Kimberly tak sengaja melihat sebuah dompet terjatuh dari saku seorang pria. Pria yang cukup tampan dan terlihat mapan baru saja berdiri, beranjak dari mejanya yang kebetulan cukup dekat dengan meja Kimberly.
Gadis cantik berusia 26 tahun itu pun tergerak untuk mengambil dompet yang tergeletak di lantai dan mengejar si pria yang diyakininya sebagai sang pemilik dompet.
“Permisi, maaf,” ucap Kimberly begitu tepat di belakang sang pria.
Tak sampai lima detik, pria itu berbalik. Kini, pandangan matanya bertemu dengan manik mata indah milik Kimberly.
“Kamu yang mau bicara dengan saya?”
“Iya. Ini ... apa ini milik Anda?” Kimberly menyodorkan dompet yang ia bawa.
Pria itu mulai merogoh sakunya. Ia baru menyadari sudah kehilangan sesuatu.
“Oh, astaga. Ya, ini milik saya.”
“Saya temukan jatuh di lantai tadi. Kebetulan meja kita cukup dekat.”
“Terima kasih, ya. Kamu benar-benar jadi penyelamat saya hari ini.”
“Tidak masalah. Baiklah, permisi.”
Kimberly hampir berlalu. Namun, refleks tangan si pria meraih bahu Kimberly, hingga ia pun harus berbalik lagi.
“Tunggu.”
“Ya? Kenapa?”
“Boleh saya tau nama kamu?”
“Kimberly.”
Mereka berjabat tangan sebagai tanda perkenalan.
“Saya Aditya Pratama. Senang bisa berkenalan dengan kamu.”
Hampir-hampir Aditya enggan melepaskan jabat tangan mereka. Ia terlalu terpesona melihat kecantikan di hadapannya. Selain mata yang indah, rambut kecokelatan yang tergerai, tuturnya yang lembut, postur tubuh yang terbilang seksi, serta senyum yang tercetak dari bibir merah muda nan begitu menggoda.
“Em, senang berkenalan dengan Anda juga, Tuan Aditya.” Suara gadis itu membuyarkan fantasi Aditya. Seketika tangan mereka saling terlepas.
“Panggil Ditya aja, gak perlu terlalu formal.” Aditya mengambil sebuah kartu dari dompetnya lalu menyerahkannya kepada Kimberly. “Ini kartu nama saya, kamu boleh hubungin saya kapan pun kalo perlu sesuatu.”
Setelah menerima kartu nama Aditya, Kimberly berlalu lebih dulu meninggalkan kafe. Aditya masih sibuk memaknai degup jantungnya yang berbeda kali ini sambil menatap punggung Kimberly yang makin lama makin jauh. Seketika, ia tersentak mendengar suara tangan kanannya.
“Pak Adit, apa kita bisa pergi sekarang? Setelah ini Bapak masih ada pertemuan lagi.”
“Oh, ya baiklah. Kita berangkat sekarang,” sahut Aditya.
Aditya kembali dengan kesibukannya di kantor. Menjabat sebagai CEO salah satu perusahaan multinasional di kotanya membuat ia harus mengurus banyak hal. Pria 34 tahun itu sudah lihai dalam bidangnya sejak beberapa tahun terakhir. Bisa dibilang, perkembangan dan kemajuan perusahaannya pun cukup pesat.
Di sela pekerjaannya, separuh pikiran Aditya masih melayang, memikirkan satu sosok yang baru beberapa jam lalu dikenalnya. Bayangan akan gadis itu begitu melekat. Mungkinkah ia jatuh cinta pada pandangan pertama dengan Kimberly?
“Kimberly. Hm, kayaknya wajahnya gak asing. Pernah lihat sekilas, tapi di mana, ya?”
Aditya merasa pernah melihat sosok Kimberly sebelumnya, padahal ini pertemuan pertama mereka. Ia pun berpikir keras, mencoba mengingat-ingat kembali.
“Ah, apa iya, di ....” Aditya beranjak dari kursi kebesarannya. Ia beralih ke rak buku di pojok kanan ruangannya, memusatkan perhatian pada tumpukan majalah fashion yang pernah dibacanya.
Begitu Aditya membolak-balik salah satu majalah, akhirnya ia menemukan yang ia cari.
“Nah, ketemu. Ya, gak salah lagi. Ini dia. Kimberly Edelina Agatha—model majalah fashion. Pantes rasanya gak asing. Gak heran sih, dia model, cocoklah, orang secantik itu,” gumam Aditya.
