NovelToon NovelToon

PELAKOR TERHORMAT (Pembalasan Seorang Istri)

Luka Masa Lalu

Di dalam ruang keluarga yang mewah, suasana hening terputus oleh langkah-langkah berat Delon saat dia memasuki ruangan dengan ekspresi marah yang jelas terpancar dari wajahnya. Di belakangnya, anggota keluarga lainnya mengikuti dengan pandangan tajam yang dipenuhi dengan kekecewaan.

"Dia di sini!" ujar Delon dengan suara yang dingin, menunjuk tajam ke arah Shea yang berdiri di tengah ruangan dengan tatapan kebingungan.

"Delon, apa yang terjadi?" tanya Shea dengan suara gemetar, mencoba mencari jawaban dari ekspresi wajah Delon dan keluarganya.

"Apa yang terjadi? Kamu bertanya apa yang terjadi?" Delon meledak dengan kemarahan. "Kamu membuat malu kami! Kamu menghancurkan citra keluarga kami dengan penampilanmu yang menjijikkan!"

Kata-kata Delon terasa seperti pukulan yang menusuk hati Shea. Dia mencoba membela diri, tapi suaranya terdengar rapuh di tengah terpaan hinaan dari Delon dan keluarganya.

"Sudah cukup!" teriak ibu Delon dengan suara tegas, dia menatap Shea tajam. "Kamu harus pergi dari sini sekarang juga! Kami tidak ingin lagi melihatmu di sini!"

"Salahku apa, Delon?" tanya Shea dengan suara yang gemetar, mencoba mencari jawaban dari suaminya yang terlihat begitu marah.

"Kamu tidak tahu?" Delon menatapnya dengan tajam. "Kamu tidak tahu bahwa penampilanmu yang jelek dan tidak pantas telah membuat malu keluarga kami di hadapan tamu-tamu penting kami?"

Shea terkejut. "Tapi Delon, bukankah kamu yang memintaku menjadi pelayan di pesta ulang tahun pernikahan orang tuamu?" ujarnya dengan suara penuh keheranan.

"Itu bukan alasan untuk tampil seperti itu!" Delon menjawab dengan suara yang meninggi. "Kamu harusnya bisa memahami situasi dan menghormati keluarga kami dengan cara yang pantas!"

"Jadi semua ini hanya karena penampilanku?" Shea bertanya dengan suara yang penuh keputusasaan.

"Ya, semua ini karena penampilanmu!" Delon menegaskan dengan tegas. "Kamu tidak bisa terus-terusan mengecewakan kami dengan penampilanmu yang buruk!"

Shea merasa hatinya hancur. Dia tidak pernah menduga bahwa penampilannya yang dianggap biasa-biasa saja akan menjadi alasan bagi Delon dan keluarganya untuk membuangnya dengan begitu kasar.

Dengan tatapan penuh penolakan dan kekecewaan, Delon menggerakkan tangannya menunjuk ke arah pintu. "Keluar, Shea! Kami tidak ingin melihatmu lagi di sini!"

Shea merasa langkah-langkahnya terhenti, dan ia menatap Delon dengan kebingungan yang mendalam. "Tapi, Delon..."

"Tidak ada tapi-tapi lagi!" potong Delon dengan suara tajam. "Kamu sudah mendengar perintah kami. Tinggalkan rumah ini sekarang juga!"

Dalam kebingungannya, Shea merasa tangannya gemetar saat dia menarik mantelnya rapat-rapat. Dengan langkah yang berat, dia melangkah menuju pintu keluar, merasakan tatapan tajam dari Delon dan keluarganya yang menyudutkannya dengan penuh kebencian.

Dengan perasaan yang hancur, Shea meraih gagang pintu dan membukanya perlahan. Angin dingin malam menyambutnya di luar sana, sementara hatinya dipenuhi dengan rasa sedih dan kekecewaan yang mendalam.

