NovelToon NovelToon

Cinta Di Ujung Bulan

1

  "Lo tidur disini, biar gue yang di kamar sebelah" ucap Alif sambil menatapku.

  "gue aja Lif, ini kan apartemen Lo" aku sadar diri untuk tahu dimana tempatku. Kamar utama ini harusnya ditempati oleh Alif sendiri.

  "santai Dis, kamar sebelah nggak ada bedanya kok sama kamar ini" meskipun berkata demikian, raut wajah Alif tidak santai. Aku tahu dia juga terpaksa menikah denganku, yang dia cintai itu Siska. Tapi sayangnya dia harus menikahiku dan aku tidak berdaya untuk menolaknya.

 Setelahnya Alif keluar membawa kopernya. kami memang baru saja berpindah dari rumahku, menuju apartemen Alif. Kami sepakat akan tinggal di apartemen dari pada harus tinggal bersama ibu ataupun mama Vita. Alasannya sangat jelas, kami belum bisa hidup sebagai suami istri sesungguhnya.

  Namaku Adisa, aku adalah putri tunggal dari keluarga biasa, yang harus bertahan dengan liciknya keluarga yang selalu merecoki segala usaha kami. Meminjam uang, tapi tidak ada niatan untuk mengembalikan. Aku sungguh muak.

  Setelah kepergian bapak, aku memutuskan untuk mengajak ibu pergi dari tanah kelahiranku agar terlepas dari jeratan keluarga yang suka memanfaatkan kebaikan orang tuaku.

  Syukurlah aku dilahirkan oleh orang tua yang meskipun sederhana, tapi begitu peduli pada pendidikanku. Dengan ijazah S1 yang aku kantongi sekarang, aku berhasil masuk di sebuah kantor yang cukup besar.

  Aku ditempatkan di divisi desain grafis, tepat sekali untuk orang yang tidak suka basa-basi sepertiku. Aku merasa bahagia walaupun hanya hidup berdua dengan ibu, aku sengaja membeli sebuah rumah yang layak dan nyaman digunakan. Tentu saja hasil menabuh bertahun-tahun dan usaha ini itu untuk membeli si kecil yang cukup asri ini.

  Bukan punya niat untuk memutuskan hubungan dengan keluarga, aku hanya mencari keselamatan dan kenyamanan dari keluarga yang tidak pantas disebut keluarga.

  Begitu semena-mena, bahkan tak menganggap kami dalam pembagian hak waris, mereka berpendapat kalau kami tidak berhak mendapatkan bagian karena bapak sudah meninggal. Jadi jatah warisan bapak dianggap lenyap. Dan mereka makan bersama.

    Dari pengalaman hidup bersama keluargaku itulah, aku jadi sulit untuk percaya pada orang lain. Apalagi membuka hati untuk seseorang. Aku belum berminat.

  Penampilanku di kantor termasuk yang paling biasa. Banyak teman yang menyarankan kalau aku harus merubah penampilanku agar lebih menarik, tapi aku abaikan.

  Untuk apa aku berpenampilan hanya untuk menarik perhatian orang lain? Kalau mereka sudah tertarik, lalu apa untungnya untuk diri sendiri?. Menyenangkan orang lain adalah hal yang merepotkan dan tidak wajib kita lakukan dalam hidup.

  Dengan penampilan yang tidak seperti pekerja kantoran itulah sebabnya aku tidak memiliki banyak teman, hanya beberapa orang di divisiku dan divisi pemasaran. Tapi aku sudah merasa cukup karena mereka benar-benar mengerti bagaimana sifat dan sikapku.

   Mereka memahami aku tidak mudah berinteraksi dengan orang lain, kalau istilah zaman sekarang itu introvert. Sebenarnya aku ingin melepaskan 'sifat burukku'. Tapi apalah daya, aku hanya bisa menahan semua yang aku rasakan, mengeluarkannya dalam bentuk air mata di saat sendiri.

...****************...

  saat ini aku sedang berbelanja kebutuhan rumah tangga. Sengaja aku membeli setelah pulang bekerja, agar ibu tidak perlu pergi ke warung hanya membeli printilan-printilan seperti gula atau garam saja.

  aku cek kembali catatan di hp yang baru kubuat saat jam istirahat tadi, semua barangnya sudah lengkap. Sekarang waktunya pergi ke kasir.

