Saat suara ayam mulai berkokok, menandakan pagi akan segera tiba. Hembusan angin halus membawa udara dingin ke sebuah desa.
Di bawah bukit kecil, sebuah desa kecil terlihat. Rumah-rumah itu terbuat dari kayu dan dedaunan kering. Lampu lilin terpasang di setiap rumah sebagai penerangan. Suasana desa sangat asri dan halus, membuat orang-orang bisa menghirup udara segar.
Hari itu masih fajar, bahkan matahari belum mengintip. Tapi penduduk desa sudah sibuk, untuk memulai aktifitas. Beberapa petani membawa cangkul untuk pergi ke ladang. Seorang gembala mengeluarkan ternak mereka bersiap untuk menggiring ke Padang rumput.
Di sebuah rumah yang terbuat dari batu bata. Rumah ini cukup mencolok karena lebih besar dan sangat berbeda dari rumah-rumah di desa.
Di depan rumah itu terdapat beberapa kereta kuda dan seorang kusir yang duduk di sana dengan tenang.
"Xiao Sheng, cepatlah. Atau kita akan telat sampai ke kota." Seorang wanita paru baya berteriak dengan tidak sabar. Tubuhnya yang bagus mengenakan pakaian seperti seorang nyonya. Alisnya halus dengan mata jernih membuatnya terlihat cantik. Namun beberapa garis halus di kulitnya yang cantik menunjukan banyaknya waktu yang sudah dia lewati.
Dia adalah Wu Wangsan istri dari juragan Wu. Seorang ternama di desa Tanah Kapas.
Saat ini, Wu wangsan membawa kipas dan berdiri di sebelah kereta kuda. Sambil melihat beberapa pria yang membawa karung besar untuk di angkut ke kereta kuda.
Melihat di dalam rumah tidak ada tanggapan Wu wangsan mengerutkan kening. Dia akhirnya berteriak sekali lagi. "Xiao Sheng!"
"Baik-baik ibu." Suara malas terdengar dari dalam rumah. Lalu seorang pemuda keluar dari rumah. Dia berusia sekitar 15 tahun, dengan tubuh sedikit kurus. Wajahnya halus dengan bibir tipis, bisa di bilang dia cukup tampan. Jelas dia mewarisi gen orang tuanya dengan sangat baik.
Setelah keluar pemuda itu menatap wanita paru baya. Dengan sedih dia berkata. "Dan berhentilah memanggilku Xiao Sheng, karena aku sudah besar."
Nama keluarganya adalah Wu. Dan nama aslinya adalah Wu Shengfeng. Karena Wu Shengfeng terlalu panjang, Dia biasanya di panggil Wu Sheng. Hanya saja orang tuanya sejak kecil memanggilnya dengan Xiao Sheng. Dia tidak terlalu mempermasalahkan panggilan itu sebelumnya. Namun ketika saat ini dia sudah dewasa, dia menjadi malu. Apalagi ibunya dengan bebas memanggilnya di depan orang ramai.
Ini tidak bisa di terima, bukankah orang-orang akan berpikir kalo aku anak mama? Benar-benar merusak reputasi ku.
"Berhenti mengeluh." Wu wangsan menegur dan tidak menghiraukan keluhan Wu Cheng. Menutup kipas, Dia mengeluarkan buku kecil dari selah dada kemudian menatap Wu Sheng dalam-dalam. "Perhatikan baik-baik."
Melihat wanita itu tidak perduli, Wu Sheng menjadi tidak berdaya. Ini membuatnya ingin menangis dan melempar sekantung beras ke kepala tulang tua ini. Namun ketika teringat kalo tulang tua ini ibunya, dia mengurungkan niatnya. Dengan senyum di paksakan dia mengangguk untuk memperhatikan ibunya.
"Bagus!" Wu wangsan tersenyum bangga, benar-benar tidak tau apa yang di pikirkan Wu Cheng. "Kamu adalah laki-laki jika kamu tidak tau bagaimana cara menghasilkan uang, bagaimana kamu bisa menarik perhatian wanita di masa depan. Ingat ketampanan itu nomer sekian, yang pertama tetap uang. Jika kamu banyak uang kamu bahkan bisa menikahi semua wanita di desa."
