Kota Garda, sebuah kota tua yang dipenuhi hal-hal mistis. Sejak dua dunia bertabrakan, kota ini menjadi tempat di mana manusia dan monster saling berebut dominasi. Banyak orang menghilang tanpa jejak, dikabarkan terseret ke dalam portal dunia bawah—sebuah gerbang misterius yang menghubungkan manusia dengan para monster.
Namun, bukan hanya monster yang muncul. Radiasi akibat tabrakan dua dunia telah menyebabkan mutasi di antara manusia. Beberapa mendapatkan kekuatan luar biasa, sementara yang lain berubah menjadi makhluk mengerikan. Dan di dunia baru ini, yang kuatlah yang berkuasa.
Vazal, seorang pemuda berusia 19 tahun, termasuk dalam kelompok yang tidak beruntung. Tidak seperti teman-temannya, tubuhnya tidak mengalami mutasi apa pun. Ia tetap manusia biasa, lemah dan dipandang rendah.
"Hei, Vazal! Apa gunanya hidup kalau nggak punya kekuatan?" ejek seorang pria berbadan besar dengan tangan yang berselimut baja hitam.
"Kasihan, dia pasti iri melihat kita," tambah yang lain sambil memperlihatkan api biru yang menyala di tangannya.
Vazal mengepalkan tangan, menahan rasa frustrasi. Sejak mutasi terjadi, ia hanya menjadi bahan ejekan. Bahkan teman masa kecilnya, Zera, yang kini memiliki kekuatan penguatan tubuh dan elemen angin, mulai menjaga jarak darinya.
Suatu malam, setelah terlalu lama memendam amarah dan keputusasaan, ia mengambil keputusan besar.
"Kalau aku tidak bisa mendapatkan mutasi secara alami, aku akan memaksanya terjadi!" pikirnya.
Ia tahu ada sebuah portal dunia bawah yang tersembunyi di bawah kota Garda. Jika ia bisa menemukan portal itu dan terkena paparan radiasi dalam jumlah besar, mungkin tubuhnya akan berubah.
Dengan tekad bulat, ia mengemas beberapa barang dan mulai menyusuri lorong-lorong kota yang semakin sepi seiring malam.
"Kenapa kota ini terasa lebih sunyi dari biasanya?" gumamnya.
Bayang-bayang gelap melintas di atas gedung-gedung tua. Sosok itu bergerak cepat, hampir mustahil untuk dilihat dengan mata telanjang.
"Monster?!"
Jantungnya berdegup kencang. Ia menahan napas dan segera berlari masuk ke gedung tua yang tampak terbengkalai. Namun, baru saja ia menapakkan kaki di dalam, lantai di bawahnya runtuh!
"Sial!!"
Ia jatuh ke dalam kegelapan, tubuhnya menghantam tanah keras di bawah. Rasa sakit menjalar, tapi perhatiannya segera teralihkan oleh sesuatu di hadapannya.
Di dalam ruangan bawah tanah itu, sebuah portal berwarna ungu kehitaman berputar perlahan, memancarkan aura yang mencekam.
"Ini... ini portal penghubung antara dunia kita dengan dunia monster?"
Belum sempat berpikir lebih jauh, sesosok makhluk raksasa dengan mata bersinar merah muncul dari bayangan dan menyerangnya. Vazal bahkan tidak sempat menghindar—pukulan makhluk itu menghantam dadanya, menghempaskannya hingga ia kehilangan kesadaran.
Saat ia tersadar, tubuhnya terasa aneh. Nafasnya stabil meskipun ia baru saja dihantam dengan kekuatan luar biasa. Ia melihat ke bawah—dan matanya membelalak.
Sebuah lubang hitam menganga di tengah dadanya.
"Apa-apaan ini?! Apakah ini... mutasi?"
Namun, tidak ada rasa sakit. Bahkan, tubuhnya terasa lebih ringan dari sebelumnya. Seolah-olah... energi mengalir tanpa batas dalam dirinya.
Ia menggerakkan tubuhnya, merasakan kekuatan baru yang bersemayam di dalam dirinya. Dengan mudah, ia melompat keluar dari lubang sedalam lebih dari 100 meter itu.
"Aku... aku bahkan tidak merasa lelah."
Senyum perlahan muncul di wajahnya.
"Jadi, begini rasanya bermutasi..."
Namun, ia tidak menyadari bahwa apa yang terjadi padanya bukanlah mutasi biasa. Ada sesuatu yang lebih besar yang telah mengubah dirinya—sesuatu yang akan mengguncang keseimbangan antara manusia dan monster.