Aditya rasanya tak bisa menunggu sampai Kimberly menghubunginya lebih dulu. Lagi pula, gadis itu tentu perlu alasan tepat untuk menghubunginya. Bila tak ada alasan, sudah pasti kartu nama itu hanya terbengkalai.
“Halo, Sam, kamu cari tau apa pun informasi tentang Kimberly Edelina Agatha—dia model fashion yang cukup terkenal. Harusnya gak terlalu sulit bagi kamu. Saya udah kirim fotonya ke email kamu. Segera kabarin saya begitu dapet info apa pun.”
“Baik, Pak.”
Hanya dengan satu panggilan telepon saja, Aditya bisa melakukan apa pun untuk mendapatkan informasi yang ia inginkan. Ia memiliki banyak anak buah yang cukup andal. Tak dalam waktu lama, Aditya pasti dapat mengetahui segala hal tentang Kimberly.
Mungkin terkesan gila, Aditya langsung menyuruh anak buahnya mencari tahu apa pun tentang Kimberly bahkan belum selang sehari Aditya berkenalan dengan Kimberly. Ya, beginilah jika seorang Aditya telanjur tergila-gila.
***
Sepulang dari pemotretan, malam ini Kimberly pergi ke club bersama beberapa temannya. Ya, sekadar untuk mengobrol, bersantai, dan menikmati musik. Kimberly tak terlalu suka larut dalam lantai dansa yang cukup berdesakkan. Ia pun ke club hanya sesekali. Dan malam ini pun, ajakan temannya yang membuatnya kemari.
Waktu menunjukkan hampir pukul sepuluh malam. Satu per satu teman Kimberly pamit pulang lebih dulu dengan berbagai alasan. Kebanyakan ingin melanjutkan ‘kencan’ di tempat lain. Sementara Kimberly masih tinggal di salah satu sisi meja bar, masih enggan untuk pulang.
Ada beberapa pria mendekat ke arahnya, silih berganti mengajaknya berkenalan. Namun, rata-rata dari mereka mendapatkan respons kurang hangat dari Kimberly. Kimberly sedang tidak mood untuk sekadar berbasa-basi atau bermain-main dengan pria-pria bertampang buaya.
Hingga akhirnya ada seorang pria yang berani duduk di sampingnya, bahkan mengajaknya bicara tanpa canggung. Pria itu tetap bertahan, bagaimana pun respons Kimberly padanya.
“Hai, kamu sendirian aja?”
“Udah bisa dilihat, kan? Sorry, lagi gak minat basa-basi.”
“Hm, okey. Jadi, gak perlu basa-basi, maunya langsung jadi aja, ya?”
Kimberly baru mengetahui siapa yang ada di sampingnya begitu ia menoleh dan memandang saksama wajah pria itu.
“Anda?”
“Kita ketemu lagi. Kebetulan yang menyenangkan, buat saya.”
“Maaf, saya kira tadi—
“No problem. Pasti sebelumnya banyak pria yang gangguin kamu, ya? Ya, siapa sih, yang gak tertarik sama gadis secantik kamu?”
“Em, bukan begitu.”
“Kamu udah lama di sini? Sering ke sini sendirian, kah?”
“Belum lama, kok. Gak begitu sering juga ke sini, cuma sesekali. Tadi saya ke sini bareng temen, tapi mereka udah pulang duluan. Anda sendiri, sering ke sini?”
“Ya, lumayan. Buat ngelepas penat aja, sih.”
“Pasti Anda orang sibuk. Kelihatan dari penampilan.”
“Kadang penampilan juga bisa menipu, kan? By the way, jangan terlalu formal. Udah saya bilang, kan, cukup panggil saya Ditya. Sepertinya usia kita gak terlalu beda jauh, kan. Apa saya terlihat setua itu?”
“Ha-ha, gak juga, kok. Baiklah, Tuan—em, Ditya.”
“Jangan pake ‘Tuan’ lagi, plis. Ehm, saya udah tau, kamu itu model yang cukup terkenal. Saya beberapa kali jumpa wajah kamu di majalah fashion yang saya baca, Kimberly Edelina Agatha.”
“Cukup panggil saya Kim. Beberapa orang yang cukup deket sama saya lebih sering panggil saya Kimy.”
“Oh, okey. Jadi, saya juga boleh panggil kamu Kimy, kan?”
“Silakan aja.”
“Karena saya juga mau jadi salah satu bagian dari mereka yang deket sama kamu.”
Kimy hanya menanggapi dengan senyum lalu kembali meneguk minumannya.