Dengan langkah gontai, dia meninggalkan kediaman Lee, tempat yang dulu pernah dia anggap sebagai rumah dan tempat perlindungan. Namun sekarang, tempat itu hanya meninggalkan luka yang dalam dan kenangan pahit yang tak akan pernah bisa dilupakan.

...FLASBACK END...

Dengan mata terpejam, Shea merasakan beban masa lalu yang masih begitu berat di pundaknya. Bayangan kejadian satu tahun yang lalu masih terang-benderang dalam ingatannya, seolah-olah terpatri dalam pikiran dan hatinya.

Dia mengingat bagaimana dia dihina dan dihancurkan secara emosional oleh kata-kata pedas dan sikap merendahkan dari keluarga suaminya, termasuk Delon, orang yang dulu dia cintai dengan sepenuh hati. Setiap kata-kata mereka menyakitkan, merusak harga dirinya dan membuatnya merasa seperti tidak berarti.

Namun, di tengah ingatan yang menyakitkan itu, Shea juga merasakan semacam kekuatan yang tumbuh dalam dirinya. Kekuatan untuk tidak menyerah pada keputusasaan, untuk tidak membiarkan masa lalunya menentukan masa depannya.

Shea menatap layar teleponnya dengan perasaan campur aduk. Foto pernikahan Delon dan wanita lain sedang tersenyum bahagia di layar, seolah menghina setiap detik kehidupannya.

Delon, suaminya, yang dulu berjanji setia, kini telah mengkhianatinya dengan menikah lagi tanpa menyampaikan satu kata pun tentang perceraian. Shea masih terpukul dengan kejadian itu, tapi lebih menyakitkan lagi adalah stigma yang melekat padanya sebagai pelakor.

Banyak orang yang menuduhnya sebagai istri tidak berguna, pembawa sial, meskipun kenyataannya dia adalah istri sah Delon. Raut muka kecewa dan cemoohan dari keluarga dan teman-temannya masih terngiang di ingatannya. Mereka semua menyalahkan penampilannya yang dianggap biasa-biasa saja, membuat Delon malu untuk mempertahankan pernikahan mereka.

"Nona Jessica," panggil seorang dari arah pintu ruangan dimana Shea berada. "Sudah saatnya pemotretan," imbuhnya.

Shea mengangkat kepala dari meja riasnya dan tersenyum pada asisten yang memanggilnya. "Hm, baiklah Mimi, aku segera datang," jawabnya sambil bangkit dari kursi.

Setelah memperbaiki gaunnya yang mewah, Shea melangkah elegan menuju pintu dengan langkah mantap. "Apakah semuanya sudah siap?" tanyanya pada asisten pemotretan.

"Ya, semuanya sudah menunggu di lokasi pemotretan," jawab asisten dengan ramah.

Shea mengikuti asisten tersebut ke lokasi pemotretan yang telah disiapkan dengan megah. Sorot lampu dan alat-alat fotografi mengisi ruangan dengan gemerlap. Berbagai macam model busana terpampang di rak-rak, menanti giliran untuk diabadikan dalam kamera.

"Wow, ini luar biasa," ucap Shea terkesima melihat suasana di sekitarnya.

"Asisten pemotretan memberikan senyum di balik kamera. "Anda sudah siap, Nona Jessica?"

Shea mengangguk mantap. "Aku siap," ujarnya dengan percaya diri.

Dengan langkah anggun, Shea berjalan menuju spot pemotretan dan mulai menghidupkan karakter Nona Jessica yang elegan dan anggun. Dibalut dengan gaun haute couture, dia tampil begitu memikat, membuktikan bahwa kecantikan dan keberhasilan bisa diukur dari apa yang ada di dalam, bukan hanya dari penampilan fisik semata.

Lensa kamera mulai berputar saat pemotretan dimulai. Cahaya studio memancar memperlihatkan keanggunan Shea sebagai Nona Jessica. Setiap gerakan tubuhnya disertai dengan keanggunan yang memukau, menangkap pesona sejati yang telah lama tersembunyi.

"Sudah bagus, Jessica! Tahan pose itu!" seru fotografer dengan antusiasme.

