Di sebuah desa terpencil yang jauh dari pusat keramaian, tepatnya di Desa Dedeuhratu. Ada sekelompok pemuda menyukai kegiatan mistis, yang mana setiap malam Selasa dan malam Jumat selalu uji nyali melakukan penelusuran ke tempat-tempat yang dianggap sakral dan juga dianggap angker.
Yogi, yang merupakan pemuda yang dianggap tua karena usianya jauh lebih dewasa dibanding dengan pemuda-pemuda yang lainnya.
Mau tak mau Yogi yang harus jadi ketua kelompoknya memimpin anggota-anggota pemuda desa yang lain.
Kebetulan, Yogi mempunyai kenalan supranatural yaitu orang yang mempunyai kelebihan tertentu yang bisa merasakan dan melihat kehadiran makhluk astral yang bernama Mbah Susilo.
Yogi, Mbah Susilo beserta anggota kelompok yaitu Edwin, Ruri, dan juga Restu akan melalukan pada malam hari ini yaitu pada malam Jumat Kliwon.
Mbah Susilo seperti biasa menyanggupi ajakan Yogi itu dan tidak keberatan juga karena malam nanti tidak ada jadwal untuk ronda.
“ Oke, nanti malam mbah sanggup untuk mendampingi kalian, tolong sediakan saja senter dan kopi hitam.” perintah mbah Susilo kepada Yogi.
“ Siap, Mbah ! ” Yogi menyanggupi perintah mbah Susilo.
Edwin tak mau kalah, dia pun bertanya kepada Mbah Susilo.
“ Kopi hitam buat apa, Mbah ?”
“ Buat diminum dan sebagai penghalau rasa kantuk kalian nanti.” jawab Mbah Susilo sambil manggut-manggut memegang janggut panjangnya.
“ Ya sudah Mbah, kita pamit dulu mau mencari kelapa muda di kebun bapaknya si Ruri.” ucap Yogi berpamitan sambil bersalaman dengan Mbah Susilo diikuti dengan yang lainnya.
“ Iya nak Yogi, nanti Mbah tunggu di pos ronda tempat para bapak-bapak kumpul.”
“ Iya, Mbah!” Yogi dan yang lainnya serentak menjawab.
Yogi dan kawan-kawan lalu segera menuju kebun milik bapaknya Ruri, sedangkan Mbah Susilo melanjutkan menuju pasar dengan menumpang angkot terlebih dulu menunggu angkot lewat di sebelah warung kelontong.
Aktifitasnya sehari-hari Mbah Susilo adalah penjual berbagai macam jamu hasil racikan sendiri dan adapula bahan-bahan mentahnya seperti kapulaga,kunyit,jahe,sirih dan juga kencur tinggal Mbah Susilo berikan instruksi-instruksinya yang ditulis di dalam kertas dan diperbanyak dengan menggunakan fotocopy.
Sedangkan Yogi dan kawan-kawan adalah mahasiswa tingkat awal yang sama-sama satu kampus dengannya namun berbeda jurusan saja.
***
Yogi beserta teman-teman yang lain sudah berada di kebun milik bapaknya Ruri. Di Lihatlah diatas pohon kelapa, ternyata sudah banyak buah kelapa terutama yang masih muda. Sangat enak diminum bersama airnya karena mengandung berbagai macam khasiat.
Saat akan hendak memanjat pohon kelapa, tiba-tiba terdengar suara benda jatuh ke tanah.
Bouggghtt....
Seketika Yogi dan yang lainnya merasa kaget mendengar suara benda yang jatuh itu.Dan mereka saling berpandangan satu sama lain.
Lalu kemudian, Ruri bangun dari duduknya dari batu yang dibuat untuk alas duduk tadi.
“ Tak usah takut kawan, mungkin itu suara buah yang jatuh dari atas pohon.” ucap Ruri menenangkan.
“ Yang benar Rur? Kenceng banget suaranya.” timpal Edwin yang mulai bersuara.
