NovelToon NovelToon

Pesona Desainer Muslimah

Fatin

Jam 4.30 namun Fatin belum juga turun untuk shalat Shubuh, Salwa terpaksa naik ke kamar Fatin.

"Fatin...!" Pekik sang Bunda saat melihat putrinya itu tertidur di atas meja dengan beberapa kertas yang sudah berserakan. Lagi-lagi Fatin bergadang menyelesaikan desain bajunya.

"Astagfirullah....Bunda, telinga Fatin bisa rusak kalau Bunda teriak terus."

"Ya Allah...Nak, bagaimana Bunda nggak teriak-teriak kalau dari tadi dibangunin nggak bangun-bangun. Kamu tidur di kursi lagi, lehermu bisa sakit. Aku ngga bisa bayangin kalau Abimu tahu."

"Bundaku yang aku sayangi, Abi tidak akan tahu kalau Bunda nggak ngasih tahu. Emmuah... Fatin akan ke kamar mandi, tunggu ya, sebentar lagi Fatin akan turun."

Salwa tidak bisa marah kepada Fatin. Setelah merayu sang Bunda Fatin masuk ke kamar mandi untuk berwudhu'.

Setelah Dari turun, mereka pun shalat Shubuh berjama'ah. Saat ini di rumah itu Fatin menjadi anak tertua dari kedua asik kembarnya Winda dan Windi. Ira sudah tinggal bersama suami dan anaknya. Sedangkan kedua saudara kembar Fatan saudara kembar Fatin yang pertama masih menempuh pendidikan S1 di Pesantren tempatnya dulu menimba ilmu sekaligus mengabdikan diri sebagai ustadz. Dan Fadil saudara kembar Fatin yang kedua sedang menempuh S1 di Kairo Mesir, mengikuti jejak Bundanya dulu.

Fatin sendiri tidak tertarik untuk kuliah, ia belajar desain secara otodidak dan kini di usianya yang ke 20 tahun ia bisa menjadi seorang desainer yang sukses.Bahkan sebentar lagi ia akan membuka kantor pusat desainer miliknya dengan uangnya sendiri.

"Fatin kenapa matamu seperti panda?" Tanya Sang Abi.

"Aduh, kalau bohong dosa nih!" Batin Fatin.Tentu saja ajaran pesantren masih melekat dalam dirinya.

"Itu bi, kurang tidur."

"Kalau kamu seperti itu terus, lebih baik kamu tidak usah jadi desainer. Kamu aku nikahan saja! Banyak teman Abi yang cari menantu perempuan."

"Abi.... Fatin masih mau berkarir. Nggak mau nikah di umur sekarang. Abi jangan bercanda dong."

"Kalau begitu, jangan diulang! Waktunya tidur, ya tidur."

"Iya Bi, ini aku ngebut soalnya hasilnya mau dipakai di event pameran muslim fashion di Dubai bulan depan."

"Apa? Kamu mau ke Dubai?"

"Iya, Abi."

"Ya sudah, Mini harus ikut!" Mini adalah bodyguard yang bertugas menjaga Fatin.

"Tapi Bi..."

"Berangkat dengan Mini atau tidak sama sekali?"

"Baiklah...baiklah..."

Fatin memilih menyetujui perintah Abinya daripada impiannya pergi ke Dubai harus ia musnahkan begitu saja.

Hari ini Fatin pergi ke pabrik tekstil yang tak lain adalah milik sepupunya sendiri yaitu Arya, putra dari Salman yang merupakan adik kembar Salwa. Seperti biasa, Fatin pergi ke sana diantar mini, supir yang sekaligus menjadi bodyguardnya. Ia belum boleh membawa mobil sendiri oleh Abinya. Dengan memakai kacamata favoritnya dan masker yang menutupi mulutnya, Fatin berjalan menuju kantor Arya yang berada di depan pabrik. Arya menjadi pengusaha tekstil menggantikan almarhum Kakeknya.

"Tunggulah di sini! Aku hanya akan menemui sepupuku!" Ujar Fatin kepada Mini.

"Baik Non!"

Tok tok tok

"Assalamu'alaikum..."

"Wa'alaikum salam.... Masuk!"

"Hai Bang..."

"Ya ampun dek... aku pikir tadi bukan kamu. Aku baru ngeh saat mendengar suaramu. Kenapa kamu memakai kacamata dan masker, hem?"

"Untuk menjaga privacyku. Lagian mataku seperti panda, beberapa hari ini aku kurang tidur. "

"Kamu jadi mau mengecek bahan yang kamu inginkan itu?"

