NovelToon NovelToon

RAHASIA GELAP GADIS MISTERIUS

Celphius Allen Blair

Begitu tiba di ruangannya, keberadaan sang ayah membuat pemilik ruangan itu, Celphius Allen Blair, terkejut bahkan terlihat semua barang-barangnya sudah dimasukkan ke dalam kardus. Alisnya sontak berkerut dengan tajam.

“Apa-apaan ini?”

Perasaan terkejutnya tidak pernah hilang sampai bola mata menusuk mengarah kepada ayahnya yang sudah duduk di kursi miliknya tanpa rasa bersalah. Dan lagi, untuk apa adiknya juga berada di ruangan pribadinya?

“Celphius, untung kamu cepat datang sehingga Ayah tidak perlu menunggu kedatanganmu dengan lama. Duduk di sana, Ayah ingin mengatakan sesuatu,” ucap Tuan Blair.

Di depan Celphius ada satu kursi untuk pegawai duduk saat mendatangi ruangannya dan selalu duduk di sana saat ada yang memerintahkannya. Tetapi, mengapa rasanya seperti keadaan terbalik dan dia menjadi pegawai biasa?

“Kamu sedang apa? Cepat, duduk.” Tuan Blair tidak akan mengatakannya sampai tiga kali hanya untuk meminta sang putra duduk dengan nyaman di hadapannya.

“Ayolah, duduk saja, Kak. Ayah ingin membahas sesuatu yang sangat penting. Kakak pasti tidak mau ketinggalan informasi penting itu, 'kan?” tanya Flavian meledek.

Sang adik kemudian menarik kursi di hadapan ayahnya dan mempersilakan sang kakak untuk duduk. “Silakan duduk. Aku mempersembahkannya untuk Kakak.”

GRRT!

Kedua tangan Celphius sudah saling mengepal dengan kuat melihat sikap ayah dan adiknya yang tidak mengenakan untuk di lihat. Ada apa dengan semua yang terjadi di ruangannya ini? Apakah Celphius akan di usir dari sana?

Dengan keterpaksaan hatinya, Celphius akhirnya memutuskan untuk duduk di kursi pegawai. Sembari menanyakan, “Ayah ingin membicarakan apa denganku?”

Semua yang terjadi tidak pernah seperti ini sebelumnya dan pasti ada sesuatu yang membuat ayahnya datang ke ruangannya dan duduk di depan sana sembari menatap dengan tajam seolah ada sesuatu yang mencurigakan.

“Celphius. Ayah mau tanya tentang hubunganmu dengan anak Tuan Rowland. Apa kamu sudah memutuskan kapan akan melamarnya dan menikahinya?” tanya Tuan Blair.

Dari sekian banyaknya pertanyaan, kenapa harus pertanyaan ini yang sangat ingin diketahui? Celphius merupakan satu-satunya orang yang membenci pertanyaan semacam ini dan bahkan malas untuk mendengarnya.

Sehingga banyak hari yang dilewatkan untuk mengambil kesempatan merayu anak perempuan Tuan Rowland karena Celphius memang tidak berniat untuk menikah atau bahkan hanya sekadar berteman dengan wanita.

Celphius cenderung menghindari pergaulan yang seperti itu dan memilih jalur hidupnya sendiri menemukan cinta yang perlahan-lahan akan mekar. Sekarang sudah saatnya untuk menghentikan perjodohan tanpa cinta ini.

“Tidak.”

“Maksudmu ... kamu belum memutuskan pilihanmu?” Tuan Blair menyalah-artikan ucapan Celphius.

“Saya tidak akan menikah dengannya ataupun berhubungan dengan keluarga Rowland. Saya harap Ayah menghentikan perjodohan kami,” ketus Celphius berkata.

Tuan Blair semakin terbelalak lebar, “Apa maksudmu? Kamu sudah tidak mau memiliki hubungan dengan mereka dan memutuskan hubungan secara sepihak?”

“Saya tidak memutuskannya secara sepihak. Nona Daniar Rowland juga mengambil keputusan yang sama seperti pemikiran saya.” Anak Tuan Rowland pun menyetujuinya.

Celphius melanjutkan, “Jadi, Ayah tidak bisa menganggap ini sebagai keputusan sepihak saya karena Nona Daniar juga tidak menyukai perjodohan ini apalagi menikah.”

