Suasana begitu terang di malam yang gelap, sedangkan sosok Dea sedang berusaha untuk menahan diri tetap berada di depan sebuah tempat yang di mana dia sangat membenci tempat itu, karena terpaksa demi memenuhi permintaan sahabatnya,
Dea memutuskan untuk menemui temannya di sana, sungguh dia merasa sangat kesal, bagaimana mungkin seorang teman bisa mengajak dia ke tempat yang bahkan sangat dibenci olehnya
"Jangan sekalipun kau mengundangku ke tempat yang seperti ini lagi!! aku sungguh sangat muak dengan tempat seperti ini!" ucap Dea dingin pada temannya
"Kita itu udah dewasa Dea! Masa kamu ke sini aja nggak pernah sih? ini tuh tempat biasa untuk orang seperti kita nongkrong-nongkrong! lagian kan selama ini kamu belum pernah, makanya aku ajakin ke sini sambil rayain ulang tahun aku, Lagian banyak kok teman SMP kita yang ada di dalam bahkan teman SMA kita juga banyak disana!" ucap Ari membela diri
"Aku pergi dulu! Lagian aku udah menyempatkan diri untuk datang! sekarang aku harus pergi karena ada urusan! Terima kasih sudah mengundangku dan selamat berulang tahun!" ucap Dea yang sebenarnya ingin menghindari tempat itu
"Tidak! kamu tidak bisa pergi begitu saja! Kamu harus masuk! aku bahkan belum potong kue kamu udah pergi aja! gimana sih kamu nggak anggap aku sebagai sahabat kamu lagi gitu??" tanya Ari dengan wajah di buat sedih
"Maaf tapi aku nggak bisa berada di tempat seperti ini, aku sudah janji pada diriku sendiri untuk menghindari tempat seperti ini!" Balas Dea yang sama sekali tidak menyetujui ide dari Ari
"Ayolah sekali-kali Dea! demi orang yang katanya sahabat kamu ini!" bujuk Ari dengan wajah memelasnya, sungguh jika bukan karena suatu alasan Ari tidak akan memaksakan kehendak Dea karena dia tahu seperti apa Dea, jika gadis itu mengatakan tidak! ya sudah pasti harus tidak, maka dari itu dia bahkan hampir tidak pernah memaksakan kehendak Dea selama mereka menjadi seorang sahabat
"Sudah cukup pokoknya aku mau pergi! silakan kamu masuk ke dalem! Hadiah dari aku menyusul nanti!" ucap Dea seadanya karena memang Dea tidak membawa hadiah, saking sibuknya Dea sampai lupa dengan ulang tahun sahabatnya apalagi membeli kado, sungguh Dea melupakan itu
Ari tentu saja sudah memaklumi sifat Dea yang satu itu, namun bukan itu masalahnya sekarang, dia ingin mempertemukan Dea pada pria yang dulu ada di hati gadis itu, yang kebetulan pria itu mau hadir dalam pesta ulangtahunnya hari ini
"Dea itu kamu?!" tanya seseorang memperhatikan Dea dari atas sampai bawah, 'Tidak banyak yang berubah!' batinnya tanpa sadar
Jantung Dea seketika berdebar dengan kencang karena mendengar suara orang yang amat sangat dia rindukan sepanjang malamnya, dia adalah Indra salah satu teman sekolah Dea sejak SMP yang diam-diam dia kagumi namun tidak diungkapkan
"Iya ini aku! maaf aku harus pergi bye!!" pamit Dea yang berusaha melarikan diri dari keadaan itu, Ari yang ada di sana dibuat tersenyum-senyum karena berhasil mempertemukan mereka berdua
"Lepaskan!" ucap Dea dengan spontan melepaskan tangan Indra yang berhasil menggapai tangannya.
