Alarm berbunyi dari ponsel seorang gadis, membuat dirinya segera bangun dari tidurnya. Kemudian ia mematikan alarm tersebut dan kembali berbaring dan kembali memejamkan matanya.
Dug ... Dug ... Dug. Terdengar suara gedoran pintu kamar, gadis itu perlahan membuka matanya yang masih mengantuk.
Abbey Cantika Putri!!!" teriak suara dari luar pintu. Pintu terus saja digedor-gedor.
Dengan malas Abbey bangun untuk membuka pintu, "Ada apa ma?"
"Ini sudah jam berapa? Bukannya kamu hari ini ada wawancara kerja?" tanya sang Mama yang bernama Sunita Putri.
"Ah iya, aku lupa." Abbey spontan berlari kekamar mandi tanpa menghiraukan sang Mama yang masih berada didepan pintu.
Abbey langsung menyiram tubuhnya dengan air, ia tidak peduli walau air itu dingin.
Hanya butuh waktu 5 menit, Abbey sudah selesai mandi dan berganti pakaian dengan pakaian kemeja putih dan celana kulot hitam.
Abbey meskipun seorang gadis, ia jarang memakai rok. Ia lebih nyaman memakai celana jeans atau kulot dan sejenisnya.
Merasa sudah cukup rapi, Abbey langsung keluar dari kamar menuju dapur. Dimeja makan sudah ada sang mama menunggu untuk sarapan.
Abbey hanya tinggal berdua dengan sang Mama, sementara sang papa sudah menikah lagi dan hidup bersama istri barunya yang seorang janda.
Abbey sendiri baru saja lulus kuliah S1 dan sekarang akan mengikuti wawancara kerja. Abbey duduk dikursi meja makan dan dilayani sang Mama.
"Semoga kamu diterima kerja, ya sayang," ucap Sunita. Abbey hanya mengangguk karena mulutnya penuh dengan nasi goreng.
Kehidupan mereka yang sederhana, meskipun begitu mereka sekarang hidup bahagia. Setelah Sunita bercerai dengan suaminya beberapa tahun lalu.
Sunita tidak ingin mencari pengganti suaminya, karena ia hanya ingin hidup berdua bersama putrinya. Terlepas dari suami yang suka selingkuh, membuat Sunita merasa tenang sekarang.
"Aku berangkat dulu, ya ma," ucap Abbey sambil mencium pipi sang Mama, kemudian berpindah mencium tangan sang Mama.
"Hati-hati bawa motor, jangan ngebut," pesan Sunita.
"Iya ma," jawab Abbey. "Tapi gak janji," ucapnya yang dilanjut dalam hati.
Dengan mengendarai sepeda motor, Abbey pun berangkat untuk wawancara kerja. Dan benar saja, baru keluar dari kawasan rumah mereka, Abbey sudah ngebut dijalan. Alasannya agar cepat sampai di perusahaan tempat dia wawancara.
Abbey memarkirkan motornya ditempat parkir khusus motor. Ternyata hanya dia sendiri yang menggunakan motor. Yang lain semua menggunakan mobil.
Abbey tidak peduli dengan semua itu, yang penting ia tidak menaiki angkutan umum. Abbey menemui resepsionis dan bertanya ruangan HRD.
"Permisi, saya mau tanya. Dimana ruangan HRD?"
"Mbak pelamar baru ya?" tanya salah satu resepsionis.
"Benar mbak, saya baru ikut wawancara."
"Mbak langsung saja naik ke lantai 10, dan tunggu disana."
"Terima kasih mbak," ucap Abbey sopan.
"Sama-sama," jawab resepsionis itu sambil tersenyum.
Abbey terburu-buru masuk kedalam lift, beberapa karyawan yang melihat nya heran. Karena Abbey masuk kedalam lift khusus CEO.
"Siapa dia?" tanya salah satu karyawan.
