Pangeran Sepna berumur 30 tahun, dia adalah pewaris takhta kerajaan bisnis. Pangeran Sepna adalah putra dari Sultan Sandi, Ibunya Pangeran Sepna bernama Kintan ialah istri kedua dari Sultan Sandi. Istri pertama Sultan Sandi bernama Yosi telah meninggal dunia saat malam pengantin, karena telah menikah dengan Sultan Sandi.
Yosi jatuh sakit karena ada ular berbisa masuk ke kamar pengantin, ular berbisa menyerang menggigit tangan Yosi sampai keluar darah dan akhirnya tidak terselamatkan hingga tewas digigit ular berbisa. Konon jika menikahi seorang pewaris takhta kerajaan bisnis, istri pertama yang dinikahi Pangeran akan tewas saat malam pengantin nanti.
***
Pagi itu, Pangeran sedang melamun mengingat kenangan bersama ayahnya saat bermain kuda. Tiba-tiba Ibunya Pangeran, bernama Kintan berkata, ”Pangeran Sepna, kamu kenapa melamun?”
Lalu Pangeran Sepna pun menjawab, “Oh saya melamun, karena teringat dengan ayahanda saat bermain kuda di belakang halaman istana. Dan bulan Januari ini adalah bulan kelahiran saya! Sedangkan sampai umurku sekarang sudah mau menginjak 30 tahun ... saya belum menikah juga!”
Terus Ibu Kintan menjawab, “Iya Bapakmu sungguh ... padamu, dia sayang pada Pangeran dan juga Ibu. Justru itu, Pangeran harus secepatnya menikah dengan seorang putri dari gadis-gadis di desa ini!”
Pangeran mengatakan pada Ibunya, “Tapi, Ibu? Pangeran masih bingung karena khawatir terjadi sesuatu!"
Pangeran diam sejenak, lalu melanjutkan pembicaraannya lagi, “Jika soal itu, kalau nanti yang bersanding dengan permaisuriku di pelaminan, dia yang akan menjadi cinta pertamaku dan istri pertama yang di nikahi itu, mungkin pastinya akan menjadi korban dari kutukan misteri pewaris takhta kerajaan bisnis!”
Kemudian Ibu Kintan menjawab, “Tentu umurmu sekarang, sudah begitu matang dan dewasa ... sudah seharusnya menikah di umur ketiga puluh tahun ini ya! Ibu juga tahu kalau siapa saja yang menikahi seorang Pangeran dari kerajaan kami, pasti istri pertamanya akan ... karena kematian akan segera menjemput ajalnya. Memang jodoh dan kematian sudah ada yang mengatur yaitu: Tuhan, tapi misteri itu ... tidak hanya mitos belaka melainkan nyata adanya!"
"Buktinya saja Ayahmu Pangeran, saat menikahi istri pertamanya bernama Yosi, dia malah tewas meninggal digigit ular berbisa saat malam pengantin. Dan yang anehnya lagi, kenapa ular berbisa itu ... datang ke kamar pengantin dan bisa menggigit tangannya istri pertama, Sultan Sandi!" ucap Ibu Kintan.
"Sedangkan Ayahmu Sultan Sandi, tidak digigit ular sama sekali dan dia malah selamat dari kejadian itu!" ungkap Ibu Kintan.
Pangeran Sepna pun menjawab, “Ya Ibu memang ada sedikit keanehan, tapi itu benar-benar ... bukan mitos belaka. Bu ... kasihan jika istri pertama yang Pangeran nikahi itu, nantinya akan bernasib sama seperti istri pertama ayahanda. Dan istri permaisuriku, pasti akan meninggal dunia!"
"Dan pastinya semua gadis-gadis di desa ini, tidak mau menjadi istri pertama Pangeran dari pewaris takhta kerajaan bisnis. Karena semua warga di desa ini, sudah pada tahu misteri kematian istri pertama Pangeran dari kerajaan bisnis. Makanya Ibu, kenapa sampai sekarang belum menikah di umurku yang ... karena alasannya itu!” ucap Pangeran.
Lalu, Ibu Kintan menjawab dengan berusaha menenangkan hati Pangeran, “Iya Ibu juga tahu Pangeran. Tenang saja, nanti Ibu jodohkan ke gadis-gadis ... yang tinggal di desa ini!”