Dalam perjalanan pulang, Vazal terus tersenyum. Dadanya masih berlubang, tapi tubuhnya terasa lebih kuat, lebih ringan. Ia tidak sabar mengetahui bentuk kekuatan yang telah ia peroleh.
Namun, senyum itu tiba-tiba menghilang saat sebuah suara asing terdengar di dalam kepalanya.
"Hah... manusia bodoh, kenapa kau tersenyum seperti itu?"
Vazal berhenti melangkah. Matanya melebar, keringat dingin mengalir di pelipisnya. Ia menoleh ke kanan dan kiri, memastikan tidak ada orang di sekitar.
"Siapa itu?! Siapa yang berbicara?!"
Tidak ada jawaban. Hanya ada suara angin malam yang berhembus pelan.
"Apa aku mulai gila? Apakah ini efek mutasi hingga aku mendengar suara aneh di kepalaku?" gumamnya.
Tiba-tiba suara itu tertawa, keras dan dalam.
"Hahaha... Kau memang bodoh, ya? Aku adalah Gerad, monster High-End yang telah hidup lebih dari 2000 tahun."
Vazal tersentak.
"Apa?! Monster?!"
Jantungnya berdegup kencang. Ia langsung memeriksa tubuhnya, berpikir ada sesuatu yang bersembunyi di dalamnya. Tapi tidak ada yang aneh, selain lubang hitam di dadanya yang masih ada.
"Mengapa ada monster dalam tubuhku?! Apa yang telah kau lakukan padaku?! Aku kira ini mutasi biasa!" serunya panik.
"Hmph, aku melarikan diri dari dunia asalku. Dunia itu penuh pertarungan setiap hari. Pemimpinnya haus kekuasaan, memperbudak para monster sesuka hati. Aku benci hidup di bawah kendali orang lain."
Gerad tertawa pelan, seolah mengenang sesuatu yang menjijikkan baginya.
"Tapi sayangnya, tubuhku dalam keadaan lemah. Aku butuh inang... dan kau, manusia bodoh, adalah pilihan terbaik."
"Jadi aku hanya wadah bagimu?!" Vazal mengepalkan tinjunya.
"Tenang saja. Aku tidak berniat mengambil alih tubuhmu... untuk saat ini. Kita bisa bekerja sama. Kau mendapatkan kekuatanku, dan aku mendapatkan perlindungan. Sama-sama untung, bukan?" ucap Gerad santai, seolah-olah mereka sedang membahas bisnis biasa.
Vazal hendak membantah, tetapi tiba-tiba matanya menangkap pemandangan mengerikan.
Di depan rumahnya, monster-monster berkeliaran.
Beberapa berjalan dengan empat kaki seperti serigala mengerikan, yang lain berdiri tegak dengan cakar panjang dan gigi tajam. Jeritan manusia terdengar dari kejauhan.
"Tolong! Tolong aku! Siapa saja, tolong!! Aaargh!!"
Darah mengalir di jalanan. Vazal menelan ludah.
"Sial... Apa yang harus kulakukan?! Aku tidak mungkin bisa mengalahkan mereka!"
"Seharusnya kau sudah bisa menggunakan 5% dari kekuatanku," jawab Gerad tenang.
"Apa?! Serius?! Bagaimana caranya?!"
"Bayangkan saja seperti kau bernafas. Itu seharusnya tidak sulit. Tubuh kita sudah mulai menyatu."
Vazal mencoba fokus. Ia memejamkan mata, merasakan sesuatu yang berbeda dalam dirinya. Ada sesuatu yang bergejolak... sesuatu yang besar.
Gerad tertawa pelan.
"Coba gunakan Pelahap Segala. Dengan itu, kau bisa menelan apapun bahkan kekuatan musuhmu."
Vazal membuka matanya. Empat monster mendekat, taring mereka berkilat di bawah cahaya bulan.
"Baiklah... mari kita coba!"
Ia menarik napas dalam-dalam, lalu membuka mulutnya lebar-lebar.
Hap!
Empat monster yang ada di depannya langsung lenyap tanpa jejak.
Vazal terkejut.
"Apa yang terjadi? Mereka... hilang begitu saja?!"
"Tentu saja. Itu kekuatanku," jawab Gerad santai. "Aku bisa melahap segalanya. Dan kau sekarang bisa juga."
Sebuah senyum muncul di wajah Vazal.
"Ha... Hahaha! Ini luar biasa! Aku punya kekuatan yang hebat!!"
Namun, euforia itu hanya berlangsung sesaat.