Dea merasa sangat tidak suka dengan siapapun yang menyentuhnya, apalagi orang asing
"Maaf aku tidak sengaja! Apakah kita duduk sebentar kamu keliatannya juga baru sampai, Kenapa kamu pergi lagi?!" tanya Indra sadar dengan kelakuannya yang kurang sopan
"Dia tidak mau ada di pesta Ini Ndra! dia itu kampungan banget, masa baru diajak ke sini aja, dia bilang nggak cocok ada tempat ini!" lapor Ari
"Bukan nggak cocok, tapi aku emang nggak pernah ada di tempat kayak gini! sudahlah aku mau pulang! tolong jangan tahan aku lagi!" tegas Dea yang kali ini baik Indra maupun Ari tidak lagi menahannya
Ari tidak menahan Dea karena sudah mencapai keinginannya, yaitu mempertemukan Indra dan Dea meskipun sebentar, sedangkan Indra tidak menahan Dea karena memang dia tidak tahu alasan apa yang akan dia gunakan untuk menahan Dea disana, meskipun hatinya ingin
"Dia benar-benar tidak berubah sejak dulu!" gumam Indra menatap punggung Dea yang menjauh
"Ya begitulah! jadi gimana kamu masih tertarik padanya?" tanya Ari penasaran
"Lihat saja nanti! aku pastikan dia akan jatuh ke dalam pelukanku!" balas Indra dengan senyuman
"Jangan permainkan dia! aku sudah bilang padamu, dia itu sangat mencintaimu sejauh ini! Jangan permainkan dia!" tegas Ari
"Aku tidak berjanji! namun aku akan berusaha!" ucap Indra dengan yakin
"Baiklah! Ayo kita masuk! kasihan yang lain sudah menunggu!" ajak Ari pada Indra yang masih fokus memandang Dea yang sudah menjauh dengan motor kesayangannya
"Heii Nra! Kapan lo pulang??" tanya teman SMP mereka yang kebetulan teman sebangku Indra dulu
"Baru kemarin! apa kabar Lo?!" tanya Indra sambil membalas jabat tangan ala-ala lelaki pada Wisnu
"Baik dong! Kenalin nih cewek gue? Cewek Lo mana??" ucap Wisnu menanyakan kabar kekasih sahabat baiknya itu
"Belum jodoh!" kekeh Indra melirik aktifitas club disana dimana tempat itu sudah ramai dengan orang-orang yang ia kenali
"Percuma ganteng kalau ternyata Lo jomblo!" ledek Wisnu pada Indra
"Doain aja supaya bisa sat set!!" balas Indra tidak sedikitpun merasa tersinggung dengan ucapan Wisnu, sudah biasa baginya untuk mendapatkan ledekan sedemikian rupa, yang terpenting orang yang dia harapkan masih jomblo sama seperti dirinya
"Emang udah ada calonnya??" tanya Wisnu penasaran, dia tidak sedikitpun curiga dengan siapa yang di tunggu oleh Indra sang sahabat, padahal sewaktu sekolah Wisnu cukup dekat dengan sosok yang Indra maksud
"Adalah!!"
Suasana di pesta itu sangatlah meriah, namun berbeda dengan suasana hati Indra yang kini kosong, sudah lama ia ingin kembali setelah menyelesaikan pendidikan demi sang pujaan hati, namun sayang sepertinya orang yang ia nantikan tidak merasakan hal yang sama, sehingga tidak mau berlama-lama bertemu dengannya
Untuk sejenak ia berpikir sepertinya ia akan memulai semua dari awal, dimana ia harus berjuang memperebutkan hati gadis yang ia cintai, tidak salah bukan? Karena setahunya memang pujaan hatinya juga belum memiliki kekasih, jadi dia ingin menuntaskan keinginan hatinya sampai semuanya tuntas
"Indra gue nggak nyangka Lo balik? Lo beda banget dari yang dulu!" ucap seseorang memeluk lengan Indra dengan erat
"Terimakasih! tapi nggak usah pegang-pegang malu sama yang lain!" ucap Indra merasa tidak nyaman dengan kehadiran gadis itu
"Padahal dulu aku ngelakuin ini kamu nggak pernah proses!!" ucapannya masih tidak mau kalah
"Itu dulu bukan sekarang!!! Hati aku udah ada yang punya!!" ucap Indra sengaja supaya sosok itu menjauhi dirinya, ia benar-benar muak dengan sosok itu, karena sosok itulah yang sempat membuat dia hancur di masa lalu
"Siapa dia?!"