“ Gak percaya, ayo kita buktikan.” ajak Ruri sambil memegang golok, golok itu nantinya untuk memotong ranting-ranting pohon yang mulai patah dan rusak.
Begitu dilihat ke arah Utara, ternyata ada satu pohon durian yang buahnya sudah banyak yang mulai masak berjatuhan ke bawah tanah.
“ Nah, gue bilang juga apa, hanya suara jatuhan buah yang jatuh dari atas pohon saja.” ucap Ruri
“ Syukurlah bukan hal aneh-aneh, duhhh..kayaknya sambil menyelam minum air nih, sambil kita mencari buah kelapa kita dapat buah durian juga.” ucap Edwin merasa senang.
Yogi yang merasa tidak enak, akhirnya bersuara “ Ini gak apa-apa Rur, kan gue pertama ngajak cuma mau nyari buah kelapa muda aja.”
“ Gak apa-apa Gi, santai aja..lagian mubah juga kalau tidak diambil buahnya nanti malah busuk dan menimbulkan bau tak enak di sini.” ucap Ruri anak yang punya kebun.
“ Oh, ya sudah kalau gitu, berarti yang sudah jatuh nih kita pungut buahnya satu-satu?” tanya Yogi.
“ Iya, lu pungut aja satu-satu lalu kalau yang lain mau tinggal ambil aja lalu bawa ke rumah, jangan lupa beri Mbah Susilo nanti.” suruh Ruri.
“ Siaplah kalau gitu, nanti gue minta ya, emak gue demen banget es durian.” ucap Edwin
“ Gue juga mau Rur, ya sudah gue pungut ya.” ucap Yogi.
“ Iya, Win..Gi..pungut aja, kalau kalian mau ambil aja, keluarga gue gak ada yang doyan soalnya.” ucap Ruri.
Setelah buah kelapa sudah di bawah semua, lalu buah kelapa itu dimasukan ke dalam karung bersama dengan buah durian. Pembagiannya nanti saja di rumah Ruri biar bapaknya Ruri bisa tahu mana yang kualitasnya jelek mana yang bagus untuk dikonsumsi.
***
Siang telah berakhir, kini berubah menjadi malam, seperti yang telah dijanjikan sebelumnya Yogi beserta kawan yang lainnya janjian dengan Mbah Susilo di dekat pos ronda.
“ Akhirnya kalian datang juga.” sapa Mbah Susilo sambil menyeruput kopi hitam yang masih mengepul asap panas beserta sepiring pisang goreng camilan dengan warga yang lainnya sedang melakukan ronda bergiliran.
“ Iya Mbah, seperti yang dijanjikan Mbah disini.” ucap Yogi.
“ Ya sudah kalau gitu, kita mulai perjalanan dan penelusuran perdana kita menuju jembatan legenda dan tua peninggalan belanda.” ajak Mbah Susilo mengajak anak muda dengan masing-masing membawa tumbler yang berisi air kopi hitam seperti yang telah disuruh Mbah Susilo tadi siang.
“ Hati-hati saja, disana angker, dek.” teriak seseorang warga yang merupakan penduduk asli desa sini.
“ Iya, pikiran kalian jangan sampai kosong, jika tak mau dirasuki makhluk astral penghuni jembatan tua itu.” mbah Susilo mengingatkan.
“ Baik Mbah, siap.” ucapnya bersamaan.
***
Mbah Susilo, Yogi beserta teman yang lain pun meninggalkan pos ronda dan berjalan menuju jembatan tua itu berada.
Tidak jauh, hanya berjarak sekitar 300 meter dari arah pos ronda menuju jembatan tua itu dengan melewati semak-semak dan perkebunan warga.
Setelah cukup berjalan dengan melewati semak-semak dan perkebunan, akhirnya sampai juga ke tempat jembatan tua itu berada.
Baru sampai jembatan tua, sudah disambut orang yang kebetulan lewat jembatan itu dengan kerasukan.
