapi, Fira tetap pada niatnya, untuk mengabaikan teriakan dari Marni.
Sampai di tempat kerja, Fira langsung ditatap sendu oleh teman sekaligus pemilik dari toko kelontong itu. Kebetulan sang pemilik, merupakan tetangganya Fira juga.
"Kamu yang sabar ya Fira. Yakinlah, jika nanti akan ada pemuda yang lebih baik dari pada lelaki yang telah mengabaikan mu itu." ujar Bu Santi, pemilik dari toko kelontong. "Apa baiknya, kamu gak usah masuk hari ini? Kamu bisa kok libur." ucap Santi prihatin.
"Makasih Bu, karena telah peduli. Sekarang aku udah gak apa-apa. Aku kerja saja, supaya bisa mengalihkan pikiranku." ungkap Fira.
Santi pun, pamit pulang setelah kedatangan Fira.
Tak lama kemudian, Alvin mengunjungi Fira yang lagi kerja. Karena pembeli lagi ramai, Fira tidak tahu, jika Alvin berada tidak jauh darinya.
"Bagaimana?" tanya Alvin setelah pembeli berkurang.
Fira langsung tercekat, dan membalikkan tubuhnya.
"Kamu kecewa kan? Karena telah menolak aku?" tuduh Alvin.
"Bang Alvin ..." lirih Fira.
"Aku,"
"Menyesal? Seharusnya kamu pikir-pikir dulu, sebelum menolak ku Fira. Coba lihat dirimu, kamu itu gadis yatim yang miskin. Memang kamu cantik, tapi seharusnya kamu juga sadar diri, gak ada lelaki kaya lain yang mau melirik mu." potong Alvin cepat. "Dan entah kenapa selama ini, aku dibuat buta oleh cintaku padamu." lagi, Alvin mengeluarkan kata-kata pedasnya.
"Seharusnya kamu mendengar penjelasan ku dulu Bang, baru kamu bisa menyimpulkan tentang apa dan bagaimana aku."
"Halah, itu gak penting. Dan sekarang aku puas, bisa buat kamu menyesal. Aku masih ingat bagaimana kamu menangisi aku dan Raya kemarin." kekeh Alvin, meninggalkan Fira.
"Bang, Bang Alvin." panggil Fira, namun Alvin tidak menghiraukannya. Dia malah langsung pergi setelah menaiki mobilnya.
"Mungkin benar, kamu bukan lelaki yang baik untukku." batin Fira.
Hari sudah malam, dan sudah saatnya Fira menutup toko kelontongnya. Tentu saja dengan dibantu oleh Santi. Karena setiap malam, Santi pasti ke toko, untuk mengambil uang hasil jualannya hari ini. Bukan dia tidak percaya sama Fira. Namun, dia hanya jaga-jaga, setidaknya nanti kalau ada pencuri yang mencuri di tokonya, paling tidak uangnya sudah aman.
"Sepertinya, aku gak bisa mengantarmu Fira, karena malam ini, suamiku mengajak kami jalan-jalan." ucap Santi menunjukkan mobil suaminya yang terparkir di depan toko.
Akhirnya Fira pulang sendiri, dia berjalan kaki karena memang letak toko tersebut, tidak lah jauh dari rumahnya. Dan tentu saja, orang-orang masih rami di sepanjang jalanan.
"Fira," panggil Raya. Padahal, dia sejak tadi telah mengabaikan mereka, dengan tidak melihat dua orang manusia yang duduk di teras rumah itu.
Fira tetap berjalan, pura-pura tidak mendengarkan panggilan dari Raya. Namun, Raya tidak menyerah, buktinya dia langsung mengejar Fira, dan menarik pergelangan tangannya.
"Ayo gabung." ajak Raya memperlihatkan Alvin yang menatap kearah mereka.
"Aku mau pulang Raya, aku capek." tolak Fira dengan halus.
"Kamu tidak sedang cemburu kan Fira?" tuduh Raya.
"Aku pulang." pamit Fira, apalagi Alvin, sudah berjalan mendekati mereka.
Raya langsung mencekal pergelangan tangan Fira. Dia menahan, agar Fira jangan pergi terlebih dulu.
"Maafkan aku Fira." isak Raya, setelah Alvin berhasil mendekati mereka. "Sungguh ini bukan kemauanku Fira." lanjut Raya.
"Kenapa?" tanya Alvin, melihat tunangannya menangis. Sedangkan Fira memutar mata malas.
"Fira menuduhku merebut mu darinya." ucap Raya, langsung membuat Fira melongo.
"Bukankah, itu kenyataannya? Bahkan paman Danu."
"Cukup Fira, jangan kamu bawa-bawa Ayahku dalam hak ini. Dia gak salah apapun." lagi, Raya terisak.
"Aku baru tahu, jika kamu se licik ini Fira. Bahkan kamu tega memutar balikkan fakta." cemooh Alvin.
"Dan aku juga baru tahu, kalo seleramu adalah gadis seperti dia." ujar Fira merendahkan Raya.
"Apa maksudmu?" tanya Raya tidak terima.
"Haruskah, aku perjelas kan, disini?" tantang Fira.
Melihat wajah tegang dari Raya, Fira tersenyum puas. Dia langsung pergi meninggalkan dua sejoli itu.
Sedangkan Raya hanya bisa mengepalkan tangan pertanda amarahnya sedang memuncak.
Sampai di rumah, Fira langsung mandi dan makan makanan yang telah disiapkan oleh Ibunya. Tentu saja, dengan ditemani oleh sang Ibu tercinta.
Sekarang Fira sadar, mungkin Alvin bukan jodoh yang baik untuknya, karena dulu, Alvin sempat meminta Fira untuk tinggal, di rumah Alvin sendiri. Karena menurut Alvin, rumah Fira terlalu kecil, untuk di tempatkan bersamanya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!