NovelToon NovelToon

Mampukah Bertahan

Retak ( Pov Shima )

"Saya terima nikah dan kawinnya, Rizka Hanura dengan mas kawin tersebut di bayar tunai!"

Begitu lantang dan penuh keyakinan mas Dinar mengucapkan ijab kabulnya. Ucapan yang tak terasa juga menyayat hati ini.

Ucapan yang pernah dia ucapkan untukku dulu kini ia ucapkan kembali, tetapi untuk wanita yang lain.

Wanita itu adalah Rizka, kini ia telah resmi menyandang sebagai adik maduku.

Rizka sedikit lebih beruntung dari pada aku saat menikah dengan mas Dinar dulu.

Dia diberi mahar logam mulia seberat seratus gram dan uang tunai sebesar seratus juta rupiah. Entah atas permintaan siapa aku tak tahu.

Aku tak di libatkan sama sekali dalam acara pernikahan ini. Mungkin Mas Dinar dan ibu mertuaku ingin menghargaiku atau justru tak ingin aku merusak momen bahagia mereka.

Entahlah, kenapa sekarang aku tak pernah berpikir baik tentang mas Dinar dan ibunya.

Teringat dulu tentang pernikahan kami yang sangat sederhana. Bahkan aku hanya menerima uang tunai sebesar lima juta rupiah sebagai mahar.

Aku tak ingin memberatkan mas Dinar. Sebab kala itu aku begitu tahu bagaimana kondisi perekonomiannya. Dia yang bekerja keras harus menyisihkan uang untuk menikahiku di tengah kewajibannya untuk membiayai pengobatan Almarhum ayah mertuaku.

Oleh sebab itu, ibu mas Dinar sempat keberatan dengan rencana pernikahan kami dulu, karena melihat bagaimana kondisi perekonomian kami saat itu.

Namun dengan penuh keyakinan, kami mantap melangkah. Aku mendampingi mas Dinar dengan tetap bekerja dan membantu perekonomian keluarga kami serta pengobatan ayah mertua.

Rizka lebih beruntung karena perekonomian mas Dinar memang dalam keadaan baik saat ini, berbeda dengan kami dahulu yang memulai semuanya dari nol.

Rizka terlihat sangat bahagia. Tak ayal senyum indah tak pernah lepas dari wajah cantiknya.

Rizka, seorang gadis berusia dua puluh delapan tahun. Lima tahun lebih muda dariku dan tujuh tahun lebih muda dari Mas Didi.

Wanita yang telah lama memendam rasa pada suamiku. Aku tak begitu mengenalnya, yang kutahu dulu mereka sempat bertetangga saat masih remaja.

Usapan lembut di bahu membuatku menoleh. Ibu ... Seberapa tahu ia dengan perasaanku saat ini?

Ibu, hatiku sakit. Aku ingin berteriak. Namun, apa bisa aku hidup tanpa Mas Didi?

Aku tak bisa membayangkannya.

"Yang sabar ya Ma. Tak ada kata yang bisa ibu ucapkan. Tegarlah, ini jalan yang kamu pilih," lirih suara ibu bagaikan membuka luka yang kembali berdarah.

Aku tahu ibu tak bermaksud menyalahkanku atas pilihanku. Dia hanya berharap diri ini bisa tegar seperti ucapanku tempo lalu yang bersedia di madu oleh suamiku.

"Sayang," panggilan lembut dengan suara bergetar itu membuat air mata ini akhirnya luruh jua. Sekuat hati aku menahannya. Mencoba tersenyum, pada kenyataan yang aku harap ini hanya sebuah mimpi.

Aku tak sanggup menoleh, hanya menunduk berusaha menghilangkan air mata bodoh ini.

"Mbak," suara Rizka pun terdengar, berarti mereka berdua kini mendatangiku bersamaan.

Ya Allah hati ini sangat sakit. Mengapa ... Mengapa hamba tak bisa ikhlas menerimanya!

Ini bukan kesalahan mereka. Ini pilihanku, tapi kenapa berat sekali.