Wu wangsan berkata dengan menarik, berpikir kalo Wu Sheng akan sangat tertarik dengan ini. Hingga dia akan mau belajar dengan serius.
Mendengar ini orang-orang di sekitar bergema dengan tawa.
"Tuan Muda, apa yang di katakan ibumu mungkin ada benarnya. Anda mungkin akan menarik banyak kecantikan jika banyak uang, saat saya pergi ke kota saya benar-benar melihat seorang pria tua dengan 5 gadis muda di sisinya, aku yakin kalo orang tua itu menampar mereka dengan uang, hahaha." Seorang pekerja dengan tubuh besar berkata dengan tawa. Kemudian lebih banyak orang mengutarakan kebenaran dan mendukung perkataan ibunya.
Wu Cheng tidak tau harus tertawa atau menangis. Dia sebenarnya tidak terlalu suka hal-hal yang merepotkan. Bermain, makan dan rebahan adalah aktivitas favoritnya. Sejak kecil dia terbiasa hidup enak. Ayahnya adalah seorang yang biasa di katakan kaya. Mereka memiliki banyak lahan pertanian, perkebunan dan bahkan banyak ternak. Kebanyakan warga desa adalah pekerja ayahnya.
Di desa ini hampir 70% adalah aset ayahnya. Jika ayahnya tiba-tiba menarik semua asetnya maka akan ada ratusan orang yang kelaparan. Dengan begitu ayahnya menjadi orang terhormat di desa dan di panggil juragan Wu.
Namun sejak 2 tahun lalu ayahnya meninggal karena penyakit yang tidak di ketahui. Oleh karena itu, sebagai satu-satunya anak dari juragan Wu, dia akan mewarisi semua aset ayahnya. Maka dari itu ibunya sangat mendorong belajar berbisnis seperti ayahnya di masa lalu.
Wajah Wu Sheng benar-benar jelek. Lagipula sejak kapan aku ingin menikahi semua wanita di desa! Kalian pasti di bayar ibuku untuk mengatakan ini! Cukup dengan omong kosong dan biarkan aku tidur, sial!
Tapi itu hanya di pikiran Wu Sheng, tidak mungkin dia membantah ibunya.
"Siap Bu." Wu Sheng menyetujuinya dengan tenang. Lagipula dia tidak ingin membuang waktu. Lebih cepet lebih baik, dengan begitu lebih banyak waktu untuknya kembali tidur.
Melihat Wu Sheng sangat bersemangat Wu wangsan tersenyum puas. Dia mengedipkan beberapa kedipan mata ke para pegawainya. Menerima kedipan itu para pegawai di penuhi dengan senyum gembira.
Ini hanya bahasa isyarat antara mereka, Meski tidak tau apa artinya, Wu Sheng samar-samar menebak apa itu. 'Aku akan memberi kalian bonus, karena berhasil membujuk anakku'.
Wu Sheng hanya tersenyum kecut.
"Baik, aku akan mengajarimu. Mulai dari penyortiran." Sambil memegang buku keciln Wu wangsan mulai berbicara.
Pada dasarnya banyak hal telah di panen tahun ini, mulai dari gandum, beras, kopi, teh dan banyak hal lain. Ibu Wu Sheng mulai menjelaskan mana yang layak di bawah ke kota dan mana yang tidak. Ketika barang itu layak maka akan di jual ke kota. Ketika tidak, maka masih ada manfaatnya.
Faktanya beberapa orang sengaja mencari barang dengan kwalitas rendah. Karena sudah pasti di jual lebih murah. Seperti beras misalnya, Beberapa orang yang butuh beras untuk membuat tepung dan roti. Tidak perlu beras dengan kwalitas baik.
Setelah sekian lama penjelasan akhirnya selesai. Barang-barang sudah masuk ke kereta kuda dan siap di untuk berangkat.
Matahari sudah mengintip di sudut timur, kicauan burung kecil itu menyambutnya. Saat udara hangat menyapu dunia, itu jatuh ke wajah Wu Sheng.
Wu Sheng diam-diam mengeluh kenapa penjelasan itu begitu lama. Namun setelah di pikir-pikir dia agak bahagia. Setiap kali saat orang tuanya pergi ke kota, dia di biarkan sendiri di rumah. Itu artinya tidur sepuasnya.