Terus Pangeran pun berkata, “Ibu sudah berusaha jodohkan Pangeran dari dulu, dengan anak gadis dari teman-teman Ibu yang tinggal di desa ini. Tapi apa buktinya? Mereka tetap tidak mau anak gadis perempuan mereka, menjadi korban misteri istri pertama dari pewaris takhta kerajaan bisnis!”
Kemudian Ibu Kintan berkata, “Ya itu juga Ibu sudah berusaha ... menawarkan iming-iming kepada orang tua dari anak gadis perempuan mereka, kalau barang siapa yang mau menjadi istri pertama Pangeran, niscaya kedua orang tua mereka akan bahagia diberikan harta berupa: rumah yang mewah, dan perhiasan!"
"Tapi anak gadis perempuan mereka, tidak mau menuruti perintah kedua orang tuanya. Padahal kedua orang tua dari anak gadis perempuan mereka, pada awalnya mau setuju dengan perjodohan ini!” ucap Ibu Kintan.
“Pangeran pun, merasa bingung harus pakai cara yang bagaimana ... supaya aku bisa menemukan cinta pertamaku!” ungkap Pangeran.
Terus Ibu Kintan menjawab, “Ibu akan berusaha jodohkan Pangeran dengan gadis dari luar desa ini. Mungkin saja, gadis-gadis dari luar desa ini tidak tahu seluk beluk mengenai kutukan ... dari pewaris takhta kerajaan bisnis!"
"Semoga saja, jadi yang sabar ya, Pangeran! Ibumu ini sedang berusaha semaksimal mungkin, agar kau Pangeran bisa ... memiliki istri. Dan berharap Ibu akan menimbang cucu dari anakmu!” ungkap Ibu Kintan dengan berusaha menenangkan hati anaknya.
“Ya semoga saja ... bisa secepatnya menikah Pangeran Sepna dengan wanita yang mencintaiku apa adanya. Walaupun dia harus mengalami ... yang merenggut nyawanya ketika saat malam pengantin nanti!” ucap Pangeran seraya ia berusaha memeluk Ibunya dengan erat.
Ibu Kintan mengatakan, “Yang sabar Pangeran Sepna, kita pasti kuat menghadapi semua ini asalkan mau usaha ... berdoa jangan kita tinggalkan! Ibu pasti selalu menyangimu Pangeran, karena engkau ... anak Ibu semata wayang, yang dibesarkan hingga sekarang umurmu mau menginjak tiga puluh tahun!”
“Ayahmu ... meninggalkan kita berdua saat kamu masih berumur 10 tahun. Lalu, beliau pernah berpesan pada Ibu untuk selalu membantu Pangeran hingga ... menemukan calon pendamping hidup. Yang nantinya akan mewariskan takhta kekuasaan kerajaan bisnis!" ucap Ibu Kintan.
"Dan jika kamu telah menikahi istri pertamamu, secepatnya dalam kurun waktu satu minggu ... akan Ibu jodohkan dengan seorang gadis cantik dari luar desa ini!” ungkap Ibu Kintan.
“Baik, Ibuku!” pungkas Pangeran sambil menenangkan hati yang sedang bersedih hingga saat melihat wajah Ibunya itu, Pangeran merasa kasihan mengusap air mata yang membasahi pipi Ibunya itu.
Ibu Kintan pun mengatakan, “Memang engkau anak baik Pangeran, semoga nanti siapa saja yang akan menjadi istri pertama kamu ... akan Ibu pastikan jika orang tuanya tidak tahu sesuatu yang akan menimpa anaknya kelak!"
"Sebab misteri kejadian istri pertama saat malam pengantin itu, tidak hanya terjadi pada istri pertama ayahmu dulu, melainkan sudah terjadi menimpa kematian dari istri pertama ... kerajaan.” ucap Ibu Kintan.
“Ibu sore akan pergi keluar dari desa ini, Ibu akan bertemu dengan temanku bernama Sinta yang rumahnya tidak jauh dari desa ini. Konon katanya, Ibu Sinta mempunyai anak tiri!" ungkap Ibu Kintan dengan memberikan senyuman.
"Lalu, Ibu akan membujuk Ibu Sinta untuk menyerahkan anak tirinya supaya mau dinikahkan denganmu. Karena Ibu Sinta, temanku itu bisa dibujuk ... diberi uang maupun perhiasan. Jika dia sepakat dalam perjodohan ini dan semoga saja dia mau menerima kesepakatan ini!” ungkap Ibu Kintan.