"Sayang," panggil Mas Dinar sembari memelukku. Tubuhnya bergetar, aku tahu ia pun terluka.

Siapa yang salah sebenarnya? Kenapa kami justru mengalami luka ini?

Kubalas pelukan suamiku. "Tak apa Mas, selamat ya," dengan hati yang getir, tak urung kata selamat terucap dari bibirku.

"Jangan seperti ini mas, banyak yang memperhatikan kita," tegurku dan melepaskan pelukannya.

Suamiku ... Imamku, aku tahu dia pun sedih dengan keadaan ini.

"Maaf, maafkan mas sayang," ucapnya tersendat.

"Hei!" kuusap pipinya dan dia menggenggam tanganku erat.

"Kita pasti akan melewati ini," ucapku meyakinkan. Meski hati ini pun tak yakin.

Dia mendongak menatap mata ini. Sorot mata yang menatapku penuh dengan cinta itu masih milikku.

Namun, apa selamanya akan menjadi milikku? Mengingat kini ada seseorang yang juga berhak atas cintanya.

Ibu mertua menghampiri kami. Kudengar helaan napasnya yang kasar. Mungkin dia kesal.

"Jangan membuat suasana terasa canggung Ma. Kamu sendiri yang meminta datang. Maaf, bukan mamah bermaksud kasar. Mamah tahu perasaanmu, makanya mamah minta kamu tak usah hadir." ucap ibu mertuaku yang sangat mengiris hatiku.

Dia benar, sudah berulang kali dia meminta agar aku mengurungkan niat untuk menghadiri acara pernikahan suamiku.

Namun, lagi-lagi aku kalah dengan egoku. Lucunya, aku sedikit berharap jika mas Dinar akan berlari dan membatalkan pernikahannya seperti drama percintaan konyol yang sering kutonton.

Aku tahu, mungkin tangisan kami ini akan membuat keluarga Rizka tak nyaman. Mereka jelas merasa terganggu, apa lagi bisik-bisik mulai terdengar.

Pernikahan yang di adakan secara sederhana ini bukan karena mereka malu karena putri mereka hanya di jadikan istri kedua, menurut ibu mertua. Akan tetapi itu semua adalah permintaan Rizka dan hanya dia yang tahu alasannya.

Rizka juga bukan dari golongan keluarga biasa. Keluarganya cukup berada. Dia bahkan memiliki sebuah butik yang cukup ternama.

Menurut ibu mertuaku, Rizka hanya ingin menghargaiku. Baginya pernikahan sederhana akan terkesan hangat. Dia hanya meminta pernikahannya bukan hanya sah secara agama, tapi juga tercatat oleh negara. Itu lebih penting menurutnya.

Entahlah, perhatiannya bahkan tak membuatku bahagia sama sekali.

Rizka menunduk. Aku tak tahu apa yang datang hanya saudaranya saja atau bukan. Namun tak urung tingkah kami pasti membuatnya sedikit malu.

Kudekati adik maduku. Aku berharap dengan pernikahan ini membuat kami bisa akrab seperti pembicaraan kami waktu lalu.

"Selamat ya Rizka. Semoga bisa menjadi keluarga Sakinah Mawadah Warohmah," ucapku berusaha terdengar tulus.

Entahlah. Lidahku kelu tak bisa berharap jika kami bisa melewati ini bersama-sama.

Dia mengusap air matanya dengan ujung jari. Mencoba berhati-hati, mungkin agar tak merusak riasannya.

"Terima kasih mbak. Aku harap, kita semua bisa bersama selamanya," pintanya dengan mata berbinar.

"Aamiin," kudengar banyak yang mengaminkan doanya. Aku hanya membalas dengan senyuman tipis. Masih belum yakin dengan masa depan.

"Ayo kembali ke pelaminan. Banyak yang ingin mengucapkan selamat," seorang wanita paruh baya yang wajahnya mirip dengan Rizka mendekat.

Aku yakin itu ibunya. Beliau tersenyum ke arahku, lalu mengajak Rizka dan Mas Dinar kembali ke pelaminan. Menjadi raja dan ratu sehari.

