...Dalam tatanan langit, terdapat lima kerajaan besar yang berada di lima dunia berbeda. Dunia langit, dunia Iblis, dunia siluman, dunia manusia dan dunia bawah. Kelima raja di setiap dunia berbeda melakukan kesepakatan jika tidak akan ada perselisihan dan hidup dengan damai. Namun ratusan tahun yang lalu dunia iblis melakukan pemberontakan dengan membantai seluruh makhluk hidup yang ada di empat dunia. Dan mengakibatkan perang besar-besaran yang mengakibatkan dunia iblis di segel dengan kekuatan langit hingga saat ini....
Di antara galaxy yang berputar, wanita dengan gaun berwarna biru langit yang bertabur cahaya melompati setiap batu langit yang mengambang di angkasa. Setiap ayunan tangannya terdapat serpihan cahaya yang jatuh dan terjun langsung ke bumi. Menjadi sebuah mimpi di setiap jiwa yang tertidur.
Suara tawa riang terdengar setiap dia berhasil melompati batu langit yang lumayan jauh dari tempatnya berada. Tarian rembulan yang ia lakukan sangat indah meski tanpa iringan. Tidak jauh bulan sebesar bumi mengambang di dekatnya. Membuat gaunnya semakin indah terkena sinar rembulan. Dia Alkasia dewi mimpi yang sudah berumur 20.000 tahun.
"Dewi Alkasia sebentar lagi fajar akan tiba," suara seorang wanita menghentikan tariannya. "Sudah waktunya untuk aku melakukan pekerjaan ku."
Dewi Alkasia membalikkan pandangannya kearah suara yang sudah tidak asing.
"Apakah secepat itu?" dia tersenyum mengejek dirinya yang selalu lupa waktu. "Aku akan pergi sekarang. Ah, jika bisa terkadang kamu harus datang lebih terlambat," tersenyum menatap wanita dengan gaun putih bercahaya.
"Jika hal itu aku lakukan raja langit pasti memberikan hukuman dengan petir langit."
Dewi cahaya akan datang saat mulai fajar. Tanpa dirinya mungkin malam akan terus berlanjut.
"Aku akan pergi. Sudah waktunya untuk aku istirahat," merenggangkan tubuhnya dan menghilang di depan dewi cahaya.
Di sebuah pohon besar yang tumbuh di antara dunia langit dan alam hampa. Yang memiliki ketinggian yang tidak bisa di ukur dengan alat apapun. Pohon itu tumbuh dengan rindang dan memiliki aroma harum yang sangat memabukkan. Di dalam rimbunya dedaunan ranting pohon merambat dan menyatu membentuk pondok kecil dengan halaman yang cukup luas. Dari luar itu hanya lah sebuah pohon besar tanpa ada keistimewaan. Namun saat mulai maju dan membuka jalan yang tertutup dedaunan dan akar, akan terlihat pondok kecil yang cukup nyaman.
Hanya hitungan detik, dewi Alkasia sampai di halaman rumahnya. Dia berjalan masuk dengan beberapa kali menutup mulutnya yang mulai menguap tanpa henti. Hewan berbentuk kucing memiliki dua sayap dan ekor seperti naga keluar dari dalam pondok untuk menghampirinya.
"Eci, aku harus tidur sebentar. Sekarang aku tidak bisa menemani mu bermain," menguap dan berjalan masuk ke dalam pondok.
"Apakah aku boleh keluar?" hewan itu berbicara seperti suara anak kecil.
"Tentu. Tapi ingat jangan menuju ke alam hampa. Jika terjadi sesuatu aku tidak bisa membantu mu."
"Tentu."
Hewan itu terbang pergi menuju keluar pondok. Semua ranting dan dedaunan yang merambat menutup jalan langsung terbuka. Hewan itu dengan senang terbang pergi untuk berkeliling di sekitar pohon.