"Bukan urusan kamu!"
Di temat lain kini Dea sedang merenungi nasibnya, karena kembali di pertemukan dengan seseorang yang amat sangat ia cintai, awalnya ia kira perasaanya hanyalah sebatas cinta monyet namun siapa sangka, cinta yang tulus itu masih bertahan sampai kini
Ia pikir akan sangat mudah melupakan sosok itu karena mereka juga tidak pernah dipertemukan sebelumnya, namun takdir sepertinya memang senang mempermainkan dirinya
Setelah lebih dari 5 tahun berpisah siapa sangka Dea harus di pertemukan lagi dengan sosok yang amat sangat dia rindukan
Bohong jika dia tidak senang dengan kehadiran sosok itu, namun kesedihan juga menyelimuti kebahagiaan itu, bukankah 5 tahun terlalu lama untuk menunggu? Kenapa dia masih saja belum move on?
Kehadiran sosok itu membuat Dea bertanya-tanya dalam hatinya apakah yang akan dia lakukan selanjutnya karena jujur pikirannya sangat tidak sinkron dengan hatinya sendiri
Sejenak Dea memejamkan matanya, mengingat kembali kejadian masalalu yang terlintas di kepalanya, suasana sepi dan juga damai itu membuat otak Dea dengan lancar memutar memori terdahulu yang berusaha ia singkirkan
Flashback
Hari ini adalah hari pertamaku masuk MOS setelah serangkaian kegiatan pendaftaran yang telah aku dan teman-temanku lakukan, akhirnya kami MOS namun saat pembagian kelas, aku merasa kesal karena aku terpisah dari teman-temanku, padahal disana mereka kumpul menjadi satu kelas yaitu kelas A, sedangkan aku terpisah di kelas B
Seperti biasa sebelum masuk kelas, semua siswa-siswi baru berkumpul di lapangan mendengar nasehat dari dua orang guru yang kami ketahui adalah seorang kepala sekolah dan salah satunya adalah guru kesiswaan
Aku mendengarkan mereka dengan seksama, berbeda dengan yang lainnya menggerutu kesal karena lelah berdiri dan cuaca yang sangat panas, wajar saja mereka mengeluh, aku yang terbiasa mendengar nasehat, juga merasa lelah mendengar terlalu banyak nasehat, karena memang cuaca yang sedang tidak mendukung
“Ihh tuh guru demen banget ceramah! Udah tahu panas juga!” gerutu salah satu siswa entah siapa namanya jujur aku tidak mengenalnya
“Mereka enak berdiri disana nggak panas! Sedangkan kita?!” sambung yang lainnya ikut menggerutu dan beberapa siswa lain malah asik ngerumpi nggak jelas
Aku merasa jengah dengan guru yang memberikan nasehat, namun lebih jengah lagi karena kebanyakan siswa tidak mendengarkan dia berbicara, kendati kesal aku masih mendengarkan dengan seksama karena menurutku banyak moral yang baik bisa dipetik dari nasehat yang di berikan oleh kedua guru di sana
“Baik karena sudah siang! Bapak cukupkan sampai disini, sebelumnya siswa atas nama Indra Suryanata bisa angkat tangan sebentar!!” titah sang guru, aku hanya diam benar-benar masa bodo dengan siapa yang namanya di panggil
“Baik kamu masuk kelas B, kelas B angkat tangannya!" Perintah nya lagi, dengan enggan aku menaikan tanganku karena memang aku kelas B
"Baik sekarang kalian bisa masuk kelas kalian masing-masing, untuk kelas B tolong tunggu Indra sebentar!” ucap guru kesiswaan membuat semua siswa-siswi berhamburan meninggalkan lapangan sedangkan kelasku harus diam di tempat menunggu kedatangan siswa atas nama Indra itu
Untuk sejenak aku terpaku dengan sosok yang bernama Indra, jujur ada getaran aneh di hatiku saat melihatnya, padahal saat di sebutkan namanya aku merasa baik-baik saja
Satu hal yang aku akui, dia tampan dan karismatik, dengan cepat aku mengalihkan pandanganku saat dia membalas tatapanku sambil tersenyum, entah memang dia tersenyum padaku atau pada siapapun aku tidak mempermasalahkannya, aku hanya ingin segera memasuki kelas sekarang
“Kenapa kamu disana tadi Ndra? Bukanya kamu katanya nggak sekolah sekarang?” tanya seseorang mungkin mereka teman akrab
“Ibuku sudah baikan jadi aku sekolah sekarang!”