Shea menjaga pose dengan penuh percaya diri, menatap langsung ke arah kamera dengan sorot mata yang mempesona. Dia merasa seperti sedang menyampaikan pesan bahwa kecantikan sejati tidak hanya dari luar, tetapi juga dari dalam.

Fotografer memotret setiap sudut dan detail gaun yang dipakai Shea dengan cermat, menangkap keindahan setiap lipatan dan hiasan. Di balik kamera, tim make-up artist dan stylist bekerja keras untuk memastikan Shea terlihat sempurna di setiap frame.

Beberapa jam berlalu begitu cepat dalam suasana yang penuh semangat dan energi positif. Setelah selesai, Shea tersenyum puas, merasa bangga dengan apa yang telah dia capai.

"Terima kasih, semuanya," ucapnya kepada seluruh tim dengan tulus. "Ini adalah pengalaman yang luar biasa."

Setelah sesi pemotretan selesai, Shea merasa puas dengan hasilnya. Dia melangkah keluar dari studio dengan langkah ringan, masih merasakan kegembiraan atas pencapaian hari itu. Udara segar menyambutnya di luar, memperkuat semangatnya yang baru.

Di tengah perjalanan pulang, Shea merenungkan betapa jauhnya dia telah berkembang sejak dua tahun yang lalu. Dulu, dia hanya seorang wanita yang dihantui oleh pengkhianatan dan penilaian orang lain. Sekarang, dia telah menjadi contoh keberhasilan dan ketabahan.

Namun, di balik kesuksesan yang dia raih, masih ada luka yang belum sembuh sepenuhnya. Kenangan tentang Delon dan cemoohan dari masa lalu masih terasa menyakitkan. Dan sudah saatnya bagi Shea merencanakan tentang balas dendam.

...🌺🌺🌺...

...BERSAMBUNG ...

Aku Akan Balas Dendam!!

Shea tiba di apartemen mewahnya. Wanita itu memicingkan matanya ketika melihat pintu apartemennya tidak terkunci, karena seingatnya, sebelum pergi dia mengunci pintu itu.

Tanpa curiga sedikit pun, Shea membuka pintu itu dan kepulangannya disambut oleh seorang pria tampan yang wajahnya sangat familiar. Seketika senyum lebar menghiasi wajah cantik Shea. "Paman, Kecil?!" Shea berteriak dan langsung berhambur ke pelukan pria yang dipanggilnya 'Paman Kecil' tersebut.

Pria itu mengurai senyum tipis di bibirnya. Mengangkat kedua tangannya lalu membalas pelukan Shea. "Shea, sudah lama sekali kita tidak bertemu," ucapnya dengan suara hangat.

Shea melepaskan pelukannya dan menatap pria itu dengan penuh kebahagiaan. "Ya, Paman. Aku juga merindukanmu," katanya dengan nada rendah. Dia adalah Luis, Paman angkat Shea.

Luis mengusap lembut punggung Shea. "Aku juga merindukanmu. Bagaimana kabarmu selama ini?" ucapnya lalu melepaskan pelukannya. Luis menatap Shea dengan pandangan bertanya.

Shea tersenyum dan menceritakan segala hal yang telah terjadi dalam hidupnya selama dua tahun terakhir. Mereka berdua duduk di sofa, saling bertukar cerita, mengobrol seakan tidak ada waktu yang terbuang.

"Shea, Paman sangat bangga padamu. Kau telah menjadi wanita yang kuat dan sukses, kau telah membuktikan pada dunia jika dirimu bukanlah wanita yang lemah," ucap Luis sambil menatap Shea dengan bangga.

Shea tersenyum bahagia mendengarnya. "Terima kasih, Paman. Semua itu tidak mungkin terjadi tanpa dukunganmu dan Kakek," katanya tulus.

"Ngomong-ngomong, kapan Paman tiba dari London?" tanya Shea.