"Gak tau, berani sekali dia masuk kedalam lift CEO," jawab karyawan 2.
Abbey yang tidak tahu cuek-cuek saja. Saat pintu lift hendak tertutup, dua sosok pria tampan pun masuk.
"Kamu siapa?" tanya sang asisten.
"Saya pelamar baru, dan ingin wawancara hari ini," jawab Abbey.
"Nona, ini lift khusus CEO, mohon anda keluar," pinta sang asisten.
"Bapak siapa nyuruh-nyuruh? Bapak juga bukan CEO mengapa naik lift ini juga?"
Sang asisten garuk-garuk kepala, sementara sang CEO hanya menahan senyumnya sejak tadi.
"Nona silahkan keluar, jika tidak saya akan menggunakan kekerasan," kata sang asisten masih dengan nada lembut, tapi mengandung ancaman.
"Pak, saya mau cepat. Saya ingin wawancara," jawab Abbey ngotot.
Abbey kemudian melirik kearah pria tampan yang sejak tadi hanya diam seolah meminta bantuan. Namun yang dilirik malah tidak peduli.
Dia adalah seorang CEO pemilik perusahaan ini. Alvaro Desmond nama pria itu. Seorang pria berusia 26 tahun, namun sudah memimpin perusahaan. Dan didampingi oleh sang asisten pribadi bernama Dary Melvin. Keduanya adalah teman baik. Namun saat di perusahaan mereka adalah atasan dan bawahan.
Dary menarik tangan Abbey, namun diluar dugaan. Abbey malah membanting pria itu hingga keluar dari lift. Dary menahan rasa sakit di pinggang nya karena dibanting ke lantai oleh Abbey.
Alvaro menutup mulutnya menahan tawa, kemudian pintu lift pun tertutup dengan sendirinya. Sedangkan Dary menendang angin melampiaskan kemarahannya.
Terpaksa Dary menaiki lift khusus karyawan. Dengan perasaan jengkel, Dary mengumpat didalam lift, para karyawan lain menyingkir saat Dary masuk kedalam lift.
"Ah sial sekali hari ini. Sakit sekali pinggangku," umpat Dary.
"Untung kamu cewek, jika cowok sudah kubuang ke laut lepas untuk santapan hiu."
Dary tidak habis-habisnya mengumpat didalam lift.
Sedangkan Abbey hanya terdiam, apalagi ia merasa begitu canggung saat berada didalam lift bersama sang bos.
"Tuan permisi," ucap Abbey saat tiba di lantai 10.
Alvaro tidak bereaksi apa-apa, tidak ada senyum hanya memperlihatkan wajah dingin dan datar saja.
Abbey segera berlari kecil keluar dari dalam lift, kemudian pintu lift tertutup. Barulah Alvaro tertawa terpingkal-pingkal. Sejak tadi ia menahan semuanya.
"Gadis konyol, tapi menarik meski tidak terlalu cantik," gumamnya.
Alvaro tiba dilantai 20, sedangkan Dary juga baru keluar dari lift. Ia segera menghampiri tuannya. Dary langsung menunduk hormat, sedang Alvaro hanya berjalan terus saja.
Alvaro masuk kedalam ruang kerjanya. Dan langsung duduk dikursi kebesarannya. Dary juga ikut duduk didepan tuannya itu.
"Ada apa tuan? Ada sesuatu yang perlu?" tanya Dary.
"Siapa gadis tadi?" tanya Alvaro.
"Saya juga tidak tahu tuan, nanti saya tanyakan ke HRD."
"Hmmm, kalau bisa secepatnya!"
"Baik tuan!"
Alvaro melihat Dary yang berjalan sedikit pincang pun kembali tertawa. Dary menjadi kesal dengan tuannya itu.
"Dary, sebaiknya kamu periksa pinggang mu, siapa tahu ada bagian yang patah. Aku belum mau ganti asisten."
"Baik tuan, nanti saya periksa."
"Sekarang!" perintah Alvaro.