  Barang yang ku beli cukup banyak, Aku memutuskan untuk memesan taksi online saja, karena terlalu repot jika harus menaiki kendaraan umum dengan tas belanja yang menggemuk.

  Saat sedang menunggu sang mobil datang, mataku tertuju pada sebuah perempuan yang memakai celana putih dengan atasan yang cukup membuatnya terlihat feminim. Tapi ada sesuatu yang aneh, ya ampun.. ada noda darah di celananya. Mungkin dia sedang datang bulan.

  Entah kenapa tiba-tiba saja kakiku berdiri dan berlari menghampiri perempuan tadi, ku lepaskan jaket yang sedang ku pakai, lalu aku menghentikannya dengan begitu lancar. Seakan lupa pada jati diri sendiri yang merupakan seorang introvert.

  Apa introvertku sudah mulai membaik, atau ini sekedar naluri sesama wanita saja, jadi aku menolong perempuan ini.

  "maaf mba, celananya kotor. Mbak lagi datang bulan yah?" wanita itu terlihat panik, sepertinya dia memang sedang kedatangan tamu, tapi sial saja karena 'tembus'.

  "aduh.. Iya lupa, kenapa pake putih coba" ucapnya begitu menyesal, dia bingung memikirkan cara menutup nodanya. Bajunya juga terlalu pendek. Entah kenapa dia tidak asing bagiku, begitu juga dengan suaranya.

  "pake ini aja" ucapku mengulurkan jaket, masih berusaha mengingat siapa sosok di depanku ini.

  "maka- Adisa?!" dia tidak jadi mengucapkan terima kasih padaku, dia malah memangil namaku kencang, membuatku dipaksa mengingat tentang sosok di depanku yang tengah histeris.

  "ya ampun Adisa. Pasti nggak inget nih! Gue Siska, temen SMA Lo, masa beneran lupa sih?" ucapnya lagi sambil menepuk pundakku, sepertinya dia lupa dengan noda di celananya. Dari heboh dan akrabnya dia menegurku, sepertinya memang dulu kita berteman baik.

  Pantas saja aku merasa tidak asing pada wanita cantik ini, ternyata dia memang teman SMA yang mau 'mengadopsi' orang kuper, culun dan introvert sepertiku menjadi seorang teman.

  "bukannya gue nggak inget. Gue pangling sekarang Lo cetarr banget" ucapku jujur sambil menatapnya dari atas ke bawah, aku saja yang sesama perempuan betah memandangnya, bagaimana yang lawan jenis?.

   "bisa aja sih lo. Ini tuh karena kita jarang banget ketemu" seperti wanita cantik lainnya, dia selalu merendah ketika orang lain memujinya. Dia memang sebaik itu, haahh... Aku sungguh merindukannya.

    "Lo kenapa ganti nomer nggak ngasih tau gue!" protesnya lagi, dia benar-benar lupa pada nodanya yang sudah menarik perhatian beberapa orang.

   Tak kujawab protesannya itu, kulingkarkan jaketku ke pinggangnya yang ramping. Dia hanya meringis sambil menggaruk kepalanya yang tak tertutup jilbab.

   "pokoknya sekarang Lo harus ikut gue bayar utang!" ucapnya galak sambil merebut barang belanjaanku.

  "utang apa? Kapan gue utang sama lo?" jawabku bingung sambil mengikutinya menuju ke sebuah mobil.

  "utang penjelasan kenapa Lo nggak ngabarin gue, dan utang Lo buat nemenin nonton, curhat, belanja dan masih banyak banget utang Lo itu" dia memang suka sekali memaksa, tapi hal yang dia paksakan itu aku juga melakukannya dengan senang hati.

  "gue udah pesen taksi online sis tadi"

   "cancel" ucapnya datar sambil membuka pintu mobilnya untukku, aku hanya bisa patuh dan masuk. Duduk anteng dan pasrah ingin dibawa kemana.

   "sekalian juga aku mau ketemu sama ibu, udah lamaaaaa banget nggak makan masakannya ibu" yang dia sebut 'ibu' tidak lain adalah ibuku.

   "ohh.. Jadi ini alasan Lo kenapa nyulik gue? ternyata Lo pengen minta makan kan sama ibu?" ucapku sewot dengan raut muka yang sempurna.

   Aku memang sangat ekspresif di depan Siska, sepertinya introvertku sudah memiliki pawang.