Luis mengangguk sambil menjawab, "Aku baru saja tiba kemarin malam. Karena ada beberapa urusan yang harus aku selesaikan terlebih dulu, makanya baru sempat menemuimu hari ini." ujar ya.

Shea tersenyum hangat mendengarnya. "Aku senang kau pulang, Paman. Pasti sangat melelahkan perjalanannya."

Luis mengangguk. "Ya, agak melelahkan, tapi melihat wajah ceriamu membuat semua lelah itu lenyap."

Shea tersenyum lebih lebar mendengar pujian dari pria yang dia anggap sebagai sosok panutan. Mereka melanjutkan obrolan ringan mereka, menikmati kebersamaan setelah dua tahun terpisah. Hubungan mereka kembali terjalin erat, menunjukkan bahwa jarak dan waktu tidak mampu memisahkan ikatan keluarga yang kuat.

Sebenarnya Shea dan Luis bukanlah paman dan keponakan kandung. Kakak kedua Luis yang telah lama menikah tapi tidak kunjung dikaruniai seorang anak karena kakak Luis mandul, akhirnya memutuskan untuk mengadopsi Shea yang kebetulan saat itu kehilangan ibunya setelah dia dilahirkan.

Karena keluarganya tidak sanggup merawat dan membiayai hidupnya. Akhirnya mereka menjualnya pada kakak kedua Luis. Dan sejak saat itu, Shea pun menjadi bagian berharga dari keluarga Qin. Shea begitu disayangi karena dia adalah satu-satunya wanita dalam keluarga itu.

Kemudian Luis dan Shea membahas tentang karir Shea di dunia modeling yang semakin cemerlang. Luis memandang Shea dengan bangga. "Aku sungguh terkesan dengan prestasimu, Shea. Karirmu di dunia modeling benar-benar gemilang."

Shea tersenyum rendah, merasa bersyukur atas dukungan paman kecilnya. "Terima kasih, Paman. Aku berusaha keras untuk mencapai impianku, dan aku sangat bersyukur atas semua kesempatan dan dukungan yang telah aku terima."

Luis mengangguk setuju. "Kau pantas mendapatkannya, Shea. Bakat dan kecantikanmu tidak hanya terpancar dari luar, tetapi juga dari dalam. Dan aku yakin, dengan kemampuan dan semangatmu, kau akan mencapai kesuksesan yang lebih besar lagi di masa depan."

Shea tersenyum bangga. "Aku akan terus bekerja keras dan memperjuangkan impianku, Paman. Aku berjanji akan membuatmu dan Kakek, serta mendiang Papa dan Mama bangga padaku," tuturnya.

Tiba-tiba Luis mengganti topik perbincangan mereka dan membahas tentang Delon, mantan suami Shea. Dia bertanya tentang rencana Shea selanjutnya, Luis yakin jika Shea tidak akan melepaskan dia begitu saja. Amarah terlihat di mata Luis ketika membahas pria itu, dan Shea yang telah membulatkan tekadnya untuk balas dendam.

"Shea, bagaimana dengan Delon?" tanya Luis dengan serius, matanya memancarkan kekhawatiran.

Shea menarik napas dalam-dalam, merasa amarahnya mulai memuncak kembali saat mendengar nama mantan suaminya. "Aku tidak akan membiarkannya begitu saja, Paman. Dia telah menyakitiku dengan cara yang tak termaafkan."

Luis mengangguk, memahami perasaan Shea. "Aku mengerti, Shea. Tapi jangan biarkan amarahmu menguasai dirimu sepenuhnya yang endingnya justru merugikan dirimu sendiri. Rencanakan semuanya dengan matang sebelum kau bertindak."

Namun, amarah yang terpendam dalam diri Shea begitu besar sehingga sulit untuk diredam. "Aku telah membulatkan tekadku, Paman. Delon akan mendapat balasan atas segala penderitaan yang dia sebabkan padaku."

Luis bisa melihat amarah dan kebencian di mata Shea. Meskipun dia merasa khawatir, dia juga yakin bahwa Shea memiliki kemampuan untuk menghadapi tantangan apa pun yang akan datang.

