NovelToon NovelToon

Cassanova Pencabut Nyawa

Impian dan Kenytaaan

Sepasang kekasih tengah menikmati secangkir kopi yang dipadu dengan indahnya bulan purnama di sebuah kafe di tepi sungai Tawang. Keduanya duduk berdampingan sembari membahas rencana besar yang ingin segera mereka wujudkan setelah bertahun-tahun menunggu.

“Kamu sudah menjadi magister sekarang, sudah waktunya juga untuk menjadi nyonya Thomas Harrison.”

Ailen tersenyum mendengar celotehan sang kekasih yang sudah menawan hatinya selama tujuh tahun terakhir ini. “Lalu apa yang akan kau lakukan sekarang, tuan muda?”

“Melamarmu.”

“Bagaimana kalau Papa menolakmu?”

“Tidak ada alasan bagi papamu untuk menolak calon menantu sempurna yang tampan dan kaya sepertiku, haha...”

“Cih.... Baiklah kalau kau seyakin itu. Aku akan membawamu menemui papa dan memintanya menikahkan kita besok. Gimana?”

“Deal. Aku sudah setia menunggumu selama ini. Kurasa menikahimu malam inipun aku tidak akan keberatan.”

Keduanya kembali tersenyum dan saling berpelukan penuh kehangatan dan cinta yang menggebu-gebu.

*********************

Malam itu juga Ailen membawa Tom pulang untuk menemui sang ayah untuk membicarakan pernikahan mereka. Ia ingin segera memenuhi janjinya kepada Tom untuk bersedia menerima pinangannya setelah menyelesaikan studi S2-nya. Karena jauh di dalam lubuk hatinya ia juga sudah tidak bisa lagi terpisah dari pria flamboyan yang selalu setia mendampinginya itu.

Tom memacu motor sportnya dengan hati berbunga-bunga. Senyum bahagia seolah tidak ingin pergi sedikitpun dari bibir indahnya. Jantungnya berdebar membayangkan gadis yang tengah memeluk erat pinggangnya itu akan segera sah menjadi istrinya. Tom menggenggam tangan Ailen yang melingkar di pinggangnya itu dengan erat. Sementara sebelah tangannya yang lain tengah mengendalikan laju motor.

“Tom, perhatikan jalanmu!” tegur Ailen.

“Siap, Nyonya! Anda tenang saja, hamba akan membawa anda pulang dengan selamat.” Sahut Tom bercanda.

Ailen menjitak helm Tom dengan keras. “Kelakuan!”

Tom kemudian menggeser tangan Ailen ke dadanya, berharap gadis itu merasakan debaran jantungnya yang kian menggila karena bahagia yang membuncah.

“Apa kau sebegitu takut bertemu ayahku?” goda Ailen.

“Apa kau pikir aku berdebar karena takut?” tanya Tom tak terima dengan kesimpulan Ailen yang semena-mena.

“Kalau begitu kau pasti sedang lapar berat.”

Tom langsung menepis tangan Ailen dengan kasar. Sementara Ailen justru terkekeh melihat prianya merajuk. Tom kemudian menambah laju motornya agar bisa segera menemui sang calon mertua.

************************

Ketika Tom dan Ailen tiba, rumah Ailen sudah dipenuhi oleh kerumunan orang yang datang untuk melayat. Raut kebahagiaan di wajah Ailen memudar seketika.

“Ada apa ini?” tanya Ailen pada salah satu pelayannya yang kebetulan keluar untuk menyambut para tamu.

“Non....” tangis pelayan itu kembali pecah di hadapan Ailen.

Ailen meraih pundak pelayan itu dan mengguncangnya degan keras. “Katakan apa yang terjadi?”

“Non Keysa, Non.... Non Keysa.....”

Ailen langsung berhambur masuk ke dalam rumah dan melihat tubuh sang kakak telah terbujur kaku di dalam peti. Tubuh Ailen lunglai seketika. Tangisnya tak terbendung lagi.

Pak Tito, ayah Ailen langsung menghampiri dan memeluknya.

“Kakak kenapa, Pa?”