"Kamu mau pulang?" suara ayah terdengar dingin. Aku yakin dia masih memendam amarah. Namun dia bingung harus melampiaskannya pada siapa.

Teringat dialah yang sudah dengan tegas menolak pernikahan kedua mas Dinar dan meminta kami berpisah.

Tentu saja aku menolak, bahkan aku menjerit saat ayah memukul suamiku yang tidak bersalah.

Saat ini pun ia pasti masih marah padaku. Mungkin bukan marah, lebih tepatnya kecewa. Bahkan mas Haris dan keluarganya tak turut serta datang karena tak bisa menutupi rasa kecewanya.

Belum sempat aku menjawab, ibu mertuaku kembali mendekat.

"Maaf Shima, Pak Anshor, Bu Yusri. Keluarga Rizka sedikit tak nyaman dengan situasi ini. Bisakah kalian pulang terlebih dahulu? Jangan tersinggung, tapi bisikan-bisikan ini membuat mereka tak nyaman. Maafkan kami," ucapnya ragu.

Tangan Ayah mengepal dengan urat-urat yang terlihat menonjol.

"Ayo kita pergi!" ajaknya tanpa menunggu jawabanku.

"Apa aku harus pamit Mah?" tanyaku pada ibu mertua.

Ibu mertua menoleh sekilas lalu kembali memandangku iba.

Dia menggenggam tanganku. "Nanti biar mamah yang sampaikan. Terima kasih dan maafkan mamah ya Shima," ucapnya terdengar tulus.

Namun entahlah hati ini sudah terasa sangat sakit. Mengingat serentetan peristiwa masa lalu hingga hari ini tiba.

.

.

.

Lanjut

Istana yang kau hancurkan

Shima pergi bersama kedua orang tuanya dan kembali ke rumah.

Dalam perjalanan Shima sesekali menyeka air matanya.

"Izinkan suamimu menikah lagi Ma. Mamah sudah cukup sabar selama ini."

"Siapa yang akan di jadikan istri kedua Mas Dinar mah?" Tanyaku penasaran, meski pikiran ini melayang pada satu orang.

"Rizka ... Dia bersedia menjadi adik madumu."

Meski sudah tahu jawabannya tak pelak hati Shima tetap terluka.

Sejak pertama bertemu dengan Rizka, Shima sudah menaruh curiga pada wanita itu. Dari tatapan matanya, Shima tahu jika Rizka menyukai suaminya.

Namun tak ada yang bisa Shima lakukan, karena tidak mungkin ia melarang perasaan Rizka.

Setelah percakapan waktu itu, Rizka kemudian mendatangi kediaman Shima.

"Mbak, izinkan Mas Dinar menikahiku," pintanya yang menurut Shima sangat tak tahu malu.

"Kamu tahu kenapa Mas Dinar di minta untuk menikah lagi?" cecar Shima.

Wanita berwajah tirus itu tak mengerti dengan jalan pikiran Rizka.

Rizka— gadis cantik dan juga mandiri, tak mungkin kalau tak ada yang menyukainya.

Kenapa dia rela merendahkan diri menjadi istri kedua? Batin Shima.

Rizka mengangguk yakin. "Aku di minta untuk melahirkan keturunan untuk mas Didi."

"Apa kamu sadar kalau kamu hanya akan di jadikan alat mencetak anak?!" meski sadar ucapannya sedikit kasar. Namun ia tetap mengatakannya.

Ia ingin menyadarkan gadis itu. Bahwa akan menjadi aneh jika menjadi istri kedua hanya karena keturunan.

"Mbak, aku rasa itu hanya persepsi mbak aja. Kalau saya mampu, semoga kedepannya kita bisa merawat anak kita sama-sama," sanggah Rizka.

"Kamu sadar kalau ucapan kamu itu menyakiti saya?"

Rizka lalu menghela napas, "soal perasaan mbak itu urusan mbak. Harusnya mbak sadar jika semua ini terjadi atas kekurangan mbak."