Dan jika saja Shea mengungkapkan identitasnya sebagai Nona besar sejak awal, mungkin Delon tidak akan bersikap kurang ajar seperti yang dia lakukan padanya selama ini. Namun, dengan tidak mengungkapkan identitasnya, Shea memiliki kesempatan untuk mengetahui alasan Delon dalam menikahinya.

Dia akhirnya tau bahwa Delon menikahinya bukan karena cinta, melainkan karena dia ingin ada yang melayaninya. Hal ini memberi pemahaman yang dalam bagi Shea tentang pentingnya memahami niat seseorang dalam suatu hubungan. Meskipun pengalaman tersebut pahit, itu juga menjadi pelajaran berharga bagi Shea untuk membangun kepercayaan diri dan memahami nilai sejati dari sebuah hubungan yang sehat.

Kemudian Shea pergi menyiapkan kamar untuk Luis, memastikan bahwa segala sesuatunya dalam keadaan yang nyaman. Dia menyusun selimut dan meletakkan handuk bersih di atas tempat tidur, memberikan perhatian pada setiap detail untuk memastikan kenyamanan tamunya.

Setelah selesai, Shea kembali ke ruang tamu di mana Luis masih duduk, menunggu. "Paman, kamar sudah siap untukmu. Sebaiknya kau, istirahatlah," ujarnya dengan ramah.

Luis tersenyum mengangguk, menghargai perhatian Shea. "Terima kasih, Shea. Aku memang agak lelah setelah perjalanan panjang."

Shea tersenyum kembali. "Tidak perlu berterima kasih, Paman. Aku hanya melakukan apa yang seharusnya ku lakukan." Kemudian, Luis dan Shea berpisah untuk beristirahat

...🌺🌺🌺...

"Delon, aku minta uang," ucap Vera sambil mendekati suaminya dengan wajah serius.

Delon menoleh dengan ekspresi dingin. "Apa yang membuatmu berpikir aku akan memberikan uang padamu?"

Vera menatapnya dengan tajam. "Kau tahu bahwa aku membutuhkannya. Ayo, jangan berpura-pura seperti kau tidak peduli."

Delon menggelengkan kepala dengan dingin. "Aku tidak akan memberikanmu uang lagi. Kau harus belajar bertanggung jawab atas dirimu sendiri."

Wajah Vera memerah oleh amarah. "Kau benar-benar tidak punya hati nurani, Delon! Bagaimana bisa kau memperlakukan istri sepertiku seperti ini?"

Delon hanya menghela nafas. "Jangan keterlaluan kau, Vera. Baru kemarin aku memberimu uang dan nominalnya tidak kecil, tapi sekarang kau sudah memintanya lagi? Apa kau bercanda?!" bentak Delon emosi.

Kebiasaan Vera yang gemar shopping dan menghamburkan uang-uangnya menjadi sumber kerenggangan dalam hubungan mereka. Delon sering kali merasa frustrasi melihat bagaimana uang mereka habis begitu saja tanpa pertimbangan yang matang. Meskipun Vera sering kali berjanji untuk mengubah kebiasaannya, namun Delon merasa bahwa hal itu tidak pernah terjadi.

Pertengkaran sering kali pecah antara mereka, di mana Delon berusaha keras untuk membuat Vera menyadari pentingnya bertanggung jawab atas keuangan keluarga. Namun, Vera cenderung memandang remeh dan merasa bahwa uang adalah hal yang dapat diperoleh dengan mudah.

Keadaan semakin rumit ketika Delon menyadari bahwa Vera tidak hanya menghamburkan uang untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk teman-temannya yang seringkali memanfaatkan kedermawanannya. Hal ini membuat Delon semakin frustrasi dan membuat hubungan mereka semakin renggang.

Dan Delon mulai menyadari perbedaan yang mencolok antara Vera dan Shea. Di satu sisi, Vera terobsesi dengan gaya hidup glamor dan menghamburkan uang dengan tidak bertanggung jawab, sementara Shea menunjukkan sikap yang lebih bijaksana dan bertanggung jawab terhadap keuangan dan masa depannya.