“Keysa terkena serangan jantung. Tadi papa sudah berusaha hubungin kamu tapi hp kamu mati. Kamu harus kuat, Len.”

Tom terpaku melihat apa yang terjadi. Ia sama sekali tidak menyangka bahwa bencana itu datang pada hari dimana ia seharusnya memulai kebahagiaannya bersama Ailen. Tom menghampiri Dave, kakaknya yang kebetulan adalah suami Keysa sekaligus kakak ipar Ailen, yang berdiri di samping Bobby Harisson, ayahnya. Dave langsung memeluknya sambil menangis. Jadi Tom hanya bisa menepuk pundak sang kakak tanpa banyak bicara.

Pak Tito mulai melepaskan pelukannya perlahan. “Jangan terlalu sedih, Len. Orang terakhir yang ingin Keysa temui adalah kamu. Dia bahkan meninggalkan ini untuk kamu.”

Pak Tito kemudian menyodorkan sebuah amplop berisi surat kepada Ailen.

Ailen buru-buru membuka dan membacanya. Ia sangat ingin tahu apa yang ingin Keysa sampaikan kepadanya pada saat-saat terakhirnya.

Tapi bukannya merasa lega, tangis Ailen semakin menjadi setelah membca surat itu. Ia menggigit bibirnya kuat-kuat menahan luapan emosi yang hendak berhambur dari mulutnya.

Melihat reaksi sang putri bungsu, Tito kemudian mengambil surat wasiat dari tangan Ailen dan membacanya. Ia akhirnya tahu kenapa Ailen bereaksi seperti itu.

“Len, papa tahu ini berat untuk kamu. Kamu tidak perlu memenuhinya jika tidak sanggup. Papa tidak pernah mau kamu melakukan hal yang tidak kamu inginkan.”

Tom yang ikut penasaran langsung mengambil surat itu dari tangan Pak Tito lalu membacanya.

“Omong kosong!”

“Tom!” tegur Pak Tito. “Om tahu kamu sulit menerima ini, tapi ini adalah wasiat dari Keysa, kakak kandung Ailen. Jadi setidaknya kamu harus menghormati dia.”

Ailen bangkit dari duduknya lalu berhambur menuju kamarnya. Tom pun segera mengejarnya.

“Ai, tunggu! Kamu ngga akan menyetujui permintaan konyol Keysa kan?”

Ailen menghentikan langkahnya. Dengan tetap membelakangi Tom, ia berkata, “Itu adalah permintaan terakhir Kak Keysa.”

“Aku tahu bahwa kamu sangat menyayangi Keysa.Tapi Keysa juga tahu betul kalau kita sudah lama saling mencintai. Dia pasti akan memahami keberatan kamu. Jadi kamu tidak harus berkorban sebesar itu untuk orang yang sudah meninggal.”

“Kak Keysa juga tidak meminta itu untuk dirinya. Ia hanya ingin aku menjaga Alvin dan Kak Dave.”

“Dengan menikahi Kak Dave?! Omong kosong!!”

“Memangnya kenapa kalau aku menikahi Kak Dave?”

Tom langsung menarik lengan Ailen hingga keduanya berdiri saling berhadapan. Ia meraih kedua lengan Ailen sambil menatapnya lekat. “Ai, katakan kalau kau tidak ingin menerima wasiat ini dan akan kupastikan tidak ada seorang pun yang berani memaksamu!”

Ailen menepis tangan Tom. Dengan segenap kemampuannya, ia berusaha menahan bongkahan air mata yang siap meleleh di matanya demi menghadapi Tom dengan penuh keberanian dan kepercayaan diri.

“Memangnya kenapa aku harus menolak keinginan Kak Keysa? Kak Dave adalah Presdir Harrison Group, pria paling kaya dan berpengaruh di negri ini. Ia memiliki semua yang aku inginkan sebagai seorang wanita.”

Tom mundur beberapa langkah. Ia tidak menyangka bahwa kalimat itu akan meluncur begitu saja keluar dari bibir seorang Ailen yang sangat dicintainya. “Apa kau yakin bahwa itu adalah semua yang kau inginkan?”