“Hai mau ngapain kalian datang kesini hah?!” teriak orang yang kesurupan itu.
Mbah Susilo kemudian mendekat dengan memegang kepala orang itu sambil membaca mantra.
“ Saya datang kesini hanya untuk lewat saja,”
“ Pergi kau jin laknatullah, ini bukan tempatmu! banyak yang takut lewat sini karena ulahmu.” lanjut Mbah Susilo lagi.
“ Keparat...ngajak ribut lelaki tua bangka ini, ayo kita adu kekuatan.” ucap orang yang kerasukan makhluk astral yang berbentuk siluman ular bermahkota.
Orang yang kerasukan tadi bukannya sembuh dan sadar, malah semakin menjadi-jadi dan ganas.
Suasana di sekitar jembatan menjadi tak karuan, Ruri yang merupakan perdana mengenal dunia mistis dan mengikuti uji nyali semacam ini tidak berkutik sama sekali, terus berdiri dan tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Hanya terdiam menyaksikan pemandangan yang begitu mengerikan karena banyaknya yang kerasukan dari warga yang secara kebetulan lewat sana.
Sementara Mbah Susilo bertarung dengan siluman ular bermahkota dengan merasuki raga manusia, dari arah depan ada yang kerasukan lagi. Seorang tukang ojek yang pikirannya mulai kosong karena banyak beban yang ditanggungnya. Kali ini yang merasuki tukang ojek adalah sepasang pengantin baru yang tewas menjadi tumbal proyek pembangunan jembatan yang dipasang di tiang-tiang beton penyangga jembatan.
Singkat cerita, Mbah Susilo telah selesai bertarung dengan siluman ular tadi dan siluman ular itu telah mengakui kekalahannya. Mbah Susilo kemudian menghampiri tukang ojek yang kerasukan itu.
“ Kenapa kamu merasuki raga orang ini, siapa namamu?” tanya Mbah Susilo
“ Hik...hik... saya sakit....hik...hik....”
Makhluk astral yang merasuki tukang ojek terus meraung kesakitan dan menangis.
“ Saya lihat kamu masih pakai baju pengantin, apa yang menyebabkan kamu dan pasanganmu terjebak di jembatan ini?” tanya Mbah Susilo lagi.
“Hik..hik.. saya Sumiati dan suami saya Guntur dibohongi oleh pasukan Belanda, katanya kami mau dikasih kejutan nyatanya kami malah dijadikan tumbal mereka, raga kami ditanam hidup-hidup di bawah tiang penyangga itu.” ucap makhluk astral yang merasuki tukang ojek tadi.
Dilihat oleh mata batin Mbah Susilo, suaminya Sumiati hanya terdiam menunduk dengan aura yang menyedihkan dan sesekali mengangguk bahwa yang dikatakan istrinya tadi itu benar.
Yogi dan teman-temannya yang dari tadi sibuk merekam kejadian diluar nalar itu, hanya bisa takjub melihat kemampuan Mbah Susilo yang bisa berkomunikasi dengan makhluk astral yang dibantu media manusia untuk mediumisasi. Kini Yogi dan teman-temannya memperoleh informasi baru mengenai asal usul jembatan tua itu kenapa disebut sangat horor oleh warga sekitar.
Setelah Mbah Susilo mendoakan agar arwah-arwah yang menghuni jembatan tua itu sempurna dan tenang, Situasi menjadi normal kembali. Orang-orang yang kerasukan kembali sadar dan Mbah Susilo menyuruh pulang dan tak lupa disepanjang jalan melakukan doa-doa sebisa mereka.
Suasana semakin malam dan gelap, acara uji nyali pun diakhiri. Karena Mbah Susilo sudah mulai lelah juga kopi yang dibekal di dalam tumbler pun mulai habis.
Yogi dan yang lain juga sudah mulai ngantuk, Mbah Susilo akhirnya mengajak pulang menuju ke rumahnya masing-masing.