Ini sudah diputuskan sejak awal bahwa keduanya sama-sama tidak saling mencintai atau bahkan saling menyukai. Berkali-kali Celphius membicarakan mengenai perjodohan ini dengan Daniar, akhirnya wanita itu setuju.

Setiap orang memiliki pasangan hidup masing-masing dan jika kelihatannya Celphius masih menyendiri dan masih belum menemukan jodohnya, orang-orang yang tergila-gila akan ketampanannya saling berebut memilikinya.

Anak-anak yang masih di bawah umur pun di buat perlombaan oleh orang tua mereka untuk bisa memiliki menantu seperti Celphius yang memiliki ketampanan di atas rata-rata. Dan lagi, ia juga sangat tinggi.

DRRK!

Lelaki itu berdiri. “Jika sudah selesai mempertanyakan hubungan saya dengan Nona Daniar, dengan rasa hormat saya meminta Ayah untuk keluar dari ruangan ini.”

“Ayah tidak bisa mengusir saya keluar dari ruangan ini setelah semua pengorbanan yang saya lakukan untuk perusahaan. Sebaiknya, Ayah berpikir dengan panjang.”

Sebagai seorang anak, Flavian tidak bisa membiarkan kakaknya menggertak ayahnya seperti itu karena tidak sopan dan tidak tahu diri. Tanpa Ayah, tidak akan mungkin kakaknya berada di posisi ini dan menjadi orang terkenal.

“Jangan menyombongkan dirimu di hadapan Ayah! Kau tidak bisa membawa-bawa nama perusahaan hanya demi kepentinganmu sendiri!” sentak Flavian tak terima.

“Tadinya saya tidak berniat memperlakukan Ayah seperti ini tapi saya mengusir Ayah secara halus dan sopan. Memangnya atas izin siapa kalian datang kemari?”

Celphius hanya menggunakan hak suaranya karena mau bagaimanapun juga ruangan itu masih mengatasnamakan dirinya. Siapa pun tidak berhak memasuki ruangan itu tanpa seizin darinya mau itu ayahnya ataupun adiknya.

Terlebih lagi semua barang-barang seperti dokumen sudah dimasukkan ke dalam kardus seolah mereka-mereka itu ingin mengusir Celphius agar tidak bekerja lagi di ruangan itu atau di perusahaan. Mereka berniat memecatnya.

Jika tak bisa menggunakan cara yang halus maka Celphius yang bisa melakukan apa pun bisa saja memanggil security untuk mengusir mereka keluar dari ruangannya. Sebelum itu terjadi, mereka harus secepatnya sadar diri.

“Dasar pengkhianat! Ayo, Ayah. Sebaiknya kita keluar saja dari sini daripada terus berhadapan dengan orang yang tidak pernah memperlihatkan sopan santunnya,” ucapnya.

“Tapi, Flavian ... apa yang disebut dengan sopan santun terhadap orang yang lebih tua? Apa kau jauh lebih mengerti arti kata itu daripada aku?” tanya Celphius.

“Tentu saja itu benar! Aku jauh lebih tahu sopan santun daripada kau yang tidak pernah memedulikan Ayah! Kau yang tidak tahu diri!” Flavian meninggikan suaranya.

“Kalau begitu ... bukankah sebaiknya kau memperlihatkan sikap sopan santunmu itu padaku yang lebih dulu dilahirkan daripada jiwamu?” tanya Celphius menyeringai.

Lalu melanjutkan, “Jika kau terus-terusan membelanya dengan kedua tanganmu itu, apa kau yakin akan merasa terlindung oleh orang yang sudah mengusir Ibu kita?”

DEG!

Hanya tersisa luka goresan yang sangat besar tersayat di dalam hati Celphius yang masih tidak terima ibunya di usir oleh ayahnya sendiri. Tuan Cillian Blair tampak terkejut dengan apa yang dikatakan oleh anak pertamanya.

“Kau— ”

“Sudahlah, Flavian. Jangan ribut lagi.” Tuan Cillian memotong ucapan anak keduanya. “Celphius, kepergian ibumu bukan kesalahan Ayah. Ibumu yang memutuskan.”

“Jika kamu masih menganggap kepergian Ibu kalian adalah salah Ayah, maka Ayah tidak bisa menyangkal apa yang terjadi. Karena Ayah tidak bisa menghentikannya.”

“Ini memang salah Ayah. Kalau dipikir-pikir lagi ini memang kesalahan yang Ayah perbuat pada ibumu. Tapi, kamu tidak perlu sampai terus mengingatnya begitu.”