“Itu ... kamu juga ‘minum'?” sela Aditya.
“Ya. Sedikit. Saya tau kapan harus berhenti, gak mau sampe mabuk juga. Saya masih inget harus bawa mobil buat pulang.”
“Kalo gitu, biar saya minta orang saya bawa mobil kamu lalu kamu pulang sama saya aja. Saya anter kamu.”
“Gak perlu.”
“Jujur, saya pengin tau di mana tempat tinggal kamu.”
“Untuk apa?”
“Mengenal kamu lebih dalam.”
“Maaf, ini baru pertemuan kedua kita, tapi Anda—
“Apa saya terlalu agresif? Tapi, siapa yang bisa nolak pesona kamu, Kim? Wajar aja kalo saya tertarik sama kamu, kan? Saya pria normal.”
“Ter-ta-rik?”
“Ya. Memang apa yang salah, Kimy?” Aditya meraih punggung telapak tangan Kimy, mengusapnya lembut. “Kamu buat saya berdebar sejak pertemuan pertama kita waktu itu.”
Tatapan itu. Tatapan Aditya menyiratkan bahwa ia amat menginginkan bersama Kimy. Tangan Kimy yang bebas justru berani meraih wajah Aditya, mengusap rahang tegasnya dengan tatapan menggoda.
“Benarkah?” sahut Kimy.
Aditya makin tak bisa membendung keinginannya begitu merasakan sentuhan tangan Kimy di rahangnya. Ia pun meraih tangan Kimy dan mengecupnya.
“Tentu, Kim. Saya bisa aja deketin wanita yang lain, tapi hati saya cuma menginginkan kamu.”
“Bahkan di pertemuan kedua kita?”
“Apa yang salah? Bagi saya, hanya butuh sedetik pandangan buat bikin saya tertarik sama kamu. Hm, apa saya boleh tau, lelaki tipe seperti apa yang kamu inginkan?”
“Tipe? Uhm, saya sih realistis aja, mungkin dia harus mapan, perhatian, dan good looking—itu tambahan, sih. Tapi, yang jelas, dia harus bisa buat saya jatuh cinta dan sulit melupakan.”
“Okey. Jadi, saya ada kemungkinan bisa masuk tipe kamu, kan?”
“Maybe. Mapan dan good looking, it's OK. Tapi, buat yang lain, entahlah.”
“Kalo gitu, biar saya buktiin ke kamu kalo saya bisa penuhin semua kriteria kamu.”
“Up to you, Tuan Aditya.”
“Mau saya traktir satu gelas lagi?”
“Oh, gak perlu. Ini cukup. Saya gak mau mabuk malam ini.”
“Tanpa minum apa pun, saya bahkan udah mabuk kepayang karena kamu.”
Aditya tak henti-henti mempersuasi Kimy. Semakin Kimy menolaknya justru membuat CEO muda itu makin penasaran. Hingga di detik terakhir, Aditya berhasil membuat Kimy bersedia diantar pulang olehnya.
Mereka sampai di depan pintu apartemen Kimy yang terletak di lantai tiga.
“Jadi, di sini?” tanya Aditya.
“Ya. Anda udah tau tempat tinggal saya sekarang. Puas, kan?”
“Puas? Gak segampang itu. Ini baru awal. Jangan tolak saya kalo nanti saya sering main ke sini, ya.”
“Hm, bisa dipikirkan. Tergantung situasi.”
“Kamu gak mau ajak saya mampir dulu, masuk sebentar?”
“Maaf, mungkin lain kali aja. Ini udah terlalu malam.”
“OK. Kamu pasti lelah, ya.” Aditya maju beberapa langkah, menghapus jaraknya dengan si model cantik itu. Dengan wajah inginnya, Aditya makin mendekat ke wajah Kimy, hampir-hampir bibirnya mencapai bibir sensual Kimy.
Dengan spontan, Kimy agak mendorong dada bidang Aditya agar tubuh itu bisa sedikit menjauh dari dekatnya. Niat sang CEO pun tak jadi terlaksana.
“Sorry, permisi.” Kimy beranjak berbalik badan dan masuk ke apartemennya.
Sementara Aditya tersenyum sembari berucap, “See you, Cantik!”
***
Pertemuan kedua dengan Kimy membuat Aditya makin tak bisa tidur. Ia justru lebih sering membayangkan betapa bahagianya bila ia bisa memeluk, menyentuh, hingga merasakan bibir ranum Kimy. Tak hanya dengan mengantarnya pulang kala itu, Aditya bahkan mencari informasi tentang kegiatan Kimy dari awal pagi hingga hari petang. Apa saja yang dilakukan sang model dan di mana saja tempat yang disambanginya.