Malam Jumat telah berlalu, kegiatan mistis menguak misteri tempat-tempat angker telah dilaksanakan dengan baik. Kini sudah memasuki malam Selasa, waktunya Yogi dan kawan-kawan kembali beraksi mendatangi tempat-tempat yang dianggap angker.
Malam ini, karena Mbah Susilo sedang sakit, yang mendampingi anak-anak melakukan penelusuran dengan sepupunya yaitu ki Ageng yang merupakan usianya lebih muda dari Mbah Susilo 10 tahun.
Ki Ageng meminta Yogi dan yang lain menemui di rumahnya yang tidak jauh dari sebuah danau.
Danau ini, bila waktu siang hari cukup ramai dan dijadikan objek wisata dadakan. Namun ketika malam tiba, suasana mencekam menyelimuti danau ini.
Sempat berhembus kabar, bahwa di danau ini telah terjadi perahu tenggelam dikarenakan ada salah satu penumpangnya yang berbicara sembarangan dan melanggar adat setempat.
Yogi pun menyanggupi untuk datang ke kediamannya ki Ageng, Yogi dan kawan-kawan telah sampai di depan rumah ki Ageng.
Rumah ki Ageng begitu nampak asri karena ditumbuhi oleh tanaman-tanaman yang mempunyai pohon pendek seperti pepaya dan delima. Selain itu, terdapat pula sebuah gapura beraksitektur Bali.
Begitu akan mengetuk pintu, nampak ki Ageng sudah menunggu di teras depan sambil ngopi yang masih mengepul asap panas dalam cangkir.
Ki Ageng menyapa Yogi dan kawan -kawannya.
“ Selamat datang di gubuk ki Ageng, silakan duduk dulu.” sapa Ki Ageng sambil tersenyum.
“ Eh, Aki ..baru saja kita mau mengetuk pintu, rupanya sedang nyantai di teras.” ucap Yogi sambil menghampiri Ki Ageng untuk bersalaman diikuti anak-anak yang lain.
Setelah beres menyalami Ki Ageng, Yogi pun duduk diikuti kawan-kawannya.
“ Kita duduk dulu sebentar ya, ngopi dulu dan makan bakwan goreng, masih jam 8 malam,”
“ Kita berangkat ke danau sekitar jam 11 malam ya.” lanjut Ki Ageng.
Ketika Ki Ageng dan Yogi beserta kawan-kawan yang lain sedang mengobrol, tiba-tiba datang dari arah dalam rumah istrinya Ki Ageng dengan membawa nampan yang berisi beberapa gelas kopi dan juga sepiring bakwan goreng lengkap dengan cabai rawitnya.
“ Silakan dicicipi kopi dan bakwannya.” ucap istrinya Ki Ageng hendak berbalik arah lagi menuju dalam rumah.
“ Terima kasih ibu atas jamuannya.” ucap Yogi
“ Iya, dek Yogi sama-sama.”
Malam mulai semakin larut, setelah kopi dan bakwan gorengnya habis, Waktu juga telah menunjukan pukul 11 malam. Ki Ageng lalu beranjak dari kursi goyangnya dan segera mengajak anak-anak untuk menuju ke sebuah danau dekat rumah Ki Ageng.
“ Waktu sudah menunjukan pukul 11, mari anak-anak kita pergi ke danau.” ajak Ki Ageng
“ Siap ki.” jawab Yogi dan kawan-kawannya serempak.
Ki Ageng berjalan lebih dulu lalu kemudian Yogi dan yang lainnya menyusul sambil membawa senter dan membawa sarung yang dililitkan dilehernya karena cuaca dingin.
Jalan menuju danau hanya jalan setapak, jadi mau tidak mau jalan sendiri-sendiri dimulai Ki Ageng hingga yang paling belakang.
Tidak memakan waktu lama, rombongan Ki Ageng pun telah sampai danau meski hanya berjalan kaki.Banyak terdengar suara jangkrik dan katak bersahutan.
