Aku di lahirkan dari keluarga yang kurang mampu dan hidup tanpa kasih sayang seorang ayah.
Dan seminggu yang lalu ibu menyusul ayah ke surga.
Kini, aku tinggal seorang diri.
Tapi aku masih beruntung sedikit, setidaknya aku memiliki sahabat yang baik, namanya Bela, tepatnya Bela Pamela.
Dia anak orang yang berada, kedua orang tuanya pembisnis, dia anak tunggal juga sama seperti aku.
Kami berteman dari kecil, dan sudah seperti saudara sendiri kerna kami saling melengkapi,
Kalau di fikir- fikir dia gadis yang sangat beruntung, punya orang tua yang masih utuh, kasih sayang yang melimpah, mau apa saja tinggal minta langsung ready.
Mau beli ini dan itu tinggal gesek, pokoknya dia sangat di ratukan, walaupun terkadang kehadiran orang tuanya tidak selalu ada.
Ya, namanya juga keduanya suka berbisnis, jadi suka keluar negri,
Sangat berbeda dengan aku, untuk bayar uang kuliah saja aku harus kerja siang- malam.
Untung aja Ayah dan Ibu masih meninggalkan sebuah rumah buat aku berteduh, walaupun kecil tapi cukup buat aku berteduh dan beristirahat,
Walaupun jaraknya agak jauh dari kampus, kerna berada di pinggiran kota,
Tetap di syukurin aja.
Memang keberuntungan ataupun kebahagian tidak pernah berpihak kepadaku.
Sekarang saja, aku harus merelakan pria idamanku menjadi milik sahabatku, Bela.
Beberapa hari yang lalu aku baru mengetahui bahwa kedua ginjalku sudah rusak,
Dokter mengatakan aku harus segera operasi dan harus mencari pendonor ginjal untukku atau dalam sisa hidupku aku harus selalu cuci darah tiap bulan.
Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan, karena ke dua- duanya tidak mungkin bisa aku lakukan.
Kerna pokok permasalahannya aku tidak punya uang.
Sudah beberapa hari ini aku terbaring di rumah sakit dan hanya bisa menangisi keadaanku,,
'Oh Tuhan, beri aku jalan.' batinku
Jikapun ada pendonor ginjal, aku dapat biaya dari mana, kalaupun cuci darah juga biaya dari mana, untuk biaya kuliahku saja susah nyarinya,
Sampai suatu ketika, tepatnya kemaren, Bela datang menjengukku ke rumah sakit,
Dia sudah tahu penyakitku dari awal aku masuk rumah sakit.
"Re, aku tidak mau kehilanganmu Re, hanya kamu teman terbaikku, teman rasa sodara,
Hanya kamu yang ngertiin aku Re, dan aku tidak mau melihat kamu menderita begini Re."
"Aku harus berbuat apa Bel, walaupun sebenarnya aku juga pengen hidup, tapi keadaan yang tidak mengijinkan aku untuk hidup Bel,"
Jawabku sedih sampai tidak bisa membendung air mataku,
"Re, aku ada ide, "
"Ide apa Bel,?"
"Kemaren aku sudah periksa kedokter, dan aku bisa menjadi pendonor ginjal untukmu,"
"Gila kau Bel, bisa mati aku nanti kalau sampai ortumu tahu,"
"Dan lagi pula, aku juga tidak ada biaya untuk operasi Bel, dan aku juga tidak punya uang untuk membayar ginjal kamu," sahutku masih dengan air mata yang tak henti.
"Semua saya yang biayai Re, tapi dengan satu syarat." katanya berseri- seri
"Apa syaratnya Bel ?" Tanyaku,
"Saya mau mendonorkan ginjal saya sebelah untuk kamu dengan semua biaya biayanya, dengan syarat, syaratnya, kamu harus merelakan Rio untuk ku. "
Aku terperangah dengan semua yang di katakan Bela. ternyata, selama ini dia juga mencintai Rio, aku tidak mengetahuinya,
Aku kira dia selalu tertawa dan bahagia di dekat aku dan Rio di karenakan sifatnya yang ceria, ternyata dia diam diam menyimpan rasa untuk Rio.
Aku terperangah dengan semua yang di katakan Bela. ternyata, selama ini dia juga mencintai Rio, aku tidak mengetahuinya.
Aku kira dia selalu tertawa dan bahagia di dekat aku dan Rio di karenakan sifatnya yang ceria, ternyata dia diam diam menyimpan rasa untuk Rio.
