NovelToon NovelToon

Villainess Raising The Flower

Prolog

Aku telah membunuh seseorang. Aku tidak menusuk dada atau perutnya, aku menghancurkan kepalanya menggunakan batu. Yang ku bunuh adalah ayah kandungku sendiri. Dia hampir memperkosaku di bawah jembatan. Aku tidak ketakutan setelah membunuh bajingan satu ini, apalagi gemetaran. Aku merasa lega. Lega karena rantai dan borgol yang telah berada di leher, kaki, dan tanganku telah aku bunuh.

Lalu... Apa yang akan kulakukan sekarang? Tidak tahu. Pastinya aku akan ketahuan telah membunuh bajingan ini. Pengadilan tidak ingin mendengar pembelaan tentang masa laluku dan apa yang telah bajingan perbuat ini kepadaku. Pengadilan hanya ingin mengetahui siapa korban dan pelaku. Tidak ada yang adil di dunia ini, bahkan yang menggunakan kata adil saja itu sama dengan kemunafikan.

Aku sekarang duduk di sebelah mayat bajingan ini. Wajahnya yang menjadi mimpi buruk ku selama 25 tahun sudah hilang. Aku memanggil namanya dan tidak ada respon. Sudah mati memang bajingan ini.

Aku teringat sebuah lagu. Lagu tentang sayap yang sudah rusak. Sayap yang selalu berusaha untuk tetap bisa terbang namun segala usaha telah dilakukan tapi tetap tidak bisa. Lalu sayap itu menemukan caranya agar bisa tetap terbang. Menyingkirkan semua masa lalunya. Sayap melupakan dari mana dia berasal dan siapa dia sebenarnya. Akhirnya dia bisa terbang. Sayapnya yang rusak kembali pulih sempurna. Sayap sempurna akhirnya terbang dan bisa melepaskan semua masa lalunya. Lagu yang indah, inginku dengarkan sekali lagi.

Aku mengambil batu yang aku gunakan untuk membunuh bajingan itu dan menghantamkan dengan keras ke kepalaku hingga darah mulai mengaliri wajahku. Aku tidak berhenti. Aku terus, teru, terus, terus, terus, terus, dan terus menghantamkannya ke kepalaku. Aku sepertinya sedang tertawa saat ini namun aku tidak mendengar suara tawaku sendiri. Gerakan mulutku tertawa... Aneh.

Pandanganku mulai kabur. Karena rasanya sudah di titik aku terbang menjadi sayap sempurna, aku melempar batu itu sekuat tenaga di atas kepalaku dan batu itu menghantam kepalaku begitu keras hingga—

...

...

...

...

...

Tiba-tiba aku tersadar. Nafasku menggebu-gebu layaknya setelah lari maraton sejauh 5km. Aku berusaha mengatur nafasku sebaik mungkin. Setelah sedikit tenang, aku melihat sekelilingku. Asing. Aku ingat rumahku adalah beton, bukan kayu. Sepertinya aku habis mabuk dan nyasar ke gubuk di hutan.

"Bi-Bibi... Aku lapar."

Aku menoleh ke arah suara berasal. Seorang anak perempuan yang begitu kurus, rambut acak-acakan dan sangat kotor, wajah penuh tanah, dan mata yang hampir sekarat. Itu adalah mata yang pernah aku liat dalam hidupku.

Tiba-tiba kepalaku pusing. Jantungku berdetak hebat. Nafasku kembali bergebu-gebu. Kepalaku semakin pusing. Seperti ingin meledak. Tiba-tiba aku mendapatkan ingatan yang ada di kepalaku. Ingatan yang begitu jelas.

Aku berlari dengan panik mencari benda bernama kaca. Setiap ruangan di tempat ini aku buka satu persatu. Sampai pada ruangan seperti kamar mandi, aku melihat kaca. Pantulan kaca yang terlihat adalah perempuan muda berambut hitam dengan warna mata hijau. Wajah yang begitu cantik dan tidak pernah aku melihat dalam hidupku. Aku meraba wajahku dan dari pantulan cermin, perempuan muda itu melakukan hal yang aku lakukan. Aku berkedip, dia berkedip.

Perempuan muda itu aku. Aku berada ditubuh perempuan muda ini. Ingatan ini pula berasal dari perempuan muda ini. Namanya...

"Dorothy Perkins."

Dorothy Perkins

"Bi-Bibi... Pelan-pelan.... Luk-Lukaku belum sembuh..."