Tiba-tiba dari arah danau terdengar suara....
Crrrraaaakkk....
Suara gemercik air seperti ada ikan besar yang melompat menuju atas danau.
“ Hati-hati semuanya, jaga lisan jangan sampai berkata yang dapat melanggar.” ucap Ki Ageng mengingatkan Yogi dan kawan-kawannya.
“ Kenapa memangnya,Ki ?” tanya Restu penasaran.
“ Karena disini tempatnya para siluman ikan penghuni danau ini.” ucap Ki Ageng menjelaskan secara jelas.
Tiba-tiba, Edwin yang malam itu entah sedang memikirkan apa dan tidak fokus akhirnya pikiran kosong. Siluman ikan penghuni danau pun merasuki ke dalam tubuh Edwin.
“ Hahaha...mau apa kalian datang ke tempat kami? Mau celaka ? Hahaha.” teriak siluman ikan yang merasuki Edwin dengan tertawa yang menggelegar.
" Kita tidak akan mengganggu kalian, kita cuma numpang berteduh.” ucap Ki Ageng.
“ Halah alasan, pasti inginkan sesuatu kan untuk kami para siluman kabulkan ?”
“ Kita cuma inginkan informasi, terkait warga kabupaten sebelah yang selalu tenggelam disini apakah itu ulah kalian?” tanya Ki Ageng dengan tegas.
“ Hahaha...kalau itu ulah kami mau bagaimana?” hahaha.”
“ Jadi benar itu ulah kalian, masalah apa yang membuat kalian begitu dendam dengan warga kabupaten sebelah?”
“ Permasalahan ini asal mula dari para leluhur kami yang mencintai seorang gadis warga kabupaten sebelah, namun rasa cinta itu ditolak oleh gadis pujaannya,”
“Hingga dendam sampai sekarang kepada keturunannya hingga tujuh turunan.” lanjut siluman itu kemudian.
“ Lalu, apa yang menyebabkan danau ini banyak merenggut korban?”tanya Ki Ageng semakin penasaran.
“ Karena pemuda itu bunuh diri di sekitar danau ini, jadi siapapun warga keturunan kabupaten sebelah yang berkunjung ke danau ini akan celaka.”
“ Oh, jadi itu permasalahannya.”
Disaat Ki Ageng masih berbincang dengan siluman yang merasuki Edwin, Edwin pun lalu terbatuk-batuk dan mulai sadar dari kerasukannya.
Hingga siluman itu pun menjauh dan keluar dari tubuh Edwin.
Edwin kemudian diberi minum air putih oleh Ki Ageng yang telah diberi mantra-mantra supaya makhluk astralnya tidak balik lagi merasuki Edwin.
“ Jadi begitu nak Yogi asal usulnya mengapa danau ini sering memakan korban terutama warga kabupaten sebelah.” ucap Ki Ageng memberi informasi.
“ Begitu ya Ki, pantas saja setiap pekan ada saja yang menjadi korban, tetapi korbannya bukan warga asli sini.”
“ Iya, tetapi waspada juga harus, tetap hati-hati dan jaga diri.”
Malam pun semakin larut, dan gelap semakin mencekam dan semakin sepi. Akhirnya Yogi mengajak Ki Ageng untuk pulang.
“ Ki, kita pulang saja yuk..semakin malam suhu udara semakin dingin.”
“ Ya sudah kalau mau pulang, kita pulang sekarang, jalannya lewat jalur yang tadi ya.”
Ki Ageng, Yogi dan kawan-kawan yang lain lalu meninggalkan danau yang semakin gelap dan sepi itu.
Penelusuran ke tempat-tempat mistis sudah dilalui dengan baik, kini Yogi dan kawan-kawan kembali menuju kampusnya karena akan melaksanakan Ujian akhir semester.
Seperti biasa, Yogi datang ke kampus bareng-bareng dengan kelompoknya di desa dengan menggunakan motor berboncengan. Karena untuk akses masuk angkutan umum agak sulit dijangkau menuju ke daerah sana.