“Ohh terus kamu kenapa bisa disana!?”
“Ikut-ikutan sama Jonathan!”
Sekilas itulah yang aku dengar, setelahnya aku tidak mendengar percakapan mereka lagi, karena aku sudah cape memilih memasuki kelas lebih cepat dari yang lain, banyak dari mereka menghabiskan waktu perjalanan mereka sambil mengobrol nggak jelas membuat aku muak seketika
Benar-benar ciri-ciri orang Indonesia sambil jalan pun ada saja topik yang mereka bahas kadang aku heran kenapa mereka bisa-bisanya berbicara sambil jalan dan menghalangi orang yang sedang terburu-buru ingin cepat sampai? Benar-benar budaya yang unik
Saat aku di kelas dengan cepat aku duduk di bangku paling depan, karena malas sekali rasanya jika duduk di bangku belakang, ada salah satu temanku yang dulu satu sekolah denganku mengajak untuk duduk bersama di bangku belakang nomor 2, tentu saja aku tidak setuju karena aku sudah merasa pas duduk di posisiku sekarang yang dimana duduk di bangku pertama
“Tapi bagusan duduk di depan! Lebih jelas!” ucapkan memberikan alasan
“Terlalu dekat sama guru Dea!” sanggahnya dengan cepat
“Ya sudah aku duduk disana!” ucapku mengalah, aku malas berdebat, lelah rasanya harus berdebat atas hal yang tidak sama sekali aku suka, jujur aku duduk di depan karena aku ada kendala pada mataku, namun karena dia tidak mau jadi aku memutuskan untuk mengalah
“Kamu duduk dimana Sa?” tanya seseorang yang aku kenal wajahnya namun tidak mengenal namanya, sama seperti aku mengenal Santi awalnya, hingga akhirnya dia mengajak aku berkenalan, makanya aku tahu siapa dia sekarang
“Disini!” ucap Santi menunjuk bangkunya
“Sama siapa? Boleh aku gabung?” ucapannya antusias, saking antusiasnya bahkan tidak melihat aku yang sudah duduk di bangku itu
“Ya udah Sa, kamu duduk sama dia aja! Hm nama kamu siapa?” ucapku santai sambil berdiri dari tempat dudukku
“Ehh kenalan dulu nama aku Tania!” ucapannya memperkenalkan diri
“Aku Dea! Kita satu sekolah tapi tidak saling kenal! Kamu dulu satu kelas kan sama Santi? Ya udah kamu duduk disini sama dia! Aku duduk di depan aja!” ucapkan memperkenalkan diri sambari mempersilahkan dia duduk
“Beneran?” ucap Tania melihatku dengan tatapan ragu, merasa tidak enak
“Ya!” ucapkan tersenyum sopan
“Santi, gimana kamu setuju?” tanyanya pada Santi yang hanya diam
“Ya udah aku duduk sama Tania aja! Kamu duduk di depan sini ya!” ucapnya sambil menunjuk bangku yang ada di depannya, sungguh itu membuat aku bahagia, akhirnya selsai juga nih problem
Selang beberapa saat akhirnya banyak siswa yang masuk kelas dalam kelas, ada beberapa siswa yang aku kenal dari kelasku dulu, namun karena memang kami tidak akrab aku tidak sedikitpun menyapa mereka, hanya sesekali tersenyum
Beberapa saat aku diam karena tidak ada yang mengisi bangku di sampingku, sedangkan di belakangku Santi dan Tania sedang ngobrol tentang teman mereka yang sudah menikah sebelum lulus kelas kemarin, salah satu siswi menarik perhatianku
Aku perhatikan dia sedang kebingungan dan hanya diam, akhirnya aku menyapanya, meskipun aku introvert namun sisi extrovert ku juga tentu saja, aku bisa menyapa siapa saja tapi kalau sedang mood
“Kamu sudah dapet tempat duduk?”