Aditya sampai mengunjungi lokasi pemotretan Kimy dan itu jelas membuat Kimy terkejut. Tak menyangka sang CEO benar-benar seniat itu.
“Anda? Dari mana Anda tau saya—
“Saya termasuk orang yang cukup mudah dapet informasi semacam ini. Saya bisa tau beberapa hal tentang kamu, tanpa kamu harus kasih tau saya. Gimana? Apa ini membuat kamu jadi lebih tertarik dengan saya?”
“Not yet. Gak bisa semudah itu, Tuan.”
“Nona Kim, setiap harinya, kamu justru bikin saya makin penasaran sama kamu.”
Beberapa kali Aditya muncul di hadapan Kimy secara tiba-tiba. Menunjukkan perhatiannya dengan berbagai macam cara. Seperti menawarkannya untuk pergi dan pulang bersama, membawakan hadiah-hadiah maupun makanan kesukaan Kimy, serta terus mengumandangkan rayuan-rayuan mautnya.
Apa lagi yang belum dilakukan Aditya? Ia begitu detail, mengingat setiap lekuk tubuh Kimy sampai memajang foto seksi Kimy sebagai wallpaper ponselnya. Aditya sungguh tergila-gila. Sementara Kimy masih saja hanya menarik ulurnya.
Mendapatkan hati Kimy memang tak semudah sekadar mendapatkan kontak nomor ponselnya. Pendekatan Aditya terus berlanjut, siang-malam. Secara langsung maupun dengan ponselnya.
Kegigihan Aditya nyatanya perlahan mampu melunakkan hati Kimy. Kimy kini tak terlalu sering menghindar. Ia lebih mudah diajak oleh Aditya untuk menghabiskan waktu bersama, walau itu sekadar bertemu, mengobrol, atau makan siang.
“Saya terlalu salut dengan Anda, ternyata Anda gak main-main,” ucap Kimy di suatu makan siang bersama Aditya.
“Untuk apa saya main-main? Saya hanya ingin kamu melihat usaha saya selama ini. Jadi, apa saya udah bisa masuk kriteria lelaki idaman kamu, Kim?”
“Entahlah.”
“Semakin sering saya bersama kamu, kita menghabiskan waktu berdua, saya makin ngerasa nyaman sama kamu. Apa kamu juga bisa rasain hal yang sama?”
“....”
“I love you, yang kesekian saya katakan ke kamu,” ujar Aditya sembari menggenggam erat jemari tangan Kimy.
“Tuan—
“Hey, ayolah, Kim. Ini udah lewat berapa hari sejak pertemuan pertama kita? Kenapa kamu masih seformal ini? Bisa kan, kita bicara dan menyebut satu sama lain dengan lebih akrab?”
“Em, saya—
“Aku. Bisa, kan?”
“Baiklah Tuan, aku—
“Jangan ‘Tuan’, Kim. Kalo kamu keberatan cuma sebut nama, kamu bisa panggil saya ‘Mas’ misal. Gimana?”
“Oke Mas Ditya, aku paham.”
“Begitu lebih enak didengar. Makasih, Kimy.”
Tiba-tiba, Aditya mendapat panggilan dari kantornya. Ia harus segera kembali ke kantor.
“Mungkin sampe di sini dulu, ya. Mas harus balik ke kantor lagi sekarang. Maaf, mas gak bisa anter kamu pulang kali ini.”
“Gapapa, Mas. Silakan.”
“Oke, sampe jumpa lagi, Kim.”
Aditya beranjak berdiri dari kursinya, hampir berlalu pergi. Baru sampai di luar kafe, Aditya mesti menoleh sebab tiba-tiba mendengar panggilan Kimy. Kimy ternyata mengikutinya keluar.
“Mas Ditya!” panggil Kimy.
Begitu Aditya berhenti dan berbalik ke belakang, Kimy melangkah cepat, mendekat ke arah Aditya. Ia pun tiba tepat di hadapan sang CEO.
“Ada apa, Kim? Apa milik mas ada yang tertinggal lagi?”
Kimy menggeleng.
“Lalu?”
“I love you too. Aku juga sayang sama Mas.”
Sahutan Kimy membuat Aditya hampir tak bisa berkata-kata. Cintanya terbalas.
“Kim ... maksud kamu, ini ... ah, apa kamu serius?”