"Tenang sedikit. Jika banyak bergerak lukamu makin parah."

Aku sedang memandikan keponakanku. Dia begitu kotor. Aku sudah lupa kapan terakhir kali memandikannya—Tidak, bukan aku. Aku tidak tahu kapan terakhir kali pemilik tubuh ini, Dorothy Perkins, memandikan keponakannya sendiri. Sehari sudah setelah aku berada di tubuh orang yang bernama Dorothy Perkins ini. Aku pun mewarisi ingatan Dorothy dengan sangat jelas.

Anak ini bernama Hyacinth Perkins, keponakannya Dorothy Perkins. Dia sudah bersama Dorothy sejak berumur 3 tahun. Hyacinth diserahkan kepada Dorothy oleh seorang misterius dengan jubah hitam saat terjadi badai pada malam hari 4 tahun yang lalu. Dari ingatan Dorothy, dia adalah anak dari satu-satunya adiknya, Camelia Perkins. Rambut panjang bergelombang yang berwarna putih perak Hyacinth sangat mirip dengan Camelia. Karena itu Dorothy yakin dia anak Camelia.

Dorothy telah menyiksa Hyacinth selama bertahun-tahun. Jarang memberi makan dan ketika memberi makan Hyacinth pasti makanan basi. Selalu mencabuti gigi Hyacinth karena ingin melihat Hyacinth terlihat jelek, dan suka mempecut Hyachint setiap sore.

Aku yang memiliki ingatan Dorothy ingin mencekik Dorothy dengan kedua tanganku sendiri. Ingatan Dorothy membuatku teringat akan sifat bajingan ayah setan itu.

"Bi-Bibi, apakah aku melakukan kesalahan?".

Aku mengeringkan rambut Hyacinth dengan sedikit kasar karena rambutnya yang kusut dan lepek hingga susah dikeringkan. Tidak ada seperti hair dryer atau alat pengering. Bukan karena Dorothy miskin tapi ditempat aku tinggal, tidak, di dunia yang aku tinggali sekarang berbeda 360 derajat dengan duniaku sebelumnya. Dunia ini seperti era kerajaan abad ke-15. Rumah kayu, pakaian kuno, dan hanya ada buku sebagai hiburan. Aku yakin sedang berada di dunia lain karena saat aku melihat buku-buku di ruang baca yang Dorothy miliki banyak nama cendikiawan asing. Lalu ada buku tentang sihir di rak buku milik Dorothy.

Setelah badan Hyacinth bersih dan tidak ada kotoran di tubuhnya lagi aku mengobati lukanya dengan salep hijau yang aku beli di pasar. Setelahnya aku memakaikan baju yang baru aku beli untuknya. Dorothy tidak miskin tapi dia gila harta. Jadinya dia lebih mementingkan perhiasan di tubuhnya ketimbang mengurus keponakannya. Aku menjual permata delima milik Dorothy dan menggunakan semua uangnya demi membeli baju untuk Hyacinth.

"Aku tidak pantas menggunakan ini...," ucap Hyacinth.

"Aku sudah membelikan ini untukmu. Mahal itu. Gunakan atau kubakar."

Masalah utama sekarang, sifat dan mulut jahanamnya Dorothy terkadang aku tiru. Tapi tidak berlebihan seperti Dorothy dahulu. Seperti tubuhnya tidak ingin kehilangan semua janahamnya Dorothy.

Aku menggendong Hyacinth dan membawanya ke kamarku. Aku tahu dia gemetaran saat aku membawanya ke kamarku. Dorothy suka mempecut Hyachint di kamarnya sambil tertawa. Cegil, tidak, Dorothy Perkins itu sakit jiwa.

Aku menaruh Hyacinth di atas kasur lalu membuka isi belanjaanku untuk mencari sisir anak, ikat rambut, dan pita rambut. Saatnya membuat keponakan baruku menjadi menawan dan cantik rupawan!

Butuh 15-30 menit untuk membuat Hyacinth seperti anak-anak di usianya... Setidaknya ini standarku sendiri karena refrensiku tentang anak-anak di usia Hyacinth dari dunia lain. Tapi aku terpesona oleh kecantikan dan keimutan Hyacinth. Dia seperti malaikat yang diturunkan untuk aku rawat!

Walaupun aku bukan Dorothy Perkins yang sesungguhnya, tapi sekarang aku adalah bibinya. Dorothy Perkins yang dahulu sudah menghilang. Aku akan membayar dosa-dosa Dorothy kepada Hyacinth selama ini.