“Belum!” lirihnya
“Mau duduk di depan?” tanyaku sopan, siapa tahu dia tidak mau jadi alangkah baiknya jika aku bertanya dulu bukan?
“Boleh?” tanyanya ragu-ragu
“Duduklah tidak ada yang mengisinya!” Balasku tersenyum, dia pun membalas ku dengan tersenyum dengan ramah padaku
Saatnya istirahat, aku hanya diam di kelas karena memang malas keluar dan tidak ingin berinteraksi dengan yang lainnya, ku perhatikan teman di sampingku juga tidak beranjak dari duduknya padahal semua orang pergi untuk beristirahat
"Kamu tidak beristirahat Ri?" tanyaku pada Ari teman baruku
"Aku malas keluar!" Jawabnya singkat
"Sama!” ucapku seandainya, akhirnya kami berdua diam di kelas dan ngobrol dengan beragam topik siapa sangka ternyata kami bisa ngobrol dengan baik, padahal kami sama-sama keliatan pendiam
Sampai akhirnya seseorang datang menemui kami, dia Indra siswa yang tadi sempat menarik perhatianku, untuk sejenak aku memperhatikannya namun hanya sesaat
"Hai namaku Indra! Boleh kenalan?" ucapnya di hadapanku, sungguh aku benar-benar tidak perduli karena aku sudah mengetahui namanya tadi, namun karena aku adalah anak yang sopan jadi aku menerima uluran tangannya dengan sopan
"Aku Dea!" ucapku sopan
"Kamu darimana?!"
"Ayah kamu kerja dimana?!"
"Berapa saudara?!"
Pertanyaan-pertanyaan itu seketika ia layangkan padaku, aku hanya menjawab seadanya, demi tuhan aku mengutuknya dalam hati, kenapa dia kepo sekali? Padahal dia bukan siapa-siapa dan bahkan kami baru kenalan
Beruntungnya aku bisa menahan emosiku hingga akhirnya dia pergi di bawa oleh temannya saat itulah aku merasa lebih tenang dan saat itulah awal pertemuan kami yang membuat benih cinta itu tumbuh dan memporak-porandakan hatiku
"Kau tidak diajak berkenalan dengannya?" tanyaku heran pada Ari, bahkan dia di sampingku kenapa Indra tidka mengajaknya berkenalan?
"Ahh kami sudah mengenal sebelumnya!" jawabnya dengan acuh
"Hati-hati padanya dia playboy!" ucap Ari membuat aku mengerutkan alisku, namun setelahnya aku hanya membalas ucapannya sambil tersenyum
"Aku tidak sekolah untuk mencari pasangan!" ucapku pelan dan dia tertawa pelan mendengar ucapanku barusan
Aku mulai menunjukan prestasiku dengan aktif belajar di kelas, keaktifan dalam kelas ternyata membuat teman-teman sekelasku merasa was-was dan tersaingi, aku bukan sombong aku adalah tipe siswa yang mudah dalam mengingat dan sering kali aku belajar terlebih dahulu daripada menunggu guru sehingga aku bisa menjawab pertanyaan guru dengan baik
Persaingan dalam kelasku ternyata semakin sengit kian bertambahnya waktu, entah mengapa aku menjadi sangat percaya diri karena nilai ulanganku juga sangat bagus, hari-hari terus berjalan, jika awalnya aku sedikit mengagumi Indra kini aku menjadi bertambah kagum dengannya
Sama sepertiku, Indra juga sangat aktif di kelas kami saling berlomba-lomba untuk mengejar prestasi, aku tidak tahu mengapa bisa sesenang itu untuk beradu kepintaran dengannya, namun di sisi lain aku merasa tertantang untuk mengalahkannya
“Dea kamu sudah belajar? Boleh nyontek ya nanti?!” pinta teman-teman padaku, satu hal yang pasti aku bukalah tipe orang yang pelit dalam membagi ilmu, terkecuali saat ulangan, di kelasku begitu ketat dengan ulangan sehingga kami berusaha mati-matian agar belajar maksimal, tanpa mencontek
Meskipun mereka bilang ingin mencontek kenyataannya itu hanya sepenggal kata yang sontak keluar, padahal kenyataannya mereka tidak pernah sekalipun mencontek saat ulangan, aku akui kelasku adalah kelas jujur dan dengan persaingan yang cukup ketat yang kami buat sendiri
“Baru belajar sedikit! Aku yakin kalian pasti bisa!” balasku sambil tersenyum pada kenyataannya memang aku hanya belajar sedikit, jika ada materi yang memang benar-benar aku lupakan baru akan aku pelajari lebih dalam, sedangkan materi-materi yang masih aku ingat dengan baik tidak aku pelajari, itu karena aku belajar dari pengalaman sebelumnya, dimana ketika aku belajar maka nilai aku makin sedikit, makanya aku malas belajar pas ulangan
“Aku nggak percaya kamu hanya belajar sedikit! Biasanya kamukan yang paling semangat pas ulangan harian!”
