NovelToon NovelToon

Gus Lukman & Syafa

PART 001

Happy Reading,,,

[GUS LUKMAN & SYAFA]

Seorang gadis cantik datang menghampiri meja kantin yang ditempati ke dua temannya, perempuan itu terlihat kelelahan setelah dia duduk disamping temannya.

"Assalamu'alaikum teman-teman!" Mengucapkan salam kepada kedua temannya setelah dia duduk di bangku yang kosong.

"Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh." Jawab Anjani dan Isyana secara bersamaan, mereka berdua adalah sahabat sekaligus teman satu asrama.

"Dihukum lagi kamu syafa?" Tanya Anjani, ya gadis cantik yang baru saja duduk dia adalah Syafa Aisyah teman-temannya biasa memanggilnya dengan syafa.

"Iya! Kok kamu tau?" Ujar Syafa kembali bertanya.

"Tau lah! Sudah menjadi kebiasaanmu yang tiada hari tampa dihukum, iyakan isyana?" Cibir anjani kepada syafa yang hanya terkekeh menanggapi cibiran Anjani padanya.

"Apa lagi yang kamu lakukan sampai dihukum?" Tanya Isyana.

Syafa menarik dalam nafasnya kemudia menghembuskannya secara perlahan lalu menjawab.

"Tadi waktu mau nyusul kalian kekantin, ngak sengaja nendang batu kecil tapi batu kecil itu malah kena sama gus." Jawabannya lugas dengan tangan yang sibuk mengipas-ngipasi wajahnya dengan buku.

"Astaga Syafa, kamu kurang kerjaan banget sampai kena gus!" Isyana sambil memijit pelipisnya, tidak habis pikir dengan tingkah ajaib sahabatnya.

"Gus siapa yang kena batu kecil itu?"tanya Anjani.

"Gus Lukman" Dengan bibir yang sedikit maju beberapa senti.

"Ha? Gus Lukman!" Anjani dan Isyana dengan suara yang sedikit terkejut setelah mendengar ucapan Syafa.

Ahmad Lukman Al hafiz siapa yang tidak mengenalnya, putra dari anak pimpinan pondok pesantren Al ikhlas, beliau sangat disiplin dan tegas. Dikenal dengan hukuman yang tidak main-main bagi para santri yang melanggar aturan pesantren, termasuk Syafa sendiri.

"Hukuman apa lagi yang kamu dapat? Dihukum membersihkan kamar mandi? atau disuruh bersihin mesjid atau kamu dipukul pake rotan?" Cecar Anjani, dengan rasa penasaran.

"Anjani banyak tanya tau." Isyana bergumam pelan.

"Kamu kalau nanya satu-satu dogg." Syafa yang nampak kesal.

"Memangnya kamu dihukum apa lagi sama Gus Lukman?" Isyana bertanya kepada syafa yang masih sedikit terlihat kesal.

"Hukuman kali ini cuman disuruh hafal surah Ar-Rahman sama Gus Lukman dalam waktu dua minggu."

"Syukur deh, hukuman kamu gak berat." Syafa dan Anjani menghela nafas lega.

"Tapi mana cukup dua minggu buat hafal surah Ar-Rahman, aku aja masih ada hafalan yang belum di setor, mana tadi capek banget nyapu halaman asrama." Ungkap Syafa dengan raut wajah yang kesal, mengingat tadi bagaimana dia menyapu semua halaman asrama putri. Gus Lukman jika memberikan hukuman kepadanya memang tidak tanggung-tanggung, begitu juga ketika dia memberikan hukuman kepada santri lainnya.

Anjani dan Isyana hanya terkekeh pelan.

"Yang sabar ya Syafa, kamu sih! Kaya ngak bisa tenang sehari ajah ngak buat masalah apa lagi sama Gus Lukman." Ucap Anjani.

"Dia mana ada satu hari tanpa buat ulah." Isyana ikut setuju dengan ucapan Anjani.

"Ya mau gimana lagi? Aku juga mana mau dihukum setiap hari." Ujar Syafa.

"Astaghfirullah ukhti!" Kedua temannya menggelengkan kepala mendegar ucapan Syafa.

"Memangnya kamu tidak capek apa, dihukum hampir setiap hari?" Tanya Anjani.

"Ya, capek lah setiap hari dihukum mana hukumannya berat-berat lagi, tapi kalau ngak buat ulah kaya ada yang kurang gitu." Jawab Syafa dengan kekehan diakhir ucapannya. Kemudian tiba-tiba bangkit dari tempat duduknya.

"Mau kemana kamu?" Tanya Isyana yang melihat Syafa berdiri.

"Mau kekamar kecil." Jawabnya.

"Yaudah, ayok barengan." Ujar Isyana yang ikut bangkit kalau disusul Anjani.

Mereka bertiga berjalan beriringan dikoridor kantin asrama, sesekali saling melempar candaan.

###

Di lain tempat yang berbedah dan waktu yang sama seorang laki-laki sedang sibuk membaca kitab fiqih, sesekali mengambil nafas panjang, raut wajahnya seperti sedang kesal mengingat kejadian beberapa waktu tadi saat dirinya hendak kembali ke ruangannya sampai ketukan pada pintu mengalihkan perhatiannya.

