NovelToon NovelToon

Gelora Cinta Sahabatku

Bab 1. Persahabatan

Pov. Ashenda Reamurthi

"Yeay!!!"

Aku bersorak penuh kegembiraan lalu memeluk tubuh tinggi tegap di sampingku yang tak lain adalah sahabatku sejak di jenjang sekolah menengah pertama itu.

Aku gembira bukan main karena setelah masuk SMA kami kembali dipertemukan di kelas yang sama.

Hal itu tak lepas dari prestasi kami yang bersaing ketat, walaupun ia lebih sering mengungguliku, tapi aku tak pernah merasa iri. Kami tetap berteman baik.

" Shen, gue ke toilet bentar ya" Terburu Mikhail berpamitan lalu berlari ke belakang. Aku mengekor. Bagaimana tidak, di sekolah ini aku tak mengenal siapapun. Malas juga aku untuk berbasa-basi dengan orang yang tidak ku kenal.

" Ashen! " Mikhail terkejut melihatku yang stand by di muka pintu toilet cowok.

" Gue males di sana gak ada yang kenal. Lo sih pake acara ke toilet segala. Ditahan dulu kek" aku menggerutu.

" Trus lo mau tanggung jawab kalo gue sampe pipis di sono diliatin sama orang-orang " gemas ia mencubit hidungku.

" Ya gue ikutan ketawa donk. Haha" aku tertawa jahat hingga cowok itu makin gemas menggelitik pinggangku.

Kami pun bergegas mencari kelas Edelweis 1, kelas istimewa yang hanya berisi siswa-siswi berprestasi dari sekolah-sekolah pilihan. Ruang kelas itu dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas lengkap dan nyaman yang tentu dapat menunjang proses belajar yang efektif.

" Lo lagi chatan sama siapa sih?!" Aku penasaran melihat Mikhail yang sibuk sendiri dengan ponselnya. Kutempelkan pipiku ke pipinya, ikut melotot ke layar ponselnya.

" Apaan sih shen" ia tampak risih dengan ulahku. Kini aku malah duduk menghempas di pangkuannya sambil kurangkul lehernya.

" Sejak kapan lo punya rahasia dari gue hah?!" Aku menodongnya dengan tatapan galak.

" Ini nyokap gue shen. Lo pikir siapa?!" Cowok itu balas melotot.

"Ohh ..." Aku membulatkan bibirku. Kukibaskan rambut panjangku ke wajahnya sambil beranjak dari pangkuannya. Terang saja hal itu membuat ia geram, ia menggendongku paksa lalu ia taruh aku di atas lemari bufet bertingkat di sisi meja guru.

Tak ia hiraukan teriakanku yang minta diturunkan. Iseng sekali anak itu. Memang sejak SMP dia sudah begitu, malah dulu lebih parah tengilnya. Tapi sejak masuk SMA, ia sedikit berubah, ada kalanya dia diam tak banyak berkicau seperti dulu. Walaupun kadang masih tengil juga seperti sekarang. Tapi aku tak pernah ingin jauh darinya. Walaupun begitu, ia sangat baik dan perhatian.

.....

💎

.....

.

Pov. Mikhail Alferov

Kuluncurkan lamborghini black metallic-ku dengan kecepatan penuh menuju ke rumah, berharap aku masih bisa mencegah kepergian papa. Tadi mama bilang kalau papa ketahuan selingkuh, tanpa banyak basa-basi, mama langsung mengusir papa dari rumah untuk mengejar wanita impiannya.

Tapi setibanya di rumah, aku tau aku sudah terlambat. Kepergian papa tak bisa lagi ku cegah. Aku jatuh terduduk di sofa ruang tengah dengan hati hancur.

" Mulai sekarang, kamu hanya punya mama. Anggap aja papamu udah mati" tegas mama sebelum menghilang di balik pintu, mungkin ia akan kembali ke kantor.

Ya, mama memang wanita karir yang supersibuk sehingga tak punya banyak waktu untuk keluarga. Mungkin karena itu juga papa terpaksa mencari perhatian dari wanita lain.

" Gue ngerti perasaan lo, Mikh" Ashen mengusap pundakku, aku baru sadar kalau ia masih bersamaku, aku tak sempat mengantarnya pulang karena terburu-buru tadi.

" Gue pesenin taksi ya?" Tanyaku, karena aku belum mood untuk ke luar.