"Jadi dong! Makanya aku langsung ke sini!"

"Kalau begitu, ayo ikut aku!"

Fatin berjalan berdampingan dengan Arya menuju gudang. Di sana banyak bahan tekstil yang tersedia. Fatin memilih sesuai dengan apa yang ia inginkan.

"Berapa desain yang akan kamu bawa nanti?"

"InsyaAllah tiga desain saja. Aku butuh model, tapi nanti biar aku hubungi pihak yang di sana saja. Agak ribet kalau bawa model dari sini."

"Kalau kamu mau buka kantor jangan lupa stok bahannya ambil dari sini."

"Sudah pasti itu, Bang. Do'akan saja!"

"Dek, sebenarnya gampang buat kamu membuka kantor dan mencari perusahaan yang mau bekerja sama denganmu. Abimu itu orang yang berpengaruh."

"Stop Bang! Aku ingin berusaha sendiri. Aku mau membuktikan dengan hasil kerja kerasku , dan aku yakin pasti bisa!"

"Ya ya.. Abang yakin kamu bisa."

"Nanti bahannya tolong segera kirim ke rumah ya? Totalnya aku transfer."

"Oke siap dek."

Fatin pun pamit untuk pulang. Namun saat di parkiran, sebuah mobil hampir saja menabraknya karena menghindari kucing yang lewat.

"Astagfirullah..." Ucap Fatin saat dirinya terjungkal dan kacamata yang ia pakai terlepas. Ia pun segera memakai kacamatanya kembali. Pemilik mobil pun turun dari mobil untuk menghampiri Fatin. Namun Mini sudah lebih dulu menghampirinya dan memapahnya untuk bangun.

"Kamu..."

Mini hendak memarahi orang tersebut, namun Fatin mencegahnya.

"Tapi Non..."

"Sst..jangan panggil aku Nona jika ada orang lain!" Bisik Fatin.

Lelaki tersebut membuka kacamatanya.

"Ganteng juga, astagfirullah jaga mata Fatin..." Batin Fatin.

"Maaf, aku tidak sengaja tadi. Ada kucing yang tiba-tiba lewat. Apa anda terluka?"

"Tidak, saya tidak apa-apa!"

"Sekali lagi saya minta maaf, Nona."

"Iya, saya maafkan."

"Ayo kita pergi!" Ajak Mini."

"Ah iya, ayo!"

Lelaki tersebut memperhatikan Fatin yang saat ini masuk ke mobilnya.

"Kalau dilihat dari mobilnya, sepertinya orang penting." Monolognya.

Setelah kepergian mobil Fatin, lelaki tersebut pun masuk ke dalam kantor Arya.

"Hai bro... lama tidak ke sini? Apa kamu butuh bahan?"

"Hem, iya... ada projek besar. Aku butuh dalam jumlah banyak."

"Siap bro."

"Bro yadi aku bertemu dengan seorang perempuan yang keluar dari sini. Siapa dia?"

"Mungkin yang dia maksud Fatin." Batin Arya.

"Seperti apa orangnya?"

Lelaki yang bernama Haikal itu pun menjelaskan kepada Arya.

"Oh... itu, biasa customer sepertimu." Ucap Arya. Ia berusaha menutupi identitas Fatin.

"Oh... sepertinya orang penting."

"Oya? Perasaanmu saja mungkin! Ayo segera pilih badan dan warnanya! Lupakan dulu orang penting itu!"

"Oh iya."

Sedangkan di dalam mobil, Fatin memijat pergelangan tangannya.

"Nona apa anda butuh je rumah sakit?"

"Tidak Mini, aku hanya keseleo. Nanti aku kasih salep di rumah juga bakal sembuh. Aku harus segera menyelesaikan desainku. Waktunya tinggal satu minggu lagi."

"Baik Nona."

Tidak lama,setelah Fatin sampai di rumah, bahan dari pabrik Arya pun tiba. Sementara memang pembuatan baju hasil desain Fatin dikerjakan di paviliun yang berada di samping rumahnya. Ada sekitar tiga orang penjahit terlatih yang digandeng Fatin. Ia sengaja mengambil tenaga dari orang yang kurang mampu dalam finansial namun memiliki kemampuan yang mumpuni agar bisa mensejahterakan mereka.

"Fatin, makan dulu baru kerja lagi!"

"Iya Bunda."