Tok

Tok

"Ya, silahkan masuk." Ujarnya. Sambil merapikan meja yang sedikit berantakan.

"Assalamu'alaikum Gus." Salam orang yang mengetuk pintu tadi, dan langsung duduk tampa dipersilahkan.

"Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh." Jawabnya. Tanpa melihat siapa yang memberi salam, karena dia tau siapa pemilik suara itu.

"Tidak menawari ku duduk Gus?" Tanya orang itu.

"Tampa saya tawari kamu pun sudah duduk Brama." Ujarnya.

Yang mengetuk pintu tadi adalah Brama Rakal Aksa seorang ustadz dan pembina di pesantren Al ikhlas dan lawan bicaranya tadi ia adalah Gus Lukman sahabat karibnya.

"Kenapa kau datang kemari? Bukan kah kamu memiliki jadwal mengajar hari ini?" Cecar Gus Lukman sambil menatap ustadz Brama.

"Ayolah kawan, kau tidak tau? Atau pura-pura pikun? Saya dan ustadz Kalasa sedang bertukar jadwal mengajar hari ini." Jawab ustadz. Brama sedikit kesel pada Gus Lukman.

"Iya kah? Saya tidak mengingatnya." Ucapnya santai.

Ustadz Brama hanya haya memutar matanya jengah mendengar jawaban dari Gus Lukman untung teman batinnya.

"Tadi aku tidak sengaja melihatmu menghukum santriwati? Dia santri yang sering kau hukum bukan?" Tanya ustadz Brama. Penasaran dengan apa yang dia lihat tadi saat tak sengaja melintas di didepan asrama putri, melihat teman karibnya ini sedang menghukum santri putri.

"Jagan membahasnya Bram, saya masih kesel dengan Syafa dengan tingkah lakunya yang selalu membuat saya darah tinggi." Ujarnya. Dengan sedikit kesal mengingat kejadian beberapa saat lalu.

Ustadz Brama yang mendapat jawaban seperti itu hanya terkekeh sambil menggelengkan kepalanya.

"Jangan seperti itu Gus, nanti jodoh loh."

"Astaghfirullah, bisa tekanan batin saya jika sampai berjodoh dengannya." Jawab Gus Lukman. Sambil mengusap-usapkan telapak tangannya ke dadanya.

Ustadz Brama yang melihat itu tertawa tidak habis pikir dengan temannya yang satu ini.

"Hati-hati loh Gus, jangan sampai kejadian beneran, bahaya soalnya." Ujar ustadz Brama masih dengan kekehan kecil nya.

"Siapa juga yang mau dengan dia yang bandel itu." Bantahnya. Dengan sedikit kesal dengan ucapan Brama.

"Sudahlah, saya mau pulang ke ndalem." Lanjunya. Sambil bangkit dari tempat duduknya, kemudian sedikit merapikan pakaiannya.

"Loh, sudah mau pulang toh? Saya saja baru duduk kok sudah mau ninggalin saya?" Tanya ustadz Brama.

"Pekerjaan saya sudah selesai dan jika kamu masih mau disini silahkan saja, saya mau pulang ke ndalem, saya pamit Assalamu'alaikum." Ucapnya. Meninggalkan ustadz Brama yang masih duduk.

"Lah! Kok saya ditinggal sendirian sih? Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh." Ucapnya. Sambil bangkit dari tempat dudunya lalu buru-buru menyusul keluar ruangan.

###

Setibanya di ndalem Gus Lukman melihat Abah nya yang tengah melihat TV yang sedang menayangkan berita terkini.

"Assalamu'alaikum Abah." Salamnya kepada Abahnya lalu mengambil tangan kanan Abah nya untuk dia salim sebagai bentuk tanda hormat kepada orang tua nya.

Mohammad Zaen Al hafiz, pemimpin dan pemilik yayasan Pondok Pesantren Al Ikhlas di daerah bogor, sosoknya yang tegas, disiplin dan memiliki tatapan yang hangat bagi orang-orang disekitarnya, sangat menyayangi keluarganya dan para santri-santrinya.

"Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh, dari mana saja kamu Lukman?" Tanya Abah Zaen. Sambil menatap putranya yang sudah duduk disampingnya.

"Lukman dari madrasah Abah." Jawabnya sambil mencari seseorang. "Dimana Umi dan Aqila?" Lanjut bertanya pada Abah Zaen.

Ummu salma Al hafiz ialah istri dari Kiyai Zaen yang berarti umi Gus Lukman dan Aqilah Al hafiz ialah adik bungsunya yang terpaut tiga tahun, Aqila sendiri masih duduk dibangku madrasah Aliyah kelas XII.

"Mereka sedang berada di dapur, ada apa?" Ujar Kiyai Zaen pada anaknya.

"Tidak apa-apa hanya bertanya saja." Jawabnya. Sambil tersenyum tipis.

"Abah, Lukman pamit kekamar mau istirahat sebentar." Pamit Gus Lukman kepada Abahnya.

"Baiklah." Jawab Kiyai Zaen singkat masih setia menatap TV, tampa tau putranya sudah pamit.