Ucapan Rizka sangat menusuk relung hati Shima. Meski Rizka terlihat sedikit merasa bersalah, terlihat dari ia yang menggigit bibir bawahnya.

"Kenapa kamu ingin menghancurkan istanaku?" Shima terisak. Dia merasa kalah. Terlebih lagi Rizka telah menginjak harga dirinya sebagai seorang wanita yang belum bisa hamil.

"Tak ada yang berusaha menghancurkan istanamu mbak. Aku juga membangun istanaku sendiri."

Setelah mengucapkan kata menyakitkan itu Rizka berlalu. Meninggalkan Shima yang diam terpaku.

Jika bukan karena penyakit ibu mertuanya. Shima jelas tidak rela untuk di madu.

Namun dia juga tak ingin menjadi biang masalah antara suami dan ibu mertuanya.

Andaikan bisa, dia lebih memilih mengadopsi anak.

Akan tetapi keinginan Amanda yang ingin anak dari darah daging putranya, membuatnya membuang empatinya pada Shima.

Shima tercengang, ini bukan jalan pulang ke rumahnya. Ia lantas menatap sang ayah yang berada di kursi belakang.

Apa ada hal yang terlewat? Ini jalan bebas hambatan.

Kemana orang tuanya hendak membawanya?

"Yah?" panggil Shima dengan suara tercekat.

"Ayah ngga mungkin tinggalin kamu di rumahmu sendiri. Kita pulang saja, tenangkan dirimu," jawab Anshori lembut.

Shima tak kuasa menolak. Dia memang butuh menenangkan diri. Lagi pula tak mungkin sang suami akan mendatanginya.

.

.

Setelah acara pernikahannya bersama dengan Rizka selesai, Dinar mendadak cemas sebab tak melihat keberadaan sang istri.

"Mah, Shima mana?" tanyanya pada sang ibu.

"Sudah kamu temui dulu itu tamu-tamunya mertuamu masih ada," elak Amanda yang juga bingung hendak menjelaskan keberadan menantu pertamanya pada sang putra.

Tadi hanya alasannya saja mengusir Shima dan orang tuanya, sebab bisikan-bisikan tentang Rizka sangat membuat orang tua Rizka terlihat tak nyaman, meski mereka berusaha tegar.

Padahal orang tua Rizka sendiri tak pernah meminta dirinya untuk mengusir Shima dan orang tuanya.

"Mah, jangan ngelak lagi! Di mana Shima mah!" cecar Dinar tak sabar.

"Mas ada apa?" tanya Rizka yang melihat keributan antara suami dan mertuanya.

"Riz ajak suamimu istirahat. Dinar pasti lelah," lagi-lagi Amanda berusah mengelak berbicara pada sang putra.

Dinar yang sudah habis kesabaran, segera berlalu meninggalkan ibu dan istri keduanya.

Dia bahkan tak berpamitan pada mertuanya. Hatinya di liputi perasaan gelisah karena tak melihat keberadaan istri pertamanya.

Amanda berusaha mencegah kepergian sang putra, tetapi gagal. Dinar telah pergi begitu saja membuat beberapa orang tamu terlihat bertanda tanya.

Ibunda Dinar lantas mendekati menantu keduanya yang tampak sedih.

"Maafin mamah ya. Dinar pasti pulang ke rumah nyari Shima. Padahal bisa juga di telepon. Kamu sabar ya," ujarnya menenangkan menantu keduanya.

Rizka menunduk. Hatinya terluka. Dia cemburu melihat kekhawatiran suaminya pada istri pertamanya.

Namun Rizka berusaha mengerti, dia sudah berjanji akan bersikap baik dan mengerti dengan kondisi kakak madunya.

"Enggak papa mah. Kenapa mbak Shima pulang ngga pamit mah? Kalau aja tadi mbak Shima pamit, mungkin mas Dinar enggak akan kalut kaya gini," sesalnya melihat sikap sang kakak madu.

"Entah mamah juga ngga tau, sebaiknya kamu istirahat aja. Nanti mamah suruh Dinar supaya cepat balik ke sini ya."