Pangeran bertanya pada Ibunya, “Bagaimana Ibu, kalau anak tirinya Ibu Sinta malah menolaknya?"
Ibu Kintan menjawab dengan lugas, “Tenang saja Pangeran, akan di pastikan Ibu Sinta mau menerima sepakat dalam perjodohan ini. Oh iya Pangeran, Ibu masuk ke dalam kamar dulu!” sambil berjalan Ibu Kintan menuju pintu kamarnya.
Dan Pangeran pun seraya berkata, “Ya mudah-mudahan mau Ibu Sinta sepakat dengan perjodohan ini. Baik Ibu silakan!” pungkas Pangeran dengan melepaskan tangan Ibunya yang disentuhnya.
***
Sore harinya, Ibu Kintan berpamitan dulu dengan Pangeran seraya memanggil anaknya, “Pangeran ... lihatlah Ibu, kemarilah!”
Lalu, Pangeran yang sedang menatap pemandangan di halaman taman depan istana berkata, “Iya baik Ibu, ada apa?” seraya Pangeran berjalan menghampiri Ibunya itu.
Terus Ibu Kintan berkata, “Iya Pangeran lihatlah sekarang, Ibu sudah dandan rapi karena mau pergi ke rumah Ibu Sinta sore ini dan akan menawarkan perjodohan pernikahan ... Pangeran dengan anak tirinya Ibu Sinta. Doakan saja semoga berhasil!”
Kemudian, Pangeran pun menjawab Ibunya seraya memegang tangan Ibu dengan mengelusnya lembut, “Tentu Ibu, Pangeran doakan semoga berhasil dan Ibu Sinta mau dibujuk dalam perjodohan pernikahan ini. Dan tak lupa pula, Ibu juga harus bujuk anak tirinya Ibu Sinta ... supaya dia mau menikah dengan, Pangeran Sepna!”
Lalu, Ibu Kintan memegang tangannya Pangeran seraya berkata, “Baik Pangeran akan Ibu usahakan semaksimal mungkin. Anakku Ibu pergi dulu, sampai jumpa nanti malam!”
Pangeran pun menjawab, “Baik laksanakan! Berhati-hati di jalan, Ibuku!” seraya melepaskan tangan Ibunya.
Kemudian, Ibu Kintan berjalan keluar pintu depan istana dengan memanggil pengawal istana, “Pengawal ... mana sopir pribadi saya, Ibu mau pergi keluar istana!”
Lalu Pengawal Istana pun menjawab, “Baik siap, saya jemput dulu sopir pribadi Ibu, lagi ada di pos satpam!”
Tidak lama kemudian, sopir pribadinya Ibu Kintan datang menghampiri seraya berkata, “Iya ada apa? Saya siap membawa Ibu pergi kemana pun, Ibu mau!”
Lalu Ibu Kintan berkata, “Oke ... sore ini mau keluar istana, tolong antarkan saya ke rumahnya Ibu Sinta! Rumahnya tidak begitu jauh dari desa ini, hanya saja melewati jembatan perbatasan desa sini, Pak Roni!”
Terus sopir pribadinya Ibu Kintan menjawab, “Baik siap Bu, mari saya antarkan!”
Ibu Kintan pun, seraya turun dari anak tangga pintu masuk istana seraya berkata, “Laksanakan Pak Roni, saya tunggu disini!”
Lalu, Pak Roni segera berjalan menuju ke arah mobil-mobil istana dan segera dia menyetir mobil, melajulah mobil yang disetir Pak Roni menuju arah dimana Ibu Kintan berdiri di depan pintu masuk istana.
“Ayo mari masuk!" ucap Pak Roni.
“Baik, Pak Roni,” pungkas Ibu Kintan seraya membuka pintu mobil dan segeralah masuk menaiki mobil itu, duduk didepan dengan Pak Roni.
Didalam mobil istana, Ibu Kintan mewanti-wanti supaya Pak Roni tidak kelewat rumahnya Ibu Sinta, Pak Roni pun menurutinya.
Di tengah perjalanan tiba-tiba melihat sesosok bayangan wanita berbaju putih, yang mau menyeberang melewati mobil istana yang ditumpangi Ibu Kintan dan Pak Roni.