Dewi Alkasia membaringkan tubuhnya di tempat tidur yang terbuat dari rambatan akar yang menyatu. Dan memiliki alas yang terbuat dari bulu rubah yang sudah ia beli dengan harga yang cukup tinggi.
Ia gerakkan tangannya perlahan, selimut yang tergantung tidak jauh dari tempat tidurnya melayang mendekati dirinya. Selimut itu terbuat dari bulu beruang yang cukup langka dan memiliki harga jual yang sangat tinggi juga. Hingga beberapa saat setelah selimut membenamkan dirinya, dewi Alkasia langsung tertidur dengan lelapnya.
Eci bermain cukup bahagia memutari pohon besar yang sudah jadi tempat tinggalnya. Terlihat kilatan cahaya dari arah alam hampa. Kilatan cepat dan beberapa kali terlihat terus terjadi. Eci yang masih berusia 500 tahun, masih memiliki pemikiran anak-anak tidak mengerti akan bahaya yang mengintai. Dengan rasa penasarannya dia terbang menuju ke arah alam hampa. Lapisan tebal pelindung menjadi penghalang untuk dua alam yang sudah berbeda. Tapi Eci memiliki darah hewan purba langka dalam dirinya dapat menembus penghalang dengan mudahnya.
"Wahhh..." memandang dataran tandus tanpa pepohonan. Pasir coklat membentuk beberapa bukit yang menjulang cukup tinggi.
Dia terus terbang dengan sayap kecilnya menuju cahaya yang membentuk kilatan. Dia melihat dari kejauhan Lautan berwarna biru dan merah saling bertentangan. Di tengah batas antar dua lautan terdapat seorang laki-laki yang duduk dengan kedua tangan di ikat dengan rantai yang cukup besar dan panjang. Kilatan petir terus menyambar di tubuhnya hingga darah terus keluar di setiap bagian kulitnya. Laki-laki itu diam tidak melawan atau pun merasa kesakitan. Dia hanya memejamkan kedua matanya duduk dengan tenang.
Melihat itu hewan itu malah semakin penasaran. Dia mencoba mendekat dan menghampiri laki-laki itu.
"Apa kamu tidak merasakan sakit?" kata Eci memulai pembicaraan.
Laki-laki itu langsung membuka kedua matanya. Kilatan cahaya keluar dari kedua matanya hingga mengenai kalung yang ada di leher hewan itu. Dan membuatnya terpental cukup jauh.
Sedangkan di pondok kediaman Dewi Mimpi, Dewi Alkasia terhentak dalam tidurnya. Kalung yang ia berikan kepada hewan peliharaannya telah merasakan kekuatan yang cukup besar. Dia bangkit dan mulai mencari keberadaan Eci hewan kesayangannya.
Ia lihat telapak tangan kanannya, sebuah batu kecil berwarna putih muncul. Itu adalah batu pelacak yang sudah terikat dengan kalung yang ada pada Eci. Dewi Mimpi mengerakkan sedikit tangannya, membuat batu itu melayang dan pergi dengan sendirinya. Dia mengikuti kemana arah batu itu menuju. Hingga batu menembus ke alam hampa.
"Huh," Hela nafas dalam setelah melihat batu itu masuk ke alam hampa.
Dia berusaha membuka portal untuk bisa masuk ke alam hampa. Dan akhirnya ia berhasil dengan sedikit mengeluarkan tenaga. Dia kembali mengikuti kemana arah batu itu menuju. Hingga tidak lama dia melihat Eci terbaring tidak berdaya.
"Eci," meraih tubuh hewan kesayangannya dan memeluknya. "Untung saja hanya pingsan."
"Dewi Alkasia, lihat di sana," Eci mengarahkan kaki depannya kearah depan.
Dewi Alkasia melihat laki-laki yang sama seperti yang Eci lihat.
"Dia siapa hingga terkurung di sini dengan keadaan seperti itu? Akses menuju alam hampa hanya bisa di di lakukan seseorang yang memiliki kekuatan dewa dan dewi. Tidak mungkin dia seorang peri. Atau mungkin dia bagian dari siluman atau iblis. Tapi dia tidak memiliki aura keduanya."