" Entar aja. Gue temenin lo dulu deh" tolaknya. Lalu ia mengikutiku menuju kamar tidurku.

Saat aku keluar dari kamar mandi, Ashen tak canggung berbaring di tempat tidurku. Memang kami sudah kenal dan dekat sejak lama hingga nyaris tak lagi ada jarak dan kecanggungan di antara kami.

" Lo laper gak?" Tanyaku. " Gue masih syok" jawab cewek itu pahit. Ku ambil tempat di sisinya berbaring.

" Sorry ya, lo harus ikut ngerasa gak enak soal ini" ucapku getir. .

" Gue justru khawatir sama lo, gue takut lo jadi gak konsen belajar gara-gara ini" Ia ternyata mencemaskanku.

Aku menolehnya, memaksakan ukir senyum.

" Gue gak pa-pa kok. Selama ada lo di samping gue, everything'll gonna be alright" aku meyakinkannya. Ia tersenyum lalu mengecup pipiku, ia dekapkan satu tangannya di dadaku, membuat gemuruh emosi di dalam sana perlahan mereda.

" Shen ..." Ku panggil ia namun tak ada sahutan. Ternyata ia malah ketiduran. " Dasar tukang molor" gumamku merasa lucu sendiri.

Anak ini menaruh kepercayaan yang besar terhadapku, ini bukan yang pertama kalinya ia terlelap di sisiku. Ia tak pernah berpikir bahwa aku ini seorang laki-laki normal yang sedang beranjak dewasa.

Kedekatan kami sewaktu SMP tentu akan jauh berbeda dengan kedekatan kami setelah masuk SMA. Perubahan pada diri Ashen cukup mencolok, hal yang paling nampak adalah perubahan bentuk tubuhnya. Dulu ia kurus kerempeng dan kini berubah menjadi lebih montok berisi.

Ku nilai ia memiliki fisik yang nyaris sempurna seperti yang banyak diidamkan oleh kaum pria. Walaupun aku tak sedikitpun punya niat buruk kepadanya, tapi tetap saja hati ini kebad-kebid setiap kali bersentuhan dengannya.

Dan ia tak pernah menyadari itu, atau kah memang pola pikirnya belum sampai ke sana. Entahlah. Tapi ia cukup cerdas untuk mengerti banyak hal.

Yuka

Bab 2. Diincar Kakak Kelas

Pov. Ashenda Reamurthi

Matahari nyaris terbenam di ufuknya saat Mikhail mengantarku pulang. Aku langsung melenggang menuju ke dapur dimana mamaku sedang sibuk menyiapkan makan malam.

" Kok malem pulangnya? Emang di hari pembagian kelas udah mulai aktif belajar?" Tanya mama heran.

" Gak, ma. Tadi Ashen ketiduran di rumahnya Mikhail" Jawabku yang sontak membuat mama terkejut.

" Ashen, kamu sama Mikhail gak macem-macem kan?!" Mama mengguncang pundakku. " Ih mama apaan sih. Ya gak lah. Orang kita temenan." Aku merajuk.

" Shen, kamu itu polos atau bego sih. Kalian bukan anak-anak lagi. Fisik dan psikis kalian udah berkembang menjadi versi dewasa. Oke kalian berteman, tapi naluri di dalam diri manusia gak mengenal itu. Bisa aja Mikhail tiba-tiba naf*u liat kamu tidur di kamarnya gitu. Kamu gak mungkin bisa ngelawan tubuh besarnya." ceramah mama jadi panjang lebar.

" Itu sih jatohnya mama yang piktor. Buktinya dia biasa aja tuh gak aneh-aneh. " Aku masih membela diri.

" Kamu ini ngeyel aja kalo dibilangin" Gumam mama.

" Udah deh ma, mending doain yang baik-baik aja buat Ashen." Aku mengakhiri perdebatan lalu berlari menuju kamar ku.

Diam-diam aku jadi memikirkan ucapan mama tadi. Apa iya Mikhail yang sudah menjadi temanku sejak lama tiba-tiba bisa berubah agresif?! Aku takkan percaya itu begitu saja karena aku sama sekali tak melihat tanda-tanda itu pada diri Mikhail.

" Hallo, ada apa shen?" Sahutan dari seberang sana. Aku tak tau kenapa aku malah terpikirkan untuk menelfon Mikhail padahal kami baru saja berpisah.