Dikarenakan kondisi lingkungannya yang agak terpencil dari keramaian, jadi hanya bisa dilewati oleh kendaraan roda dua.
Sekitar jam 8 pagi Yogi dan kawan-kawan sudah sampai di kampus. Setelah santai-santai sebentar di tempat parkiran motor, lalu Yogi dan yang lainnya segera memasuki ruangan kelas karena mata kuliah akan segera dimulai dan dosen akan segera datang.
Begitu sedang fokus untuk menyimak mata kuliah yang diberikan dosen, tiba-tiba dari arah laboratorium fakultas kimia terdengar suara teriakan seorang wanita yang merintih kesakitan.
“ AaaaAaaakkkkkhhhh......sakiiiitttt, to...long ! ”
Suara teriakan wanita yang merintih itu kencang terdengar hingga ke kelas Yogi.
Yogi pun akhirnya keluar sebentar dari ruangan kelasnya dan langsung menuju ke ruangan laboratorium karena penasaran kenapa dengan wanita itu.
Setelah sampai di lokasi tempat wanita itu berada, alangkah kagetnya Yogi melihat wanita di ruangan laboratorium yang sedang melakukan praktek kimia itu memeluk tubuhnya sendiri sambil guling-guling dilantai.
“ Tolong...panas...api..api..”
Yogi yang melihat kaget dan segera berlari menuju ruangan dosen bersangkutan.
Beberapa saat kemudian, dosen pun merespon pernyataan Yogi dan segera mengikuti Yogi menuju ke ruangan laboratorium untuk menolong wanita yang sedang kerasukan itu.
Dosen pun bertanya pada Yogi, “ Gi, kamu punya kenalan orang indigo tidak?”
Lalu Yogi menjawab “ Ada pak, sebentar saya hubungi dulu beliau ya.”
“ Cepat ya Gi, kasihan ini.”
“ Baik, pak!”
Beberapa menit kemudian, Mbah Susilo datang ke kampusnya Yogi.
“ Alhamdulilah, akhirnya Mbah datang juga.” Ucap Yogi dengan bersyukur.
“ Ada kekacauan apa Gi di kampusmu?”
“ Itu Mbah di laboratorium ada orang kesurupan,”
“ Ya sudah Mbah, ayo ikuti Yogi menuju ke laboratorium.” Lanjut Yogi lagi.
Mbah Susilo pun mengikuti Yogi menuju laboratorium tempat wanita itu sedang kesurupan.
Begitu sampai laboratorium, langsung disambut aroma kurang sedap seperti barang terbakar.
Dan benar saja, Mbah Susilo melihat sesosok arwah yang berwajah gosong seperti korban kebakaran.
Arwah wanita itu terus meraung kesakitan dan sembari menangis pilu.
Lalu, Mbah Susilo mendekatinya sambil bertanya.
“ Sudah lama kamu menempati laboratorium ini? Dan apa penyebabnya kamu menjadi seperti ini?”
“ Iya, aku sudah tiga tahun terjebak disini, aku korban kebakaran laboratorium tiga tahun yang lalu. Namaku Devi jurusan kimia.” Jawab arwah terbakar sambil tertunduk.
“ Apa ada hal yang ingin disampaikan kepada orang sini ? Kasihan orang disini terganggu dengan kehadiran kamu.”
“ Ada pak, tolong sampaikan kepada orang tuaku dan teman-temanku, mohon maaf jika aku banyak kesalahan yang disengaja maupun yang tidak disengaja,”
“ Setelah semua memaafkan, aku janji tidak akan mengganggu lagi dan aku akan tenang.”
“ Baik, jika itu permintaanmu nanti aku sampaikan, kebetulan disini ada dosen sebagai saksi.”
“ Terima kasih banyak pak.”
Beberapa menit kemudian, wanita yang berada di laboratorium perlahan mulai sadar. Dan arwah tersebut tidak merasukinya lagi.