“Ibu kalian sudah tidak memedulikan kalian lagi dan memilih untuk pergi dan meninggalkan Ayah juga. Apa kamu tidak bisa mendengar ucapan terakhirnya padamu?”

“Dia bilang kalau dia sudah tidak mau mengurus kalian lagi dan menyerahkan semua tanggung jawabnya kepada Ayah yang harus mengurus kalian berdua sejak kecil.”

“Kamu masih berusia 2 tahun saat itu, jadi, kamu masih belum mengerti betapa jahatnya Ibu kalian itu. Ayah pun tidak habis pikir dengan segala tingkah lakunya itu.”

“Untung saja hak asuh kalian berdua jatuh di tangan Ayah sehingga Ayah bisa lebih merasa nyaman dan lega dengan apa yang Ayah miliki. Kalian berdua kebanggaan Ayah.”

Tuan Cillian merangkul pundak kedua putranya dengan tataan hati yang luar biasa nyamannya. Beliau merasa tidak memiliki kesalahan apa pun kepada Ibu anak-anaknya yang mendadak keluar rumah dan meninggalkan putranya.

Sedangkan Celphius yang tidak memercayai omong kosong ayahnya hanya bisa tersenyum menyeringai sembari melepaskan lengan yang merangkul pundaknya. Baginya, semua itu hanyalah fakta yang diputar-balikan ayahnya.

“Saya akui bahwa Ayah memang pandai bersilat lidah. Saya pun tidak mengira akan dibesarkan oleh seorang Ayah yang tidak peduli ke mana istrinya menghilang.”

“Ayah benar-benar telah membuat ibuku meninggalkan rumah di usiaku yang baru 2 tahun dan Flavian yang masih bayi! Sudah 26 tahun Ibu meninggalkan kami berdua!”

“Dan semua itu gara-gara perbuatan Ayah yang menyuruh Ibu untuk meninggalkan kami berdua!” Celphius sudah tidak bisa mengontrol emosinya yang sedang membara.

BUGH!

Apa yang sudah dikatakannya sangat keterlaluan dan Flavian tidak menyukainya. Dengan berani lelaki berusia 26 tahun itu memukul wajah kakaknya sendiri hanya karena cara bicaranya yang tak sopan mengganggunya.

“Siapa yang menyuruhmu bicara seperti itu pada ayahku! Kau sudah keterlaluan dan kau masih saja membela wanita itu! Ayah sudah memberi tahu semuanya!”

“Kalau kau berani membentak ayahku lagi maka kau akan berurusan denganku dan menjadi musuhku!” Flavian mendorong tubuh Celphius dan keluar dari ruangan itu.

Cillian pun ikut mengikuti jejak putra keduanya yang begitu sangat marah sampai harus memukul wajah kakaknya sendiri. Benar-benar tidak bisa diprediksi. Hubungan saudara kandung itu bisa saja putus rantainya.

“Haa ... ”

Celphius duduk di tempat yang seharusnya. Lelaki itu menghela napasnya dengan panjang sembari menyandarkan punggungnya di kursi kerja itu. Dan tidak lama kemudian, Vernon datang setelah diizinkan.

“Tuan! Apa Anda baik-baik saja?” Vernon langsung masuk ke dalam ruangan atasannya karena terkejut setelah mendengar suara pukulan dari dalam sana.

Lelaki itu tidak langsung menjawab pertanyaan asisten pribadinya sekaligus seorang bodyguard karena sangat lelah bertengkar dengan keluarganya. Sungguh. Mimpi terburuk adalah keluarganya hancur lebur.

Di lihat bagaimana cara ibunya disuruh meninggalkan rumah oleh ayahnya sendiri menjadi kenangan buruk yang terus terngiang-ngiang di kepalanya. Sampai sekarang masih tak bisa percaya dia adalah anak ayah itu.

“Saya tidak sengaja mendengar keributan Anda dengan keluarga Anda saat berada di luar tadi. Bahkan karyawan yang tidak sengaja lewat pun sempat mendengarnya.”

“Jika Anda mengizinkan, saya akan secepatnya membereskannya dan membuat orang-orang menutup mulut. Saya yakin bahwa Anda memiliki alasan.”

Vernon akan membereskannya untuk melindungi citra atasan yang mungkin akan terkena skandal buruk mengenai hubungan keluarga mereka. Reputasi semua orang dalam keluarga itu akan dibicarakan sana-sini.