" Mikh, menurut lo gue seksi gak?" Todongku yang tentu saja mendapat reaksi kaget dari cowok itu.

" Gak lah, biasa aja." Tanggap Mikhail datar. " Jadi lo gak bakalan nafsu kan liat gue?!" Lanjutku yang mendapat reaksi gelak tawa dari cowok itu.

" Lo kesambet apa gimana nih. Kok tiba-tiba nanya yang aneh-aneh" ia asyik menertawakanku.

" Gak kok, iseng aja." Aku tak mungkin cerita kalau mama lah yang membuat aku jadi mempertanyakan masalah ini langsung padanya.

Dan ternyata aku memang tak salah memilihnya sebagai teman, ia tulus menganggapku sebagai teman tanpa ada pikiran macam-macam. Mama saja yang berpikir terlalu berlebihan.

Aku mempercayai Mikhail lebih dari siapapun. Ia sangat berbeda dari cowok-cowok pada umumnya yang suka memandangku dengan tatapan kagum atau semacamnya. Entah itu karena Mikhail menghargai ku sebagai teman atau justru karena ia tidak tertarik kepada lawan jenis. Yang aku tau adalah dia temanku, dan dia baik. Cukup.

" Udah dulu ya, gue mo belajar" suara Mikhail mengagetkanku yang larut di dalam pikiranku sendiri. " Iya, iya. Gue juga mo mandi nih" kemudian sambungan telfon terputus.

Pov. Frederick Taylor

" Freddie !" Seseorang memanggilku saat aku sedang menuju ke kelas Edelweis 1 untuk melakukan kunjungan pertamaku selaku siswa terbaik di Edelweis 3.

Memang sudah menjadi tugas dari siswa terbaik tingkat tiga untuk melakukan bimbingan kepada kelas yang sama di tingkat awal. Agar mereka bisa mempertahankan prestasinya untuk tetap berada di kelas Edelweis hingga ke tingkat ke tiga sepertiku.

Hal ini hanya berlaku di kelas Edelweis. Tidak berlaku untuk kelas lainnya. Kelas lainnya seperti Dandelion dan Orchid justru harus berlomba di tahun berikutnya agar bisa masuk ke kelas Edelweis.

" Ada berita apa nih?" Tanyaku pada Josef temanku karena ia biasanya membawa berita penting.

" Lo mau ke Edelweis 1 ya?" Josef memastikan.

" Iya. Ini kunjungan pertama gue" Jawabku. " Wah kebetulan banget Fred. Di Edelweis 1 ada jackpot" Bisik Josef bernada nakal yang selalu membuatku tertarik untuk mengetahui lebih lanjut.

" Yang bener lo?" Aku menanggapi dengan semangat.

" Mata gue gak mungkin salah Freddie ... Cantik, putih, mulus dan mo*tok.... Uhhh" Josef jadi baper sendiri.

" Serius lo? Jadi gak sabar nih gue" Aku selalu percaya pada Josef, penilaian matanya tak pernah salah. Kupercepat langkahku menuju kelas Edelweis 1 untuk segera membuktikan ucapannya.

Dengan berwibawa aku memasuki ruang kelas Edelweis 1, sebagai senior tentu aku harus menjaga image di hadapan mereka. Setelah ku panggil nama mereka satu persatu, akhirnya aku menemukan sebuah nama yang tadi dibisikkan oleh Josef padaku.

Seperti dugaanku, penilaian Josef memang tak pernah salah. Cewek yang ia maksud memang seperti yang ia deskripsikan.

Dalam hati aku bertekad untuk mendapatkan cewek itu bagaimanapun caranya.

" Ashenda Reamurthi bisa tolong maju sebentar" pintaku yang di sambut sorakan anak-anak lainnya.

" Tau aja nih sama yang bening" celetuk salah satu siswa. Tak kuhiraukan. Aku fokus saja pada cewek itu yang melenggang santai ke arahku. Rambut coklatnya yang indah melambai-lambai mengikuti gerak langkahnya yang gemulai.

" Bisa kamu tinggalkan nomor ponselmu di sini, untuk jadi duta Edelweis 1. Jadi kalo ada informasi apapun, nomor kamu akan dihubungi" pintaku dengan sopan yang lagi-lagi mendapat sorakan iseng dari yang lain.

" Baik kak" ia menuruti permintaanku tanpa banyak basa-basi, segera ia tuliskan nomor ponselnya di atas kertas yang kutunjukkan.