"Baik tuan!" Dary akhirnya mendapat izin cuti hari ini. Ia akan kerumah sakit untuk pemeriksaan.
Alvaro duduk termenung dikursi kebesarannya, ia teringat gadis tadi seketika ia tersenyum. Ia teringat bahwa dia membuat peraturan di perusahaan.
Tidak boleh pacaran di perusahaan atau ditempat kerja. Dan tidak boleh jatuh cinta pada sesama karyawan atau atasan.
Bukan tanpa sebab Alvaro membuat peraturan tersebut. Karena para karyawannya tidak sedikit yang mengincar dirinya dengan terang-terangan.
Jadi untuk menghindari itu semua, Alvaro membuat peraturan seperti itu agar tidak ada yang berani mendekatinya.
Tapi bagaimana jika yang membuat peraturan itu sendiri melanggarnya?.
...
Hai semua, aku buat karya baru. Kisah cinta ditempat kerja antara sekretaris dan CEO. mengapa aku suka pilih cerita CEO. Karena menurutku itu yang paling mudah.
Semoga kalian suka dengan ceritaku kali ini. Jangan lupa like, komentar, gift dan vote nya agar aku semangat untuk berkarya.
Cerita kali ini sedikit waras ya, maksudnya gak halu tingkat dewa seperti novel yang sebelumnya.
Sementara dilantai 10, wawancara sedang berlangsung. Ada 200 pelamar yang datang untuk mengisi 3 posisi jabatan. Yaitu sekretaris CEO, dan yang lainnya adalah karyawan biasa.
Hingga saat ini belum ada satupun yang memenuhi kriteria yang dipilih. Abbey sudah gelisah, karena giliran nya masih jauh. Ada banyak yang keluar dengan wajah lesu.
"Kamu yakin akan diterima disini?" tanya Mustika. Mustika adalah teman satu kampus dengan Abbey.
Keduanya mengambil jurusan yang sama yaitu manajemen dan bisnis. Karena Abbey ingin sekali bekerja di kantoran.
"Gak yakin sih, tapi setidaknya sudah mencoba," jawab Abbey santai.
Mustika tersenyum sinis, "Jangan harap kamu bisa diterima. Kamu tahu manager umum disini adalah pamanku."
Abbey menghela nafas, ia juga belum yakin dengan dirinya sendiri. Diterima menjadi karyawan biasa juga tidak apa-apa. Begitulah pemikiran Abbey.
"Lihat dirimu, dengan pakaian kucel seperti ini mana mungkin kamu bisa diterima?"
Abbey yang malas berdebat pun mengabaikan saja. Sejak dari zaman kuliah, Mustika selalu mengejeknya. Entah apa yang salah dengan dirinya?.
Giliran Mustika masuk untuk wawancara, hanya beberapa menit sudah keluar dengan wajah cerianya. Ia diterima menjadi sekretaris CEO. Semua berkat orang dalam, yaitu sang paman.
Sekarang tiba giliran Abbey, dengan perasaan gugup Abbey masuk. Pegawai HRD melihat penampilan sederhana nya pun langsung menghinanya.
"Dengan pakaian seperti ini, ada niat untuk melamar pekerjaan disini?" tanyanya.
"Bu, saya ingin bekerja bukan ingin menjual tubuh," jawab Abbey.
"Kamu berani menjawab?"
"Lah ibu nanya, ya saya jawab lah."
"Kamu tidak diterima! Cepat pergi dari sini!"
Abbey pun pergi tanpa menoleh kearah wanita itu. Wanita yang hanya memandang penampilan, bukan kemampuan.
Sewaktu Abbey mengirimkan lamaran kerja, Abbey masuk seleksi untuk diwawancarai. Sebab itulah Abbey datang dengan harapan bisa diterima. Dengan begitu ia bisa menghasilkan uang untuk merubah perekonomian keluarganya.