Dewi Alkasia terus menatap dari kejauhan dengan pikiran yang terus menebak dari dunia mana laki-laki itu berasal. Tapi dia tetap tidak bisa mendapatkan jawabannya.
"Kita harus pergi," kata Dewi Alkasia dengan perasaan takut setelah melihat raja iblis datang. "Kita tidak bisa di sini lagi."
Dewi Alkasia berusaha untuk menjauh dari tempat itu. Namun keberadaannya sudah di ketahui oleh raja iblis. "Bummm..." gema seperti ledakan terdengar setelah dewi Alkasia menangkis kekuatan hitam yang ingin membunuhnya.
Seteguk darah segar keluar dari mulut Dewi Alkasia. Nafasnya memburu dengan cepat, tangkisan kekuatan yang cukup besar membuatnya sedikit kualahan. Dia cukup terkejut dengan serangan yang tiba-tiba. Perlahan dia bangkit setelah terpental cukup jauh.
"Eci, menjauh lah. Jika kamu ada di dekat ku, aku tidak akan bisa melawannya."
"Dewi Alkasia, dia raja iblis kamu tidak bisa melawannya."
"Bisa atau tidak, kita coba saja."
Dewi Alkasia mendekat dengan mulai membuka segel kekuatan yang terkurung di dalam jantungnya. Raja iblis sudah terkurung ratusan ribu tahun lamanya, dengan kekuatan yang tersegel di jantungnya dia bisa mengalahkannya.
"Heh, orang langit yang tidak tahu diri."
Kata raja iblis menatap Dewi Alkasia yang mulai mendekat dan sudah bersiap untuk melawan.
Laki-laki yang terikat di antara lautan menatap dengan tatapan aneh. Pandangan antara apakah wanita di depannya mencari mati. Atau wanita itu sudah gila dan terlalu meninggikan kakutannya.
"Raja iblis, aku akan memperkenalkan diri terlebih dulu. Aku orang ketiga yang akan mengalahkan mu," kata Dewi Alkasia dengan ejekan.
"Aku tidak pernah tahu jika kesombongan orang lemah juga cukup lucu,"saut raja iblis dengan tawa mengejek.
Pedang dengan cahaya ke biruan muncul di hadapan wanita itu. Pedang itu tipis dan tajam dengan ganggang yang terbuat dari akar pohon yang membentuk gelombang. Ujung bilah bersinar dengan warna ke emasan.
"Pedang Angkasa. Aku kira pedang itu sudah hilang bersama musnahnya Dewi perang. Kamu siapa?" kata raja iblis yang cukup terkejut melihat pedang yang telah menusuk dan memblokir kekuatannya muncul kembali.
Laki-laki yang terikat itu juga terkejut melihat wanita dengan pedang legendaris yang sudah hilang. Jika dia hanya seorang Dewi biasa. Dia tidak akan memiliki pedang Angkasa yang ia kira tinggal nama.
"Tidak penting siapa aku. Yang terpenting aku bisa mengalahkan mu," kata Dewi Alkasia dengan kedua bola mata berubah warna menjadi biru keemasan.
"Meski kamu memiliki pedang itu. Tapi mengalahkan ku? Hanya sebuah mimpi."
Raja iblis mulai menyerang dengan kekuatan hitam yang ia miliki. Kepulan asap hitam membentuk pertahanan dengan cepat raja iblis terbang ke arah Dewi Alkasia. Melihat itu Dewi Alkasia juga mulai membuka semua segel dalam dirinya. Pedang maju dengan kekuatan yang cukup besar. Mereka terus menyerang dan bertahan. Hingga tidak lama kekuatan biru keemasan muncul menyelimuti tubuh Dewi Alkasia. Dan langsung ia gunakan untuk menyerang raja iblis. Mendapatkan serangan itu raja iblis tidak bisa menahan dirinya. Dia terpental dan terseret cukup jauh.