"Akhirnya kau terlihat seperti manusia," ucapku judes.

Ini bukan keinginanku. Mulut dan nada bicara Dorothy memang kurang ajar. Aku mengambil kaca dan memberikannya kepada Hyacinth. Dia melihat dirinya sendiri di kaca dan terpukau oleh kecantikan dan keimutannya sendiri.

Ingin ku peluk, namun tidak bisa. Luka Hyacinth kepada Dorothy masih terlalu dalam dan masih lama untuk menyembuhkannya. Jelas dia tidak akan percaya kepadaku secepat itu.

"Hyacinth, ke ruang makan. Aku lapar."

Hyacinth melihatku dengan ketakutan. Dia menaruh kacanya di atas kasur dan segera berangkat menuju ruang makan. Ini semua karena jalang Dorothy Perkins. Setiap Hyacinth disuruh Dorothy ke ruang makan itu artinya Hyacinth harus memasak untuk Dorothy dan jika tidak Dorothy akan menjambak rambut Hyacinth.

Aku segera menyusul Hyacinth ke ruang makan. Dia seperti terburu-buru menyalakan api. Aku menarik tangannya dan mengambil pemantik api.

"Tidak perlu. Aku sudah beli makanan," ucapku lalu menggendongnya lagi secara perlahan dan menaruhnya di kursi makan. "Mulai sekarang kita akan makan bersama. Jangan pernah lagi memasak, aku yang akan memasak kedepannya. Kamu tinggal nikmati dan kenyang saja."

Datar dan tidak memiliki aura kemanusiaan sekali Dorothy. Awalnya aku membenci jiwanya, sekarang aku membenci tubuhnya yang aku rasuki. Tubuhnya tidak lupa pemilik awalnya.

"T-Tapi jika tidak bibi akan memukulku."

"Tidak lagi. Aku sudah bosan. Sekarang kamu ikuti saja apa yang aku bilang."

"B-Baik..."

Aku duduk di kursi dan menghadap Hyacinth. Aku mulai makan namun Hyacinth tidak. Dia hanya mengamati aku sedang makan. Teringat lagi kelakukan Dorothy si Jalang yang tidak memperbolehkan Hyacinth makan bersamanya.

"Jangan melihat aku, makan saja. Nikmati apa yang di piringmu. Jika kurang katakan saja, jangan sampai kamu kelaparan."

Hyacinth terperanjat. Dia melihatku sambil ketakutan. Perlahan dia menyentuh makanan yang ada di piring. Saat sesuap, terlihat wajahnya yang seperti mengatakan jika makanan yang dia makan sangat nikmat. Tanpa pikir panjang, dia makan semua yang ada dipiringnya. Aku senang melihatnya makan dengan lahap.

Setelah makan aku membiarkan Hyacinth bermain di luar besama temannya. Yang sedikit tidak terduga adalah sifat waspada teman Hyacinth.

"Apa yang kau lakukan kepada Cint?".

Aku melihat teman Hyacinth yang sedang memeluk Hyacinth dengan erat. Mukanya menunjukkan permusuhan kepadaku.

"Jangan terlalu sore bermainnya. Jika ada yang menggangu kalian, berteriak lah. Aku akan datang dan menolong kalian," ucapku.

"Jangan sok seperti malaikat. Aku dan Hyacinth tidak akan tertipu oleh ucapan manismu."

Kemudian dia menyeret Hyacinth pergi dari rumah. Imutnya. Aku senang Hyacinth memiliki teman yang sangat peduli padanya.

Ngomong-ngomong... Panggilan Hyacinth itu Cint? Imut juga.

Aku memutuskan untuk pergi ke kota untuk melihat-lihat tata letak dan arsitektur kota lebih lanjut. Tadi pagi saat membeli makanan dan baju untuk Hyacinth, aku tidak bisa fokus pada hal lain. Aku juga berencana untuk pergi ke toko sihir untuk mempelajari lebih lanjut soal sihir.

Sihir loh sihir! Yang bisa mengeluarkan api, angin, dan lain-lain! Aku bisa saja seperti Herman Patter lalu mengalahkan Dalledor! Aku bisa membayangkan aku mengeluarkan api dari tongkat sihir! Aku tidak sabar belajar sihir.