“Awas Pak Roni, itu ada orang. Wanita lagi jangan engkau tabrak!" ucap Ibu Kintan.
“Iya, Ibuku yang cantik!” pungkas Pak Roni seraya ia mengerem mobilnya dengan tangan yang gemetar, pada saat sudah direm mobil itu sama beliau, tiba-tiba mereka berdua tubuhnya Pak Roni dan tubuhnya Ibu Kintan tersungkur pada kaca depan mobil yang mereka tumpangi itu.
Setelah dilihat di hadapan kaca mobil itu, Ibu Kintan dan Pak Roni tidak melihat ada orang di tabrak.
Ibu Kintan terkejut dan merasa kebingungan seraya berkata, “Pak Roni apakah tadi tuh, ada wanita yang mau menyeberang kan? Tapi, kenapa sekarang wanita yang tadi mau menyeberang tiba-tiba spontan tidak ada, menghilang kemana, Pak Roni?”
Lalu Pak Roni menjawab, “Iya Ibu, saya juga aneh kenapa wanita yang tadi mau menyeberang itu, sekarang malah menghilang tidak ada dan ini juga, menyetir mobil tidak sedang mengantuk!”
Ibu Kintan pun, merasa kebingungan heran dan berkata, “Betul Pak Roni entah pergi kemana sih, wanita yang mau menyeberang tadi. Syukurlah kalau engkau sedang tidak mengantuk! Tapi ngomong-ngomong memang di jalanan ini, kalau kita mau melewati jembatan perbatasan memang sepi dan angker kan?”
Terus Pak Roni pun, merasa merinding saat Ibu Kintan berkata seperti itu dan menjawab, “Jelas memang Bu, jalanan disini memang sepi dan angker. Apalagi kalau kita mau menyeberang jembatan perbatasan desa ini ... konon katanya orang-orang yang melintasi jembatan ini pada malam hari pengendara merasa dikelilingi kabut asap dan begitu pengendara membuka matanya, suka melihat sesosok wanita cantik namun wanita yang dilihatnya itu berwajah sedih. Serta kedua tangannya penuh dengan darah, seketika wanita itu menghilang dan menjelma menjadi ular!”
“Wow ternyata kalau malam hari, jika kita melintasi jembatan perbatasan desa ... cukup menakutkan dan mengerikan ya, Pak Roni!” pungkas Ibu Kintan.
Pak Roni pun, mengangguk kepalanya seraya berkata, “Memang iya, makanya saya jika malam-malam kalau tidak ada seizin perintah dari Ibu Kintan dan Pangeran, tentunya saya tidak mau melintasi jembatan perbatasan desa ini!”
Lalu Ibu Kintan menjawab, “Oh begitu Pak Roni dan sebentar lagi kita mau melewati melintasi jembatan itu kan?”
“Iya benar, sebentar lagi kita akan melewati menyeberangi jembatan perbatasan desa ini!” pungkas Pak Roni seraya merinding ketakutan saat menyetir mobilnya.
Ketika saat mau menyeberangi jembatan perbatasan desa, tiba-tiba ada kabut asap yang menyelimuti mereka berdua, sehingga saat di dalam mobil Pak Roni dan Ibu Kintan merasa tidak enak hingga tidak bisa melihat jelas jalanan di depan kaca mobil. Yang mereka lihat tuh, kabut asap yang berwarna putih.
Ibu Kintan merasa panik seraya bertanya, “Pak Roni, kenapa jadi ada kabut asap nih? Hingga membuat saya menjadi tidak enak bernafas dan mataku oh kenapa menjadi buram seperti ini?”
Lalu, Pak Roni berusaha menenangkan hati Ibu Kintan seraya berkata, “Betul Bu, saya juga tahu dan merasakan hal yang sama. Ibu mohon jangan panik ya, karena saya juga sedang berusaha berhati-hati untuk melewati melintasi jembatan perbatasan desa ini!”
Tiba-tiba mereka berdua, merasa kepanikan karena kabut asap yang membuat mata mereka menjadi buram.
Sehingga saat Ibu Kintan dan Pak Roni melihat ke depan kaca mobil, ada suara wanita yang menangis.
Dan seketika sosok wanita hantu ini, menampakkan wajahnya di depan kaca mobil yang sedang ditumpangi oleh mereka berdua.