“Aku ingin menjadi nyonya kaya yang terhormat dan berkuasa. Kak Dave atau kamu, apa bedanya?”

Tom merasa seolah ia baru saja ditampar dengan sangat keras hingga tubuhnya linglung dan kehilangan pijakan. Ia sudah menemani dan menjaga Ailen selama tujuh tahun demi menjadikannya satu-satunya istri sahnya tapi ia dicampakkan begitu saja hanya karena sebuah surat wasiat. Dan parahnya lagi, orang yang akan merenggut seluruh kebahagiannya itu adalah Dave, kakaknya sendiri. Air mata Tom meleleh sekeras apapun ia berusaha menahannya.

“Baiklah, jika memang itu yang kau inginkan, maka seperti yang aku lakukan selama ini, aku akan selalu mendukungmu. Tapi, ingat! Setelah hari itu tiba, aku akan menjemputmu dan kau tidak akan punya pilihan lagi untuk menolak.”

*******************************

Demi Wasiat

Tom membawa surat wasiat Keysa dan memberikannya kepada Bobby. “Pa, Papa ngga akan menyetujui pernikahan ini kan?”

Bobby membaca surat itu sekilas lalu menyerahkannya kepada Dave untuk dibaca.

“Pa!”

“Tom, papa tahu ini juga berat buat kamu. Tapi itu adalah keinginan terakhir Keysa demi Alvin. Lagipula itu hanya tiga tahun. Setelah itu semua akan kembali normal seperti sediakala. Apa yang perlu diributkan?” sahut Bobby panjang lebar.

Tom tertawa sinis. “Apa? Kembali seperti sediakala? Hah-ha...”

“Tom, aku tahu ini sulit untuk kita bertiga. Kalian sudah tujuh tahun bersama. Tapi kita tidak bisa mengabaikan wasiat Keysa begitu saja. Alvin baru empat tahun dan Ailen adalah orang yang paling dekat dengannya selain Keysa.” Imbuh Dave.

“Omong kosong!!”

“Tom! Bersikaplah dewasa. Bukan hanya Alvin, perusahaan juga membutuhkan Ailen untuk menjaga stabilitas dalam keadaan seperti ini.” lanjut Bobby.

Tom terkekeh dalam tangisnya, “Hah..Ha..Ha.. Perusahaan? apa tidak ada hal lain yang bisa papa pikirkan selain perusahaan? Kami manusia, Pa, bukan mesin. Kami punya perasaan yang juga harus papa pertimbangkan.”

“Cukup! Papa tahu kamu juga sedih dan terpukul karena kejadian ini. Tapi sebagai pria dewasa keluarga Harrison, kamu harus memikirkan keseluruhan situasinya. Jangan hanya memikirkan diri sendiri!”

“Baik. Tom tahu kalau perasaan Tom tidak pernah menjadi hal penting untuk dipertimbangkan di hadapan papa.” Tom menyeka air matanya dengan kasar. “Baiklah, lakukan saja semua yang kalian inginkan! Tapi tidak ada jaminan kalau aku tidak akan mengacaukan semuanya.”

Tom pergi meninggalkan rumah Ailen dengan penuh amarah.

“Pak Bobby, bagaimana ini?” tanya Pak Tito cemas.

“Segera selesaikan proses pemakamannya. Kita akan menikahkan mereka bulan depan.”

Dave tersenyum mendengar keputusan sang ayah. Tapi demi tetap terlihat sedang berduka, ia berusaha menyembunyikan senyumnya di balik air mata palsu yang terus berderai di samping pembaringan terakhir sang istri.

‘Seharusnya kau tahu persis, Tom, bahwa aku akan selalu mengalahkanmu bagaimanapun caranya.’

***********************

Sebulan kemudian.....

Karena tidak ingin merusak suasana berkabung, Ailen menolak pelaksanaan pesta pernikahan di rumahnya. Jadi Dave memilih sebuah gedung sebagai tempat pelaksanaan upacara pernikahan.