Ia pun mengikuti perkataan Sang Bunda. Sementara kedua adik Fatin, Winda dan Windi baru pulang sekolah pun ikut makan siang bersama. Abi Tristan masih di kantor dan makan siang di kantor.

Bersambung....

...****************...

Kita ambil cerita Fatin dulu ya Kak🤗

Manusia kutub

Satu minggu kemudian

Fatin sudah siap dengan segala perlengkapan. Ia juga membawa tiga baju yang akan ia ikutkan dalam event lomba muslim Fashion di Dubai. Kali ini fatin menggunakan setelan rok dan coat warna kulit sapi dipadu dengan jilbab segi empat motif aka Turki.

"Sudah siap?"

"Sudah Bi."

Fatin masih setia dengan kacamata gelap dan maskernya.

"Kenapa sih tidak mau ikut jet saja? Itu akan lebih cepat daripada kamu harus transit dan mengikuti prosedur yang ribet."

"Abi, sudah Fatin bilang, Fatin ingin menikmati perjuangan dalam meniti karir. Jadi Fatin harus mau ribet."

"Hem, ya sudah terserah kamu! Sepertinya kamu memang titisan Opamu!"

Bunda Salwa hanya bisa gendeng-geleng kepala menanggapi suaminya.

"Mbak, jangan lupa bawakan kami oleh-oleh!" Ujar Winda.

"Baiklah adikku yang cantik Do'akan Mbak berhasil ya?"

"Amin..."

"Abi sendiri yang akan mengantarmu ke Bandara." Ujar Abi Tristan, titahnya harus didengarkan dan dipatuhi.

Mereka pun berangkat ke Bandara. Abi Tristan benar-benar menyupir sendiri mobilnya. Bunda Salwa ikut serta mengantarkan juga.

Tidak lama kemudian, mereka sampai. Tiga koper milik Fatin dan satu koper milik Mini sudah dikeluarkan.

"Mini, jaga Fatin baik-baik! Laporkan seperti apa yang aku perintahkan."

"Baik Tuan."

"Jaga makanmu, istirahat yang cukup."

"Bunda aku di Dubai cuma tiga hari. Kenapa pesan kalian seperti aku mau pergi satu bulan?"

"Karena Bunda sayang sama kamu."

"Ah...so sweet. Ya sudah, Fatin berangkat dulu ya. Do'akan Fatin sukses."

"Amin..."

Fatin pun pamit dan mencium punggung tangan kedua orang tuanya. Mereka pun naik ke dan masuk ke dalam pesawat.

"Ingat Mini, kali ini kamu sebagai asistenku, bukan bodyguardku! Jangan terlalu kaku, mengerti?"

"Mengerti Nona!"

Pesawat pun berangkat ke Singapur karena mereka akan transit di sana nanti. Mereka masih harus mengecek lagi kopernya.

Saat mereka menunggu pesawat, Fatin hendak ke kamar mandi.

"Tidak usah ikut, tunggu di sini Mini, aku hanya akan ke toilet."

"Baik Nona."

Saat menuju toilet, karena terburu-buru ia menabrak seorang pria. Fatin kehilangan keseimbangan dan terjatuh. Orang yang Fatin tabrak hanya menoleh tanpa membuka kacamatanya. Hanya menoleh saja dan mengabaikan Fatin.

"Pasti perempuan ini seperti yang lainnya, hanya ingin mencari perhatianku. memalukan!" Batin pria tersebut.

"Nona, anda tidak apa-apa?" Ujar laki-laki lain yang bersama pria yang Fatin tabrak.

Fatin berdiri sendiri.

"Tidak apa-apa, saya yang ceroboh. Permisi...." Ia segera berlari kecil masuk ke toilet.

"Ish ceroboh! Kenapa akhir-akhir ini aku sering jatuh? Lagian sombong banget sih tuh orang! Nggak ada simpati sama sekali! Sok ganteng!" Gerutu Fatin.

Mereka pun melanjutkan perjalanan ke Dubai. Di dalam pesawat, Fatin memasang headset dan mendengarkan murottal Al-Qur'an sambil mengikuti melafalkannya. Walaupun bagaimana pun Fatin pernah menghafalkan Al-Qur'an meski hanya lima juz saja.

"Mini saat turun nanti pakai hijab ini!"

Mini memang tidak menggunakan hijab, namun ia berpakaian sopan. Celana jeans dan kaos oblong menjadi baju ternyaman untuknya. Namun kali ini ia memakai kemeja motif kotak, ditambah lagi harus pakai hijab.

"Tapi Non, ini susah."

"Sini aku pakaikan."