“Tidak perlu.”

“Apa, Tuan?”

“Kau tidak perlu membereskan masalah itu. Sebaik apa pun kita menyembunyikannya, pandangan dunia selalu tahu apa yang terjadi,” geleng Celphius menolak usulan.

Ia merasa semuanya hanya akan menjadi sia-sia walaupun mereka menyembunyikan masalah itu dengan ketat, mata dunia, telinga semua orang lebih cepat tanggap jika dibandingkan dengan selalu bersembunyi.

“Tapi, Tuan ... apa tidak apa-apa jika semuanya berlalu begitu saja tanpa membereskan semua itu? Bagaimana dengan reputasi Anda dan keluarga?” Vernon keheranan.

“Setelah melihat semuanya, sudah tidak ada gunanya bagiku untuk membela orang yang menghancurkan hidupku. Mereka semua sudah tidak ada gunanya.”

Namun, sekalipun keluarga itu berada dalam masalah serius, tetap saja nama Celphius Allen Blair akan ikut terlibat di dalam urusan mereka karena nama ujungnya memiliki nama keluarga besar dari keluarga Blair.

Celphius kembali menghela napasnya dengan panjang. Kadang dirinya sangat merindukan ibunya dan merasa hampa tanpa sosok wanita yang melahirkannya. Tidak mungkin ibunya dengan tega membuangnya.

Kalau memang sejak dulu ibunya tidak mau merawatnya atau seperti membenci seorang anak pasti ibunya itu akan meninggalkannya sejak bayi dan tidak melahirkan Flavian setelah dua tahun melahirkannya.

Semua rasa kebencian, rasa bersalah, atau bahkan rasa kecewa telah melahirkan seorang anak pasti akan segera berakhir dengan ibunya yang hanya meninggalkannya tanpa memiliki seorang adik laki-laki.

Tetapi kenapa ibunya baru merasa terbebani setelah memiliki dua anak jika bukan karena terkena hasutan suaminya? Yang salah sudah pasti Cillian Blair yang semakin meyakinkan Celphius bahwa itulah adanya.

BRAK!

Celphius menggebrak meja dengan keras sampai Vernon pun merasa terkejut mendengarnya. Atasannya pasti sedang memendam emosi mendalam yang hanya dirinya yang tahu dan tak ada yang bisa membantu.

Jadi, akan lebih baik jika Vernon hanya diam saja dan berbicara saat tuannya sudah siap membuka mulutnya. Mungkin benar-benar ada sesuatu yang belum pernah Celphius ceritakan kepada siapa pun.

“Haa ... menjengkelkan sekali.”

BERSAMBUNG

Pembuangan Mayat Hidup

Di malam harinya, Celphius pulang ke rumahnya sendiri yang terpisah dari rumah keluarganya. Ayahnya yang sering berbohong mengenai kepergian ibunya membuat Celphius merasa muak dan akhirnya pergi dari sana.

Vernon berada satu rumah dengannya karena sudah tidak memiliki tempat tinggal dan orang tuanya pun sudah meninggal dunia. Sang bodyguard yang dulu hanya luntang-lantung di jalanan akhirnya menemukan Celphius.

Lelaki itu pun akhirnya membawa Vernon dan merekrutnya sebagai bodyguard serta asisten pribadinya. “Saya akan menyiapkan makan malam untuk Anda, Tuan.”

“Iya.”

Perutnya memang sudah sangat lapar sekali. Tetapi sangat malas sekali mampir sebentar ke sebuah restoran yang mempunyai banyak keramaian dan orang-orang yang selalu berisik. Celphius tak suka suasananya.

Jadi, dia lebih memilih makan di rumah, satu-satunya tempat yang paling tenang dan nyaman baginya. Sekalipun keluarganya memintanya datang ke rumah untuk sekadar makan malam, Celphius selalu menolak.

Setelah mandi dan berganti pakaian menjadi pakaian santai serta rambut yang basah akibat terkena guyuran air saat mandi tadi, Celphius membawa semangkuk air dan handuk kecil lalu masuk ke suatu ruangan.

CEKLEK!

“Ruby, saatnya mandi.”

Celphius berseru, memanggil nama seseorang dengan sebutan 'Ruby' yang mungkin ditunjukkan kepada seorang gadis yang tengah berbaring di ranjang sana. Ada peralatan semacam alat medis di kamar itu.