Kesampingkan soal sihir, kota yang aku tinggali ini bernama kota Haronie sekaligus salah satu kota terbesar di Kekaisaran Xamonia. Wilayah Haronie dikuasai seorang Duke muda bernama Duke Kaden Kalister, semua orang di kota sangat menggagumi dia. Terutama para gadis karena Duke Kalister sangat tampan. Aku belum pernah melihat wajahnya tapi semua tentang Duke Kalister aku dapat dari ingatan Dorothy Perkins. Si cegil Dorothy dulu pernah berencana untuk mendapatkan Duke Kalister dan menikahinya namun gagal karena Hyacinth datang di hidupnya.

Arsitektur kota ini seperti era-era medieval Eropa pada abad ke-15. Banyak juga tipe rumah yang hampir mirip seperti rumahku. Pasar tradisional sangat ramai dan banyak makanan yang dijual. Makanan pasar disini unik-unik dan aku tidak pernah melihatnya. Aku ingin mencoba semua makanan disini kecuali sate tikus mata merah. Tikus mata merah adalah pengerat yang hidup di sekitar selokan di kota ini dan jadi makanan favorit warga sekitar. Ini pula jadi makanan favorit Dorothy Perkins, tapi mulai hari ini, sebagai Dorothy Perkins yang baru aku tidak akan pernah lagi makan makanan aneh itu.

Setelah puas melihat-lihat kota, aku berhenti di sebuah toko sihir yang letaknya tidak jauh dari area pasar. Aku memasuki toko sihir itu dan melihat banyak sekali alat-alat serta buku sihir yang biasanya aku lihat di film Herman Patter. Tongkat sihir, topi sihir, rompi sihir, bola sihir, segalanya sihir. Aku jadi semakin tertarik untuk mencoba sihir.

Aku pergi ke sebuah rak yang berisi tongkat sihir. Terbuat dari kayu namun tidak sembarang kayu sepertinya karena tekturnya sangat lembut dan enak untuk digenggam.

"Permisi tuan, berapa harga tongkat sihir ini?," tanya ku sambil memegang tongkat sihir.

"Hmm? Itu? 5 perunggu."

5 perunggu itu sekitar... 50000 rupiah. Hanya ada tiga jenis mata uang di dunia ini: perunggu, perak, dan emas. 1 perunggu itu 10000 ribu, 1 perak itu 100000, 1 emas itu 1000000. Jika ada 10 perunggu bisa ditukar menjadi 1 perak, berlaku ke perak juga dan tidak untuk emas. Aku sedang membawa 10 perunggu dan 1 silver. Aku membawa lumayan banyak uang untuk membeli makan malam dan mainan untuk Hyacinth.

Aku memutuskan untuk membeli tongkat sihir ini. Aku bergegas pergi ke kasir. Tapi tiba-tiba muncul seseorang berbadan besar melewatiku dan berada di depan kasir. Aku terkejut dan diam sesaat.

"Aku mencari sihir untuk menemukan seseorang yang telah hilang selama 4 tahun."

"Ada. Harga 15 emas."

Suara pria. Dia memakai jubah yang menutupi seluruh tubuhnya. Aku tidak bisa melihat wajahnya. Aku akan menegurnya karena telah menyerobot antrian. Tidak peduli apa, siapa, dan kenapa dia menyerobot antrianku.

"Permisi, tuan yang terhormat. Apakah anda tahu apa itu mengantri?," ucapku sambil menepuk pelan punggungnya.

Dia membalikkan badannya. Dia menyingkap tudung kepalanya dan memperlihatkan wajahnya. "Ada yang bisa saya bantu, Nona?".

Bermain Api

Mata kami bertemu. Dia melihatku dari bawah sampai atas seperti sedang menganalisis ku. Tidak sopan. Aku membuang mukaku kepadanya dan segera pergi ke kasir dan kulihat wajah pemilik toko pucat tanpa alasan. Aku memberi 1 perak, aku menerima kembalian 5 perunggu, dan beranjak dari kasir. Saat hendak membuka pintu, tanganku ditarik oleh pria berbadan besar itu.

"Ada apa Tuan?".

"Apa kita pernah bertemu sebelumnya?".

Aku lihat wajah tampan itu baik-baik dan berusaha mengulik ingatan Dorothy... Tidak. Dorothy tidak pernah bertemu dengan lelaki setampan ini. Dorothy buruk dalam percintaan.

"Tidak. Kalau begitu permisi."

Baru saja hendak beranjak pergi, tanganku ditarik lagi olehnya. "Apa anda tidak tahu saya?".

Bukankah sudah kubilang aku tidak peduli siapa dia? Oh ya, itu hanya dibenakku. "Tidak. Bisakah anda lepaskan genggaman anda? Anda harusnya tahu jika tidak boleh menggengam tangan seorang Lady sembarangan, kan?".