Jadi dengan Senyum tulus Wu Sheng berkata. "Baiklah Bu, sepertinya persiapannya sudah siap. Jadi aku mengucapkan selamat dan semoga sehat sampai tujuan."
Wu wangsan Seperti mengerti apa yang di pikirkan Wu Sheng "Apa maksudmu? kamu juga akan ikut. Kita akan belajar bagaimana menjual barang dan negosiasi."
"Apa? tidak!" Teriakan sensara Wu Shang bergema di seluruh desa. Mengagetkan burung-burung di pohon dan terbang berhamburan.
'Sial, waktu tidurku yang berharga'
Siulan angin bertiup pelan melewati sela-sela pohon. Menarik beberapa daun kering membuatnya jatuh ke tanah.
Jalan tanah terbentang jauh, membelah Padang rumput dan lahan pertanian. Saat ini, terdapat beberapa gerbang kereta kuda dengan banyak muatan. Di sepanjang jalan mereka bergerak dengan tenang, seperti seekor siput.
Di salah satu gerbang Wu Sheng duduk dengan wajah mengantuk. Di sampingnya ada ibunya dengan penuh senyum.
Di depan Wu Cheng duduk seorang pria paru baya dengan tubuh kekar. Kulit sawo matang, dia memiliki beberapa luka di tubuhnya. Alisnya tajam dengan tatapan tegas. Duduk tenang di depan Wu Sheng, dia terlihat seperti seorang pejuang. Terutama ketika orang memperhatikan lagi, mereka akan melihat pedang panjang di pinggangnya yang memancarkan aura dingin. Jelas dia seorang pendekar pedang.
Dia adalah paman Shi. Orang-orang memanggilnya master Shi, atau tuan Shi, bahkan ibunya memanggilnya Kakak Shi. Jadi pada dasarnya Wu Sheng tidak tau nama aslinya. Dia hanya mengikuti orang-orang dan memanggilnya Paman Shi.
Paman Shi tinggal di desa Kapas Angin, dia adalah tetangga Wu Sheng. Anehnya dia tidak punya istri dan tinggal sendirian. Hari-harinya di habiskan untuk berburu dan pergi ke rumah Wu Sheng untuk berjaga. Banyak anak-anak mengidolakannya karena kemahirannya bermain pedang. Hanya saja dia tidak mau mengajari anak-anak di desa. Jika ada yang ingin dia ajari, maka Wu Sheng adalah orangnya. Paman Shi selalu mendesak Wu Sheng untuk belajar beladiri. Hanya saja Dia selalu menolak, berpikir kalo hal-hal ini terlalu merepotkan. Dia lebih suka hidup santai.
"Tuan muda, ayahmu sudah tidak ada. Anda adalah pewaris satu-satunya. Karena umurmu sudah 15 tahun. Anda harus belajar beladiri." Paman Shi memecah kesunyian saat dia membujuk Wu Sheng lagi untuk belajar beladiri.
Wu Sheng merasa tertekan. Kenapa orang-orang menggunakan alasan kepergian ayahku untuk melakukan hal-hal yang tidak aku suka. Pertama belajar bisnis, kedua belajar beladiri selanjutnya apa? Bukankah ini akan memangkas banyak jam tidurku?
Wu wangsan di penuhi dengan senyum, dia menyetujui usulan Paman Shi. "Benar Xiao Sheng, kamu harus belajar beladiri. Itu juga wasiat dari ayahmu."
Mereka berdua tersenyum cerah, namun bagi Wu Sheng senyumnya tidak berbeda dari iblis.
Tiba-tiba kusir itu berkata.
"Nyonya Wu, apakah kita akan benar-benar pergi ke kota Wuxian melalui jalur ini? Bukan hanya kota Wuxian itu jauh. Tetapi banyak berita kalo jalur yang akan kita lewati sedikit berbahaya." Sebagai seorang kusir profesional dia sudah terbiasa berpergian dari kota ke kota. Menurutnya kota terdekat dari desa Kapas Angin adalah Black Star. Maka pilihan terbaik untuk menjual barang adalah di sana. Karena akan mengurangi banyak biaya transportasi. Namun selain kota Wuxian dua kali jarak kota Black star. Jalan yang mereka lalui di katakan sangat bahaya, dan biasa di gunakan para bandit untuk penyergapan. Untuk mencari aman biasanya Dia memakai jalan memutar, meski akan lebih jauh.