Dave menyambut kedatangan para tamunya, sementara menunggu Ailen tengah bersiap di ruang make up. Meskipun tidak semewah dan semeriah pernikahan pertamanya, tapi Dave tidak ingin bersikap tidak adil kepada Ailen dengan hanya melaksanakan janji pernikahan tanpa resepsi. Jadi ia memutuskan untuk mengundang beberapa kerabat dan tamu undangan penting saja untuk menjadi saksi dan menghadiri resepsinya.

Di tengah para tamu yang hadir, tidak sedikit dari mereka yang sibuk bergunjing tentang pernikahan itu.

(Aku sangat penasaran dengan pengantin wanita yang tidak tahu malu itu. Bagaimana bisa ia langsung menikahi kakak iparnya padahal makam kakaknya masih belum kering?)

(Dia pasti sangat mencintai Tuan Dave sampai tidak bisa menungu sedikitpun untuk menjadi istri keduanya.)

(Wanita seperti itu sangat tangguh. Bagaimana tidak, ia bahkan bisa mengalahkan rasa dukanya dengan hasrat dan cita-cita yang sangat besar, menjadi seorang nyonya kaya seperti kakaknya.)

Byur!

(Aduh!)

Tiba-tiba saja sup panas yang dibawa pelayan tumpah di pakaian para penggunjing itu. mereka berteriak kepanasan sembari memaki-maki pelayan yang sudah memohon maaf itu.

(Maaf, Tuan-Tuan. Tapi bukan saya yang sengaja menumpahkan sup ini. tadi ada orang yang menabrak saya dengan sangat keras.)

(Mana orangnya?)

(Tadi dia ada di sini.)

(Ah.... alasan!)

Tom berlalu sambil bergumam lirih, ‘Kalian seharusnya mendapatkan hujan lahar dengan mulut keji kalian itu.’

*******************

Sementara itu, di ruang make up, Ailen masih enggan untuk keluar dan menemui para tamu meskipun petugas wedding organizer berkali-kali memanggilnya untuk keluar.

“Len, apa kamu yakin akan melakukan semua ini?” tanya Sherin, sahabatnya yang tahu persis seberapa dalam hubungan Ailen dan Thomas.

“Apa dia akan datang?” gumam Ailen sambil menyeka air matanya.

“Kamu berharap dia datang?”

Ailen menggeleng, “Aku justru berharap dia benar-benar tidak akan datang karena aku takut akan goyah.”

Sherin memeluk Ailen. “Kalau kamu mau, aku bisa membawamu pergi dari tempat ini.”

Ailen kembali menggeleng. “Aku tidak bisa meninggalkan Alvin. Kak Keysa sangat menyayangi Alvin dan aku tidak ingin membuatnya kecewa.”

“Baiklah, segera persiapkan dirimu! Aku akan keluar untuk mengecek keadaan di luar.”

Ailen berdiri membelakangi pintu yang dilalui Sherin sambil memandangi penampilannya mengenakan gaun pengantin di depan cermin. Lalu tak lama kemudian, pintu di belakangnya terbuka. Tapi bukan Sherin yang masuk, melainkan Tom yang bayangannya terpantul di cermin yang berada di hadapan Ailen.

Ailen tercekat. Tubuhnya kaku seketika. Jantungnya berdebar kencang hingga nyaris copot kalau saja itu buatan cina. Ailen tidak mengenali arti dari debaran kuatnya itu. Entah lega atau justru cemas melihat sosok pria yang sedang berdiri di belakangnya itu.

Tom langsung menarik tubuh Ailen hingga menghadap ke arahnya. Dengan tatapan tajam yang sama, Tom kembali menanyai Ailen. “Apa kau yakin masih menginginkan ini?”

Ailen bergeming.

“Kalau kau mau, aku akan membawamu pergi sekarang juga. Tidak akan ada orang yang bisa menghentikanku.”

Ailen lagi-lagi menepis tangan Tom, “Kau tahu betul kalau aku bukan orang yang akan mundur setelah memutuskan.”

Tom kembali meraih lengan Ailen dan menariknya mendekat. Sekarang wajah mereka berhadapan dengan jarak yang hanya beberapa centi meter saja. Mata mereka bertatapan saling menyelami dan menerka perasaan masing-masing.