Dalam hati aku sangat bersyukur, satu langkah aku sudah berhasil. Memang, sebagai junior, siapapun akan merasa terhormat jika sampai mendapat perhatian dari seorang senior Edelweis sepertiku.

Tak berbeda dengan cewek itu, ia pasti merasa beruntung karena sudah terpilih menjadi duta Edelweis yang baru, karena tak semua siswa dari Edelweis bisa mendapatkan kesempatan emas ini.

" Udah kak. Ada lagi?" Suaranya mengagetkanku yang sempat mencuri pandang ke bagian d*danya yang sedikit terbuka saat ia menunduk menuliskan nomor ponselnya.

" Udah cukup. Silahkan kembali" aku segera tutupi rasa grogi ku.

Setelah menuntaskan misiku, aku bergegas meninggalkan ruangan itu dengan perasaan yang tak menentu. Andai saja aku bisa menikmati keindahan itu sedikit lebih lama.

Ahh, darahku berdesir. Aku harus menyusun rencana selanjutnya untuk mewujudkan keinginanku. Dia harus menjadi milikku.

Yuka/ 210224

Bab 3. Hanya Berteman

POV. Ashenda Reamurthi

---

Ada chat masuk tanpa nama pengirim. Kutanya ia siapa, ia jawab Edelweis 3 #1. Oh aku langsung mengerti itu kode untuk sang senior yang kemarin melakukan kunjungan ke kelas Edelweis 1. Kak Frederick Taylor yang ganteng itu.

Oh Tuhan aku sungguh merasa terhormat mendapat pesan darinya. Karena tidak semua cewek memperoleh keberuntungan itu. Sedangkan aku berhasil mendapatkannya tanpa perjuangan apapun.

Ia memberitahukan agar nanti sore aku menemuinya di sekretariat Edelweis karena ada hal penting yang akan di bahas. Dan disana nantinya aku tidak sendirian, akan ada duta lainnya juga dari Edelweis 2 dan 3.

Aww! Aku sontak menjerit saat Mikhail dengan iseng menarik ujung rambut panjangku.

" Lo kenapa sih!" Ku balas dengan menyepak sepatunya.

" Dapet chat dari siapa lo sampe senyum-senyum sendiri gitu?! Kayak orang stress aja." Tanya Mikhail penasaran.

" Kak Fred yang dari Edelweis 3 kemaren" Aku menjawab dengan penuh rasa bangga sambil sibuk senyum-senyum sendiri.

" Ngapain?" Ia tampak begitu ingin tahu. Alis tebal nan hitamnya bertaut serius.

" Tar sore gue disuruh ke sekret Edelweis. " Aku menjawab dengan jujur.

" Hati-hati lo, tuh cowok kayaknya gak bener. Dan biasanya tebakan gue gak meleset " Tiba-tiba saja keluar kata-kata itu dari mulut Mikhail, padahal sebelumnya ia tidak pernah begitu.

" Lo jangan ngaco ya! Kak Fred orangnya sopan kok. Gak sedikitpun ada tanda-tanda kalo dia gak bener." Bukannya mempercayai Mikhail yang telah lama menjadi sahabatku, Aku malah membela orang yang baru saja aku kenal.

" Sopan dari mana. Gue bisa baca dari tatapannya ke lo. Gue tau arah tatapannya tuh kemana. Dasar lo tuh polos apa bego sih." Kunilai Mikhail sudah sangat kelewatan kali ini. Aku tak mengerti untuk apa ia sok protektif begitu terhadapku.

" Emang kemana?!" Aku melotot geram kearahnya dengan berkacak pinggang. Tapi ia malah berpaling dariku.

" udah deh shen, gue ini juga cowok. Dimana-mana pikiran cowok tuh gak jauh beda kalo udah liat cewek cantik. " Mikhail bergumam.

" Ohh berarti sekarang lo ngakuin kalo gue cantik dong." aku berkata dengan penuh rasa bangga, lalu berpose-pose sok imut di hadapannya. Terang saja itu membuat Ia melirikku dengan sewot. Dan ku nilai lucu sekali ekspresinya kalau sedang kesal begitu.

Bibirnya yang kemerahan itu maju beberapa senti tapi terlihat sangat seksi, lirikan matanya nampak tajam tapi penuh perhatian. Gemas sekali aku melihatnya bertingkah demikian hingga tak mampu aku menahan diri untuk tidak mengg*git bibirnya itu.