Mendengar ini Wu wangsan juga agak ragu. Dia melirik Paman Shi untuk melihat keputusannya. Sejujurnya semua yang dia lakukan adalah karena wasiat dari suaminya. Suaminya berkata untuk mengikuti semua instruksi paman Shi dan ajari Wu Sheng seni beladiri.
Lalu kenapa dia mengajari Wu Sheng bisnis. Ini semua adalah keinginannya sendiri. Sebagai ibu dia ingin putranya sukses di masa depan dan tidak kekurangan makan. Ilmu tentang bisnis juga di dapat dari suaminya. Jadi dia yakin suaminya juga setuju atas keputusannya.
Di samping itu, paman Shi tidak melarang.
Meski dia sudah hidup sebagai suami istri sejak lama. Sejujurnya suaminya di penuhi dengan misteri. Dia hanya gadis desa cantik biasa. Satu-satunya orang yang tau lebih banyak tentang suaminya adalah Paman Shi.
"Jangan terlalu banyak di pikirkan, lakukan saja." Paman Shi berbicara dengan tenang seolah dia tidak banyak perduli dengan bahaya di depan.
Kusir itu agak ragu tapi karena sudah sampai sini, mau tidak mau dia harus percaya dengan pria garang ini.
Perjalanan itu berlanjut dengan sangat tenang. Mereka juga menemui beberapa serigala di jalan yang membuat beberapa orang takut. Namun paman Shi membunuh mereka semua dengan sekali tebas. Hal ini membuat Wu Sheng tidak percaya.
Kehebatan paman Shi sudah terkenal di desa, namun baru sekarang dia melihat secara langsung kemampuannya. Hal ini meningkatkan sedikit minat Wu Sheng tentang seni beladiri. Melihat ini paman Shi terus membujuknya tetapi tidak berhasil.
Butuh setidaknya 5 hari untuk sampai di kota Muxian. Itu adalah rute terpendek yang di pilih Paman Shi. Kalo menggunakan jalan memutar seperti yang di sarankan kusir, maka setidaknya butuh 8-9 hari untuk tiba di kota tersebut.
Saat malam tiba, mereka membangun camping dan api unggun untuk penerangan dan pemanas suhu. Karena takut jika ada binatang buas yang datang, para pekerja selalu bergantian untuk berjaga.
Bulan cantik itu tergantung tinggi di atas langit, Awan-awan gelap sedikit menutupinya. Terlihat seperti seorang gadis yang pemalu.
Sebuah hutan terlihat dingin dan sunyi, angin halus menyebarkan udara dingin ke seluruh hutan. Tangisan burung dan lolongan serigala membuat suasana lebih menegangkan.
Di tengah hutan kedipan cahaya itu terlihat. Sebuah api unggun memanaskan udara dingin di sekitar. Beberapa tenda berdiri di sekitar api unggun.
Wu Sheng keluar dari salah satu tenda dengan wajah kesal. Dia ingin tidur malam ini, namun beberapa nyamuk dengan jahat mengganggunya. Ini adalah pertama kalinya dia tidur di hutan, benar-benar tidak tertahankan.
Paman Shi sedang duduk di sebuah batu di samping api unggun. Saat dia memperhatikan Wu Sheng keluar dengan wajah kesal, dia tidak bisa tidak bertanya. "Apa anda tidak bisa tidur?"
"Sangat banyak nyamuk, bagaimana aku bisa tidur?" Wu Sheng menjadi sangat kesal, banyak nyamuk di hutan itu mengganggunya.
Paman Shi hanya tersenyum. "kenapa tidak duduk di sebelahku sambil memandang bulan?"
Wu Sheng tidak mengatakan apa-apa dan melakukan apa yang di sarankan Paman Shi. Dia sedikit bergumam. "Apa bagusnya dengan bulan?"
Tapi Paman Shi mendengar nya dan berkata.
"Saat saya melihat bulan, saya seperti melihat rekam-rekan saya di masa lalu." Dia menatap bulan dengan tatapan lembut.