   Dia hanya nyengir mendengar ucapan ku, dia memang sudah menganggap ibuku seperti ibunya sendiri. Manjanya kelewat dari aku yang anak kandungnya, tapi aku tidak cemburu.

  Aku sangat maklum kenapa Siska berlaku demikian, ibunya adalah wanita karir yang selalu wara-wiri ke luar negeri untuk mengurus bisnisnya, Siska jadi kurang kasih sayang, jadi wajar saja saat dia bertemu dengan ibuku, dia berkata untuk mengangkatnya sebagai anak.

2

   Setelah pertemuan dengan Siska, aku jadi sering keluar rumah. Tentu saja dia selalu menjemputku, memberi alasan kepada ibu agar bisa mengajakku pergi.

  "ibu malah seneng kamu ajak adissa main, dia itu nggak pernah keluar, nggak punya teman. Makanya penampilannya tetap saja seperti itu. Tolong juga yah nak Siska, carikan dia laki-laki biar cepet nikah"

   Siska tersenyum girang saat mendengarnya, tapi dia langsung sendu ketika mendengar aku tidak punya teman. Tapi anehnya dia langsung berubah saat ibu memintanya mencarikan jodoh untukku, kenapa dia persis psikopat yang cepat merubah ekspresi.

   "Lo tenang aja dis, gue bakal cariin orang yang cocok buat Lo" ucapnya girang sambil memasang sabuk pengamannya. kami akan pergi makan setelah menghabiskan waktu berjam-jam di salon, dia merombak total penampilanku.

  Merubah rambut lepek, lurus panjangku menjadi bergelombang dan bervolume, meskipun aku menutupnya dengan kerudung. Dia juga merubah gaya pakaian dari setelan atas bawah menjadi dress panjang, tak lupa sepatu yang sedikit tinggi.

   "kalo Lo ngelakuin itu, mending Lo jalan aja sama ibu gue" ucapku sinis, sementara dia hanya meringis lalu berkata kalau dia hanya bergurau. Setelahnya dia tancap gas membawa kami ke sebuah tempat untuk mengisi perut dengan makanan yang enak-enak.

   "silahkan ditunggu pesanannya kak" ucap pramuniaga cantik itu ramah, kemudian dia pergi ke meja lain. Tetap memasang senyum ramahnya meskipun terlihat sekali dia lelah.

  Tidak ada kegiatan lain yang lebih mengasyikan bagi perempuan selain menggosip, kita asyik mengobrol sana sini. membahas hal random, bahkan cara orang jalan saja kita bahas, benar-benar cara efektif untuk memangkas waktu.

  "Siska. Siska kan yah?" tengah asyik berbincang, tiba-tiba ada seorang laki-laki yang menghampiri meja kami, tepatnya dia menyapa wanita cantik di sebelahku yang tampak sedikit kaget dengan kerutan di dahi. Kentara sekali dia sedang berusaha mengingat siapa laki-laki tinggi di depan kami.

  "gue Alif, temen SMA lo" ucap laki-laki itu, sepertinya dia tahu kalau Siska bingung.

   "haa?? Beneran ini Lo lif? Gilak sih sekarang Lo keren banget, sampe pangling gue" tak kusangka Siska secepat itu menyadari, padahal aku saja masih belum mengingat Siska punya temen bernama Alif.

   "bisa aja Lo sis" timpal Alif malu, jelas sekali dia salah tingkah. Jika penglihatanku benar, sepertinya dia mempunyai rasa spesial pada Siska.

  "Lo mau kemana lif? Mau makan juga? Gabung aja sam kita" kata-kata ceria dari Siska membuat leherku refleks menoleh padanya, apa dia lupa kalau aku susah berinteraksi dengan orang baru.

  "nggak papa nih?" tanya Alif basa-basi sambil menatapku. Cih, dari matanya saja sudah terlihat dia sangat mengharapkan aku mengizinkannya. Apa boleh buat, terpaksa aku mengangguk untuk merealisasikan keinginannya.

  "makasih" ucapnya sumringah, kemudian duduk di depan Siska.

  "oh iya lif, Lo inget nggak sama Adisa? Dia juga sekelas sama kita loh dulu pas kelas XII" Siska menyikut lenganku, sementara Alif nampak bingung. Begitu pun aku.

  Aku tidak ingat pernah satu kelas dengan orang seperti ini. Memang ada yang namanya Alif, tapi dia berkaca mata dan pendiam. Dan tidak ada yang memanggilnya Alif, karena itu nama akhirnya.