Orang tua Rizka lantas mendekat dan meminta penjelasan pada putri mereka mengenai kepergian sang menantu yang tergesa-gesa.

"Ke mana suamimu itu? Kenapa pergi begitu aja?" ujar Lyli, ibunda Rizka.

"Mas Dinar pulang ke rumah mbak Shima Mah," jawab Rizka sendu.

Lyli lantas mengusap punggung sang putri. Sebenarnya dia juga tak begitu setuju dengan pernikahan ini.

Namun, melihat kegigihan sang putri yang berkata mampu menerima takdir itu dia pun merelakan.

Siapa orang tua yang mau anaknya menjadi istri kedua. Meski tak di awali dengan perselingkuhan. Namun Lyli yakin cap sebagai perusak rumah tangga orang pas akan tersemat pada sang putri.

Lyli sangat tahu bagaimana perasaan sang putri pada menantunya. Sejak dulu putrinya itu sangat mencintai Dinar.

Oleh sebab itu saat Rizka merengek ingin di nikahkan dengan Dinar ia dan sang suami tak bisa menolak. Terlebih lagi saat permintaan mereka mengenai izin dari istri pertama Dinar juga di dapatkan olehnya.

"Ya sudah kamu istirahat. Ini pilihan hidupmu. Kamu harus kuat. Ingat— mamah sama papah sudah bilang kamu jangan sampai serakah. Dinar punya tanggung jawab lain selain kamu dan kamu harus mengerti itu," ucap Lyli tegas.

Selagi bisa menasehati sang putri maka Lyli akan terus menasehati putrinya agar tak terbujuk dengan rayuan setan yang memintanya untuk tamak.

Hati ibu dua anak itu gundah. Dia hanya berdoa semoga rumah tangga putrinya dan madunya akan baik-baik saja.

.

.

Sedangkan Dinar, lelaki gagah itu tampak sangat kalut. Beruntung suasana yang sudah malam membuat jalanan sedikit lengang.

Setibanya di rumah, dia merasa aneh sebab sang istri seperti tak kembali ke rumah mereka.

"Shima? Sayang, kamu di mana?" pekiknya.

Semua ruangan sudah dia jelajahi. Namun tak menemukan keberadaan istri pertamanya.

Dia lantas mencoba menghubungi ponsel sang istri. Namun sayang operator lah yang menjawab panggilannya.

Dinar mengacak rambutnya frustrasi. Ia yakin sang istri pasti berada di kediaman mertuanya.

Ponselnya berdering tertera nama sang ibu di sana. Sebenarnya dia malas untuk menjawab panggilan sang ibu.

Namun setelah panggilan ketiga, Dinar menyerah dan mengangkat panggilan ibunya.

"Ada apa mah?" tanyanya lemah.

"Kembali kesini Nar atau mamah akan bawa Rizka ke sana!" ancam Amanda.

.

.

.

Lanjut

Kehilangan rasa

"Mah tolong jangan begini! Aku harus memperbaiki hubungan dengan Shima. Dinar yakin Shima pasti tengah terluka mah. Tolong mamah mengerti!" pekik Dinar frustrasi.

"DINAR! Sudah berani kamu membentak mamah?" Di seberang sana Amanda menangis.

Dia dilema. Benar-benar tak enak hati dengan besan baru dan keluarga besar Rizka.

Amanda merasa jika Dinar telah mempermalukannya hanya karena ingin mencari keberadaan Shima.

Padahal, semua itu salah dia. Namun dia lupa jika dialah biang masalahnya.

"Hanya hari ini Dinar. Mamah mohon, setelah ini kita akan berusaha memperbaiki hubungan kamu dan Shima lagi. Mamah yakin Shima akan menerima keadaan ini secara perlahan-lahan," bujuk Amanda.

"Mah masalahnya Shima enggak ada di rumah. Dinar yakin ayah sama ibu sudah membawa Shima pulang ke rumah mereka," jelas Dinar lemah.

"A-apa?"

Amanda tak berpikir jika Shima akan meninggalkan rumah putranya. Ia tahu Shima kecewa dan terluka. Namun dia yakin suatu saat Shima akan mengerti dengan keinginannya ini.