“Aku biasanya belajar ala kadar takutnya malah bingung dan nggak yakin pas jawab soal”
“Kalau orang pinter emang beda ya?!”
“Aku sama aja ko seperti kalian! Kalian aja yang berlebihan!” ucapku merendahkan diri, tapi sebenarnya itulah kebenarannya, mereka terlalu meninggikan aku padahal mereka juga pintar dengan prestasi yang mereka miliki
“Ahh kamu selalu merendah!” ucap Ari membuat aku sedikit tersinggung, karena dari ucapannya sangat jelas dia sepertinya jengkel denganku
Jujur entah mengapa aku merasa dia menganggap aku adalah musuhnya, padahal aku tak sekalipun mencari masalah dengannya, bahkan dengan teman-teman sekelas yang lainnya aku tidak pernah sekalipun mencari masalah dengan mereka, terlalu kekanak-kanakan bagiku jika hanya mempermasalahkan hal sepele sehingga aku diam saja dan membiarkan Ari dengan pemikirannya sendiri
“Dea tadi kamu jawabannya apa di soal nomor 7”
“Dea tadi kamu bisa jawab nomor 5? Dan bla bla bla!” Jujur aku senang mereka bertanya soal yang sudah di kami kerjakan tadi, kami akhirnya membahas soal itu, mereka ada yang senang ada juga yang kecewa karena jawaban mereka tidak sama denganku, padahal aku sudah bilang belum tentu jawabanku benar, tapi mereka tetap saja kecewa
Mereka terutama para perempuan di kelas begitu senang membahas suatu soal denganku, terutama soal yang berkaitan dengan hitung-hitungan mereka pikir aku adalah ahlinya, sejak saat itu aku merasa sosok yang aku kagumi semakin jauh namun aku senang karena bisa fokus pada tujuanku sekolah, hari pun semakin berlalu kini sudah menginjak semester pertama aku di sekolah SMP ku, saatnya pembagian rapot, aku hanya diam bersama temanku waktu SD, mereka memang berbeda kelas denganku, kami berjalan menuju lapangan tempat dimana pembagian rapot di lakukan
Saat di perjalanan teman-teman sekelas banyak sekali memberikan selamat padaku, sungguh aku sangat malu dan senang karena mereka memberikan selamat padaku, mereka sangat percaya diri akulah bintang kelas di semester kali ini, karena keaktifan dan juga nilai ulanganku yang memuaskan, aku juga sedikit percaya diri karenanya, namun aku tidak ingin di kecewakan
Semasih aku SD aku pernah percaya diri untuk hal yang sama namun aku harus kecewa dan kali ini aku tidak ingin melakukan hal serupa, kendati memang aku sudah berusaha dengan baik untuk belajar maksimal dan sering begadang untuk memaksimalkan ilmu yang aku dapatkan, aku masih percaya dengan tuhan, jika tuhan berkehendak lain aku tidak boleh kecewa karena menurutku itu hanya akan menyakiti diriku sendiri
“Kalian terlalu percaya diri aku menjadi juara kelas! padahal bisa saja salah satu dari kalian! Apalagi Indra!” ucapku dengan tenang
“Tapi kami yakin kamu juaranya Dea! Selama ini nilai kamu selalu yang terbaik!” ucap Ari dengan tersenyum
“Terimakasih sebelumnya, tapi aku tidak berharap jauh!” ucapku seadanya, karena memang aku tidak pernah mematok diri untuk mendapat juara, hanya saja aku terobsesi untuk menjadi yang terbaik versi diriku sendiri