Patient monitor juga terus berbunyi mengiringi denyut jantung dari gadis yang hanya menutup mata. Celphius mulai membasahi handuk kecil tersebut dan membalur handuk basah itu pada tubuh Ruby yang diam.

“Sudah sebulan kau belum juga sadarkan diri. Apa mungkin kau mengalami pendarahan di dalam kepalamu yang lumayan cukup parah untuk bisa sadarkan diri?”

“Kau tidak bosan terus tertidur tanpa mau membuka mata? Aku yang melihatnya saja sangat bosan dan merasa muak. Tapi, aku juga tidak bisa membuangmu begitu.”

“Setidaknya dengan keberadaanmu kehidupanku tidak terlalu suram dan menyedihkan. Aku akan anggap kau adalah penyemangat dalam kehidupanku, Ruby.”

Bukan adik perempuan atau apa pun yang berhubungan dengan keluarga. Ruby adalah seorang gadis yang ditemukan Celphius saat beberapa rombongan orang sedang membuangnya di tengah hutan yang sepi.

Dan secara tak di sengaja Celphius menjadi satu-satunya saksi bisu yang menyaksikan momen orang-orang itu membuang Ruby di suatu tempat sepi di mana saat itu hanya dirinya seorang yang harus membawa gadis itu.

.

.

.

[SEBULAN YANG LALU]

Seorang pria paruh baya membanting paksa tubuh gadis tidak berdaya itu keluar pintu. Beliau memerintahkan pengawalnya untuk membuang gadis tersebut tidak peduli di mana tempatnya asalkan jauh dari tempat tinggalnya.

“Bawa anak ini keluar dari rumahku! Buang yang jauh dan pastikan dia tidak akan kembali lagi ke sini!” ucapnya dengan nada suara yang sungguh sangat menyeramkan.

“Laksanakan!”

Orang-orang yang disebut sebagai pengawal itu pun mulai membawa tubuh sang gadis masuk ke dalam sebuah mobil. Dan tidak lama kemudian mobil tersebut menyala dan melaju meninggalkan kediaman gadis itu.

Ada rumor yang mengatakan kalau gadis itu adalah anak haram dari pasangan yang dulu berselingkuh. Selama bertahun-tahun gadis itu mengalami penganiayaan hebat dari ayahnya sendiri hanya karena status tersebut.

Bahkan sang ibu pun tidak pernah mengurusnya. Orang tua itu malah justru meninggalkan anaknya karena takut popularitasnya akan tercemar dengan adanya anak tersebut. Inilah hasil dari perbuatan perselingkuhan itu.

Anak yang jadi korban.

Setelah melewati banyak titik, akhirnya mobil yang mengangkut satu orang mayat hidup itu berhenti di suatu tempat yang banyak pepohonannya. Rumput-rumputan yang setinggi lutut sempat menyusahkan perjalanan.

“Ini sudah cukup jauh dari tempat tinggal bos. Ayo kita letakkan di sini saja sebelum ada yang melihat,” ucap seorang pria pada teman-temannya yang juga pengawal.

“Tempat ini sangat sepi, tidak mungkin ada seseorang yang datang kemari. Lagi pula, gadis ini masih perawan. Apa tidak kita nikmati saja sebelum pergi?” tanya yang lain.

PLAK!

Kepala pria mesum itu di pukul oleh rekan kerjanya. “Kau jangan mengada-ngada! Kita hanya ditugaskan untuk membuangnya saja! Kau jangan terlalu berlebihan!”

“Walaupun dia hanya seorang anak haram tapi kita harus menuruti apa yang bos perintahkan! Dengan luka seperti itu, apa kau tidak jijik saat bercinta dengannya?”

Pria mesum itu kembali melihat kepada sang gadis yang hanya diam menutup kedua matanya. Gadis itu tidak mati. Ia masih hidup namun terpaksa diberikan obat tidur bahkan saat sebelumnya sempat pingsan akibat pukulan.

Orang itu membatin dalam hati, ‘Sepertinya tak masalah dengan tubuh yang seperti itu, asalkan dia masih perawan dan wajib untuk dinikmati.’ Pikirannya sangat kotor.

Hanya dirinya sendiri yang tersenyum menyeringai sembari menatap pada gadis tidak berdaya tersebut. Ada pikiran untuk menikmati segala kenikmatan yang terdapat dalam tubuh gadis muda itu tanpa diketahui orang.