Fatin memakaikan hijab segi empat di kepala Mini dengan telaten.

"Nah, cantik kan? Maaf Mini, bukannya aku ingin memaksamu tapi kita akan berkunjung ke Negara yang mayoritasnya Islam. Alangkah lebih baik kita sedia payung sebelum hujan."

"Saya sangat mengerti, Nona. Siapa tahu setelah ini saya dapat hidayah."

"Amin..."

Delapan belas jam kemudian, pesawat mereka sampai di Bandara Internasional Dubai.Namun saat mengambil koper, ada yang beda. Fatin membawa satu koper yang bukan miliknya. Memang hampir sama sehingga Fatin tidak dapat membedakannya.

Fatin melihat seseorang membawa koper yang dipastikan miliknya.

"Tuan... Tuan..."

Orang itu pun menoleh.

"Astaga, orang sombong ini lagi!"

"Maaf, ada apa anda memanggil kami, Nona?" Tanya sang asisten.

"Eh itu, maaf koper kita sepertinya tertukar."

Asisten pun memeriksa tag yang nempel.

"Ah iya, benar tertukar Tuan." Ujar sang Asisten.

Pria tersebut bersedekap.

"Cepat tukar! Jangan buang-buang waktu."

"Baik Tuan.

Di balik maskernya Fatin mengerucutkan bibirnya.

"Ini, Nona lain kali lebih hati-hati."

"Hem, iya terima kasih."

Fatin pun berlalu dari hadapan mereka. Pria yang disebut kutub oleh Fatin pun hanya bisa menggeleng kepala.

"Dasar gadis ceroboh!Dia lagi, dia lagi. Tapi kalau dilihat dari koper yang sama denganku, dia bukan perempuan biasa. Ah masa bodoh!" Batinnya.

Mereka berjalan dengan arah yang berlawanan.

"Dasar manusia kutub! Astagfirullah... percuma ganteng kalau sombong! Ish amit-amit ketemu dia lagi. Ya Allah, jauhkan aku dari manusia sombong itu" Gerutu Fatin. Mini hanya bisa menahan tawanya mendengar gerutuan Nonanya.

Mereka dijemput oleh supir hotel dari pihak penyelenggara event. Fatin menunjukkan ID card-nya.

Anggap saja mereka sedang berbahasa Inggris.

"Mari Nona, biar saya bawakan koper anda."

"Terima kasih."

Mereka menikmati pemandangan yang mereka lewati. Sebelumnya Fatin pernah ke Dubai satu kali saat dulu dirinya umroh bersama keluarnya. Tapi saat itu ia masih kelas 3 SMP.

Mereka pun sampai di hotel. Di sana mereka mendapatkan dua kamar. Sampai di kamar, Fatin langsung mandi dan shalat Shubuh. Setelah itu ia beristirahat karena sangat lelah. Meski ia bisa tidur di dalam pesawat, namun tidak senyuman di kasur.

Saat tidur, handphone-nya bergetar berkaki-kali. Rupanya sang Bunda menghubunginya. Karena tidak ada jawaban, Bunda Salwa pun menghubungi Mini. Beruntung Mini belum tidur lagi.

"Assalamu'alaikum, Bu."

"Wa'alaikum sala, Mini mana Fatin?"

"Mungkin Non Fatin sedang tidur Bu."

"Apa kalian sudah sampai? Kenapa Fatin tidak memberitahuku?"

"Iya Bu kami sudah sampai jam 4 tadi."

"Kamu tidak sekamar dengan Fatin?"

"Tidak Bu, kamar kami bersampingan."

"Ya sudah, istirahatlah! Mini jangan lupa jaga Fatin!"

"Siap Bu."

Jam 8 waktu Dubai, Fatin terbangun. Ia memeriksa handphone-nya yang ternyata ada 20 notif panggilan dari Bunda dan Abinya. Sebelum mereka murka, Fatin menghubungi Sang Bunda. Setelah beristirahat, ia merasa lebih segar dibandingkan tadi. Ia pun kembali mandi dan tidak lupa melaksanakan shalat Dhuha. Setelah itu, ia menghubungi Mini dan mengajaknya makan di restoran hotel.

Acara muslim Fashion juga akan diadakan diadakan di hotel tersebut. Fatin akan bertemu dengan teman baru di tempat itu.

Fatin dan Mini sudah berada di restoran. Mereka memesan makanan. Ada nasi briyani dan susu segar. Tentu saja saat makan Fatin membuka maskernya namun tidak dengan kacamatanya. Ia sangat menikmati makanan tersebut.