“Aku akan membuatmu menyesal dengan keputusanmu!” ujar Tom sambil menelanjangi wajah Ailen dengan tatapan tajamnya, mulai dari mata, hidung hingga bibir yang sering dijamahnya dulu.

Ailen tak mampu berkata-kata. Ia hanya bisa pasrah sambil menahan rasa sakit yang menyayat-nyayat hatinya.

Tom kemudian menghempaskan tubuh Ailen lalu pergi meninggalkannya begitu saja. Tubuh Ailen lemas seketika. setelah kepergian Tom, tiba-tiba saja kakinya menjadi lemah hingga seperti lumpuh. Ia jatuh terduduk di sofa dengan perasaan berkecamuk.

Tak lama kemudian Sherin masuk dan melihat Ailen terengah-engah sambil memegangi dadanya. dengan penuh kecemasan, Sherin menghampiri Ailen dan memeriksa keadaannya.

“Len, kamu kenapa? Kamu baik-baik aja kan?”

Ailen hanya bisa mengangguk.

“Len, biar aku panggilin Kak Dave kesini yah?”

Tapi Ailen lebih dulu menahan tangan Sherin sambil menggeleng. Sherin kembali duduk di samping Ailen dengan wajah cemas.

“Apa kau bertemu Tom?”

Sherin menggeleng. “Aku sudah memeriksa semua tempat dan menanyai semua pelayan, juga Dave. Tapi tidak ada seorang pun yang melihat kedatangan Tom. Dave bilang, Tom tidak akan datang seperti perkataannya saat meninggalkan rumah.”

‘Jadi tidak ada seorang pun yang tahu kedatanganmu?’

“Apa kau mau aku memeriksa sekali lagi?”

Ailen menggeleng. “Sudah waktunya. Ayo kita keluar!”

“Apa kamu yakin?”

Kali ini Ailen mengangguk. Tidak ada lagi yang bisa menahan langkahnya. Akhir hubungannya dengan Tom juga baru saja diputuskan. Ia tidak punya waktu lagi untuk berharap sesuatu yang mustahil bersama Tom. Satu-satunya yang masih bisa ia lakukan adalah menyelesaikan apa yang sudah dimulainya. Tidak peduli apa yang akan terjadi kelak, ia tidak bisa mundur setelah memutuskan.

‘Maafkan aku, Tom. Mungkin kita memang tidak ditakdirkan untuk berjodoh satu sama lain.’

Sementara itu, dari salah satu sudut ruangan, diam-diam Tom menyaksikan pernikahan paling dikutuknya itu. Ia yang seharusnya berdiri di samping Ailen yang tengah mengenakan gaun putih itu, bukannya Dave, kakak yang sangat disayanginya. Tapi takdir telah merenggut segalanya tanpa sisa sedikitpun. Baik Harrison Grup, keluarga bahkan Ailen, satu-satunya wanita yang dicintainya, juga telah direnggut tanpa ampun.

‘Tunggu sampai hari itu tiba! Maka aku sendiri yang akan menuliskan takdir untuk kalian semua.’

********************************

Mendatangkan Bantuan

Tiga tahun kemudian........

Ailen yang tengah berada di kamar Alvin mendengar teriakan dari arah kamar Bobby, ayah mertuanya.

“Ma, apakah itu suara Papa?”

“Alvin, tunggu di sini yah? Biar mama cek.”

Ailen berlari ke arah kamar Bobby dan ternyata para pelayan juga sudah berkumpul di sana, termasuk Baskara, sekretaris pribadi kepercayaan Bobby.

“Pa! Bangun, Pa!” teriak Dave sambil mengguncang-guncang tubuh sang ayah. “Cepat panggil dokter!”

“Maaf, Tuan. Dokter sudah dalam perjalanan.”

“Bawa papa ke rumah sakit!” titah Ailen ynag baru tiba tanpa bertanya.

“Nggak. Dokter Willy akan datang lebih dulu daripada kita ke rumah sakit.”

“Tapi kita ngga bisa hanya menunggu!”