Hingga akhirnya, Pak Roni mengerem mendadak saat menyetir mobil, karena jalanan yang mereka lihat itu tidak terlihat dengan jelasnya.
Kemudian, saat mereka berdua melihat sosok hantu wanita itu Ibu Kintan bertanya dan langsung menjerit, “Ah apaan itu?” sambil tangan kirinya memegang pipinya dan tangan kanannya memegang tangan kirinya Pak Roni, hingga saking Ibu Kintan merasa ketakutan dan akhirnya dia pingsan tak sadarkan diri.
Namun Pak Roni malah menjerit pula, karena Ibu Kintan pingsan hingga dia terus memegang tangan Ibu Kintan seraya berkata, “Ibu kumohon bangunlah! Ibu jangan pingsan, Pak Roni takut nih!"
Pak Roni tak berani menoleh melihat ke depan kaca mobil karena dikiranya sosok wanita hantu itu, masih ada di hadapannya.
Seluruh anggota tubuh Pak Roni merinding ketakutan, hingga kedua kakinya gemetar.
Hatinya Pak Roni ingin menoleh ke depan kaca mobil itu, apakah masih ada sosok wanita hantu itu?
Matanya dengan berat hati, ingin melirik sedikit ke depan kaca mobil, namun apa yang terjadi ternyata masih ada sosok wanita hantu itu, hingga dia akhirnya menjerit histeris ketakutan.
Dengan membangunkan Ibu Kintan, “Ibu ... bangun, ayo Bu bangunlah! Perjalanan kita belum sampai Bu, ayo sadarlah!” dengan suara keras karena merasa takut Pak Roni, hingga akhirnya keluar keringat dari wajahnya sampai tangannya menjadi gemetar, sampai dia mencoba memberanikan matanya, untuk melirik melihat lagi ke depan kaca mobil.
Namun apa yang terjadi, ternyata masih tetap ada sosok hantu wanita itu, dengan wajah menakutkan penuh dengan air mata darah yang keluar dari matanya wanita hantu itu.
Pak Roni pun menjerit keras, hingga akhirnya pingsan juga seperti Ibu Kintan yang belum sadar.
Tidak lama kemudian, Ibu Kintan terbangun dari pingsannya. Dia sudah sadarkan diri dan melihat ke depan kaca mobil seraya berkata, “Saya dimana ini? Dan ini oh, masih di mobil ternyata. Kabut asapnya, sudah tidak ada lagi!”
Berusaha mencoba membangunkan Pak Roni yang masih dalam keadaan pingsan dan Ibu Kintan berkata, “Pak Roni ... bangunlah! Kita masih di dalam mobil, kita belum sampai ke rumahnya, Bu Sinta!” seraya kedua tangan Bu Kintan, memegang kedua tangannya Pak Roni.
Namun apa yang terjadi, sosok bayangan hantu wanita itu terlihat sedang berjalan ketika dilihat oleh Bu Kintan. Spontan tiba-tiba menghilang kembali sosok hantu wanita itu.
***
Ibu Kintan pun, semakin ketakutan dan khawatir jika sosok hantu wanita itu menampakannya lagi di depan kaca mobil.
Dengan terus berusaha menyadarkan Pak Roni yang masih pingsan.
“Pak Roni ... ayo bangun, saya takut nih! Ibu mohon bangunlah!” ucap Ibu Kintan seraya kedua tangannya, memegang terus kedua tangan Pak Roni.
Lalu Pak Roni pun, akhirnya sadar juga dari pingsannya itu dan berkata, “Aduh dimana ini? Kok saya ini ... di dalam mobil sama Ibu lagi!”
Pak Roni merasa keheranan dan sedikit lupa dengan kejadian yang menimpa dirinya tadi.
Terus Ibu Kintan menjawab, “Iya Pak Roni sama saya, lagi di dalam mobil. Bapak ingatkan, kalau kita berdua mau pergi ke rumahnya Bu Sinta dan kita ... lagi di jembatan perbatasan desa!”
Mencoba menyadarkan dan mengingatkan Pak Roni.
Kemudian Pak Roni pun berkata, “Oh ya Bu, maaf saya lupa. Yang tadi tuh, kita berdua pingsan ... karena hal itu, melihat sosok wanita hantu itu, ada di depan kaca mobil ya kan?”