Bersambung....

...****************...

Maaf belum bisa crazy up kakak, otakku lagi ngebleng gegara kedinginan tiga hari ini hujan terus bahkan di daerah kabupatenku kebanjiran. Mohon do'anya ya kak.

Bertemu lagi

Di sela-sela mereka makan, ada seseorang yang mendekati. Melihat ID card yang dipakai Fatin, orang tersebut langsung memanggil namanya.

"Maaf, kamu Salsa?"Tanya orang tersebut kepada Fatin. Fatin memang memakai nama belakangnya untuk nama brand desainernya.

"Iya, saya Salsa."

"Oh, senang bertemu dengan anda. Desainer muda berbakat. Karya anda sangat keren walaupun masih pemula, saya sangat suka. Saya hanya tahu hasil desainer anda tapi baru kali ini saya tahu orangnya."

"Terima kasih, maaf apa anda Nyonya Naina?"

"Ha, iya saya Naina, desainer dari Brunai. Senang berkenalan dengan anda."

"Masyaallah... iya pantas saja anda sangat familiar. Anda adalah desainer senior." Tanpa mengurangi rasa hormat, Fatin bahkan mencium punggung tangan Nyonya Naina yang usianya memng 15 tahun lebih tua darinya.

"Silahkan lanjutkan dulu sarapan anda, kita bertemu lagi di acara briefing nanti."

"Baik Nyonya, terima kasih."

Mereka pun melanjutkan sarapan. Setelah itu mereka kembali ke kamar.

Jam 1 siang, Fatin harus mengikuti briefing dan memilih model untuk memakai hasil desainnya besok. Kali ini Fatin memakai gamis polos berbahan tebal dengan hijab pastinya. Sedangkan Mini memakai celana kulot dan blus serta pashmina yang dipakai tanpa peniti.

Para desainer yang mengikuti event berkumpul dalam satu ruangan aula. Cukup banyak desainer muda dan desainer senior dari beberapa negara. Namun Fatin hanya kenal beberapa orang saja. Mereka diberitahu susunan acara untuk besok dan harus melakukan apa saja. Selanjutnya, mereka bebas memilih model wanita yang sesuai dengan karakter baju desainnya.

"Nona Salsa, waktunya anda memilih modelnya." Ujar salah satu panitia acara.

"Baik, terima kasih."

Fatin pun memilih tiga orang model dengan postur tubuh yang tinggi dan hidung mancung. Kebanyakan dari mereka adalah model dari Arab Saudi dan Dubai. Namun hal tersebut tidak cuma-cuma, Fatin harus merogoh kocek yang cukup mahal untuk membayar ketiga modelnya. Setelah acara briefing selesai, mereka diberi makan siang.

Malam harinya mereka melakukan gladi bersih. Kali ini Fatin tidak memakai kacamatanya, karena akan terlihat aneh jika ia memakai kacamata di malam hari. Ia hanya memakai maskernya saja.

"Nona, sepertinya orang yang di sana memperhatikan anda terus dari tadi."

"Yang mana, Mini?"

"Itu, yang pakai jas warna putih."

Fatin pun menoleh.

"Bukankah dia waktu itu yang menabrakku di depan kantor Bang Arya?"

"Benarkah Non?"

"Hem, aku masih ingat. Ternyata dia juga di sini."

Setelah acara gladi bersih selesai, Fatin dan Mini pergi ke cafe yang ada di dalam hotel. Dan mereka pun duduk di salah satu kursi berada di dekat balkon. Mereka memesan minuman dan makanan ringan. Fatin pun membuka maskernya.

"Nona, apa tidak sebaiknya anda makan yang berat-berat? Kenapa kita ke cafe?"

"Aku diet."

"Nona, kalau anda sakit, nanti..."

"Selamat malam..." Tiba-tiba ada yang menghampiri mereka. Dan orang itu adalah Haikal, laki-laki yang sedari tadi memperhatikan Fatin.

"Selamat malam, maaf apa anda ada perlu dengan kami?" Kali ini Mini yang menjawab.

"Maaf, sepertinya tidak lama ini kita pernah bertemu saat di Indonesia. Kalau tidak salah waktu itu di tempat bahan tekstil. Saya tidak sengaja menabrak anda Nona, maaf apa betul itu anda?" Tanya Haikal kepada Fatin.

"Oh iya, itu saya."