Setibanya dikamar Gus Lukman langsung membaringkan badanya ke kasur yang terasa nyaman itu, badannya terasa lelah setelah aktivitas seharian.

[GUS LUKMAN & SYAFA]

Bogor, 15 November 2023

PART 002

Assalamu'alaikum teman-teman

Bismillahirrahmanirrahim

Happy Reading,,,

[GUS LUKMAN & SYAFA]

Di asrama putri tepatnya dikamar Az-Zahra yang berisi tiga orang yang sedang Bersiap-siap untuk berangkat ke masjid utama pesantren yang letaknya di tengah-tengah asrama putra dan asrama putri hanya tembok saja yang membatasi.

"Jangan lupa bawa Al Qur'an sama buku catatanya." Ujar tiba-tiba Anjani. Mengingatkan teman-temannya bahwa hari ini mereka ada kajian dari salah satu ustadz di pondok ini.

"Iyya ustadzah!" Mereka menjawab bersamaan sampai Anjani sedikit kaget dibuatnya.

"Kalau udah siap semua yok buruan, nanti telat." Ajak Syafa pada kedua temannya.

Di asrama putri ada tiga lantai, masing-masing lantai memiliki jumlah kamar dua puluh yang dimana diisi satu kamar ada lima penghuninya, namun kamar Syafa dkk hanya diisi tiga orang saja kebetulan kamar mereka terletak pada lantai tiga kedua dari ujung.

"Ayok, buruan mana turun tanggah lagi." Ucap Isyani yang sudah siap.

Mereka kemudian berangkat

kemesjid bersamaan tidak lupa mengunci kamar mereka.

Saat tiba di masjid sudah banyak santriwati yang lain termasuk santriwan yang juga mulai berdatangan.

"Masya Allah, calon-calon ku kok ganteng banget sih." Itu suara Anjani. Tiba-tiba saja bersuara saat tak sengaja melirik pintu masuk untuk santri putra.

"Astaghfirullah, tobat kamu. Matamu kok jelalatan banget sih?" Ucap Syafa.

"Ini tuh ngak bisah dilewati Fa, kapan lagi coba liat mereka?" Jawab Anjani dengan semangat 45 nya.

"Istighfar banyak-banyak punya teman seperti kamu deh Anjani." Ujar Isyana. Yang sibuk mencari tempat duduk untuk mereka sholat.

"Kita duduk dimana nih? Udah pada penuh semua." Ucap Syafa pada kedua temannya.

"Tuh! Masih ada yang kosong di ujung paling bekelakang." Tunjuk Anjani.

"Ayok, buruan nanti ada yang tempatin lagi." Ajak Isyana kepada kedua temannya.

Mereka buru-buru kesana takut ada yang tempati, karena masih banyak yang baru saja datang.

Sampai tiba waktu azan magrib yang dimana tandanya sebentar lagi mereka menunaikan ibadah sholat Maghrib berjamaah, suara azan dikumandangkan begitu merdunya entah siapa pemilik suara merdu itu.

"Imam sholat malam ini siapa yah?" Bisik Isyana pada Syafa yang posisinya ditengah kedua temannya.

"Ngak tau, mungkin Kiyai Zaen." Jawab Syafa dengan suara kecilnya.

Semua santri siap untuk melakukan sholat Maghrib berjamaah yang di imami oleh Gus Lukman sendiri, terlihat gagah dengan balutan gamis putih panjang dan sorban hitam serta kopiah putih sangat pas dikenakannya.

Suara saat memulai takbiratul ihram sampai dengan membaca surah Al-Fatihah dan surah pendek, hingga selesai do'a suara Gus Lukman sangat indah dan merdu.

Setelah sholat berjamaah ada kajian wajib setiap selesai sholat Maghrib berjamaah dari ustadz dan ustadzah yang ditugaskan oleh pihak Pesantren sendiri, dan malam ini Gus Lukman mendapatkan jadwal pengajiannya.

Dia berdiri dihadapan semua santri dan pembina asrama dengan gagahnya.

"ASSALAMU'ALAIKUM WARAHMATULLAHI WABAROKATUH." Gus Lukman membuka dengan salam.

"WA'ALAIKUM SALAM WARAHMATULLAHI WABARAKATUH." Jawab semua jamaah.

"Pertama-tama puji syukur kita panjatkan atas nikmat kesehatan yang diberikan oleh Allah SWT, sehingga kita masih bisah berkumpul disini dalam keadaan sehat..."

"Masya Allah, Gus Lukman kok ganteng banget sih." Puji Anjani membuat Syafa dan Isyana menoleh.

"Siapa yah wanita beruntung yang bakal jadi pendamping Gus Lukman?" Lanjut Anjani. Dengan mata berbinar menatap Gus Lukman yang sedang membawakan materi.

"Pasti beruntung banget istrinya, bisah dapatin Gus Lukman. Apa wanita itu saya ya?" Lanjut Isyana,

"Tidak mungkin Ukhti!" Ujar Anjani menatap dari samping Isyana.

"Never try Ukhti, astaghfirullah Isyana." Ucap Syafa.

"Ihh, kalian kenapa sih? Siapa yang tidak mau punya suami spek Gus Lukman, duhh beruntung banget deh."