Abbey berjalan lesu menuju lift. Setelah sampai dibawah, Abbey langsung ke parkiran motor. namun siapa sangka ia kembali bertemu dengan Mustika.
"Aku bilang juga apa? Gak bakal diterima, disini tidak menerima karyawan miskin sepertimu," ucapnya pedas.
Abbey mengabaikan saja kata-kata itu. Dibalas pun percuma, hanya saja ia akan mencari pekerjaan ditempat lain. Sebagai pelayan cafe atau restoran juga tidak apa-apa.
"Maaf, aku sudah terbiasa mendengar gonggongan mu, jadi gak akan mempan," sahut Abbey.
Wajah Mustika seketika memerah, ia mengangkat tangannya hendak menampar Abbey. Tapi Abbey bukan gadis yang mudah ditindas. Selama ini ia mengalah karena takut dicabut beasiswa miliknya yang ia dapatkan dengan susah payah.
"Sialan kau!" maki Mustika, kemudian mengayunkan tangannya ke wajah Abbey.
Dengan cepat Abbey menangkap tangan tersebut, hal itu sempat dilihat oleh Alvaro yang ingin keluar makan siang.
"Gadis itu, cukup berani juga," gumamnya. Alvaro yang sedang berada didalam mobil seketika tersenyum. Senyum yang jarang ia perlihatkan pada siapapun kecuali orang tuanya.
"Dulu aku mengalah setiap kali kamu tindas. Karena aku tidak ingin beasiswa ku dicabut. Sekarang aku sudah lulus dengan nilai terbaik, maka aku tidak akan tinggal diam jika ditindas," kata Abbey.
Abbey pun menyentak tangan Mustika dengan kasar, sehingga ia terhuyung. Dan terduduk di aspal.
"Awas saja kau, aku akan balas!" ucapnya sambil mengepalkan tangannya, perlahan ia bangkit dan hendak mengejar Abbey.
Namun Abbey sudah lebih dulu naik ke motornya dan segera pergi dari situ. Alvaro diam-diam mengikuti motor Abbey.
"Siapa dia? Sepertinya mobil itu mengikuti ku?" gumam Abbey dibalik helmnya.
Abbey menggunakan helm full face jadi wajahnya tidak terlihat. Abbey melajukan motornya, mobil yang mengikutinya pun melaju.
"Mau main-main denganku?" batin Abbey.
Abbey menambah kecepatan motornya. Abbey juga menyalip kendaraan lain, hingga Alvaro yang menggunakan mobil pun sedikit kesulitan.
Abbey seketika tersenyum di balik helmnya, karena Alvaro kehilangan jejaknya. Kemudian Abbey kembali kejalan raya, setelah tadi ia sempat bersembunyi di sebuah gang kecil.
"Siapapun kamu, kamu tidak akan bisa mengejar ku," ucap Abbey berbicara sendiri.
Abbey kini kembali kerumahnya, setibanya di rumah. Abbey memarkirkan motornya ditempatnya. Kemudian ia menemui sang Mama yang sedang berjualan gado-gado.
"Bagaimana wawancaranya?" tanya Sunita.
"Gagal ma, ditolak sebelum wawancara," jawab Abbey.
"Memangnya Abbey melamar pekerjaan di mana?" tanya pelanggan yang membeli gado-gado tersebut. Masih tetanggaan dengan Sunita.
"Perusahaan Desmond company," jawab Abbey.
"Wah, itukan perusahaan besar. Beruntung kalau bisa diterima di perusahaan itu."
"Ya mbok, tapi aku tidak diterima. Karena perusahaan itu ternyata memandang fisik dan penampilan, bukan kepintaran."
"Sabar ya Bey, mungkin belum rezeki. Nanti mbok akan tanya pakde mu, siapa tahu ditempatnya bekerja masih ada lowongan kosong."
"Terima kasih mbok, aku sangat ingin bekerja."