Kimy mengangguk. Setelah tersenyum pada Aditya, ia langsung memeluk Aditya. Aditya yang masih agak tak percaya seketika ikut tersenyum senang. Tanpa ragu lagi, ia mendekap Kimy lebih erat.
“Mas sangat mencintai kamu, Sayang.”
Hubungan spesial di antara mereka pun terjalin.
Karena Aditya harus segera kembali ke kantor, mereka berencana melanjutkan pertemuan indah mereka pada malam nanti.
***
Malam harinya, Aditya menemui Kimy di apartemennya. Mereka ada janji dinner bersama. Ini makan malam pertama mereka sebagai sepasang kekasih. Rasanya, mereka mulai tenggelam dalam lautan asmara. Aditya mengajak Kimy ke sebuah restoran mewah dengan pelayanan VIP. Kimy benar-benar merasa diistimewakan malam ini.
Selepas makan malam dan mengobrol banyak, pasangan itu kembali ke apartemen Kimy. Kali ini, Kimy tak ragu lagi mengajak Aditya mampir ke apartemennya.
Mereka kembali mengobrol di kamar Kimy.
“Ini, Mas.” Kimy memberikan secangkir kopi buatannya kepada Aditya.
“Makasih, Sayang.”
Aditya langsung menyeruput kopinya. Setelah meletakkan cangkirnya di atas nakas, ia memuji kopi buatan Kimy.
“Kopi kamu perfect. Mas bakal ketagihan kayaknya.”
“Mas Ditya boleh dateng kapan pun ke sini kalo pengin kopi buatan aku,” sahut Kimy sembari duduk di depan meja riasnya dan mulai membersihkan riasan wajahnya.
“Kamu tetep cantik, meskipun tanpa make-up,” gumam Aditya yang kini sudah ada tepat di belakang Kimy sambil menyangga dagunya di bahu Kimy.
Aditya pun menggiring Kimy duduk di ranjangnya kembali. Mereka saling bertatap mesra. Jemari Aditya lantas menelusuri tiap jengkal wajah Kimy.
Perlahan, wajah Aditya mendekat. Hingga bibir mereka saling terpagut. Keduanya memejamkan mata, terbuai, menikmati kelembutan bibir satu sama lain. Ciuman Aditya makin menampakkan hasratnya.
Kedua tangan Kimy melingkar di leher Aditya. Sejenak, Aditya melepaskan pagutan bibirnya.
“Mas—
“Bisakah kita lebih dari ini, Sayang?” tanya Aditya dengan suaranya yang mulai berat dan parau.
Aditya pun mulai mengecup leher Kimy. Ia benar-benar menginginkan yang lebih, malam ini.
Aditya terus mengecup leher Kimy, sembari sesekali menghirup dalam-dalam aroma tubuh Kimy yang begitu memabukkan.
Mendengar desahan merdu Kimy, Aditya justru makin penasaran. Perlahan, ia menggiring tubuh Kimy berbaring di atas ranjang. Ia menindih Kimy dengan tubuh kekarnya. Langsung saja kembali dilumatnya bibir Kimy yang amat menggoda.
Kimy mencoba menikmati permainan Aditya di bibirnya. Ciuman itu semakin agresif dan menuntut. Hampir kehabisan napas, Aditya beralih ke leher Kimy lagi. Memancing desahan yang amat disukainya.
Kimy sedikit mendorong tubuh Aditya, memintanya agar menjauh.
Mendapat tanda penolakan dari Kimy, Aditya menatap dalam wajah gadis itu. Masih dengan posisi yang sama, ia berada di atas Kimy. Tangan Aditya mulai mengusap puncak kepala hingga pipi sang model.
“Kenapa, Sayang? Kita bisa bersenang-senang malam ini, kan?”
“Em, tapi Mas, aku—
“Kenapa? Apa yang kamu cemaskan, Kim?”
“Untuk lebih dari ini, ini ... pertama kalinya buat aku, Mas.”
“Really?”
Kimy mengangguk pelan.
Aditya mengecup kening kekasihnya dengan mesra.
“Sayang, mas menginginkan kamu malam ini. Kamu jangan cemas. Mas gak akan nyakitin kamu. Kita bisa nikmati ini perlahan.”
Aditya meyakinkan Kimy agar bersedia melanjutkan permainan mereka. Kimy tak lagi bisa menahan keinginan Aditya.
“Tenanglah, Sayang.” Aditya menciumi seluruh bagian wajah Kimy dengan lembut.