Ibu Kintan pun menjawab, “Tentu benar Pak Roni, kita berdua tadi pingsan karena merasa ketakutan melihat sosok hantu wanita. Yang mana tadi tuh, kita lihat di depan kaca mobil ... bahkan saat sebelum melihat hantu itu, kita tak bisa melihat jalanan!”
Lalu Pak Roni pun, tersadar dengan ucapan yang dikatakan oleh Bu Kintan dan berkata, “Tentu betul Bu, lalu kita ini masih di jalanan jembatan perbatasan desa kan?”
Ibu Kintan mengatakan, “Jelas benar, kita masih di jalanan jembatan perbatasan desa dan tadi pas saya terbangun sadar dari pingsan ... tadi saya melihat lagi sosok hantu wanita itu sedang berjalan lalu tiba-tiba entah kemana lagi hantu itu menghilangnya!”
“Saya takut melihat hantu itu, yang mana di kedua tangannya berlumuran darah!” ucap Ibu Kintan seraya tangan kanannya, memegang tangan kirinya Pak Roni karena merinding ketakutan, menceritakan sosok wanita hantu itu.
Terus Pak Roni menjawab, “Memang benar Bu, sosok wanita hantu itu, sungguh menakutkan karena saat Ibu pingsan tadi, saya melihat ... wanita hantu itu, di depan kaca mobil sampai ketiga kalinya, Bapak penasaran melirik hantu itu lagi. Dan di kedua matanya menangis mengeluarkan air mata darah dari hantu wanita itu yang berambut panjang tadi, sampai saya menjerit hingga akhirnya pingsan!”
Ibu Kintan semakin merinding ketakutan, saat Pak Roni menjelaskan secara rinci sosok wanita hantu yang dilihatnya itu.
Hingga Ibu Kintan meminta Pak Roni untuk segera melanjutkan perjalanan menuju rumahnya Bu Sinta seraya berbicara, “Ayo kita lanjutkan lagi, perjalanan kita cukup jauh menuju ke rumahnya, Bu Sinta! Ayo mulai menyetir lagi buruan, takut ada hantu wanita itu menampakkan lagi rupanya. Karena kita ini berhenti di tengah-tengah jalanan jembatan!”
“Baik Bu, siap laksanakan!” ungkap Pak Roni.
Lalu, mobil pun mulai melaju kembali dengan cepatnya Pak Roni menyetir menjalankan mobilnya dan ketika mau sampai ke ujung jembatan perbatasan, sosok hantu wanita itu mulai menampakkan lagi rupanya dengan seperti dia mau menyeberang.
Tiba-tiba Ibu Kintan menjerit seraya berkata, “Awas Pak Roni, itu ada wanita yang mau menyeberang!”
Lalu Pak Roni pun menjawab, “Mana Bu, tidak kelihatan?”
Terus Ibu Kintan mengatakan, “Itu Pak Roni masa tidak terlihat, awas itu ada wanita yang memakai baju putih!” seraya mewanti-wanti kepada Pak Roni, agar tidak menabrak sosok wanita yang di maksudnya itu.
Saat mobil yang mereka tumpangi itu, mau menabrak sosok wanita yang mau menyeberang di hadapannya.
Spontan tiba-tiba saja menghilang bayangan itu entah kemana perginya.
Dan Pak Roni pun, merasa keheranan apa yang dimaksud mengenai sosok wanita yang mau menyeberang itu, tidak tampak di indra penglihatannya.
Hanya menampakkan sosok wanita hantu itu, pada indra penglihatannya Ibu Kintan.
Pak Roni berucap, “Mana Bu, tuh kan tidak ada orang ataupun wanita yang mau menyeberang?” seraya meyakinkan indra penglihatannya Ibu Kintan.
“Tadi betul ada, Ibu melihat jelas dengan mata kepala saya sendiri. Kalau tadi tuh, ada sosok wanita berpakaian berwarna putih dan berambut panjang yang ingin menyeberang ... tapi kenapa sekarang tidak terlihat lagi orang yang mau menyeberangnya!" ucap Ibu Kintan seraya meyakinkan Pak Roni.
"Apa mungkin Pak Roni, kalau sosok wanita itu adalah hantu yang berusaha menampakkan rupanya lagi!” ungkap Ibu Kintan dengan bulu kuduknya yang merinding ketakutan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!