Pesanan si mbok pun sudah siap, kemudian iapun membayarnya. Abbey duduk disamping Mamanya, kebetulan saat ini pembeli sedang kosong.
"Abbey bantuin Mama aja deh, daripada nganggur," katanya.
"Iya, tapi kamu harus cari kerja juga, biar penghasilan kita bertambah," ucap Sunita.
"Bagaimana hari ini ma, apa banyak pembeli?"
"Lumayan, ada juga buat modal besok dan untuk simpanan meskipun sedikit."
Tiba-tiba perut Abbey berbunyi. Karena ia belum makan siang. Sunita yang mendengar itupun langsung membuatkan gado-gado untuknya.
"Dirumah tidak ada makanan, karena mama tidak masak," kata Sunita.
"Gak apa-apa ma, makan ini juga sudah kenyang," ucap Abbey.
Sementara Alvaro yang kehilangan jejak Abbey pun kebingungan. Ia sendiri juga tidak tahu kawasan ini. Karena tempat ini cukup sepi.
Bahkan kendaraan juga jarang lewat daerah ini. Alvaro pun membuka ponselnya dan mengikuti arah yang ada diaplikasi. Alvaro yang tadinya ingin makan siang pun tidak jadi.
"Hah ... Ternyata aku dikerjain oleh gadis itu. Awas saja jika aku bertemu lagi denganmu, gadis nakal," gumam Alvaro.
Alvaro penasaran dengan gadis itu, dari saat gadis itu membanting asistennya, hingga tadi saat ia mendengar gadis itu berdebat.
Meskipun Alvaro kurang tahu pasti perdebatan mereka karena apa? Tapi cukup membuatnya penasaran. Jika sang asisten mengetahui bahwa bos nya itu berubah menjadi kepo, mungkin Dary adalah orang yang pertama membully Alvaro.
Alvaro pun kembali keperusahaan, ia hanya memesan makanan dari aplikasi. Beruntung Alvaro tidak memilih soal makanan. Yang penting baginya higienis.
Tapi makanan pinggir jalan, Alvaro memang belum pernah. Karena menurutnya itu tidak higienis.
Tiba diperusahaan, ternyata Dary sudah selesai memeriksa keadaannya. Beruntung Dary tidak kenapa-kenapa. Saat diperiksa ternyata hanya ada sedikit memar. Dan dokter hanya memberi salep untuk dioleskan agar cepat sembuh.
"Tuan, tuan darimana?" tanya Dary.
"Sudah kamu cari tahu gadis itu?" tanyanya. Bukannya menjawab malah balik bertanya.
"Belum tuan, saya belum sempat," jawab Dary.
Jelas aja tidak sempat, pekerjaan dilimpahkan ke Dary. Apalagi Dary baru saja pulang dari rumah sakit setelah untuk pemeriksaan.
Hari ini juga Dary mencari tahu tentang sekretaris yang terpilih untuk tuannya. Dary yang mendapat laporan dari pihak HRD bahwa Mustika yang menjadi sekretaris nya merasa senang.
Dan segera melaporkan nya kepada tuannya. Anehnya Alvaro tidak merespon sedikitpun tentang sekretaris yang direkrut bernama Mustika itu.
"Tuan, pihak HRD sudah memilih sekretaris untuk anda. Dan manager umum mengatakan jika gadis itu sangat cocok untuk menjadi sekretaris anda," kata Dary.
"Hmmm, siapa namanya?" tanya Alvaro.
"Mustika tuan, dan besok gadis itu sudah mulai bekerja," jawab Dary.
"Dary Melvin, kau tau peraturan perusahaan ini, kan?" tanya Alvaro.
"Tahu tuan, tapi apa hubungannya?" tanya Dary balik.
"Gak ada!" jawab Alvaro tanpa beban. "Hanya sekedar mengingatkan," katanya lagi.
"Saya faham tuan," jawab Dary.