Mbah Susilo kemudian mendekati dosen pengurus laboratorium ini sambil berkata “ Masih ada arwah penasaran disini, sebaiknya rutin didoakan setiap hari Jumat supaya arwahnya tenang. Dia meninggal tragis disini terbakar waktu laboratorium ini mengalami kebakaran beberapa tahun lalu.”
“ Baik Mbah, nanti kita akan rutin untuk mengadakan doa disekitar sini.” Ucap dosen kimia sekaligus pengurus laboratorium.
Setelah suasana di laboratorium mulai kondusif, perlahan para mahasiswa yang berada di sana mulai membubarkan diri menuju ke ruangan kelasnya masing-masing. Sebelumnya, suasana mencekam telah menyelimuti ruangan ini. Namun, berkat bantuan Mbah Susilo, sosok sepuh yang dikenal memiliki kemampuan supranatural, keadaan kini berangsur tenang. Mbah Susilo datang dengan tongkat kayunya, wajah tenang penuh wibawa, dan tatapan tajam yang seakan mampu melihat lebih dari yang kasat mata.
Dengan kehadirannya, makhluk-makhluk astral yang sempat mengganggu aktivitas di laboratorium perlahan-lahan pergi, tak berani menampakkan diri. Aura yang tadinya kelam dan penuh hawa dingin berganti menjadi hangat dan tenang.
Setelah semuanya merasa aman, Mbah Susilo menghampiri Yogi yang selama ini mengawasi segala kejadian di laboratorium. "Nak Yogi, Mbah pamit dulu ya, nanti kalau ada apa-apa, hubungi Mbah saja. Mbah siap kembali ke sini kapan saja kamu butuhkan," kata Mbah Susilo dengan senyum lembut di wajahnya.
“Iya, Mbah. Terima kasih sudah bersedia membantu Yogi di sini. Kalau begitu, hati-hati di jalan ya, Mbah,” balas Yogi dengan penuh rasa syukur. Kehadiran Mbah Susilo sangat berarti baginya dan teman-temannya yang hampir putus asa menghadapi gangguan makhluk halus yang tak kasat mata ini.
"Mau Yogi antarkan?" lanjut Yogi, menawarkan diri untuk mengantar Mbah Susilo. Meski Mbah Susilo sudah sangat berpengalaman, namun tetap saja ia tak tega membiarkan sosok sepuh itu pulang sendiri di malam yang masih menyisakan kesunyian ini.
Mbah Susilo tersenyum kecil sambil menggeleng. “Ah, terima kasih, Nak. Mbah biasa pulang sendiri. Lagipula Mbah punya ‘teman-teman’ yang menemani sepanjang perjalanan.” Mbah Susilo tertawa kecil, menambahkan sentuhan misteri pada ucapannya. Yogi hanya tersenyum, tak berani bertanya lebih jauh. Sebagai seseorang yang pernah belajar ilmu kebatinan meski tidak mendalam, Yogi tahu betul bahwa Mbah Susilo bukanlah orang sembarangan. Ada sisi lain yang hanya bisa dipahami oleh mereka yang memiliki mata batin.
Namun Yogi tetap saja khawatir. Rasa hormat dan kagum pada Mbah Susilo membuatnya ingin memastikan bahwa sang sepuh sampai dengan selamat ke rumahnya. "Tapi, Mbah, biar Yogi antarkan sampai ujung jalan saja. Setidaknya, Yogi bisa memastikan Mbah tidak sendirian."
Mbah Susilo akhirnya mengangguk, mungkin tak ingin mengecewakan niat baik Yogi. Mereka pun berjalan beriringan menuju gerbang kampus yang sepi. Di sepanjang perjalanan, Yogi merasa ada sesuatu yang ingin ia tanyakan, tapi selalu ragu. Suasana hening di malam itu justru memperbesar rasa penasaran yang telah lama ia pendam tentang Mbah Susilo dan dunia yang tak terlihat.