"Jangan mimpi terlalu tinggi ukhty, nanti jatuh sakit trus nangis." Ucap Syafa.

Syafa mengalihkan pandangan nya kedepan melihat Gus Lukman, ia juga mengakui pesona Gus Lukman memang tidak main-main, saat sedang serius menatap Gus Lukman tiba-tiba saja Gus Lukman juga menatapnya, hanya sesaat karena Syafa langsung menundukkan kepalanya takut melihat mata tajam Gus Lukman.

"Astaghfirullah halazim, zina mata." Cicit Syafa pelan.

"hah? Kamu ngomong apa Syafa?" Ucap Anjani. Yang samar-samar mendengar ucapan Syafa yang kurang jelas.

"Hah! Ngak ngomong apa-apa kok, salah dengar kamu." Sangkal Syafa. Sambil kembali menatap kedepan

Mereka mendengarkan kajiannya sampai selesai, setelah itu dilanjutkan sholat Isyah berjamaah.

###

Semua santri telah kembali ke asrama masing-masing dan saat ini ketiga sijoli itu sedang mengantri untuk mengambil makan malam mereka, lalu dibawa kemeja yang masih kosong bergabung dengan santriwati yang lainnya.

"Tadik tuh Gus Lukman pesonanya ngak main-main deh." Anjani mulai kumat lagi.

"ngomong-ngomong nih yah, katanya Gus Lukman mau dijodohin sama anak temannya Kiyai zaen benar gak sih?" Tanya Anjani. Pada kedua temannya yang sibuk menyantap makanan di depannya tampa minat menimpali perkataan Anjani.

"Kalau makan itu diam, jangan banyak omong kesedek baru tau rasa kamu!" Syafa memberikan wejangan kepada Anjani.

"Betul itu, Nanti selesai makan baru lanjut ngomong." Ucap Isyana sambil sesekali menyuapkan makanan kedalam mulutnya.

"Na'am ukhty,l."

Mereka lanjut makan tampa ada yang berbicara lagi, sampai mereka selesai makan, kemudian mereka kembali kekamar untuk istirahat, setelah sholat Isyah para santri tidak memiliki kegiatan, belajar sendiri-sendiri di masing-masing kamar tampa membuat keributan yang mengganggu kamar lainnya.

"Besok kan hari minggu jadi mau bobo siang sepuasnya." Ucap Syafa. Semangat 45 sambil tersenyum lebar merabahkan dirinya pada lantai beralaskan karpet tipis.

"Ngak ada ya! Cucian kamu numpuk tuh." Cecar Anjani. Sambil melipati kembali mukenah yang tadi digunakan nya. "Awas ajah kamu sampai ngak nyuci besok, aku aduin kamu ke ustadzah arah." Matanya melototi Syafa yang masih asik rebahan.

"Hahaha, Aduin ajah biar dihukum lagi." Ujar Isyana. Kelewatan santai duduk bersilah di samping Syafa.

"Kalian kok gitu! Tega banget sama temen sendiri juga." Jawab Syafa. Memajukan bibirnya sampai beberapa senti, kesel dengan teman-temannya.

"Lanjut cerita yang tadi waktu dikantin, yang kamu bilang Gus Lukman mau dijodohin. Emang bener?" Ujar Isyana. Melihat kearah Anjani yang sedang menutup pintu kamar tidak lupa menguncinya juga.

"Tunggu bentar, bergibah tampa ngemil tuh ngak afdhol." Jawab Anjani mengambil beberapa cemilan di lemarinya.

Memperbaiki posisi duduk agar terasa nyaman saat bercerita.

"Aku ngak tau kalau itu beneran apa ngak, soalnya aku dengar juga dari kamar sebelah kita. Kalian taukan Ning Fitri anak pemilik yayasan Hidayatullah dari Bandung itu?" Anjani bercerita sambil sesekali memasukkan makan ringan ke mulut nya.

"Yang pernah datang beberapa kali ke pondok kan? Yang anaknya Kiyai Adam Izhaq? Yang cantik Masya Allah itu?" Cecar Syafa. Dengan raut wajah penasaran, sambil mencomot cokelat yang dipegang Isyana tanpa pemiliknya sadari saat sedang minum.

"Iya kan?" Tanyanya lagi memastikan.

"Benar banget Ning Fitri Fujianti." Jawab Anjani.

"Tapi cocok sih yang satu cantik yang satu lagi ganteng, tapi tetap ajah ngak ridho saya kalau Gus Lukman udah dapat pawangnga." Sedih Isyana. Temannya hanya menatap prihatin kepada Isyana.

Keasikan bercerita sampai mereka tertidur dilantai yang hanya beralaskan karpet kecil tapi tebal jadi mereka tidak akan kedinginan, mereka sering tidur melantai ketimbang memakai tempat tidur yang sudah disediakan pesantren, lebih enak tiduran dibawa lantai.

###

Sama seperti pesantren pada umumnya, dimana santri-santrinya mengerjakan sholat sunnah malam yakni, sholat sunnah Tahajjud. Dikamar yang terdapat tiga mahkluk ciptaan Tuhan itu masih asik terlelap, sampai ketokan pada pintu membangun kan mereka.