“Cukup! Di rumah ini, hanya aku yang boleh memberi perintah.” Bentak Dave.

“Kak!”

Din.. Din...

Terdengar suara klakson mobil dari arah halaman rumah.

“Dokter Willy sudah datang, Tuan.” Bisik Baskara sopan.

“Cepat! Suruh dokter Willy masuk!”

Dokter Willy langsung masuk ke dalam kamar dan memeriksa keadaan Bobby dengan seksama. Tak lama kemudian, ia menghela nafas.

“Tuan Besar sudah meninggal dunia. Akibat serangan jantung.”

“Apa?”

Ailen merasa ada yang janggal tapi dalam situasi seperti itu, ia tidak bisa terlalu banyak berfikir.

Mereka kemudian mengurus jenazah Bobby dan semua pemberitaan yang akan mereka berikan kepada publik.

*****************

Beberapa bulan setelah kepergian Bobby, kondisi perusahaan kian memburuk. Banyak masalah yang muncul dan membuat keadaan menjadi tidak stabil. Dave yang sejak kecil sakit-sakitan akibat kelainan jantung bawaan yang dimilikinya, tidak bisa terlalu sering pergi ke kantor. Jadi ia lebih banyak mengurusi pekerjaan dari rumah.

Setiap hari banyak karyawan yang datang dan pergi dari rumah Dave untuk menyampaikan laporan dan berdiskusi secara langsung dengan sang pucuk pimpinan Harrison Grup. Berkat itu, Ailen sesekali mendengar tentang kondisi terbaru perusahaan dan memahami apa yang sedang dihadapi suaminya.

Siang itu, Sherin yang kebetulan juga menjadi salah satu staf di Harrison Elektronik, salah satu anak perusahaan Harrison Grup, juga datang untuk menyerahkan laporan secara langsung kepada Dave. Setelah melihat Sherin keluar dari ruang kerja Dave, Ailen langsung membawanya masuk ke dalam kamarnya.

“Len, gimana kabar kamu?”

“Baik. Rin, sebenarnya apa yang sedang terjadi?”

“Setelah Tuan Bobby meninggal, perusahaan jadi kacau balau. Para dewan direksi dan pemegang saham seolah kehilangan kepercayaan terhadap perusahaan. Mereka tidak percaya kalau Dave bisa sepenuhnya memipin perusahaan dengan kondisi kesehatan seperti itu.”

“Apa yang mereka lakukan?”

“Para pemegang saham di Harrison Elektronik berbondong-bondong melepaskan saham mereka. Akibatnya nilai saham merosot tajam dan mempengaruhi seluruh bagian Harrison Grup. Kalau terus dibiarkan seperti ini, kemungkinan besar Harrison Elektronik akan runtuh.”

“Ngga. Itu ngga boleh terjadi. Harrison Elektronik adalah penopang terbesar Harrison Grup.”

“Kamu takut keluarga Harrison akan jatuh miskin?” goda Sherin. “Jangan khawatir, keluarga kalian tidak selemah itu.”

“Bukan. Bukan keluarga Harrison, tapi nasib para karyawan. Ada ratusan ribu nyawa yang bergantung pada perusahaan itu. kalau sampai ditutup......”

Sherin tersenyum, “Aku tahu kamu pasti bakalan mikirin itu. Tapi masalah ini cukup rumit.”

Ailen bergeming, larut dalam pemikirannya sendiri.

“Len, sori. Tapi aku ngga bisa lama-lama di sini. Masih ada kerjaan yang harus aku selesaiin di kantor.”

“Oke. Makasih yah...”

Sherin kemudian memeluk Ailen lalu kembali ke kantornya.

********************************

Malam itu, lampu di ruang kerja Dave masih menyala. Jadi Ailen memberanikan diri untuk mengetuk pintu dan mengganggu sang suami. Ia masuk sambil membawa cemilan dan minuman hangat untuk Dave.

“Len?”

“Sudah diminum obatnya, Kak?”

“Sudah. Kamu kok belum tidur?”

“Ini aku bawain kakak cemilan.”