Ia berteriak kaget sekaligus kesakitan. Dan aku hanya bisa tertawa puas sambil berlari meninggalkannya sebelum ia melakukan serangan balik.

Pukul tiga sore kelas pun berakhir, aku meminta kepada Mikhail untuk pulang lebih dulu karena aku harus bertemu dengan Kak Frederick di sekretariat Edelweis. Aku tak tau apa yang akan dibahas disana nantinya sehingga aku pun tak bisa tentukan pertemuan itu akan memakan waktu sebentar atau lama.

" Gue tungguin lo di depan ya. Jadi kalo sampe ada apa-apa gue bisa langsung bertindak." Mikhail mulai lagi. Aku tak mengerti kenapa ia begitu memandang buruk Kak Frederick. Tentu saja lama-lama aku merasa terganggu dengan sikap overprotektif nya itu.

" Terserah lo deh" aku jadi tak bisa berkata-kata lagi, ku tinggalkan ia segera untuk melenggang menuju sekretariat Edelweis.

Aku sudah dinantikan oleh Kak Frederick bersama dengan tiga orang lainnya. Telah hadir disana dua orang siswa dan satu orang siswi. Dan kedatanganku disambut dengan sangat baik oleh mereka meskipun baru saja kenal. Hingga aku tak merasa canggung lagi berada di tengah mereka.

Satu jam kami mengobrol menjadi tak terasa, suasana akrab dan hangat yang mereka ciptakan sungguh membuatku nyaman. Hingga tak lama satu persatu dari kami mulai meninggalkan ruangan setelah menerima tugas dari Kak Frederick. Dan kini tinggallah aku sendirian.

" Kamu karena masih baru, jadi saya belum kasih tugas" Kak Frederick mulai membuka obrolan selanjutnya ketika hanya tersisa kami berdua saja di ruangan itu.

" Jadi aku boleh pulang sekarang nih kak?" Tanyaku sambil mengemasi barang-barang ku.

" Iya kamu boleh pulang, tapi sebelum itu ..."

Aku kaget saat cowok itu tiba-tiba menyentuh pundakku, sesaat aku berpikir dugaan Mikhail benar. Jantungku berdegup sangat kencang saat sentuhan tangannya kini bergerak ke area leherku.

" Kamu anak manis, sampai jumpa besok ya" tiba-tiba cetus Kak Frederick sambil menepuk-nepuk pundakku yang seketika membuyarkan kekhawatiranku sekaligus membantah tudingan buruk Mikhail atas dirinya.

Aku bergegas meninggalkan gedung sekolah. Tak sabar rasanya aku bertemu Mikhail untuk membuatnya menyadari kekeliruannya. Dan ternyata ia masih setia menungguku tak jauh dari area parkir.

" Lama banget, ngapain aja?!" Ia kembali menodongku dengan nada tak suka dan penuh curiga. Aku cemberut, ia bukakan pintu mobilnya untukku.

" Lo tuh ya jadi orang jangan banyak su'udzon. Buktinya gue baik-baik aja tuh gak di apa-apain. Kak Fred itu sopan banget gak mungkin lah dia macem-macem sama gue." Aku tentu saja semakin bersemangat membela Kak Frederick setelah membuktikan sendiri kalau kak Fred dan yang lain memperlakukanku dengan sangat baik dan tak terdapat hal mencurigakan sedikitpun.

" Iya iya, gue ngaku salah deh. Sorryyy." Mikhail melunak akhirnya.

" Pokoknya besok lo gak perlu nungguin gue. Gue bisa pulang sendiri" tegasku dengan yakin.

" Jadi besok lo mau ketemuan lagi sama dia?!" Cowok itu kembali menegang dengan tatap penuh curiga yang lebih dari sebelumnya.

" Iya emangnya kenapa? Lo gak perlu overprotektif gini ke gue Mikh. Kita tuh cuma temenan. Lagian gue bisa kok jaga diri gue sendiri!"

Aku meradang mendapat reaksi demikian darinya. Dan mungkin setengah tak sadar aku berucap sekasar itu padanya hingga membuat ia terdiam seketika.

Tak ada suara yang kami ciptakan selama di dalam perjalanan menuju pulang ke rumahku. Bahkan Mikhail tak berpamitan untuk pulang setelah mengantarkanku di depan pagar rumah

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!