"Sial."
Kata terakhir raja iblis sebelum menghilang meninggalkan meraka bertiga. Raja iblis sudah terlalu lama terkurung dan tidak melatih kekuatannya. Membuat dirinya tidak bisa menahan serangan terlalu lama.
Melihat raja iblis di kalahkan seorang Dewi, laki-laki itu merasa tidak percaya. Tatapan matanya terlihat jelas dan tenang.
Dewi Alkasia mendekat kearah laki-laki itu. Dan berdiri di hadapannya.
"Kamu siapa? Bagaimana raja iblis bisa membuat diri mu seperti ini?" kata Dewi Alkasia mencoba mencari informasi.
Namun laki-laki itu hanya diam dan sedikit tersenyum tipis mendengar pertanyaan yang Dewi Alkasia ajukan.
"Apakah pertanyaan ku terdengar lucu?"
Tidak ada jawaban.
"Dewi kita harus segera pergi. Jika kita tetap di sini aku takut raja iblis akan datang lagi," kata Eci yang terus terbang mengelilinginya.
"Sudah tahu di sini bahaya. Kenapa kamu terbang kesini? Aku sudah memberitahu jangan pernah memasuki alam hampa. Kamu sangat bandel, aku akan menghukum mu saat pulang."
"Aku tahu," kata Eci menyesal. "Dewi bisakah kamu membawanya? Dia terlihat sangat menderita. Jika kamu membiarkan dia di sini raja iblis pasti akan datang dan menyiksanya lagi."
"Kita tidak bisa membawanya."
"Kenapa?"
"Ini adalah rantai yang terbuat dari serpihan sisik naga. Aku tidak bisa menghancurkannya," menatap kearah laki-laki yang terlihat tidak perduli.
"Tapi aku tidak tega melihatnya," Eci terus saja berusaha untuk meyakinkan Dewi Alkasia.
Karena desakan dan ketidaktegaan yang muncul dalam hatinya, Dewi Alkasia langsung membuka kembali segel dalam dirinya.
"Aku hanya bisa mencoba. Jika tetap tidak bisa kita harus segera pergi."
Eci mengangguk dengan senang mendengar keputusan Dewi Alkasia untuk membantu laki-laki malang itu. Pedang Angkasa ia keluarkan kembali dan mulai menghantam rantai yang mengikat laki-laki itu tanpa henti. Hampir satu jam kekuatan Dewi Alkasia mulai melemah dan dia mulai lelah. Dan dengan sedikit sisa tenaganya dia kembali menghantam untuk kesekian kali. Dan "treeekkkk..." rantai pecah berkeping-keping.
Melihat itu Dewi Alkasia dan Eci senang. Namun, setelah rantai terlepas dari tubuh laki-laki itu. Tubuhnya langsung terkulai lemah di pasir. Meski jiwanya masih hidup tapi raganya sudah hancur dan tidak bisa ia gunakan lagi. Dewi Alkasia langsung menggendong laki-laki itu. Dan keluar dari alam hampa dengan selamat. Bahkan dia bisa menyelamatkan tawanan dari raja iblis.
Di pondok tempatnya tinggal, Dewi Alkasia membaringkan laki-laki itu di kasur empuk kesayangannya. Dia berusaha mengobati dengan kekuatan yang ia miliki. Tapi dia sudah terlalu lemah.
"Aku akan kembali mengobati setelah kekuatan ku sudah stabil."
Tidak ada tanggapan.
Dewi Alkasia keluar menuju halaman rumahnya. Dia mulai merebus obat herbal yang ia miliki.
"Sepertinya dia sudah di siksa selama ratusan ribu tahun. Tubuhnya sudah terlalu lemah dan syarafnya terputus. Aku harus bertanggung jawab karena sudah membawanya keluar. Tapi, obat apa yang bisa menyatukan setiap syaraf yang terputus dalam dirinya?" gumamnya sembari memasak obat.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!