Dia tersenyum kepadaku. Dia melepaskan tanganku. Kulihat tanganku benar-benar berbekas karena genggamnya. Aku melihatnya dengan sinis dan buru-buru pergi dari toko sihir.

Aku langsung pulang ke rumah. Melihat keadaan rumah yang kosong berarti Hyacinth belum pulang. Belum terlalu sore jadi tidak perlu aku mencarinya untuk membawa dia pulang.

Aku pergi ke dapur untuk menyiapkan makan malam untuk Hyacinth. Dari ingatan Dorothy, Hyacinth tidak pernah mengatakan apa makanan favoritnya. Dari yang kuduga, bagi Hyacinth sudah bisa makan dari Dorothy itu harus disyukuri. Anak sekecil itu harusnya punya makanan favoritnya.

....

Aku akan membuatkan makanan yang bermacam-macam hingga Hyacinth memiliki makanan favorit. Aku memiliki daging ayam dan berbagai bumbu dapur. Sedikit mengejutkan di dunia ini adalah keberadaan rempah-rempah yang melimpah seperti dunia asalku, lebih tepatnya negara asalku. Jika rempah-rempah sebanyak ini maka makanan apa saja bisa kubuat selama aku bisa menemukan rempah-rempah yang sama seperti rempah-rempah di duniaku sebelumnya.

Di dapur ada bahan seperti kapulaga, daun jeruk, daun sirih, bawang merah dan putih, kunyit, dan masih banyak lagi. Aku mencoba mencium masing-masing bau bahannya sudah bisa memastikan jika bahan ini sama seperti bahan yang ada di duniaku yang sebelumnya. Dengan bahan ini bisa aku membuat rendang! Yah... Walaupun aku menggunakan daging ayam tapi tidak masalah. Aku tidak mau membeli daging di pasar karena takut yang dibeli malah daging tikus mata merah raksasa.

Di kehidupanku sebelumnya aku adalah seorang kepala chef di sebuah restoran yang lumayan terkenal di kotaku. Aku suka memasak dan suka melihat orang-orang memakan masakanku. Bagiku makanan dapat menyatukan semua kalangan dalam satu meja dan menyantap hidangan yang sama. Makanan adalah senjata perdamaian!!!

Untungnya di dunia ini ada cobek jadi mudah untuk menghaluskan bahan masak. Di kehidupanku sebelumnya juga aku lebih memilih cobek ketimbang blender karena cobek bisa mempertahankan ciri khas setiap bahan masak yang dihaluskan.

Sebelum memulai semuanya aku harus menyalakan api dahulu. Sialannya adalah tidak ada teknologi benama kompor dan tabung gas. Jadi memasak harus di tungku api dengan meniup api terlebih dahulu. Tubuh Dorothy yang kurang olahraga membuatku sesak nafas hanya dengan meniup-niup api di tungku.

Setelah api siap, aku mulai menghaluskan bawang merah dan putih, kunyit, lengkuas, kemiri, pala, kapulaga, dan ketumbar. Setelah semuanya halus, aku menumisnya dalam wajan dan dilanjutkan dengan menuangkan air yang mirip santan lalu mengaduk rata hingga beraroma nikmat. Kemudian ayam yang telah aku potong 12 dimasukkan ke dalam wajan dan kuaduk hingga rata. Aku mengecilkan api di tungku dengan mengeluarkan beberapa kayu bakar dan menutup wajan dengan penutup wajan. Tinggal menunggu bumbu dan ayamnya menyatu hingga menjadi rendang.

Memasak itu melelahkan tapi menghilang seketika saat melihat makanan kita disantap lahap oleh seseorang. Semoga Hyacinth menyukai rendang yang aku buat. Dari ingatan Dorothy, jarang sekali Dorothy memasak dan jika memasak itu ada tamu di rumahnya. Siapa tamu itu? Laki-laki bujang. Dorothy sudah bermain bersama banyak lelaki demi memenuhi kesepiannya setelah ditinggal adik kesayangannya, Camelia.

Soal Dorothy dan Camelia sungguh menyakitkan hati. Mereka berdua adalah anak yatim piatu yang dibuang dari panti asuhan karena dianggap hama di sana. Dorothy berjuang demi Camelia sejak kecil. Dorothy merampok dan dipukuli oleh orang dewasa. Pernah pula dia menjadi tukang angkat barang namun terkena skandal pencurian yang dimana dia tidak pernah melakukannya setelah kejadian itu. Semua itu demi membuat adiknya bisa makan dan hidup tenang.