Tok, tok.

"Bangun dek, sholat sunnah tahajjud sebentar lagi mau dimulai." Itu suara ustadzah Arah yang masih setia berdiri didepan pintu kamar Az-Zahra.

Masih tidak ada sahutan didalam sana sampai ustazah Arah membuka pintu kamar mereka menggunakan kunci cadangan yang sering dia bawah saat seperti ini.

Tak

Kunci kamar dibuka menampilkan kamar yang gelap gulita ustazah arah mencari saklar lalu menyalakan lampu kamar, nampak lah tiga manusia yang masih asik tidur sambil berpelukan.

Huuuff

"Ukhty-ukhty! Ayok bangun siap-siap buat kemasjid." Ucap ustadzah Arah yang masih setia mengguncang tubuh mereka secara bergantian.

"Astaghfirullah! Sabar Arah sabar." Ujarnya. "Ayok bangun dek." Ustazah Arah mengguncang keras bahu Anjani sampai gadis itu bangun dari tidurnya.

Masih setengah sadar berusaha untuk mengumpulkan semua nyawanya. "Na'am ustazah." Ucapnya dengan suara khas bangun tidur.

"Bangun kan teman mu lalu bersiap ke masjid, ustazah tunggu di gerbang masjid kalau lambat ustazah hukum kalian bertiga." Ujarnya. Melihat Anjani yang sudah berhasil membangun kan kedua temannya.

"Na'am ustazah." Jawab mereka.

"Ustazah mau kekamar lainnya jangan tidur lagi, Assalamu'alaikum." Ustazah Arah meninggal mereka bertiga dan segera bersiap untuk berangkat ke masjid takut dihukum.

Saat sudah sampai didepan masjid terlihat beberapa pembina asrama yang sedang mengawasi santri-santrinya, mereka buru-buru mengambil tempat ujung paling belakang sengaja biar bisah tidur tampa ketahuan pembina batin mereka bertiga.

Biasanya santri-santri di pondok ini setelah sholat sunnah tahajjud mereka tidak kembali ke asrama melainkan tadarrus bersama sampai masuk waktu sholat subuh.

"Ngantuk banget." Ucap Syafa. Yang matanya hampir tertutup rapat.

"Hmm, waktu subuh masih lama lagi." Timpal Anjani. Sambil melihat sekitarnya, lalu beralih melihat kedua temannya yang entahlah.

"Nanti setelah subuh ada tadarrus bersama ustadz Brama." Ujar Andini.

"Ngantuk." Syafa bersuara dengan pelan.

###

Sholat subuh berjamaah telah selesai beberapa waktu lalu, para santri sedang bertadarrus bersama dengan dipimipin ustadz Brama, dan jangan lupakan mata tajam milik Gus Lukman yang sedang menatap salah satu santri putri yang berada dibarisan paling belakang dekat dinding sambil metup matanya dengan tenang tampa menghiraukan teman-temannya yang berusaha untuk membangunkannya sedaritadi.

"Ihh! Syafa bangun ah, nanti kamu dihukum lagi." Ujar Isyana yang lelah membangun kan temanya ini. "Bangun iih!" Sambil mencubit sedikit kulit tangan Syafa.

Syafa yang dicubit pun meringis pelan membuka matanya perlahan "sakit tau! Bangunin tuh yang baik-baik." Ucap Syafa sambil menguap. Kesel dengan temannya yang baru saja mencubit nya dipikir tidak perih apa dicubit sedikit.

"Tuh, liat mata tajam Gus Lukman dari tadik natap kamu terus Syafa." Ujar Anjani. Yang sedaritadi memperhatikan tatapan Gus Lukman pada temannya, tatapan Gus Lukman seperti singa yang melihat daging.

Syafa yang masih berusaha mengumpulkan nyawanya tiba-tiba melebarkan pupil matanya tiba-tiba saja rasa ngantuk nya menghilang digantikan dengan rasa panik saat tatapan matanya melihat Gus Lukman yang masih setia menatap kearahnya.

"Astaghfirullah! Habis lah kau Syafa." Ucapnya pada dirinya sendiri. Dia meringis pelan meratapi nasibnya yang sebentar lagi tamat dihadapan Gus Galak itu.

Sabar ya Syafa, semangat.

[GUS LUKMAN & SYAFA]

                      

 

Bogor, 16/nov/2023

PART 003

Selamat membaca,,,,

[GUS LUKMAN & SYAFA]

Disinilah Syafa berakhir, di taman belakang Aula pesantren dihadapannya seorang bermata tajam namun sialnya dia sangat tampan.

"Kamu ini tidak ada kapok-kapoknya sama sekali." Ucap Gus Lukman. Mengatur nafasnya lalu kembali bersuara. "Saya ngak habis pikir sama kamu Syafa, disaat yang lain sedang tadarrus kamu malah tidur dibelakang!" Ujar Gus Lukman sekali tarikan nafas.

"Afwan Gus, tadi Syafa ngak sengaja." Jawab Syafa. Dengan kepala menunduk dan tangan yang sibuk memainkan gamis yang dia pakai.