   "jangan bilang Lo juga nggak inget dis?" Siska bertanya heboh padaku.

   "seinget gue sih nggak ada yang dipanggil Alif, tapi ada yang nama belakangnya pake Alif sih. Baasim Ghava Alif"

  "iya. Itu gue, nggak nyangka Lo masih inget nama gue" ucapnya takjub. Bagaimana aku tidak ingat, nilainya selalu setingkat lebih tinggi dariku. Mungkin dia tidak sadar keberadaanku, tapi aku sudah menganggapnya sebagai rivalku dalam pelajaran.

   "tapi sorry, gue belum inget Lo siapa" tambahnya lagi merasa tidak enak.

   "nggak papa" ucapku santai, sudah terbiasa saat seseorang tidak mengingatku. Lagi pula aku merasa terbebani jika harus berlama-lama berinteraksi dengan banyak orang.

   "Lo gimana sih dis. Alif nggak inget sama lo, bukannya nyebutin nama, malah bilang nggak papa" Siska mulai mengomel.

  "emangnya penting?" jawabku santai, tapi malah mendapat tepukan keras dari perempuan cerewet di sampingku.

"ini nih, yang bikin Lo jomblo terus" celetuknya sembarangan.

"dih. Apa hubungannya? Emang Lo nggak jomblo juga?" balasku sewot, kenapa dia jadi menyangkut pautkan dengan status.

"ahh.. itu nggak penting, oh iya lif, gue kasih tau Lo yah. Cewek galak ini tuh Adisa, masa nggak kenal sih? Kalian berdua kan selalu kejar-kejaran nilai" mendengar penjelasan Siska membuat ku merasa jengkel sebab teringat kejadian saat pak untung guru matematika ku lebih sering menyebut nama Alif dibanding menyebut namaku.

"oohh.. Jadi ternyata Lo yah rival gue dulu" dia bertanya sambil tersenyum, aku hanya menatapnya datar. Cih, ternyata dia juga menganggapku rival.

"permisi kak, pesanannya" sebelum aku menjawab, ada pelayan yang mengantar makanan kami jadi ku urungkan niatku menjawab ucapan alif. Berhubung alif belum memesan, dia pun meminta kepada pelayan tersebut untuk membawakan makanan yang sama persis dengan makanan Siska.

Tidak bisakah dia sedikit menyembunyikan rasa tertariknya pada Siska? Apakah dia berniat memberi tahu wanita di sampingku ini dengan cara memberi kode.

"gue makan dulu nggak papa kan?" ucapku seraya menoleh pada Siska dan Alif.

"jangan dong"

"oh silahkan"

Ucap keduanya bersamaan, tentu saja larangan itu berasal dari si cerewet. Tapi berhubung alif mempersilahkan, aku langsung memasukkan makanan ke dalam mulutku, meskipun Siska memasang muka cemberut.

"laper banget gue sis... Dari tadi nganter Lo muter-muter" keluhku setelah makanan di mulut habis, sementara Alif hanya menggelengkan kepala. Entah apa yang dia rasa aku tidak ingin tahu.

"parah banget sih lo dis, masa makan dulu. Padahal makanan Alif belom Dateng loh"

"orang Alif aja nggak papa kok" aku memberi pembelaan untuk diri sendiri, kemudian dengan serius makan. Membiarkan mereka berbincang.

Harusnya si Alif ini berterima kasih padaku karena telah membuatnya berbincang dengan Siska, lihatlah betapa sumringah senyumnya, betapa teduh tatap matanya. Semua itu hanya untuk Siska seorang.

akhirnya pesanan Alif datang, bertepatan dengan pelayan yang pergi. Aku juga ikut berdiri membuat mereka kaget.

"sorry yah, gue harus balik dulu nih. Ada panggilan dari kantor. Kalian makan dulu aja" ucapku cepat kemudian benar-benar pergi setelah meletakkan uang di atas meja.

Aku terus berlari meskipun mendengar suara Siska masih memanggilku. Setelah kurasa tidak terlihat lagi oleh Siska, aku mengirim pesan padanya kalau atasanku benar-benar ingin bertemu.

Setelah membaca Omelan Siska di chat, aku menutup aplikasi pesan itu kemudian melenggang pergi meninggalkan siska dan Alif yang mendadak nge-date.