Setelahnya kami duduk pada posisi yang nyaman, bisa ku lihat dia melihatku dengan tatapan yang tidak dapat aku artikan, sempat aku meliriknya sepersekian detik namun aku memutuskan untuk mengalihkan penglihatan ku karena dia tersenyum disana sambil melihat ke arahku
Maaf jika aku merasa terlalu percaya diri namun itulah yang aku rasakan, aku sepertinya memang terlalu percaya diri, tapi aku mengingat beberapa kesempatan dia memang sepertinya mendekatiku, entah itu benar atau tidak, hingga akhirnya waktunya tiba, jantungku benar-benar deg-degan tapi aku berusaha bersikap tenang, karena aku tidak ingin terlalu berharap dengan apa yang akan terjadi nantinya, aku terlalu takut untuk kecewa
“Aku benar-benar tidak menyangka hasilnya akan jadi seperti ini! Kamu yang sabar ya Dea!” ucap Ari padaku sambil memelukku
“Aku kan sudah bilang, jangan terlalu berharap, tapi aku senang ini artinya aku harus berjuang lebih giat! Terimakasih ya!” ucapku tulus pada teman-temanku yang masih terheran-heran mendapati aku yang tidak menjadi bintang kelas padahal menurut mereka aku layak
Pada saat pengumuman juara aku tidak begitu kecewa dengan hasilnya, aku sudah siap dengan kenyataan yang akan aku terima, bahkan bisa dibilang aku terlalu tenang saat itu, padahal dalam hati aku kembali mengeluh pada tuhan karena aku harus kecewa lagi, padahal sebelumnya aku sudah kecewa namun kenapa aku harus kecewa lagi? Hatiku semakin menangis saat menerima rapot di kelas
Awalnya aku percaya diri mendapat peringkat 5 besar, tuhan kembali berkata lain, dan saat itu juga aku merasa hancur, untuk ukuran anak SMP bukankah prestasi juga di pertimbangkan? Aku benar-benar tidak habis pikir, bagaimana caranya aku belajar jika usahaku kemarin saja masih membuatku frustasi, jujur hasil yang aku terima kali ini membuat aku benar-benar kecewa bahkan teman-temanku semuanya merasa terkejut dan hanya bisa membiarkan aku pergi begitu saja karena mereka tahu aku membutuhkan waktu untuk menerima itu semua
“Apakah ini hasil yang nyata?” ucap temanku yang lain sebelum aku meninggalkan kelas, aku berpura-pura tersenyum padahal saat itu rasanya aku ingin menangis karena kembali gagal untuk kesekian kalinya
“Pasti ada kecurangan! Bukankah selama ini nilai Dea selalu memuaskan? dia juga sangat aktif di kelas!” ucap yang lain di setujui oleh yang lainnya
“Aku kira dia akan mendapat minimal peringkat kedua di kelas, bahkan aku sangat percaya diri atas hal itu!” Ucap Ari masih merasa tidak percaya dengan hasil yang aku dapatkan
Jujur aku benar-benar kecewa, nampaknya aku benar-benar tidak bisa menjadi apa yang aku inginkan, aku merasa usahaku sangat sia-sia, kembali aku pulang dengan pura-pura tersenyum, aku tahu kedua orang tuaku tidak akan menghakimi, namun perasaan sedih ini ada karena aku merasa gagal menjadi versi yang aku inginkan
Hingga akhirnya aku memilih tidur bahkan sebelum aku makan demi mendinginkan hati dan otakku yang sedang bertengkar hebat di dalam sana, aku lelah dan membutuhkan ketenangan sejenak, pada akhirnya tangisanku pecah dengan mata tertutup, aku kecewa sangat kecewa karena kembali gagal dalam berprestasi
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!