Meski sakit di awal, Amanda yakin cepat atau lambat Shima akan memahami keadaannya dan menerima pernikahan ini.

Toh sedari awal Shima pun telah setuju. Kini, Amanda takut jika Shima berubah pikiran. Sebab dia ingat betul jika besanya, yang notabenenya adalah orang tua Shima tak setuju putri mereka di madu.

Ingatannya kembali ke masa kala dirinya dan sang putra harus menyusul Shima yang memilih pulang kampung setelah permintaanya pada Shima agar merelakan putranya menikahi Rizka.

Anshori sangat murka setelah mendengar penjelasan Amanda.

Dengan tegas Anshori meminta agar Dinar menceraikan putrinya.

Bahkan Anshori memukul sang putra dengan membabi buta. Membuat dia marah, tapi tak bisa apa-apa.

Amanda kalang kabut karena ia yakin sang putra tak akan pernah mau melepaskan mantu pertamanya itu.

"Saya mohon pak Anshori. Bapak tahu betul apa yang telah kami perbuat agar Shima bisa hamil bukan?"

"Bahkan saya rela menjual tanah peninggalan suami saya untuk program bayi tabung mereka! Lalu apa hasilnya?"

"Saya tahu, bukan Shima yang mau semua itu. Namun, apa saya tidak boleh berharap?"

Di sela tangisannya, orang tua Shima mau mendengarkan curahan pilu besan mereka.

Orang tua Shima sadar akan kekurangan putri mereka. Namun untuk membiarkan putri mereka di madu jelas Anshori tak terima.

Lebih baik Shima di pulangkan padanya dan membiarkan putrinya mendapatkan kebahagiaannya sendiri.

Namun sayang, semuanya tak seindah pikirannya. Dia yang mengira sang putri pulang karena tak terima akan di madu, nyatanya justru malah bersedia dengan permintaan besannya.

"Ayah, maafkan Shima. Shima memang datang ke sini untuk menenangkan diri. Biarkan Shima menghadapi masalah Shima dan Mas Dinar sendiri," sela Shima yang kini memeluk Dinar yang terluka akibat pukulan ayahnya.

"Kamu tahu apa itu di madu? Jelas nanti bukan kamu lagi prioritasnya! Di mana harga diri kamu hah!" bentak Anshori.

Hati ayah mana yang tak sakit kala anaknya di pojokkan tak sempurna. Dia ingin putrinya bahagia, tapi tidak dengan cara seperti ini.

"Ini keputusan Shima Yah. Shima mengizinkan Mas dinar untuk menikah lagi," jawab Shima yang membuat tubuh Anshori lemas.

Bahkan Yusri sudah menangis sejak tadi. Wanita paruh baya itu tak mampu mengeluarkan sepatah kata pun.

"Jangan pisahkan mereka Pak. Pernikahan ini tak ada salahnya. Ini cara terakhir saya berharap mendapatkan keturunan dari putra saya. Lagi pula, Dinar tidak selingkuh," bela Amanda.

Meski kesal Amanda berusah tetap tenang dalam menghadapi besannya.

"Terserah kalian." Anshori bangkit lalu mengajak sang istri untuk ikut bersamanya.

Langkahnya terhenti di depan sang putri. "Ini pilihanmu. Poligami itu tak semudah yang kamu pikirkan." kemudian mereka kembali berjalan meninggalkan Shima, Dinar dan ibunya.

Amanda menghela napas, lalu ikut berjongkok di hadapan sang putra.

"Mamah akan menginap di hotel. Tolong jaga Dinar Shima."

"Kamu tahu ini bukan salah Dinar. Dan mamah harap kamu bisa melindungi Dinar dari ayahmu," kecamnya.

.

.

Dinar yang kelelahan, tak sadar telah tertidur dengan pakaian lengkapnya.

Tubuh serta pikirannya sangat lelah. Lelaki itu amat sangat takut kehilangan sang istri.

Suara riuh di depan kamarnya, membuat Dinar terbangun.