"Maksud kamu gimana sih Bela, aku masih bingung ini, emang Rio itu siapanya aku, sampe aku harus ngasih- ngasih gitu sama kamu. Bel, Rio bukan barang yang bisa oper sana oper sini.
Lagian hubungan kami belum jelas sekali kok Bel."
"Hei, emang aku bodoh apa !
Kamu itu suka sama Rio kan Re, dia juga suka sama kamu, kemaren dia bilang ke aku bahwa aku harus comblang in kalian.
Kamu juga harus tau Re, aku tuh dah cinta mati sama Rio." jelasnya
Aku hanya memandanginya seakan tak percaya apa yang dia katakan.
Ternyata kami berdua menyukai orang yang sama, walaupun awalnya aku yang pertama mengenal Rio, tapi kerna kami suka jalan bertiga, ternyata lambat laun Bela juga menyukai Rio.
"Bel, walaupun tanpa kamu mendonorkan ginjalmu untukku, aku bisa kok merelakan Rio untukmu, bukankah sebentar lagi aku meninggal Bel."
ungkapku tanpa bisa menahan rasa sedihku.
"Begini Rena sayang, kalau aku mendonorkan ginjalku untukmu, kamu akan tetap hidup.
Tapi, Rio tidak boleh menjadi milikmu, kerna aku pengen Rio menjadi suamiku nantinya, dia cowok ideal menjadi suamiku, dia harus nikahnya sama aku, hmm" jelasnya sambil manggut dengan gaya cerianya.
" Apa aku tidak punya pilihan lain Bel ?"
"Tidak ! Kamu harus hidup ! Titik !"
"dan kamu harus relakan Rio."
"Bella, kamu bisa miliki Rio tanpa aku Bel."
"Tidak ! aku tidak bisa kehilangan kamu juga Rena, kamu teman baikku Ren.
aku tidak bisa kehilangan kalian berdua.
Aku mencintai kalian berdua, kau sebagai sahabatku dan dia sebagai belahan jiwaku."
"lihat, betapa egoisnya aku Ren." katanya sambil tertawa, aku hanya tersenyum.
Bela memang begitu selalu ceplas ceplos.
Tapi aku suka dia yang seperti itu, kerna dia bukan ular berkepala dua, yang diam -diam punya niat.
Dia selalu menyampaikan apa yang ada di hati dan fikirannya secara gamblang.
Hhaaahh, aku kembali memikirkan Rio. Terasa sakit di hati, dan aku melihat Bela yang ceria,
Ya, aku mengambil keputusan, walaupun sakit melihat mereka bersama nantinya, setidaknya Aku masih hidup, dan bisa merubah kematianku menjadi hidup yang berguna.
Aku akan merelakannya.
"Bel, trus gimana dengan orang tuamu ?"
"Tenang saja, mereka tidak akan tahu kerna mereka lagi di London, trus minggu depan mereka langsung ke Jepang. Habis itu, kemana ya tadi mereka ngomong. pokoknya bebrapa bulan ini mereka tidak ada di Indonesia dah."
jelasnya
"Tapi aku masih takut menerima ginjalmu Bel."
"Tidak ada tapi tapi Rena, ini sudah absolut, aku sudah menetapkannya, dan dua hari lagi kita bisa operasi."
"kok, secepat itu Bel, aku belum siap."
"siap tidak siap harus d laksanakan, lebih cepat lebih baik, agar kamu cepat sembuh dan bisa kuliah lagi, dan saat penyembuhan ku juga orang tuaku tidak di sini, jadi tidak akan ketahuan nantinya."
"Tapi bel, "
"duhh, Rena, kenapa masih bimbang sih, ini untuk kehidupanmu juga,
jangan takut tentangku, mama dan papa banyak uang, nanti kalau aku ada masalah kan gampang cari pendonor lagi, papa pasti mencarinya di seluruh dunia.
tapi beda sama kamu Ren, aku bersedia membantumu ya ?" dia tetap membujuk dan menghiburku.
Bela, kamu besti ku yang ter the best.
belum tentu ada orang yang seberuntung aku mendapatkan teman sepertimu sobat.
aku memikirkannya dalam hati sampai tak bisa mengendalikan air mataku.
"Baiklah Bela, tapi sebelum operasi, aku pengen bertemu dulu dengan Rio."