Jam 5 sore Alvaro dan Dary pun bersiap-siap untuk pulang. Karena peraturan kerja jam 5 sore sudah pulang. Masuk kerja pagi jam 8 pagi.
Keduanya pun keluar dari ruangan kerjanya, tidak lupa ia mengunci pintu ruangan itu agar tidak di bobol pencuri. Meskipun ruangan nya dilengkapi cctv dan kamera tersembunyi lainnya.
Namun Alvaro akan selalu berhati-hati dalam hal seperti ini. Keduanya pun masuk ke dalam lift, tiba dilantai bawah ternyata para karyawannya sudah pulang.
Mereka masuk kedalam kendaraan masing-masing. Alvaro tidak lupa memberikan tips untuk satpam yang berjaga malam. Sekedar untuk uang kopi dan rokok.
"Terima kasih tuan," ucap salah satu satpam.
"Hmmm," jawab Alvaro datar. Satpam sudah tidak heran lagi dengan sikap tuannya yang seperti itu.
Dary dan Alvaro pulang dengan tujuan masing-masing. Alvaro pulang ke mansion, adakalanya ia pulang ke apartemen miliknya. Dary dan Alvaro tinggal dalam satu gedung bangunan, hanya beda apartemen saja.
Alvaro tiba di mansion, sang mama yang melihat putranya pulang ke mansion pun langsung menyambutnya dan memeluknya. Ardina sangat senang jika anaknya pulang ke mansion.
Alvaro pulang dalam sebulan hanya bisa dihitung dengan jari saking jarangnya. bukan tidak ingin pulang, hanya saja ia lebih senang tinggal di apartemen nya sendiri.
"Sayang kamu pulang?" tanya Ardina lalu meleraikan pelukannya.
"Iya ma, untuk beberapa hari kedepan aku akan tinggal di mansion," jawab Alvaro kemudian mencium kening sang mama. Setelah itu ia mencium tangan mamanya.
"Pulang juga kamu? Papa pikir lupa jalan pulang," tanya sang Papa yang juga baru keluar.
Alvaro langsung memeluk Papanya, ia tahu papanya begitu menyayangi nya. Hanya saja cara papanya menunjukkan kasih sayangnya sedikit berbeda.
Terkesan jutek dan berkata pedas serta ego nya yang tinggi. Tapi sebenarnya ia sangat menyayangi anak semata wayangnya itu.
"Sudah masuk, sudah sore. Mandi dulu sana!" pinta Ardina.
Alvaro masuk langsung menuju kamarnya. Karena ia ingin langsung mandi. Badannya sudah terasa lengket meskipun tidak berkeringat.
Setelah selesai mandi dan makan malam, Alvaro memutuskan untuk langsung kembali kekamarnya. Alvaro ingin beristirahat dengan cepat. Karena besok harus ia akan melakukan aktivitas seperti biasa.
"Sayang, ada apa denganmu?" tanya Ardina mendekati putranya yang sedang berbaring diatas tempat tidur.
"Tidak ada apa-apa ma, aku hanya ingin segera istirahat saja. Tadi di kantor banyak pekerjaan jadi aku ingin istirahat lebih cepat," jawab Alvaro.
"Kalau begitu istirahat lah, mama juga ingin istirahat." Alvaro mengangguk. Ardina pun segera keluar dari kamar putranya.
...****************...
Alvaro tiba di perusahaan, saat keluar dari mobil Alvaro selalu menjadi pusat perhatian para karyawan wanita. Tapi mereka tidak ada yang berani untuk mendekati bos mereka itu.
Dary juga baru datang, ia berlari kecil menghampiri tuannya, saat hendak masuk kedalam lift, mereka sama-sama menghentikan langkahnya.
"Tunggu!!" Mustika berlari kecil hendak masuk kedalam lift khusus CEO.
"Siapa wanita itu?" tanya Alvaro yang menatap tajam kearah Dary. Dary menggeleng, dia sendiri juga tidak mengenali gadis itu.