"Seharusnya kamu itu fokus belajar Syafa, kamu sudah kelas dua belas bukanya terus berbuat ulah seperti ini, saya ngak habis pikir sama kamu." Gus Lukman sedikit geram dengan santri yang bandel ini.

"Sekarang kamu bersihkan semua halaman ini dari menyapu sampai membersihkan gazebonya jangan ada yang terlewat!" Perintahnya kepada Syafa.

Syafa yang masih asik menunduk tiba-tiba mengangkat kepalanya untuk menatap Gus Lukman namun siapa sangka Gus Lukman juga sedang menatapnya sedikit terkejut dengan tatapan Syafa, keduanya buru-buru mengalihkan pandangan, Astaghfirullah halazim, ya Allah maaf, batin Gus Lukman.

"Gus, taman ini sangat luas, bolehlah diringankan." Ujar Syafa berusaha bernegosiasi dengan Gus galak itu.

"Tidak Syafa! Kerja sekarang atau saya tambah hukuman kamu!" Jawab Gus Lukman tampa mau dibantah lagi.

"Tapi Gus... "

"Syafa! Saya tidak suka dibantah, kerjakan sekarang jika ingin selesai dengan cepat, saya awasi kamu dari sini." Potong Gus Lukman.

Syafa mulai mengerjakan tugasnya takut dengan tambahan hukuman dari Gus Lukman, untung saja hari ini cuaca sedang mendukung yakni mendung seperti akan turun hujan, jadi Syafa tidak perlu berpanas-panasan.

Gus Lukman jika berikan hukuman tidak main-main dan sedikit kejam, tapi itulah sifat yang sudah lama melekat pada dirinya. Taman ini memang luas banyak tanaman bunga disini dengan jenis yang berbeda, beberapa pohon menjulang tinggi mengelilingi taman ini, di pinggir taman ada lima gazebo untuk para santri, tapi yang sering datang kesini hanya santri putri karena lebih dekat dengan asrama mereka sedangkan untuk putra sangat jarang bahkan bisa dibilang tidak pernah.

"Bersih kan yang Ikhlas Syafa!" Ujar Gus Lukman. Tak sengaja melirik ke Syafa dimana gadis berhijab army itu tengah tidak sabaran nya menyapu sambil mengucapkan sesuatu yang Gus Lukman sendiri tidak tau.

"Na'am Gus."

"Gus Lukman itu tampan, gagah dan pastinya memiliki pesona yang memikat, tapi sayang Gus nya Galak." Ucap Syafa pelan. "Ckkk, malah cucian numpuk lagi, ngak ada matahari pula nasib-nasib." Entah pada siapa Syafa berbicara.

Gus Lukman yang dari kejauhan

melihat itu hanya menggelengkan kepala siapa suruh tidur batinnya.

"Assalamu'alaikum Gus." Salam orang itu.

"Wa'alaikum salam, ada apa?" Tanya Gus Lukman dengan wajah datarnya.

"Afwan Gus, dipanggil Kiyai ke Ndalem sekarang." Jawabnya. Masih setia menunduk santri itu takut dengan tatapan tajam Gus Lukman.

"Baiklah, saya akan segera kembali." Ujar Gus Lukman.

"Siapa nama mu?" Tanya Gus Lukman pada santriwati yang setia menunduk itu.

"Isyana Gus." Dengan suara yang pelan tetapi masih bisa didengar Gus Lukman.

"Baiklah Isyana saya akan berikan kamu tugas, awasi santri yang sedang membersihkan itu untuk saya, jangan kembali ke asrama sebelum semuanya beres, jika saya kembali mengecek namun tidak beres kamu yang akan saya cari paham!" Sambil memperhatikan Syafa yang sedang membersihkan tampa menyadari kedatangan Isyana temannya.

"Ha!... Na'am Gus insyaAllah."Jawab Isyana sedikit terkejut.

"Baiklah, saya pergi dulu Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh." Jawab Isyana setelah Gus Lukman hilang dari pandangan nya.

Perlahan dia mendekati Syafa yang tengah asyik bersenandung entah apa itu, sampai tidak menyadari kehadiran Isyana di samping nya.

"Dorrr... "

"Astaghfirullah hal azim ya Allah." Kaget Syafa melotot kepada sih kelaku, siapa lagi kalau bukan Isyana.

"Hahaha, afwan ukhti." Ujar Isyana yang masih mengatur kekehan nya. Sedangkan Syafa berdecak melihat nya.

"Untung aku ngak punya riwayat penyakit jantung, kalau datang itu ucap salam Isyana." Ujarnya kepada Isyana.

"Ehh! Assalamu'alaikum ukhti, kamu sih! Asyik banget sampe ngak sadar aku disamping kamu."

"Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh, lainkali jangan di ulang yah." Syafa yang baru menyadari Gus Lukman yang tidak ada ditempat nya bingung.

"Loh! Gus galak kemana?" Tanya Syafa.

"Di panggil sama Kiyai Zaen, urusan penting kayanya." Jawab Isyana.

"Trus, Anjani kemana? Kenapa ngak ikut?" Cecar Syafa tidak sabaran.