Harusnya Alif memberi imbalan padaku atas usahaku membantunya, lihatlah saat aku keluar, matanya terus mengawasi Siska, benar-benar cinta yang menggebu.

3

 {kak Mia, kak Fahmi. Maaf banget disa nggak bisa ikut acara besok, soalnya disa udah punya janji duluan sama temen}.

  Aku sedikit menyesal karena tidak bisa ikut merayakan kesuksesan kerja keras tim kami, proyek yang kita buat disetujui oleh atasan dan kami mendapat bonus.

  Makanya kak Mia mengusulkan untuk mengadakan pesta kecil-kecilan di sebuah restoran langganan kami. Tempat dimana kami mengeluarkan keluh kesah, yah.. kami selalu menuangkan isi hati kami disana.

  Kami tidak ingin menggosip di kantor karena tembok disana punya mulut dan telinga. Parahnya lagi ada alat pengolah yang meluncurkan berita dengan sangat panas.

  Mereka berdua adalah dua senior ku yang banyak sekali membantuku. Mereka juga orang-orang yang memahami karakterku, memahami bagaimana aku tidak bisa cepat berinteraksi dengan orang baru. Intinya mereka sangat berharga bagiku di tempat kerja, selain uang gajian.

  Sementara yang lain hanya menganggapku makhluk yang tidak penting dan tidak harus disapa bila bertemu, sepertinya mereka menganggap ku seperti angin. Ada tapi tidak terlihat.

  (Jangan lupa besok gue jemput pagi)

  Satu pesan masuk lagi, itu dari Siska. Aku tahu maksud dia ingin menjemputku pagi, pasti karena dia ingin ikut sarapan masakan ibuku. Dia memang sering makan di rumahku, dan ibu tidak mempermasalahkan. Merasa senang karena seperti memiliki dua anak gadis.

  Tapi kadang perhatian ibu lebih banyak untuk Siska, mungkin karena ibu paham kalau meskipun Siska anak yang tidak mungkin kekurangan apapun dalam masalah harta benda, tapi terlihat jelas kalau Siska sangat kesepian.

...****************...

  "ibu nggak suka kalo kamu dateng bawa kayak gini lagi, kalo mau main ya main aja" omel ibu pada Siska yang membawa banyak kebutuhan dapur. Lengkap, dari sayur, buah, dan bumbu-bumbu.

  "tapi kan Siska numpang makan terus Bu disini" ucap perempuan cantik itu membela diri.

  Bukannya diam, ibuku malah memukul lengan mulus itu keras sampai Siska mengaduh.

  "kamu itu udah ibu anggep anak. Kamu kira rumah ibu warung makan, jadi kamu makan disini terus bayar? Gitu?"

  Siska hanya diam memegangi lengannya yang sedikit merah, begitu pula matanya yang kini sudah berembun.

  Aku yang tengah menyantap sarapan berhenti sejenak melihat dua orang di depanku yang sedang berdrama. Kenapa tidak dilanjutkan kembali dialognya.

  Kami bertiga sama-sama terdiam, sampai akhirnya tiba-tiba Siska memeluk ibu dengan tangis yang pecah.

  "HUAAAA.... Ibu" ibuku yang tadi kaget pun, membalas pelukan Siska, mengusap punggungnya. Seakan memberi tahu Siska kalau dia tidak perlu khawatir dan merasa kesepian.

   Aku terharu melihat adegan di depan. Meskipun mataku basah, tapi aku tidak mau ikut berpelukan, ku lanjutkan acara sarapanku sampai selesai.

  "aduhhh.. Ini jadi berangkat nggak yah?" ucapku keras dengan nada santai, membuat ibu dan Siska mengurai pelukannya.

  "jadilah, Lo jadi cewek nggak bisa apa baper sedikit liat gue sama ibu? Malah sengaja ngomong gitu" ucap Siska serak dengan muka sebalnya.

  "udah sini Lo makan, gue kan udah bilang kalo kesini nggak perlu bawa begituan. Sukurin Lo dimarahin sama ibu" ucapku mengejeknya, dia tidak menjawab karena perkataanku memang benar.

  "udah cepet makan Lo, abis itu benerin tuh make up. Luntur semua, gue mau mandi dulu" setelah mengucapkan itu, aku berlalu ke kamar mandi.