Tapi saat mereka berdua remaja, Camelia diambil paksa oleh pihak gereja karena dia adalah seorang Saintess. Camelia awalnya melawan dan tidak ingin meninggalkan kakaknya, Dorothy. Tapi apa daya mereka di hadapan orang dewasa yang memiliki kekuasaan. Dorothy diculik dan dibuang ke perbatasan kerajaan Xamonia hingga Camelia tidak punya pilihan selain mengikuti apa yang diinginkan pihak gereja. Camelia ikut ke gereja dan Dorothy dibiarkan hidup sampai sekarang. Dari ingatan Dorothy, ia sangat membenci Camelia saat tahu Camelia tidak mencari keberadaannya. Dorothy menjadi hilang arah hingga memutuskan untuk menutup hatinya kepada siapapun. Karena itu saat dia tahu jika adik kesayangannya memiliki anak dia melampiaskan kebenciannya kepada Hyacinth. Walaupun dia tahu Camelia meninggal, dia tidak merasakan apapun. Dorothy benar-benar menutup hatinya untuk siapapun.

Memikirkannya membuat kepalaku mumet. Pemandangan matahari sore di jendela rumah seharusnya membuat hatiku tenang tapi memikirkan takdir Dorothy dan Camelia membuatku muak. Dari arah luar jendela kulihat bayang-bayang Hyacinth pulang menuju ke rumah. Aku berdiri dari kursi dan pergi ke wajan. Rendang ayam sudah jadi dan siap dihidangkan. Aku mendengar suara langkah kaki yang berjalan begitu lambat seperti seorang maling. Jelas itu bukan maling tapi keponakan ku yang imut, Hyacinth.

Aku menoleh ke belakang dan melihat Hyacinth yang bersembunyi di balik rangka pintu dapur. Aku tersenyum melihatnya.

"Bersihkan tangan dan wajahmu di kamar mandi. Kita makan malam sebentar lagi," ucapku.

Dia menunjukkan dirinya dan aku kaget. Sutil memasakku terjatuh ke lantai dan segera aku mendatangi Hyacinth. "Siapa yang melukaimu?," tanyaku serius.

Bajunya penuh robekkan. Ada luka goresan di pipinya. Rambutnya yang indah tadi siang jadi berantakan. Aku benar-benar marah, siapa yang melukai anakku?!

"T-tidak ada Bi-bi... Jangan marah... Tolong..."

Oh tidak... Hyacinth mengira aku marah kepadanya. Biadab. Akan kucari yang melukai anakku ini. Aku menggendong Hyacinth dan membawanya ke kamarku. Aku menaruhnya di kursi, aku mengambil kotak P3K, dan mengobati luka goresan di wajah Hyacinth.

"Bukankah aku bilang berteriak saja saat ada yang menggangumu?," ucapku.

"Sungguh tidak apa-apa Bibi... Ti-tidak ada yang melukaiku. Aku hanya terjatuh saja," balas Hyacinth.

Terjatuh? Tidak mungkin. Pasti ada yang jahil terhadapnya. Aku akan mewajarkan ketidakpercayaannya kepadaku. Lukanya masih begitu besar di hatinya. Aku tanpa sadar memegang tangan Hyacinth dan menatap matanya. Dia ingin menangis karena ketakutan.

"Kamu adalah keluargaku satu-satunya. Tidak apa-apa kamu tidak mau mengatakan siapa yang melukaimu. Maafkan aku telah memaksamu bicara. Aku akan mengurusnya untukmu," balasku.

Aku memberi plester ke luka gores di wajahnya. Dia menangis pelan, terlihat dia menahan tangisannya yang tersedu-sedu. Tangisannya seperti membuat hatiku hancur berkeping-keping.

Dari ingatan Dorothy, Hyacinth pernah pulang dalam keadaan yang sama seperti ini. Dorothy hendak marah dan membunuh pelaku yang melukai keponakannya. Namun ia teringat pernah ditinggal pergi oleh Camelia jadi dia mengurungkan niatnya dan malah melukai Hyacinth lebih lagi.

Aku membaringkan Hyacinth di kasurku hingga dia tertidur pulas sambil menangis. Aku pelan-pelan ke luar kamar dan bergegas pergi ke luar rumah. Tujuanku pergi adalah ke rumah teman Hyacinth, Miliana.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!