"Tuan, saya sekretaris anda yang baru," ucap Mustika dengan gaya genitnya.
"Hmmm. Lewat lift sebelah, jangan lewat lift ini!" titah Alvaro.
Mustika mematung ditempatnya, niatnya ingin satu lift dengan CEO ternyata gagal. Alvaro dan Dary pun masuk kedalam lift. Sementara Mustika dengan langkah gontai menuju lift sebelah.
Lift khusus karyawan selalu saja ngantri, karena kapasitas beban Lift tersebut terbatas. jadi jika melebihi kapasitas muatan maka lift tidak akan bisa naik.
"Saya duluan!" Mustika masuk menerobos antrian.
Teet ... Tet ... Tet ... Bunyi alarm lift karena kelebihan muatan. Mereka semua yang ada didalam saling pandang. Lalu tatapan mereka tertuju pada Mustika yang terakhir kali masuk.
"Apa? Saya sekretaris baru disini, dan paman saya manager umum, kalian yang keluar!" ucap Mustika. Tentu saja ia tidak ingin mengalah.
"Baru jadi sekretaris aja belagu. Kita juga mau cepat kali," ejek karyawan 1.
"Iya nih, gara-gara satu orang kita semua telat," ucap karyawan 2.
Salah satu dari mereka, tanpa berbicara sepatah katapun langsung merampas tas Mustika dan melemparnya keluar lift. Mustika pun segera berlari keluar mengambil tas tersebut.
Kemudian pintu lift langsung tertutup, sebelum pintu lift tertutup sempurna. Karyawan yang melempar tas tersebut sempat mengejek.
"Makanya jangan belagu," ucap nya sambil memelet kan lidahnya. Kemudian mereka semuanya tertawa, termasuk karyawan yang di luar lift yang masih menunggu antrian.
"Aaaah!!!" jeritan Mustika menggema di ruangan itu.
Mustika mengepalkan tangannya, "awas saja kalian semua akan aku balas."
Alvaro masuk kedalam ruang kerjanya. Sekilas ia melirik ke meja sekretaris, tapi belum ada siapa-siapa disana.
"Keruangan ku sekarang!" perintah Alvaro pada Dary.
"Baik tuan," jawab Dary. Dary pun mengikuti Alvaro masuk kedalam ruang kerjanya. Dary duduk berhadapan dengan Alvaro dan hanya dibatasi meja.
"Apa itu sekretaris baru yang direkrut oleh HRD?" tanya Alvaro.
"Saya juga tidak kenal tuan, saya hanya mendapat kabar kalau sekretaris baru itu bernama Mustika," jawab Dary.
"Hmmm. Kalau dia datang, suruh dia mengerjakan berkas untuk rapat nanti jam 10 pagi!" titah Alvaro.
"Baik tuan!" Kemudian Dary pun keluar dari ruangan itu. Ia menyadari jika Alvaro tidak senang dengan sekretaris baru itu.
"Haah, ini sudah yang kesekian kalinya merekrut sekretaris. Berapa lama yang ini bisa bertahan aku pun tidak tahu," gumam Dary saat keluar dari ruangan itu.
Dary masuk keruang kerjanya dan setelah itu ia kembali keluar untuk menyerahkan berkas yang akan disiapkan untuk rapat nanti.
"Kerjakan ini, dan harus siap sebelum jam 10 pagi ini!" kata Dary dengan tegas.
"Saya?" tanya Mustika menunjuk dirinya sendiri.
"Kalau bukan kamu siapa lagi? Kamu sekretaris dan itu sudah menjadi bagian pekerjaan mu," jawab Dary.
"Ingat! Harus siap sebelum jam 10!" Dary menekan kan kalimatnya pada Mustika.
Mustika pikir menjadi sekretaris itu bisa santai dan bisa mendekati sang CEO. Namun dugaan nya salah. Ternyata CEO tersebut sangat sulit untuk didekati.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!