  "Bu, kenapa sih Adisa cuek banget? dia cewek loh. Dari dulu sampe sekarang nggak pernah berubah, padahal dulu ada loh Bu yang naksir sama Adisa, tapi dia nggak berani ngomong karena Adisa cuek banget"

   Bu Ranti hanya tersenyum getir mendengar perkataan dari Siska, sadar betul mengapa sikap anak satu-satunya itu menjadi demikian.

   "sudah ayok makan dulu, dari pada nanti kena omel Adisa lagi" ucap perempuan berisi itu sambil menggiring Siska ke meja makan.

   Dari dulu sampai sekarang memang sifat Adisa terbilang keras, dia akan memendam semua masalah dan keluh kesahnya sendiri, tidak mau menceritakan apapun pada orang tua. Terlebih keluarga yang sudah mencetak adisa menjadi pribadi yang keras.

  Keras disini maksudnya adalah Adisa akan tetap kekeuh pada prinsipnya, dia juga tidak suka bergaul dengan terlalu banyak orang. Dia ingin jadi mandiri dan tidak mau mengandalkan orang lain.

  Dia pernah mendengar salah satu keluarganya mengucapkan kalau kita akan dianggap saudara kalau kita kaya raya. Tapi nyatanya mereka yang memiliki tidak mau memberi bantuan kepada keluarga Adisa yang sangat membutuhkan bantuan..

  Lagi dan lagi, penyebab Adisa mempunyai sifat keras adalah keluarga dari bapaknya yang bersikap jahat padanya. Sedangkan keluarga dari ibunya sendiri seperti telah membuang Bu Ranti. Tidak peduli lagi bagaimana kabar Bu Ranti setelah menikah.

   Bisa dikatakan kalau Adisa trauma dengan keluarga, yang Bu Ranti khawatirkan adalah sikap anaknya yang selalu tertutup pada orang lain terutama lawan jenis, Bu Ranti takut Adisa tidak mau menikah. Itulah sebabnya dia meminta Siska untuk mencarikan laki-laki yang baik untuk anaknya.

...****************...

  "kita mau kemana lagi sih Siska?" aku bertanya dengan nada kesal, hampir semua tempat sudah dikunjungi kami berdua. Tapi dia selalu menjemputku dan berkata akan pergi melihat tempat bagus yang masih jarang didatangi oleh manusia.

  jujur saja aku merasa terhibur karena tempat-tempat yang kami kunjungi sepi dan jauh dari perkotaan, tapi pada kesempatan lain Siska membuatku kehabisan energi karena terlalu banyak bertemu dengan orang.

  "udaahh.. Lo tenang aja dis, kali ini gue janji Lo bakal betah karena nggak ada manusianya" dia mengedipkan matanya saat mengatakan manusia, dia merasa bersalah saat kemarin aku terlihat lemas setelah kita pulang dari tempat wisata yang memang ratuan orang tumpah di dalamnya.

   Aku hanya terdiam, pasrah. Toh aku juga tidak bisa menolaknya. Yaa, setiap keluar bersama Siska aku merasa senang meskipun resikonya adalah diajak ke tempat yang sangat sangat ramai.

Setelah beberapa menit kemudian kami berhenti di sebuah tempat yang sangat asri, begitu damai dan sesuai perkataan Siska tadi, disana tidak banyak manusia berlalu lalang.

"gimana? Lo suka kan?" aku mengangguk mantap membuat Siska sombong, kemudian dia menggandengku masuk.

Jujur saja aku baru melihat ada tempat makan yang begitu asri dan tempatnya jauh dari keramaian. Apa ada orang yang tahu tentang restoran ini.

Setelah masuk, aku dibuat semakin kagum lagi. Pasalnya semua yang ada di dalam terbuat dari kayu yang dipahat, mulai dari tiang, kursi, meja dan beberapa hiasan dinding lain dan itu sempurna. Ditambah lagi beberapa tanaman yang sengaja dirawat dengan sepenuh hati, begitu menawan ditempatkan di spot yang membuat ruangan semakin hidup.

Bibirku tak hentinya tersenyum, sampai ada seruan yang memanggil Siska yang mengenakan kacamata hitam, senyumku langsung buyar.

Ada Alif dan dua orang laki-laki duduk di kursi kayu berukir, melingkari meja kayu yang juga terdapat ukiran disana. Tersisa dua kursi lagi, aku yakin itu untuk kami berdua.

Siska mempercepat jalannya, dia mengapit lenganku semakin kencang. Perasaanku mulai tidak enak.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!