"Wah ternyata anda juga ikut dalam event ini. Saya tidak menyangka bisa bertemu anda di sini. Waktu itu saya belum sempat berkenalan dengan anda, perkenalkan nama saya Haikal." Haikal mengulurkan tangannya. Namun Fatin menangkupkan tangannya di dada.

"Maaf tanpa mengurangi rasa hormat saya, saya Salsa. Senang berkenalan dengan anda. Oh iya ini Mini asisten saya."

Mini menjabat tangan Haikal. Haikal agak pangling kepada Mini karena saat mereka bertemu Mini tidak memakai hijab.

"Wow, ternyata anda jauh lebih cantik dari yang saya bayangkan Nona Salsa. Karena waktu pertama kali bertemu, saya tidak bisa melihat wajah anda. Anda terlalu misterius."

"Astagfirullah... maaf jangan membayangkan wajah perempuan yang belum halal untuk anda Tuan Haikal."

"Haha... maaf maaf mungkin saya salah ngomong. Bukan begitu maksud saya. Oh iya, jangan panggil saya tuan! Panggil nama saja, Haikal."

"Hem... tapi kelihatannya anda lebih tua dari saya. Kalau begitu saya panggil Pak saja.

"Ya sudah terserah anda."

Fatin sebenarnya humble dan mudah akrab dengan orang. Namun dia memang membatasi diri untuk bergaul dengan lawan jenis. Setelah ngobrol sedikit panjang, ternyata Haikal pergi ke event tersebut karena menyusul untuk mendampingi sepupunya. Dan di acara gladi bersih ini ia mewakili sepupunya, karena sepupunya masih harus menghadiri acara di tempat lain.

"Kalau begitu, kami kembali ke kamar dulu." Fatin kembali memakai maskernya.

"Baik Nona, sampai bertemu besok di acara event, semoga anda sukses."

"Amin... terima kasih, mari."

Fatin dan Mini pun kembali ke kamar. Fatin menelpon sang Bunda untuk mengabari keadaannya hari ini, dan agar Bundanya tidak khawatir.

Fatin pun melepas baju dan berganti baju piama. Seperti biasa, seminggu dua jaki sebelum tidur ia memakai masker wajah untuk mencerahkan kulitnya.

Tok tok tok

"Pasti Mini, ada apa lagi dia?"

Fatin memakai jilbab instannya, kemudian membuka pintu.

"Ada apa Mi...."

Namun ternyata bukan Mini yang mengetuk pintunya. Justru pria yang kemarin bertemu dengannya di bandara yang saat ini berdiri di hadapannya. Pria tersebut terkejut melihat wajah Fatin yang penuh dengan masker hitam. Ia juga memperhatikan Fatin dari atas sampai bawah.

"Mana Dinar?" Tanya pria tersebut.

"Anda salah kamar!"

"Bukankah di sini kamar 69?"

"66, ini kamar saya."

Namun saat melihat dan menunjuk pintu kamarnya, ternyata satu angka 6 terbalik.

"Oh mungkin karena ini anda salah sangka." Fatin membalik lagi angka tersebut.

"Ck... menyusahkan."

Pria tersebut pergi dari hadapan Fatin begitu saja tanpa basa basi atau minta maaf.

"Huh.... dia lagi, dia lagi. Nggak bisa apa bilang maaf atau terima kasih? Sepertinya Allah belum mengabulkan do'aku!" Batin Fatin.

Fatin menutup dan mengunci kembali pintu kamarnya.

Fatin pun tidur dengan Nyenyak.

Keesokan harinya.

Pagi-pagi sekali, sekitar jam 5 setelah shalat Shubuh Fatin keluar dari kamarnya. Seperti biasa ia tidak lepas dari kacamata dan maskernya. Ia masih memakai piamanya kemudian ia double dengan coat panjang. Ia sengaja keluar pagi-pagi karena ingin menghirup udara pagi tanpa Mini.

"Mumpung Mini belum bangun! Kapan lagi aku bebas begini, hehe..."

Fatin berjalan menyusuri lorong hotel.

"Dasar penghianat, perempuan matre, tidak tahu diuntung. Aku sudah memberikan segalanya yang kamu inginkan, tapi kamu tega menghianatiku." Caci maki seseorang yang terdengar di balkon hotel. Sepertinya orang tersebut mabuk.

Saat Fatin ingin melihatnya, ada dua orang laki-laki lain yang menghampiri.

"Tuan, mari masuk ke kamar anda. Jangan sampai orang melihat anda. Sebentar lagi matahari akan terbit."

Bersambung...

...****************...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!