"Tuan muda saat aku seusiamu aku sudah berjalan di antara hidup dan mati. Pergi ke hutan bertarung dengan hewan buas. Saya harus berjuang cukup keras hingga mengorbankan banyak waktu dan usaha. Saya membunuh serigala untuk makan, dalam hal ini saya bahkan tidak tau apakah serigala itu yang saya makan atau saya yang akan di makan."
Setelah itu Paman Shi menceritakan tentang kehidupannya dulu.
Wu Sheng menjadi tercengang, tidak berharap kalo masa lalu Paman Shi seperti itu. Di bandingkan dengan dirinya, semua tampak membosankan. Dia sudah terbiasa hidup damai sejak kecil, dia melakukan apapun yang menurutnya menarik. Tapi jika di bandingkan dengan Paman Shi, itu seperti siang dan malam.
"Kenapa paman berjuang sekuat itu, bukankah hidup yang santai dan tenang lebih mudah di lakukan." Wu Sheng tidak bisa kalo tidak mengutarakan pikirannya.
Paman Shi hanya tersenyum kecut. "Tuan muda anda tidak tau, karena Saudara Wu selalu memanjakan mu sejak kecil. Anda adalah seorang yang memiliki latar belakang. Namun saya sangat berbeda, saat saya umur saya 10 tahun orang tua saya menjual saya ke keluarga besar. Meski saya tidak menyalakan Meraka, faktanya banyak keluarga kecil juga melakukan hal yang sama. Selain mendapatkan uang, itu juga efektif untuk mengurangi jumlah mulut yang harus di kasih makan."
Lalu paman Shi mulai menceritakan masa kecilnya. Dia lahir di desa Pohon Beringin, ekonomi di sana cukup sulit karena tanah yang kurang subur. Warga sekitar memenuhi kebutuhan hidupnya dengan berburu hewan di hutan. Ayah paman Shi meninggal saat dia bertarung dengan sekelompok singa. Saat itu dia Baru berusia 10 tahun, Dia memiliki 2 kakak lelaki. Karena sulit memenuhi kebutuhan semua orang. keluarganya ahlinya memutuskan untuk menjualnya ke keluarga besar.
Paman Shi juga menjelaskan tentang bagaimana orang-orang di luar sana yang sengsara.
Wu Sheng sangat terkejut tidak mengharapkan hal seperti ini ada di dunia. Karena saat dia melihat orang-orang di desa Kapas Angin, semuanya sejahtera dan berkecukupan. Tidak ada yang kekurangan makan seperti yang di katakan Paman Shi.
Seperti memahami apa yang di pikirkan Wu Sheng, Paman Shi tersenyum dan berkata. "Desa Kapas Angin cukup beruntung karena kedatangan ayahmu. Ayahmu membangun banyak hal, Dia adalah pria yang hebat, sayangnya... " Paman Shi berhenti dan tidak melanjutkan kata-katanya. Sekarang dia menjadi sangat sedih.
Dengan semua percakapan ini hati Wu Sheng benar-benar terguncang. Dia tidak berpikir bahwa ayahnya yang selalu dia pikir tidak perduli padanya. Ayahnya yang selalu mengabaikannya kalo dia di dibully ketika bermain. Ayahnya yang selalu pulang ke rumah lambat dan melupakan hari ulang tahunnya.
Dia selalu berpikir ayahnya hanya perduli dengan pekerjaannya saja dan tidak perduli padanya. Hal ini membuatnya sedikit tidak suka dengan ayahnya. Hal ini juga yang membuat kepribadiannya tumbuh seperti sekarang. Karena ayah nya suka berkerja maka dia suka malas-malasan. Ketika ayahnya suka berkumpul dengan penduduk desa dia lebih memilih mengurung diri di kamar.
Tapi yang dia tidak tau adalah ayahnya melakukan ini semua untuk dirinya. Agar dia hidup aman dan damai, agar dia bisa makan dengan baik dan tidak melihat kekejaman dunia.
Saat dia memikirkan bagaimana dia tidak menyukai ayahnya selama ini, hatinya sedikit merasa bersalah. Setetes air mata jatuh ketanah membawa kesedihan itu. Dia sedikit terisak saat berkata dengan suara pelan. "Ayah adalah orang yang hebat."
Untuk menembus rasa bersalahnya terhadap ayahnya Wu Sheng bertanya pada Paman Shi apa yang harus di lakukan.