"Ok, nanti aku sampein.
oya, aku cabut dulu ya, ada urusan nih sebentar, sampai ketemu dua hari lagi ya, dah."
dengan ceria Bela pergi meninggalkan Ruangan rawat inapku.
Aku bingung atas keputusan Bela, apakah aku harus senang atau harus sedih. kerna kedua hal itu bercampur jadi satu di saat bersamaan.
Aku bisa hidup lebih lama lagi, tapi di saat yang sama aku harus melepaskan orang yang aku cintai Rio, Rio Erlangga.
Pria yang telah menumbuhkan bunga bunga cinta di hatiku. Selalu mendampingi dan menghiburku, di saat ibu meninggalkanku dia yang membantu pemakamannya.
Dan tanah kuburan ibu masih basah, aku sudah terbaring tak berdaya.
Rio mungkin masih sibuk saat ini mengurus skripsi dan tugas prakteknya.
Dia sudah semester akhir, aku dua tahun dibawahnya.
Rio, cowok yang belum lama dekat denganku,
walaupun dulu aku mengetahui tetang namanya saja, kerna kesibukanku kuliah sambil bekerja jadi tidak terlalu mengenal orang secara personal.
Pertemuan kami tanpa sengaja, enam bulan lalu, ketika aku dan Bela sedang jalan jalan di Mall,
Kami bertabrakan tanpa sengaja, saat Bela menarik tanganku ketika selesai pembayaran di kasir, aku hanya memperhatikan tas belanjaku di tangan kananku, sementara tangan kiriku di tarik Bela dengan tergesa gesa, ketika aku mau mensejajarkan langkahku dengan bela dan dia muncul dari samping akhirnya.
Bum, aku menabraknya atau dia yang menabrakku.
Entah lah tapi saat itulah pandangan kami beradu.
Kesan pertama,
Tapi saat itu kami tidak saling menyapa, hanya melihat dan pergi.
Pertemuan kedua saat di bioskop, sungguh memalukan kalau aku mengingatnya.
Ketika itu aku dan Bela menonton film terbaru yang ada adegan romantisnya. Dan karena baru booming jadi banyak yang nonton.
Seingatku Bela duduk di sebelah kiriku,
Dan ketika ada adegan Kiss-nya aku menarik Bela yang ada di sebelah kiriku, tanpa melihatnya, yang mata masih fokus di layar.
Aku berbisik di dekat telinganya
"Apa adegan itu bener bener ciuman ya ? Bel, kamu pernah ngak di cium cowok ? Gimana rasanya ?" aku bertanya dengan mata masih fokus ke layar.
"Enak, kamu mau nyoba ngak?" bisik orang yang tadi aku bisikin.
Tapi aku sungguh terkejut, ternyata itu bukan suara Bela, dan setelah aku menoleh.
Aaaa aku menjerit 'cowok' pikirku.
"Heii, apaan sih Ren, berisik tau !" bentak Bela yang ternyata duduk di sebelah kananku.
Aduh, malu beneran, untung gelap, kalau tidak pasti dia bisa melihat wajahku sudah kayak kepiting rebus.
Dengan malu malu dan serba salah aku beranikan diri mencoba melihat cowok yang di sebelahku tadi.
Iiihh, reseh banget sih, dia malah senyum senyum melirikku, pasti dalam hatinya ngetawain aku.
Selesai nonton aku buru buru narik Bela agar nanti tidak ketemu dengan cowok itu.
Tapi tetap sial, dah di parkiran malah ketemu dengan dia.
"hai, " sapanya
Aku cuma nyengir nyengir, apaan sih nih cowok buat salah tingkah saja.
Sebelum kami masuk ke mobil Bela dia masih sempat bicara.
"neng, mau mencoba yang di tanyakan tadi itu ndak ?"
Aku cuma bisa memelototinnya.
"nyoba apa Ren ?" tanyak Bela
"Ndak ada apa apa" aku buru buru menjawab, cowok itu hanya tertawa, dan berlalu takut nanti aku gebuk in kali.
Kemudian kami masuk ke mobil, dan pergi dri situ, duhh gimana nih, fikirku.
Itukan cowok yang ketemu waktu d Mall itu,
Kok bisa ketemu lagi di sini.
Kok bisa dia tahu kami di sini ?
'Aaarrgghh, aku malu mama !' teriakku dalam hati.
Bela cuma heran melihatiku yang mengacak acak rambutku tak karuan.
"Sudah gila anak ini" timpal Bela sambil nyetir
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!