“Sudah! Ayo kita pergi dari sini. Kita tidak boleh ketahuan agar orang-orang tidak mencurigai kita,” ucap seorang pemimpin dari kelompok pengawal itu.

Mereka pun memutuskan untuk meninggalkan daerah itu karena takut ketahuan ada orang yang melihat mereka membuang mayat hidup, meskipun malam yang gelap gulita menyelimuti daerah sana dan sedikit tersembunyi.

Ketika sudah berada di dekat mobil, tiba-tiba pria mesum yang tadi sempat mengatakan hal-hal kotor meraba-raba bagian baju dan celana seperti mencari sesuatu. Teman-teman yang sudah menaiki mobil pun keheranan.

“Ada apa denganmu?” tanya teman si pria mesum.

“Sepertinya ponselku tertinggal di sana. Aku akan pergi mencarinya sebentar. Kalian tunggulah di sini sebentar saja,” ucap pria mesum itu bergegas berlari ke sana.

“Haa ... apa-apaan dia? Padahal kita sangat terburu-buru tapi dia bisa-bisanya ceroboh meninggalkan ponselnya di hutan.” Teman yang lain hanya bisa menghela napas.

“Sudahlah. Kita tunggu saja dia sebentar. Tidak mungkin kalau kita meninggalkannya sendirian di sini. Itu bisa saja menimbulkan masalah,” kata ketua pengawal itu.

Beralih ke tempat lain. Si pria mesum kini sudah berada dekat dengan gadis yang masih berada di posisi yang sama dengan senyuman yang menyeringai. Seperti ada maksud lain di balik senyuman itu terhadap gadis tersebut.

“Hahaha ... habislah kau ... ” Si pria mesum itu mulai membuka resleting celananya dan kemudian melebarkan paha gadis itu untuk memudahkan miliknya masuk.

Tetapi ...

BUGH!

Tubuh pria mesum itu kini mulai tumbang ke samping setelah ingin memasuki miliknya ke dalam area kewanitaan. Seorang pria asing berpakaian hitam memegang balok kayu yang membuat pria itu pingsan.

“Si berengsek ini, padahal sudah diingatkan tetap saja keras kepala.” Celphius bicara sendiri sembari mengolok-olok si pria mesum yang hendak berbuat buruk.

Pandangannya kemudian beralih pada sang gadis yang masih terkena pengaruh obat tidur yang ayahnya berikan. Setelah melihatnya secara teliti, Celphius mengeluarkan pisau dari balik celana dan menyayat leher si pria mesum.

Dia juga berkali-kali menusuk perut orang itu sebagai bukti pembalasan dendam mewakili sang gadis. Setelah puas dengan semua itu, Celphius semakin menyeret tubuh sang pria untuk menjauh dari tempat itu.

SYUNG!

Dilemparkannya ke jurang sembari berkata, “Pergilah ke neraka.” Dengan tatapan yang dingin menyaksikan bagaimana tubuh pria itu mengguling menuruni jurang. Tidak ada seorang pun yang bisa menemukannya.

Lelaki itu kembali ke tempat di mana dia menemukan gadis yang terbuang oleh beberapa orang. Kondisinya sangat mengkhawatirkan. Tubuhnya banyak yang luka dan kepalanya seperti terkena pukulan benda yang keras.

“Dari tampilannya memang seperti gadis perawan. Kenapa mereka membuangnya di sini? Apa mereka berpikir tidak akan ada orang yang datang kemari?” tanyanya.

Hanya dengan melihat dari penampilan saja sudah meyakinkan Celphius mengenali privasi sang gadis yang tak pernah diperlihatkan pada siapa pun. Kepalanya mendongak saat mendengar ada suara seseorang.

“Di mana si bodoh itu? Kenapa dia belum datang juga?” Rupanya, teman-teman si pria yang dijatuhkan tadi datang mencari rekannya yang pergi mencari ponselnya.

“Sudahlah, Bos. Kita tinggalkan saja dia dan pulang. Ini sudah larut malam. Kita juga harus mengurusi banyak hal besok pagi,” rengek satu temannya yang tak peduli.

Bahkan setelah beberapa menit mencari temannya yang pada akhirnya tak ketemu, bahkan sampai tak menyadari kalau gadis itu sudah menghilang, mereka semua pun meninggalkan tempat itu beserta satu temannya.

Celphius yang menemukan gadis itu tadi membawanya ke dalam mobilnya untuk di bawa pulang dan di periksa. Ia juga akan mencari tahu siapa yang telah berniat membuang mayat hidup itu di tengah-tengah hutan.