"Pertama anda harus belajar beladiri, dan untuk selanjutnya aku akan memberi taumu kalo kita sampai ke kota Wuxian." Paman Shi sangat puas dengan keputusan Wu Sheng. Dia merasa kalo Wu Sheng benar-benar menjadi orang yang berbeda.
Karena hari sudah mulai malam Paman Shi menyarankan untuk tidur di dekatnya. Wu Sheng sedikit khawatir kalo nyamuk-nyamuk sialan itu mengganggunya. Tapi setelah melakukan apa yang di sarankan Paman Shi tidak ada seekor pun nyamuk datang padanya. Tidak terlalu memikirkan apa yang terjadi dia hanya tertidur pulas.
Malam dengan cepat berlalu, saat matahari mulai memperlihatkan sosoknya. Cahaya hangat keemasan menyapu embun-embun pagi yang berkilau. Cahaya lembut itu jatuh ke wajah Wu Sheng, yang membuatnya membuka mata.
Mengangkat tubuhnya Wu Sheng menguap, lalu menggosok mata. Memalingkan wajahnya Wu Sheng menemukan sosok Paman Shi yang menatapnya dengan senyum. Bermandikan cahaya keemasan, Paman Shi masih duduk di tempat yang sama. Jelas dia tidak tidur semalam.
"Baik, saat kamu sudah bangun. Itu artinya kita bisa memulai latihannya." Wu Sheng ingin bertanya kenapa Paman Shi tidak tidur. Namun Paman Shi segera berkata membuatnya tidak punya kesempatan untuk bertanya.
Kenapa begitu bersemangat! Wu Sheng merasa tidak berdaya. Tapi dia sudah membulatkan tekadnya jadi dia mengangguk. "Baik."
"Bagus, kamu masih muda, kamu harus punya semangat seperti itu." Paman Shi mengangguk puas.
Orang-orang sudah bersiap untuk melanjutkan perjalanan. mereka berkemas-kemas, mematikan api unggun dll. Namun saat ini Wu Sheng dan Paman Shi tidak ada. Wu wangsan sedikit panik, namun saat dia tau Wu Sheng pergi dengan Paman Shi dia menjadi rileks.
Di kedalaman hutan terlihat 2 orang berlari kecil melewati pepohonan. Yang satu memiliki tubuh kekar dengan kulit kecoklatan. Yang lain sedikit lebih pendek dan agak kurus.
Wu Sheng sangat menderita saat ini, dia bernafas dengan kasar membuat dadanya sedikit sakit seperti ada pisau yang menusuknya. Butiran-butiran keringat halus memenuhi wajahnya. Namun saat dia ingin istirahat Paman Shi tidak memperbolehkannya. Membuat dia harus melewati batas.
Di sisi lain Paman Shi mengikutinya dengan santai, sama sekali tidak kelelahan.
"Baik, sudah cukup." Paman Shi berhenti berlari, dia menginstruksikan Wu Sheng untuk berhenti.
Wu Sheng sangat senang seperti dia akhirnya melihat surga. Dia langsung terjatuh ketanah dan berbaring terlentang. Sambil mengatur nafas dia merasakan semua tubuhnya memanas, otot-ototnya juga menegang. Latihan ini benar-benar menghabiskan semua tenaga. Dia setidaknya sudah berlari 5 kilometer.
"Tunggu di sini, mereka akan sampai setidaknya satu setengah jam." Setelah mengatakan itu Paman Shi berjalan kedalam hutan.
Wu Sheng sedikit mengangguk sebagai persetujuan. Dia tidak tau apa yang akan di lakukan Paman Shi. Tapi karena sangat kelelahan, dia fokus mengatur nafasnya.
Selang beberapa menit Paman Shi keluar dari hutan dengan seekor rusa di pundaknya. Rusa itu sudah mati, memiliki luka di lehernya dan sepertinya darah nya sudah di keringkan. "Setelah berlari, selanjutnya adalah makan."
Melihat Paman Shi kembali dengan seekor rusa Wu Sheng cukup terkejut. Apa dia pergi berburu? kenapa begitu cepat? hal ini membuatnya semakin mengagumi Paman Shi.
"Baik." Wu Sheng dengan penuh semangat bangkit dan duduk.
Paman Shi melemparkan botol penuh dengan air. "Minum pelan-pelan kamu pasti haus."