Shea, meskipun memiliki kesempatan untuk hidup mewah, tetap memilih untuk hidup secara sederhana dan mengelola keuangannya dengan hati-hati. Dia memahami pentingnya bekerja keras untuk meraih kesuksesan, bukan hanya mengandalkan kekayaan keluarga atau pasangan.

Perbedaan sikap dan nilai antara Vera dan Shea semakin membuat Delon sadar akan kesalahan yang telah dia buat dengan menilai seseorang berdasarkan penampilan fisik atau status sosial. Kini, dia mulai memahami nilai sejati dalam sebuah hubungan, dan bahwa keberhasilan seseorang tidak hanya terlihat dari luar, tetapi juga dari dalam.

"Pergilah, aku masih sibuk." pinta Delon.

Vera menatap Delon dengan rasa kecewa, tetapi dia merasa tidak ada gunanya untuk terus memaksa. Dengan langkah berat, dia meninggalkan ruangan, membiarkan Delon dengan urusannya.

Delon, meskipun sibuk dengan urusannya sendiri, tidak bisa menahan diri untuk tidak membandingkan sikap dan perilaku antara Vera dan Shea. Dia mulai mempertanyakan pilihannya di masa lalu, dan merasa semakin terkesan dengan sikap mandiri dan bertanggung jawab yang ditunjukkan oleh Shea.

Perbedaan yang semakin jelas antara istri dan mantan istrinya membuat Delon semakin merenungkan apa yang sebenarnya dia inginkan dalam sebuah hubungan.

"Shea, aku merindukanmu,"

...🌺🌺🌺...

...BERSAMBUNG ...

Kepedihan Hati Shea

Sang mentari memayungi langit kota Beijing dengan hangatnya saat Shea bangun dari tidurnya yang nyenyak. Cahaya kuning keemasan memasuki jendela apartemennya, menyinari setiap sudut ruangan dengan kehangatan.

Dengan langkah ringan, Shea berjalan ke dapur untuk mempersiapkan sarapan untuk dirinya dan tamunya, Luis. Bau harum kopi yang sedap menyambutnya begitu masuk ke dapur, mengingatkannya akan kesenangan yang dimiliki oleh momen-momen sederhana seperti ini.

Shea dengan hati-hati memilih bahan-bahan terbaik untuk membuat sarapan yang lezat. Dia memilih biji kopi yang segar untuk diseduh menjadi kopi khasnya, dan memilih buah-buahan segar untuk disajikan sebagai pelengkap. Kemudian, dia mulai memasak telur dadar yang gurih dan menghangatkan roti panggang di atas pemanggang.

Saat aroma harum sarapan mulai tercium di seluruh apartemen, Shea merasa senang. Dia tahu bahwa sarapan ini tidak hanya akan memberikan energi untuk memulai hari, tetapi juga akan menjadi momen yang berharga untuk berbagi cerita dan tertawa bersama dengan tamunya.

Setelah semua siap, Shea menyajikan sarapan di meja makan dan tinggal menunggu kedatangan Luis untuk sarapan bersama.

Derap langkah kaki yang datang sedikit menyita perhatiannya. Shea menghentikan aktivitasnya sejenak, mendongak untuk melihat dari mana suara itu berasal. Dari lorong apartemen, dia melihat seorang pria yang dikenalnya dengan baik, tetapi ekspresi wajahnya terlihat tenang.

Shea tersenyum lebar. "Pagi Paman," sapanya dengan senyum yang sama.

Luis hanya mengangguk tipis, menyikapi sapaan Shea. Terlihat bahwa dia sedang terfokus pada hal lain yang mengikat perhatiannya. Shea mencoba membaca pikiran Luis melalui l ekspresinya, tetapi tidak bisa. Karena Luis adalah orang paling sulit dibaca ekspresinya.