Tiba-tiba, dua monster lain melompat dari belakang dan mencakar punggungnya.
"Argh!! Sial!!" Vazal terjatuh ke tanah, tapi sesuatu terasa aneh.
Ia meraba punggungnya. Ada luka, tapi...
"Tunggu... kok aku nggak merasa sakit?"
"Tubuh kita mulai beregenerasi dengan cepat. Serangan itu tidak cukup untuk membunuhmu," kata Gerad.
Vazal menarik napas lega, tetapi serangan belum selesai. Monster yang tersisa jauh lebih cepat daripada yang pertama. Vazal mencoba menggunakan Pelahap Segala lagi, tapi kali ini mereka berhasil menghindar.
"Sial, kenapa monster ini lebih cepat?!"
"Karena mereka berada di tingkat yang lebih tinggi, bodoh. Kemampuanku belum sepenuhnya sinkron dengan tubuhmu, jadi kau harus menggunakan otakmu."
Vazal mengumpat dalam hati.
"Jadi aku harus memakai strategi?"
Ia memikirkan cara untuk menjebak monster itu. Lalu, sebuah ide terlintas di kepalanya.
Ia pura-pura lengah, membiarkan monster-monster itu mendekat dengan cepat. Saat mereka sudah cukup dekat...
Hap!
Salah satu monster lenyap.
"Yes! Tinggal satu lagi!"
Monster yang tersisa melompat ke arahnya, matanya merah menyala penuh amarah. Vazal bersiap, menunggu momen yang tepat untuk menyerang.
Namun, tiba-tiba
BOOM!!
Suara dentuman keras terdengar dari arah lain, membuat monster itu menoleh sesaat.
Vazal tidak menyia-nyiakan kesempatan itu.
Dengan secepat kilat, ia menggunakan Pelahap Segala sekali lagi.
Monster itu lenyap dalam sekejap.
Vazal berdiri terengah-engah.
Ia menatap tangannya.
"Aku... berhasil."
Gerad tertawa kecil.
"Lihat? Bukankah ini menyenangkan?"
Vazal tersenyum, tapi kali ini bukan karena kebahagiaan.
Ada sesuatu dalam dirinya yang mulai berubah.
Dan ia tidak yakin apakah itu hal yang baik... atau buruk....
Pagi itu, langit tampak sedikit mendung. Udara masih terasa dingin sisa dari malam yang mencekam.
Vazal menatap keluar jendela kamarnya. Jalanan yang semalam sunyi, kini kembali dipenuhi oleh orang-orang yang beraktivitas seperti biasa. Para pekerja berjalan tergesa-gesa, anak-anak sekolah berlarian di trotoar, dan suara klakson kendaraan bersahut-sahutan.
**"Apa yang sebenarnya terjadi semalam...? Kenapa semuanya terlihat normal, seolah tidak ada yang terjadi?"**
Kepalanya masih dipenuhi pertanyaan saat ia bergegas berangkat ke sekolah. Dalam perjalanan, ia bertemu dengan temannya, Zera, yang sedang berjalan dengan ekspresi datar khasnya.
**"Hei, Zera! Mau berangkat sekolah juga ya?"** sapanya dengan senyum lebar.
Zera menoleh dengan tatapan tajam.
**"Apakah matamu buta? Tidak melihat seragam yang kupakai?"** balasnya sinis.
Vazal terkekeh.
**"Hehe, ini cuma basa-basi pagi hari."**
Zera mendengus, tetapi kemudian matanya menyipit curiga.
**"Kenapa kau terlihat sangat bahagia? Jangan bilang kau dapat pacar."**
**"Hah? Tentu saja bukan! Tapi ini lebih keren dari itu. Aku mengalami mutasi semalam!"**
Zera berhenti melangkah dan menatapnya dengan kaget.
**"Apa?! Yang benar saja! Apa yang kau lakukan hingga bisa bermutasi?! Bukannya kau salah satu orang yang tidak beruntung?"**
**"Itu dulu. Sekarang aku berbeda. Aku punya kekuatan! Dan dengan ini, aku akan mendaftar ke pusat pelatihan keamanan kota."**
Zera menyilangkan tangan, matanya meneliti ekspresi Vazal dengan saksama.
**"Jadi kau benar-benar serius? Tempat itu punya aturan ketat dan pelatihannya sangat keras. Kenapa tidak ke Asosiasi Pahlawan saja? Tidak ada aturan kaku di sana, dan kau bisa bertarung sesuka hatimu."**
Vazal terdiam sejenak.