"Ada kok, cuman kan hari ini tugas dia yang piket di ndalem." Jawab Isyana sambil duduk di salah satu gazebo.

"Aku di dapat amanah dari Gus Lukman, disuruh ngawasin kamu, takut kamu kabur." Lanjut Isyana, sedangkan Syafa memutar bola matanya jengah lalu lanjut membersihkan yang sempat tertunda tadi. Ia ingin segera beres karena cuciannya yang numpuk di kamar.

"Syafa semangat." Ujar Isyana. Sambil mengepalkan tangannya di udara tanda menberikan semangat kepada Syafa yang dibalas dengan anggukan serta senyum tipis.

###

Saat ini Gus Lukman sudah ada di ndalem, lebih tepatnya dihadapan kedua orang tuanya dan tamu Abah nya, dia tau siapa tamu itu dan dia juga tau maksud dan tujuan mereka datang. Karena beberapa hari lalu Abah nya sudah menyampaikannya.

"Khmmm... Tujuan kami datang kesini selain untuk mempererat tali silaturahmi kedua keluarga kita Zaen, kami juga ingin ada ikatan dalam keluarga kita seperti yang saya katakan tempo hari Zaen." Ujar Kiyai Adam sambil menatap Kiyai Zaen sekaligus sahabatnya saat masa kuliah dulu. Yang ditatap hanya mampu tersenyum.

Kiyai Adam Izhaq, beliau adalah pemimpin pondok pesantren Hidayatullah, memiliki istri Siti Hilmi Izhaq dan putri nya Ning Fitri Fujianti.

"Kami pun menginginkan hal yang sama adam, tapi aku tidak berhak menentukan pilihan putraku. Keputusan apapun yang dibuat Lukman kami selalu mendukung nya." Ucap Kiyai Zaen.

"Bagaimana nak keputusan mu?" Tanyanya kepada Lukman yang menampilkan wajah dinginya tampa menyadari pertanyaan Abah nya, sentuhan telapak tangan nan dingin menyentuh kulit tangannya, saat dia tersadar dari lamunya ternyata semua orang menatap kepada nya, melirik tangan yang menggenggam tangan nya, ternyata adalah tangan uminya.

"Abah memberikan pertanyaan kepada mu nak." Suara lembut umi salma, sambil menatap putranya.

"Nak bagaimana keputusan mu? apa kau sudah memiliki jawaban?" Tanya Abah Zaen.

"Belum Abah, Lukman masih belum menemukan jawabannya." Suara bas naan dingin Gus Lukman menjawab pertanyaan dari Abah Zaen.

Terlihat keluarga dari Kiyai Adam menghela nafas, sedikit kecewa dengan jawaban yang diberikan Gus Lukman tidak sesuai harapan sosok wanita bercadar hitam disamping ayahnya dan bundanya.

Dia sudah jauh-jauh hari mempersiapkan diri untuk mendengar kabar baik dari sang pujaan hatinya siapa lagi kalau bukan Gus Lukman.

"Tidak apa-apa nak, jangan terburu-buru kami akan datang lagi kesini seminggu lagi untuk mendengar kabar baik dari mu,." Ucap Kiyai Adam kepada Gus Lukman yang senang menampilkan wajah dinginya.

"Afwan Zaen, sepertinya kami tidak bisa berlama-lama, kami pamit dulu dan syukron atas jamuan makanan nya." Sambung Kiyai Adam sambil bangkit dari tempat duduknya di ikuti putri dan istrinya.

"Baiklah, kami akan menunggu kedatangan kalian seminggu lagi, Hati-hati dijalan." Ucap Kiyai Zaen sambil berjalan kedepan ndalem mengantar keluarga Kiyai Adam, sudah ada mobil yang menunggu mereka.

"Kami pamit, Assalamu'alaikum." Pamit Kiyai Adam setelah nya masuk kedalam mobil.

"Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh." Jawab mereka yang disana sambil menatap mobil yang mulai meninggalkan lingkungan pesantren.

"Abang." Panggil Aqila adiknya yang sedang menatap nya.

"Semangat bang." Lanjutnya. Setelah itu masuk kedalam rumah menyusul sang umi yang membereskan bekas gelas lalu membawanya kedapur, tiba di dapur masih ada anak-anak yang piket untuk membantu umi salma di ndalem semua santri kelas diu belas mendapatkan piket secara bergantian.

"Ya Allah, umi kira kalian semua udah pada balik ke asrama." Ucap umi Salma. Pasalnya tadi setelah serapan pagi dengan para tamunya.

Umi Salma menyuruh mereka kembali ke asrama jika pekerjaan mereka sudah beres, ternyata mereka masih di ndalem.

"Afwan umi, tidak sopan kami kembali ke asrama tampa pamit terlebih dahulu kepada umi, jadi kami menunggu umi sampai sekarang." Jawab Anjani mewakili temannya yang lain.

"Aduh, ngak papa kalau mau kembali ke asrama, toh pekerjaan kalian juga sudah selesai semua." Umi Salma tersenyum hangat keada santriwati ini.

"Sekarang kalian semua kembali ke asrama istirahat ya, syukron udah bantuin umi." Lanjutnya sambil tersenyum.