"Paman, Bagaimana tidurmu semalam?" tanya Shea memulai obrolan dengan nada hangat, mencoba melonggarkan ketegangan yang terasa di udara.

Luis mengangkat kepalanya, melepaskan fokusnya dari pikiran yang sedang melayang. "Hm, cukup baik," jawabnya dengan nada datar.

Shea merasa lega mendengar tanggapan Luis. "Itu bagus sekali. Oya Paman, bagaimana kabar Kakek, dia baik-baik saja bukan?"

"Dia baik, dan Kakek sangat merindukanmu. Kapan kau akan menyempatkan waktumu untuk mengunjunginya?" tanya Luis, dia kembali mengigit roti panggang nya.

Shea menggeleng. "Aku sendiri belum tau. Tapi saat ada waktu, aku akan langsung terbang ke Inggris untuk bertemu dengannya. Saat kau kembali nanti, sampaikan salamku padanya." Ucap Shea.

"Sayangnya Kepulanganku kali ini untuk waktu yang lama." Jawab Luis.

Sontak Shea mengangkat kepalanya setelah mendengar apa yang Luis katakan. Matanya berbinar-binar. "Benarkah?" Luis mengangguk membenarkan. "Bagus sekali, dengan begitu maka aku memiliki keluarga disini. Apa Paman tau bagaimana rasanya hidup sendirian dan jauh dari keluarga? Uh, itu rasanya sangat-sangat tidak enak." Tutur Shea.

Untuk sesaat, keheningan menyelimuti kebersamaan mereka berdua. Matahari pagi yang hangat menyinari ruangan, menciptakan atmosfer yang tenang dan damai.

Setelah beberapa saat, Luis memulai percakapan dengan lembut. "Apa rencanamu setelah sarapan, apa kau ada pemotretan?" tanyanya dengan penuh perhatian.

Shea menatap ke arahnya dengan ekspresi yang sedikit serius. "Tidak ada. Kebetulan hari ini aku, dan aku berencana untuk pergi mengunjungi makam anakku," ungkapnya dengan suara yang dalam.

Luis merasa terkejut mendengar pengakuan Shea. Keterkejutan terlihat dari sepasang mata hitamnya yang dingin. "Anak?" dia mengulangi kata-kata Shea.

Shea mengangguk perlahan, matanya dipenuhi dengan rasa sakit yang dalam. Dengan gemetar, dia mulai mengungkapkan pengalaman pahit yang selama ini dia simpan dalam hatinya.

“Paman, aku pernah mengalami keguguran,” ucapnya dengan suara yang serak. “Tapi itu bukan keguguran biasa. Keluarga Delon, mereka memaksa aku untuk menggugurkan anakku... dengan cara yang mengerikan.”

Luis menatap Shea dengan terkejut dan tidak percaya. Tangannya gemetar saat dia mencoba menahan emosi yang tiba-tiba melanda. Dia ingin menghampiri Shea, memeluknya, tetapi dia tahu bahwa Shea mungkin membutuhkan ruang dan kesempatan untuk menceritakan pengalamannya.

Shea menelan ludah, mencoba menenangkan dirinya sendiri sebelum melanjutkan. “Mereka... mereka membunuh anakku dengan racun. Aku hampir mati... Hampir kehilangan segalanya...” Suaranya pecah di tengah kalimat, terdengar rapuh dan terluka.

Mendengar pengakuan yang mengerikan itu, Luis merasa hatinya hancur. Dia merasakan amarah yang membara terhadap perlakuan yang tidak manusiawi yang dialami Shea. Tetapi di atas segalanya, dia merasa penuh kepedihan atas penderitaan yang harus ditanggung Shea.

Dia ingin memberikan pelukan dan dukungan yang penuh kasih kepada Shea, tetapi dia juga tahu bahwa kata-kata tidak akan pernah cukup untuk menyembuhkan luka yang begitu dalam. Dalam keheningan yang berat, mereka berdua terpisah oleh pengalaman yang menghancurkan, tetapi juga terhubung oleh kekuatan yang tak terbatas dari kebersamaan dan empati.