Senyumnya terbit kala membayangkan jika sang istri telah kembali.

Bergegas dia bangkit dan berlari menuju sumber suara.

Dapur menjadi tempat tujuannya.

Dinar mendengar suara senandung orang sambil memasak di sana.

Istrinya biasa melakukan hal itu. Membuat perasaan Dinar bahagia.

kamu pulang sayang. Batinnya bersorak riang.

Namun langkahnya terhenti kala melihat jika di depan sana bukanlah sang istri pertama. Melainkan Rizka, istri keduanya.

"Eh kamu udah bangun Nar?" tanya Amanda dari arah pintu belakang.

"Mah?" panggil Dinar dengan suara tercekat.

"Kamu ini Nar ... Nar. Untung kami datang semalam. Kamu membiarkan pintu utama terbuka. Coba kalau ada maling gimana? Udah gitu main tidur aja!" gerutu Amanda di sertai kekehan.

"Mas mandi dulu ya, sebentar lagi sarapan siap," sela Rizka dengan senyum mengembang.

"Iya gih sana. Bau tau!" sambar Amanda sambil mengipasi hidungnya.

"Mamah kaget loh Nar, ternyata Rizka bisa masak. Enak lagi. Mamah yakin kamu pasti nanti ketagihan," sambungnya.

"Kenapa kalian ke sini?" cecar Dinar yang tak mengerti jalan pikiran kedua wanita di depan sana.

Dinar merasa ibunya tak punya empati dengan datang bersama Rizka ke rumahnya.

Bagaimana jika sang istri melihat keberadaan Rizka di sana? Apa tidak semakin menambah masalah antara dirinya dan sang istri.

Dinar mengacak rambutnya frustrasi.

"Kamu kenapa sih. Rizka ini juga istri kamu. Biarkan Shima menenangkan diri dulu. Rizka juga ingin mengurus kamu Nar!" jawab Amanda geram.

"Tapi ngga gini caranya Mah. Gimana perasaan Shima kalau tahu ada Rizka di sini? Tolong hargai privasi kami. Dinar mohon mamah jangan ikut campur lagi urusan Dinar."

Ucapan sang putra sangat menyakiti hatinya hingga membuat air mata Amanda luruh.

Rizka yang melihat perdebatan keduanya lantas memeluk sang mertua.

"Mas, tolong jangan begini," pinta Rizka lembut.

"Ah sudahlah. Dinar mohon mamah sama Rizka pergi dari rumah ini sebelum Shima kembali. Dinar tak ingin membuat masalah lagi dengan Shima mah!" pintanya.

Dinar tahu ucapannya sangat menyakiti sang ibu. Namun dia hanya ingin tegas. Terlebih lagi, ibunya seperti lupa dengan janjinya untuk kembali memperbaiki hubungannya dengan sang istri.

"Maafkan mamah Nar. Mamah hanya ingin agar Rizka juga mendapatkan hak yang sama dengan Shima. Lagi pula Shima sendiri yang memilih pergi. Jadi biarkan tugas Shima di gantikan sementara oleh Rizka. Apa mamah salah?"

Dinar memilih berlalu dari keduanya. Tak akan menang jika dia berdebat dengan sang ibu sekarang.

Ada hal yang lebih penting yaitu menemui Shima dan membujuk istri pertamanya itu untuk pulang.

Dinar membersihkan diri sebelum pergi menemui Shima di kediaman orang tuanya.

Saat hendak berganti pakaian, ponselnya berdering. Sebuah panggilan video dari sang istri membuat perasaan gundahnya hilang seketika.

Dinar bergegas mengangkat panggilan Shima tanpa peduli dengan penampilannya yang hanya memakai handuk yang di lilitkan di pinggang.

Baru saja saja hendak bersuara. Panggilan Rizka di luar kamarnya membuat hati Shima kembali terluka.

"Apa Rizka ada di rumah kita mas?" tanya Shima dengan air mata berderai.

Dinar mengumpat, penampilannya saat ini pasti membuat sang istri salah paham.

.

.

.

Lanjut

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!