**"Hmm... aku jadi bingung. Tujuan mereka memang sama, tapi cara mereka berbeda..."**
**"Terserah kau, sih. Yang penting, ayo cepat! Jangan sampai telat!"** ujar Zera, kembali berjalan lebih dulu.
Vazal mengikutinya, dan mereka pun sampai di sekolah.
---
Setibanya di kelas, suasana tampak berbeda. Banyak siswa berkumpul dalam kelompok kecil, membahas sesuatu dengan serius. Vazal duduk di bangkunya dan ikut mendengarkan.
**"Semalam terjadi distorsi ruang dan waktu. Itu sebabnya kita tidak melihat banyak orang di jalanan!"** ujar salah satu siswa.
Vazal mengernyit.
**"Dari mana kau tahu hal itu?"**
Rifki, teman sekelasnya, menoleh dan menyahut, **"Kakakku membahas ini dengan teman-temannya. Dia bilang, distorsi itu menyebabkan para monster bermunculan lebih banyak. Pasukan keamanan kota pun langsung siaga."**
Vazal mengangguk paham.
**"Aku lupa, kakakmu kan salah satu penjaga keamanan kota ini. Lalu... apa yang terjadi setelahnya?"**
Namun, sebelum Rifki sempat menjawab, guru mereka masuk ke kelas. Semua percakapan pun terhenti, dan pelajaran dimulai.
---
Di tengah pelajaran, Vazal masih memikirkan sesuatu. Perkataan Gerad tentang tingkatan monster terus terngiang di kepalanya. Ia pun mencoba berbicara dengan Gerad melalui telepati.
**"Hei, Gerad. Aku penasaran... seberapa kuat monster yang ada di dunia ini?"**
**"Monster memiliki tingkatan masing-masing,"** jawab Gerad santai. **"Kekuatan mereka diukur dari kemampuan menghancurkan dan mendominasi. Semakin tinggi tingkatannya, semakin berbahaya pula mereka."**
**"Apa saja tingkatan itu?"**
**"Pertama, ada monster tingkat rendah. Mereka hanya mengandalkan naluri. Tidak punya strategi, hanya menyerang secara membabi buta."**
**"Lalu?"**
**"Di atasnya, ada monster tingkat sedang. Mereka lebih cerdas, sering memanfaatkan monster tingkat rendah sebagai tameng sebelum menyerang."**
Vazal mengangguk pelan.
**"Selanjutnya, ada monster tingkat tinggi. Mereka jarang bergerak berkelompok dan lebih kuat dua kali lipat dari monster tingkat sedang. Kecerdasan mereka jauh di atas rata-rata."**
Vazal mulai merasa tidak nyaman. Jika monster tingkat tinggi sudah begitu berbahaya, bagaimana dengan yang lebih kuat darinya?
Gerad kemudian melanjutkan, **"Dan yang terakhir, monster High-End. Mereka adalah monster di atas segalanya. Mereka memiliki kemampuan untuk memanipulasi monster lain agar tunduk pada mereka. Bahkan monster tingkat tinggi pun tidak bisa melawan kehendak mereka."**
Vazal merinding.
**"Jadi... kau termasuk monster High-End?"**
Gerad tertawa. **"Tentu saja. Aku bukan monster biasa."**
Tiba-tiba, suara Gerad berubah serius.
**"Ngomong-ngomong... gadis yang bernama Zera itu."**
**"Kenapa dengan Zera?"**
**"Dia semalam melihat kita dari atas gedung. Aku merasakan auranya… dan itu bukan aura orang biasa. Aura membunuhnya sangat kuat. Jika kau cerdas, lebih baik jaga jarak darinya."**
Vazal terdiam sejenak.
**"Aku tidak merasakan hal aneh dari Zera. Dia hanya... gadis lugu yang kebetulan punya kekuatan besar."**
Gerad mendengus.
**"Jangan tertipu oleh penampilan. Orang dengan aura membunuh yang kuat biasanya memiliki sisi gelap yang tak stabil."**
Sebelum Vazal sempat bertanya lebih lanjut, suara bel berbunyi, menandakan berakhirnya pelajaran.
Guru mereka menutup buku dan memberikan peringatan keras kepada seluruh siswa.
**"Mulai malam ini, kalian dilarang keluar rumah. Jumlah monster yang berkeliaran semakin banyak dan semakin berbahaya. Jangan sampai ada yang melanggar, atau nyawa kalian yang jadi taruhannya."**
Suasana kelas seketika hening.
Vazal menggenggam tangannya erat.
Ia tahu bahwa dunia ini tidak akan pernah sama lagi.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!