Dalam keheningan yang berat, Luis mencoba menahan emosinya. Dia merasa terpukul dan tak berdaya melihat Shea mengalami penderitaan yang begitu mengerikan. Namun, dia memilih untuk tetap diam tanpa bereaksi apa-apa.

Shea, dengan mata yang penuh air mata, melanjutkan ceritanya dengan suara gemetar. "Aku merasakan kesakitan yang tak terlukiskan pada saat itu. Selama bertahun-tahun, aku membawa beban rasa bersalah dan trauma yang teramat dalam. Rasanya seperti aku kehilangan sebagian dari diriku sendiri."

"Lalu kenapa kau tidak memberitahu kami dan malah memendamnya sendiri?" Tanya Luis, suaranya diselimuti amarah yang tertahan.

Shea menatap Luis. "Aku... aku tidak bisa, Paman," ucapnya dengan suara yang lemah. "Aku merasa takut dan membebani kalian berdua, apalagi Kakek... Aku tidak tahu bagaimana cara mengungkapkannya... dan aku khawatir Kakek akan Syok saat tau jika cucu kesayangannya mengalami penderitaan yang begitu besar." ujarnya panjang lebar.

Luis merasa hatinya hancur mendengar pengakuan Shea. Rasa bersalah memenuhi pikirannya karena tidak bisa melindungi Shea pada saat dia sangat membutuhkannya. Kemudian Luis membawa wanita itu ke dalam pelukannya.

"Dengarkan aku, Shea," ucap Luis dengan suara lembut, mencoba menenangkan Shea yang sedang terluka. "Kau tidak sendiri. Kami di sini untukmu. Kita adalah keluarga, dan kita akan melewati semua kesulitan bersama-sama."

Shea menangis di pelukan Luis, merasa lega karena akhirnya dia bisa berbagi beban dengan orang lain. Meskipun selama ini dia terlihat baik-baik saja. Namun pada kenyataannya Shea sangat hancur dan rapuh.

Hati Shea hancur berkeping-keping, seperti pecahan kaca yang tak bisa disatukan kembali. Setiap kata, setiap pengakuan, memperdalam luka yang sudah teramat dalam. Rasanya seperti dia terperangkap dalam labirin penderitaan, tanpa jalan keluar yang jelas.

Dia merasa seperti ada kehampaan yang menggelayut di dalam dirinya, menelan segala harapan dan kebahagiaan yang pernah dia kenal. Setiap ingatan tentang kehilangan anaknya, tentang pengkhianatan yang dia alami dari keluarga mantan suaminya, terasa seperti pukulan yang tak kunjung reda.

Air mata tak henti-hentinya mengalir dari matanya yang memerah, menghapus warna-warna yang pernah ada dalam hidupnya. Dia merasakan dirinya terombang-ambing dalam lautan kesedihan yang gelap, tanpa bantuan dan tanpa harapan untuk menyelamatkan dirinya sendiri.

Di sampingnya, Luis juga merasa hancur melihat Shea dalam keadaan yang terpuruk. Dia merasa tak berdaya, tidak tahu bagaimana cara membantu keponakan tersayangnya ini. Namun, dia tahu bahwa dia harus tetap kuat, menjadi sumber dukungan yang stabil bagi Shea dalam saat-saat tergelap ini.

Dalam keheningan ruangan, mereka berdua terdiam, terhanyut dalam suasana hati yang bergejolak hebat. Mereka berbagi rasa sakit yang teramat dalam, mencoba menemukan sedikit cahaya di tengah kegelapan yang menghantui.

"Untuk anakku yang tidak pernah aku lahirkan. Aku pasti akan menghancurkan mereka semua," ucap Shea dengan suara gemetar, keputusasaan dan kemarahan menyala di matanya yang penuh dengan air mata. Dia, pasti akan menghancurkan mereka semua sampai sehancur-hancurnya.

...🌺🌺🌺...

...BERSAMBUNG...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!