Wu Sheng mengangguk dan meminum air dari botol. Namun dia benar-benar kehausan membuatnya menghabiskan semua air di botol yang berisi sekitar 1 liter itu. Paman Shi hanya tersenyum melihat ini.
Menyalahkan api dengan kayu-kayu kering Paman Shi mulai memanggang daging. Bau harum daging panggang mulai menyebar, menggelitik hidung Wu Sheng. Memandang daging yang di panggang itu yang berair, Wu Sheng menelan sedikit ludahnya. Perutnya Tampa sadar berbunyi.
Ini adalah pertama kalinya dia merasakan ini. Saat di rumah makanan yang di masak ibunya sangat enak penuh cita rasa. Namun dia memiliki nafsu makan yang kurang, membuat tubuhnya sedikit kurus. Tidak pernah berharap, kalo daging yang di panggang Tampa bumbu apapun bisa membuatnya sangat lapar.
Paman Shi sedikit tersenyum dan menjelaskan. "Anda telah berlari cukup lama dan menghabiskan banyak energi, otomatis tubuh akan mencari cadangan energi baru."
Hal ini menjelaskan kenapa Wu Sheng punya nafsu makan yang sangat tinggi saat ini. Wu Sheng mengangguk mengerti, kemudian setelah berpikir lebih lanjut dia malu-malu bertanya dengan suara rendah. "Apa kita akan melakukan ini setiap hari?"
Berlari 5 kilometer benar-benar membuatnya lelah. Ketika berpikir kalo dia akan melakukannya tiap hari, tubuhnya sedikit bergetar. Namun kata-kata Paman Shi selanjutnya hampir membuatnya pingsan.
"Apa maksudmu tiap hari saja? bukan cuma tiap hari kita harus berlari! Tapi kita juga akan menambah jarak 1 kilometer perhari." Dia berkata penuh dengan semangat.
Wu Sheng tidak bisa berkata-kata, dia tidak tau harus tertawa atau menangis, wajahnya menjadi putih tak bernyawa. Berlari 5 kilo sudah membuatnya kelelahan, dan itu masih akan bertambah. Bukankah lebih baik menyuruhku ke neraka?
Seperti menikmati penderitaan Wu Sheng, Paman Shi itu tertawa. "Jangan khawatir kamu tidak akan mati hanya karena ini, setidaknya tidak kalo aku masih ada di sini, hahaha."
Wu Sheng tersenyum kecut. Apa begitu caramu membujuk murid? Meski aku tidak mati. Mungkin kamu akan membuatku setengah mati.
Menghilangkan ketidakpuasan nya Wu Sheng bertanya. "Kapan aku akan berlatih pedang?"
Ketika Paman Shi bilang akan melatinya, dia berpikir Paman Shi akan mengajarinya cara menebas menggunakan pedang. Atau cara memainkan pedang. Siapa yang tau kalo dari tadi dia hanya di suruh lari. Sama sekali tidak memegang pedang. Benar-benar tidak sesuai ekspektasi.
Paman Shi memiliki ekspresi aneh. "Apa kamu tau apa itu beladiri?"
"Bukankah itu seperti mempelajari gerakan, teknik berpedang, cara untuk bertarung." Setidaknya itu yang Wu Sheng pelajari dari buku di rumahnya.
"Salah." Paman Shi langsung membantah itu. Paman Shi mengambil sebuah batu seukuran kepalan tangan. "Tidak perduli seberapa baik anda menggunakan trik, atau teknik, itu tidak berarti di depan kekuatan absolut."
Meremas batu itu, tiba-tiba pecah menjadi kepingan-kepingan. Wu Sheng sangat terkejut. Seberapa kuat cengkraman itu sampai bisa menghancurkan batu?
Sebelum Wu Sheng bisa bertanya, Paman Shi menjelaskan. "Percuma jika kamu hanya tau cara menebas menggunakan pedang. Tapi tidak punya kekuatan. berlari itu untuk melatih stamina. Makan daging untuk memperkuat otot. Setelah itu kamu harus melatih kekuatan dan refleks. Ini adalah sarana untuk membangun fondasi."
Meski tidak terlalu memahami apa yang di katakan Paman Shi. Wu Sheng setidaknya tau kalo hal-hal ini memiliki tujuannya sendiri.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!