.

.

.

Setelah semuanya selesai, Celphius meninggalkan kamar itu dan rupanya Vernon sudah menyiapkan segala masakan seadanya yang ada di dalam kulkas. Walaupun kaya raya, tetapi Celphius tak berfoya-foya.

“Tuan.”

“Kau sudah bekerja keras.”

Pujian yang sangat berharga. “Terima kasih. Saya akan sangat senang kalau Anda menikmati makanan sederhana ini tanpa mengkhawatirkan apa pun,” kata Vernon.

Kursi yang akan di duduki oleh Celphius tiba-tiba ditarik oleh Vernon dan membantu mempersilakan sang majikan untuk duduk di tempat biasanya. Mereka berdua sudah terbiasa makan berdua di meja yang sama.

Makanan yang dibuat oleh bodyguardnya memang cocok dengan lidah Celphius yang sejak kecil memakan makanan mahal khas restoran bintang lima. Tetapi karena sekarang sudah berbeda, hanya itu yang tersisa.

“Bagaimana keadaan Nona Ruby? Apakah kondisinya masih belum memungkinkan untuk membuka matanya?” tanya Vernon. Sudah sebulan masih seperti itu saja.

“Dia masih belum sadarkan diri. Aku menduga ada yang salah dengan kepalanya dan mungkin ada suatu kerusakan di dalamnya hingga sampai sekarang belum sadar.”

Itu hanya dugaannya saja. “Kalau begitu, saya akan memanggilkan Dokter terbaik untuk memeriksa kondisi Nona Ruby. Dugaan Anda bisa jadi ada benarnya, Tuan.”

Jika Vernon merasa memang seperti itu mungkin dugaannya memang benar bahwa ada sesuatu yang terjadi kepada Ruby selama ini. Dokter yang dulu sempat memeriksa kondisinya memang bukan Dokter terbaik.

Celphius semakin berpikir panjang. “Setelah makan malam bawa Dokter yang dulu pernah memeriksa Ruby kemari. Ada hal penting yang harus kubicarakan dengannya.”

“Baik, Tuan.”

Dia ingin memulai penyelidikan dan memastikan sendiri bahwa Dokter itu bukan termasuk mata-mata yang menyamar menjadi seorang Dokter. Ada banyak mata yang menginginkan kehancuran Celphius selama ini.

Jika alasan mengapa Ruby tidak sadarkan diri sampai sekarang adalah karena perbuatan Dokter gadungan itu, Celphius bersumpah tidak akan mengampuninya walau Dokter itu memohon-mohon padanya.

BERSAMBUNG

Sekadar Perjodohan Bisnis

7.00 AM

Harapan Celphius akhirnya terwujud setelah beberapa jam memutuskan untuk membawa Dokter yang memeriksa gadis itu datang menghampirinya, Ruby mulai membuka matanya saat Celphius hendak melihatnya.

Gadis itu sudah tidak lagi berbaring setelah satu bulan dan justru sekarang posisinya sedang terduduk di atas tempat tidur sembari menjuntaikan kedua kakinya di samping tempat tidur. Ruby juga menghadap jendela.

“Ruby?”

Yang dipanggil menolehkan wajahnya ke arah pintu dan melihat seorang lelaki sedang berdiri di sana. Tanpa ekspresi, Ruby terus memperhatikan Celphius dengan pandangan yang tidak begitu bersemangat.

Celphius memutuskan menghampirinya. “Ruby, apa kau baik-baik saja? Apa ada yang sakit? Katakan saja padaku kalau ada tubuhmu yang sakit. Aku akan panggil Dokter.”

Ruby tidak menjawab, bibirnya seolah sangat berat untuk mengungkapkan apa yang ingin dikeluarkannya. Apakah mungkin Ruby masih mengalami sebuah rasa trauma atas insiden pembuangan sebulan yang lalu?

“Kapan kau sadar? Kenapa tidak memberitahuku? Kau bisa berteriak meminta tolong untuk membantumu bangun. Kau tidak tahu sudah berapa lama kau seperti itu.”

Apa yang dilakukan oleh Ruby hanya diam seribu bahasa. Ada dua kemungkinan diamnya Ruby dengan raut penasarannya itu. Pertama, Ruby tidak bisa berbicara karena pendidikan atau karena trauma mendalam.