“Ada apa?” tanya Dave to the point. Ia paham betul bahwa Ailen bukan tipe orang yang akan mendatanginya hanya untuk bergunjing atau berbagi curhatan.

“Aku dengar kondisi perusahaan sedang tidak baik-baik saja.”

“Apa Alvin sudah tidur?”

“Sudah Kak.”

Dave menghela nafas. “Ada orang yang sengaja memprovokasi para pemegang saham dan jajaran direksi untuk menekan aku. Tapi kamu tenang aja, kita tidak akan jatuh miskin hanya gara-gara ini.”

“Apa yang mau Kak Dave lakuin sama Harrison Elektronik?”

“Mereka hanya satu dari sekian banyak. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan.” Jawab Dave singkat. “Sudah malam, sebaiknya kamu segera tidur.”

Tanpa banyak bertanya atau membantah, Ailen kembali ke kamarnya dengan patuh.

‘Ini ngga bisa dibiarkan. Aku ngga boleh diam saja dan menyaksikan banyak karyawan menjadi korban.’

***********************************

Pagi itu Ailen mengirimkan obat ke ruang kerja Dave. Ia melihat Dave sedang memeriksa tumpukan dokumen yang menggunung di mejanya.

“Waktunya minum obat, Kak.”

Dave melepas kacamatanya, lalu menghampiri Ailen yang meletakkan nampan berisi obatnya di atas meja tamu. “Alvin sudah berangkat sekolah?”

“Sudah, Kak.”

Dave meminum obatnya lalu kembali ke meja kerjanya. “Terima kasih, Len. Tapi aku harus segera menyelesaikan pekerjaanku.”

“Baik Kak. Aku tidak akan mengganggu lagi.”

“Tuan! Tuan!” Kamil, tangan kanan Dave, datang dengan tergopoh-gopoh ke ruang kerja Dave.

“Ada apa, Mil. Kenapa berlarian seperti itu?”

“Lapor Tuan. Tuan Tom ada di bawah. Dia baru saja datang bersama rombongannya.”

“Apa?! Kenapa dia bisa ada di sini?”

“Maaf, Kak. Aku yang memintanya datang. Kita tidak bisa diam saja membiarkan perusahaan hancur satu persatu. Karena itu aku ingin membantu kakak. Lagi pula Kak Keysa ingin aku melindungi dan membantu kakak.”

Dave menghampiri dan menggenggam tangan Ailen yang memegang nampan. “Terima kasih, Len. Aku sama sekali tidak menyangka kalau kamu akan begitu perhatian terhadapku dan Alvin.”

“Kalau begitu aku permisi, Kak.”

Setelah kepergian Ailen, Dave kembali ke meja kerjanya dan menjatuhkan semua tumpukan dokumen dengan penuh amarah. nafasnya terengah-engah hingga membuat batuknya kian parah.

“Tuan, apa anda baik-baik saja?” tanya Kamil cemas.

“Kenapa dia bisa ada di sini? Dia bahkan tidak datang saat mendengar kabar kematian papa. Tapi dia langsung datang secepat kilat begitu Ailen memintanya." gerutu Tom dengan nafas tersengal-sengal. "Dan Ailen.... Berani-beraninya diq memanggil Tom pulang tanpa ijinku. Dia bahkan berani datang membawa segerombolan sampah. Apa kamu tahu apa yang hendak dilakukannya?”

“Maaf, Tuan. Saya bodoh, tidak tahu apa yang sedang Tuan pikirkan.”

“Sudahlah. Aku tahu aku tidak akan pernah bisa mengalahkannya dalam keadaan seperti ini. Jadi, biarkan saja dia melakukan apa yang dia inginkan.”

Tubuh Dave mulai oleng akibat sesak yang mulai menjalari dadanya. tapi Kamil dengan gesit menopangnya agar kembali tegap berdiri.

“Apa Tuan ingin saya mengusirnya pergi?” tanya Kamil ragu.

Dave menggeleng. “Biarkan saja dia menunggu.”

“Anda tidak ingin menemuinya sekarang?”

Dave menggeleng. “Antar aku ke kamar!”

“Baik, Tuan.”

**************************

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!