"Nggih umi, kami pamit dulu kembali ke asrama, assalamu'alaikum umi." Mereka meninggal dapur ndalem untuk kembali ke asrama.

###

Di teras depan ndalem ada Kiyai Zaen dan Gus Lukman.

"Ada yang mengngu pikiran mu nak?" Tanya Kiyai Zaen sambil menatap putra nya dari samping.

"Tidak ada Abah." Jawab Gus Lukman.

"Abah tidak memaksa atau pun umi mu, kami akan mendukung keputusan yang kamu ambil," Ujar Kiyai Zaen sambil memegang pundak anaknya.

"Terimakasih Abah." Tersenyum tipis kepada Abahnya.

"Abah. Lukman pamit dulu, mau mengecek santri yang lukman hukum tadi pagi." Ijinnya kepada Abahnya.

"Baiklah, pergi sana."

"Assalamu'alaikum Abah." Pamit Gus Lukman sambil menyalimi tangan Abah nya.

"Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh."

###

Saat ini Syafa dan Isyana sedang menyantap es krim yang dibawakan oleh Anjani saat hendak kembali ke asrama, tadi saat dari ndalem Anjani mampir ke koperasi pesantren untuk membeli cemilan, namun saat hendak ke asrama tak sengaja melihat Isyana dan Syafa sedang berghibah riah, tampa banyak pikir Anjani menyusul ke dua teman karibnya, dan berakhir lah mereka bertiga duduk di gazebo sambil memakan Es cream masing-masing, memandang hamparan bunga dan angin sepoi-sepoi, membuat mereka betah disini tampa ada ada niat kembali ke asrama.

"Khmmm, tadi Kiyai Adam datang ke Ndalem buat minta jawaban Gus Lukman." Anjani mulai bercerita tentang apa yang baru saja terjadi di Ndalem.

"Ha! Jawaban apa?" Tanya Syafa penasaran.

"Ternyata Gus Lukman emang dijodohin sama Ning Fitri, tapi Gus Lukman masih belum jawab, katanya mereka datang lagi minggu depan."

"Ihhh, lah ada perempuan yang datang minta jawaban ke rumah laki-laki?" Tanya Isyana dengan raut wajah bigung.

"Adalah, tuh Ning Fitri tadi." Jawab Anjani sambil tersenyum.

"Kira-kira kenapa Gus galak belum bisa kasih jawabnya yah?" Tanya Syafa.

"Kepok kamu."

Bukan Anjani ataupun Isyana yang menjawabnya itu suara laki-laki, secara bersamaan ketiganya membalikkan badan dan Yap Gus Lukman lah yang menjawab tadi.

"Siapa yang kamu sebut Gus galak? hah!" Cecar Gus Lukman kepada gadis yang baru saja menyebutnya Gus galak.

"Emangnya Gus Lukman merasa yah?" Pertanyaan itu tiba-tiba keluar dari bibir mungil Syafa.

"Siapa lagi yang kamu sebut Gus galak selain saya, hanya saya Gus disini syafa itu artinya kamu mengatai saya galak."

"Tapi kan Gus memang galak kok!" Ujar Syafa. Kedua temannya hanya bisa menunduk dalam diam, merutuki ucapan Syafa yang kelewatan santai.

Mata Gus Lukman melotot mendengar ucapan itu.

"Kamu ini! Benar-benar ya Syafa,"

"Lah, memangnya saya salah ngomong ya Gus?" Tanya Syafa dengan polosnya. Gus Lukman hanya menghela nafas pelan. Lelah dengan santri yang kelewatan bandel ini.

"Pekerjaan mu sudah selesai?" Tanya Gus Lukman.

"Sudah Gus, memangnya Gus tidak melihat semua sudah beres?"

"Saya hanya memastikan Syafa."

Ucap Gus Lukman.

"Baiklah, sekarang kalian bertiga kembali ke asrama jangan berkeliaran." Perintah Gus Lukman kepada tiga santri itu.

"Na'am Gus, kami pamit assalamu'alaikum." Salam mereka bertiga, lalu buru-buru meninggalkan Gus Lukman.

"Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh." Jawabnya.

Setelah Syafa dkk pergi. Gus Lukman mengamati sekitarnya ternyata memang sudah beres semua, dirasa tidak ada lagi yang perlu dia lakukan. Gus Lukman memilih kembali ke ndalem.

###

"Astaghfirullah, aku lupa mencuci pakaian ku." Ucap Syafa setengah panik. "Aduh! Kenapa bisa lupa sih?, gara-gara kamu sih Isyana pake ngajak ngobrol tadi, kan jadi lupa." Sambung Syafa menyalahkan Isyana yang tadi mengatakan tidak perlu buru-buru kembali ke asrama.

"Loh! Kok kamu malah nyalain aku sih." Jawab Isyana. Merasa tak terima dirinya disalahkan.

"Kamu juga tadi mau-mau ajah aku ajak." Ucap Isyana membela dirinya.

"Dari pada debat, noh! Buruan nyuci sebelum masuk waktu dzuhur." Ujar Anjani menjadi penengah kedua temannya.

"Jangan sampai kamu dihukum lagi."

[GUS LUKMAN & SYAFA]

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!