“Mbah,” Yogi akhirnya memberanikan diri bertanya, “sebenarnya, sejak kapan Mbah punya kemampuan seperti ini?”
Mbah Susilo menatap Yogi dengan pandangan dalam. “Nak Yogi, setiap orang punya kemampuan masing-masing. Mbah ini cuma kebetulan saja ‘dikaruniai’ melihat lebih dari yang terlihat. Awalnya, Mbah juga takut dan bingung. Tapi seiring waktu, Mbah belajar menerima dan memahaminya.”
Yogi terdiam mendengarkan penuturan Mbah Susilo. Setiap kata yang diucapkannya terasa penuh dengan makna, mengandung kebijaksanaan yang sulit dijelaskan. “Lalu, apakah Mbah tidak merasa terganggu dengan makhluk-makhluk itu?”
“Gangguan itu pasti ada, Nak,” Mbah Susilo tersenyum. “Makhluk-makhluk halus ini, mereka hidup berdampingan dengan kita, meskipun kita tidak bisa melihatnya. Kadang mereka penasaran dengan manusia, kadang juga mereka merasa terusik. Tugas kita adalah menjaga keseimbangan, menghargai batas-batas yang ada.”
Yogi mengangguk paham. Ia selalu kagum dengan pandangan hidup Mbah Susilo yang bijak. Tidak ada keangkuhan dalam dirinya meski memiliki kemampuan yang luar biasa. Justru sebaliknya, Mbah Susilo terlihat rendah hati dan penuh cinta pada sesama makhluk, baik yang terlihat maupun tidak.
Sesampainya di ujung jalan, Mbah Susilo menghentikan langkahnya. “Sampai di sini saja, Nak Yogi. Mbah bisa melanjutkan sendiri,” ucapnya sambil tersenyum.
Yogi merasa berat hati untuk berpisah, namun ia tahu bahwa itu adalah keputusan terbaik. “Baik, Mbah. Sekali lagi, terima kasih banyak atas bantuan Mbah. Semoga Mbah selalu dalam lindungan Yang Maha Kuasa,” katanya, menundukkan kepala sebagai tanda hormat.
Mbah Susilo mengangguk. “Doa yang sama untukmu, Nak Yogi. Tetaplah rendah hati dan jaga diri baik-baik.” Mbah Susilo kemudian melangkah pergi, perlahan menghilang di balik bayangan pepohonan. Yogi menatap kepergian Mbah Susilo dengan hati yang penuh rasa syukur. Malam itu, ia merasa telah belajar banyak tentang arti kehidupan, tentang batas-batas yang tak kasat mata, dan tentang bagaimana menghargai alam semesta dalam segala aspeknya.
Begitu Yogi berbalik, hendak kembali ke arah kampus, ia mendengar suara samar di angin malam, seperti suara Mbah Susilo yang berbisik. "Ingat, Nak Yogi, dalam hidup ini, sering kali yang tak terlihat lebih berarti daripada yang terlihat. Jangan pernah takut, karena kau tak pernah benar-benar sendirian."
Yogi tertegun. Sejenak bulu kuduknya berdiri, namun ia tahu bahwa itu bukanlah rasa takut. Itu adalah rasa kagum dan hormat yang luar biasa. Malam itu, Yogi pulang dengan hati yang damai, dan sebuah pemahaman baru tentang dunia yang selama ini tak kasat mata, namun nyata adanya.
Kisahnya bersama Mbah Susilo bukanlah yang terakhir. Entah bagaimana, Yogi merasa bahwa akan ada banyak pelajaran lain yang menunggunya di masa depan. Dan di setiap langkahnya, ia tahu bahwa Mbah Susilo akan selalu ada sebagai pembimbing, walaupun tak selalu tampak di hadapannya.
Malam berlalu, dan dunia terus berputar, membawa serta misteri yang mungkin tak akan pernah sepenuhnya terungkap, namun selalu bisa dipahami bagi mereka yang mau mendengarkan.
***
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!