Kimy pun memejamkan mata, mencoba menikmati perlakuan dan tiap sentuhan Aditya. Dengan raut penuh gairah, Aditya kembali menyentuh bibir Kimy dengan bibirnya, sedang tangannya mulai perlahan melucuti dress yang menutupi tubuh mulus sang kekasih.
***
Aditya tak mau memaksa Kimy kali ini. Tangannya kembali menggenggam erat jemari Kimy, seraya melayangkan kecupan lembut di wajah Kimy.
“Baiklah, Sayang. Mas gak akan paksa kamu. Untuk malam ini, cukup. I love you, Kim.”
Satu kecupan panjang di bibir Kimy mengakhiri pergulatan penuh hasrat antara mereka berdua. Aditya menarik selimut dan mendekap tubuh polos Kimy dari belakang.
“Kim, makasih untuk malam indah ini.” Aditya lantas mengecup bagian punggung dan bahu Kimy yang tak tertutup selimut.
“Mas—
“Mas sayang kamu, Kim. Mas cinta kamu.”
“Emm, Mas gak pulang?”
“Malam ini, biarin mas di sini, ya. Mas mau tidur sama kamu. Ini pertama kali mas bercinta dengan kamu dan jujur ... mas ketagihan. Mas mau kamu jadi milik mas seutuhnya, Kim, cuma milik mas.”
“Aku juga sayang sama Mas.”
“Jangan pernah tinggalin mas, apa pun yang terjadi, Kim. Kamu bisa janji sama mas, kan?”
“Ya. Aku janji.”
“Mas gak bisa tanpa kamu. I love you so much. Tidurlah, Kim. Kamu pasti lelah. Good night, honey.”
Kimy pun tertidur dalam dekapan Aditya.
***
Sinar matahari pagi menyelinap masuk lewat jendela apartemen Kimy. Kimy terbangun. Tubuhnya masih tak bisa bergerak leluasa karena dekapan tubuh dan tangan kekar Aditya. Kimy menoleh, menatap wajah Aditya yang masih terpejam. Ia tersenyum. Kimy memberikan satu kecupan di bibir Aditya hingga si pemilik bibir pun terbangun.
“Emmhh, hai Sayang. Kamu udah bangun,” seru Aditya masih setengah mengantuk.
“Ini udah pagi, Mas. Mas juga harus ke kantor, kan? Nanti Mas telat.”
“Em, Sayang ....” Satu kecupan mendarat di pipi Kimy. “Gak masalah kalo hari ini mas telat ke kantor, kok. Mas masih ingin bersama kamu.” Aditya justru mengeratkan pelukannya.
“Hmm, Mas?”
“Sepuluh menit lagi, Sayang. Biarkan seperti ini, sepuluh menit aja. Kasih mas waktu sebentar lagi.”
“Mas Ditya—
“Hussstt. I love you more, Kimy.”
“Hm, okey.”
“Kamu ada pemotretan hari ini?”
“Ada. Nanti, agak siang.”
“Biar mas anter kamu, ya.”
“Gak usah Mas. Mas harus ke kantor, kan. Aku bisa bawa mobil sendiri, kok. Udah biasa.”
“Mulai sekarang biarin kekasih kamu ini yang anterin kamu ke manapun. Ya! Gak ada tapi-tapi.”
“Duh, terserah Mas aja deh kalo gitu.”
“Nah, gitu dong. Em, mau sekalian mandi bareng gak?”
“Hah? No. Mas mandi di rumah aja. Jangan di sini!”
“Ha-ha-ha. Oke, kali ini mas gak maksa. Tapi, lain kali, kamu harus mau, ya.”
“NO!”
***
Aditya sudah berada di kantor. Sembari membereskan pekerjaannya, ia masih membayangkan malam panasnya bersama Kimy kemarin. Perasaan nyaman yang sebelumnya tak pernah ia dapatkan. Ia pun meraih ponselnya dan memandangi foto gadisnya di galeri ponselnya.
“Sayang, mas gak bisa kehilangan kamu. Kamu harus benar-benar jadi milik mas.”
Ia pun teringat akan sesuatu yang masih mengganjal di hatinya.
“Kim, andai kamu tau yang sebenernya, apa yang selama ini gak mas kasih tau ke kamu, apa kamu akan benci mas dan ninggalin mas? Mas gak bermaksud mau ngecewain kamu, Sayang,” gumam Aditya.
Aditya menyimpan rahasia besar yang sampai sekarang tak berani ia katakan pada Kimy.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!