“Kau butuh minum? Sebentar, aku ambilkan dulu.” Celphius keluar sebentar dari kamar Ruby membawakan segelas air untuk pertama kalinya setelah koma.

Vernon yang kebetulan lewat secara tidak sengaja bertemu dengan majikannya lalu menghampiri beliau yang memanggilnya. “Anda memanggil saya, Tuan Celphius?”

“Panggil Dokter, cepat! Ruby sudah sadarkan diri dan sudah waktunya bagi dia untuk diperiksa! Setelah sadar, kita harus memaksanya untuk bicara soal asal-usulnya!”

“Apa? Baik, Tuan!”

Sang bodyguard buru-buru meninggalkan Celphius dan memanggil seorang Dokter yang sudah diputuskan untuk mengambil jasanya saja. Sedangkan lelaki muda itu kembali ke kamar Ruby membawakan air.

Posisi duduk Ruby yang masih sama seperti sebelumnya, tanpa berkata-kata, atau bahkan menggerakkan sedikit tubuhnya membuat Celphius merasa khawatir. Karena bisa jadi Ruby mengalami gangguan kesehatan.

“Ruby, minumlah airnya.” Celphius memberikan segelas air putih pada gadis itu dengan nada yang sangat berhati-hati. “Ini hanya air biasa, kau tidak perlu takut.”

Tahu itu hanyalah air minum biasa, Ruby memajukan sedikit wajahnya dan mulai meneguk pelan air dalam gelas tersebut. Sangat melegakan rasanya. Tenggorokan yang kering mulai terbasahi dengan air itu.

“Sekarang, apa kau bisa mendengarku dengan baik dan menceritakan apa saja yang terjadi padamu sampai seperti ini? Kalau kau mau, aku bisa menolongmu, Ruby.”

“Kalau kau tahu siapa orangnya, aku akan membantu membalaskan dendammu padanya dan membuatnya menderita seperti yang sekarang kau alami selama ini.”

“Jadi, jangan pernah takut untuk bercerita. Aku berada di pihakmu dan akan selalu membantumu.” Celphius terdiam. “Tapi, setelah semuanya selesai, kau harus pergi.”

Celphius tidak bisa selalu merawat Ruby dalam genggaman tangannya. Dikarenakan banyak orang yang dengan sengaja berniat menghancurkan kehidupan politiknya, ada banyak orang yang tidak menyukai Celphius.

Semakin lama Celphius menyembunyikan Ruby walau seketat apa pun, orang-orang yang tidak menyukainya akan melakukan berbagai cara supaya Celphius mau menyerah dengan menggunakan Ruby sebagai alat.

Dan tentu saja meskipun Celphius dan Ruby tidak memiliki hubungan darah sama sekali, keberadaan Ruby adalah tanggung jawab Celphius karena dirinyalah Ruby bisa kembali sehat seperti ini berkat penolongannya.

“Aku bukannya tak mau merawatmu tapi dengan posisimu yang terus berada di sekitarku juga bisa membuatmu merasa menderita. Kau juga bisa saja terluka.”

“Maka dari itu ketika semuanya sudah terselesaikan dan kau sudah mulai sembuh total, atau kapan pun aku memintamu untuk pergi, kau harus melakukannya, Ruby.”

“Bagiku, kau hanyalah orang yang pernah kutolong dan aku pun sudah memenuhi tanggung jawabku sebagai penolongmu dengan merawatmu sampai di titik sekarang.”

“Tentu saja aku tidak akan memintamu untuk membayar seluruh biaya yang telah kulakukan ini hanya untuk menyadarkanmu. Kau bisa pulang tanpa utang apa pun.”

Semua yang dia lakukan adalah sesuatu yang gratis tidak perlu mengeluarkan banyak uang untuk membayar utang-utangnya. Ruby bisa hidup dengan tenang dan nyaman yang jauh dari kata 'bahaya' di sekitarnya.

Walau kadang terasa sangat berat meninggalkan tempat yang menurutnya sangat nyaman dan damai, tetapi terkadang hidup itu selalu berputar maju dan tidak selamanya berada dalam kehidupan yang sama.

Ruby mengangguk dan perlahan berseru, “Aku ... mengerti. Aku akan meninggalkan tempat ini saat kondisinya sudah memuaskan. Aku tidak akan mengecewakanmu.”

“Aku bukannya kecewa kau berada di sini. Aku hanya sedang membuatmu mengerti bahwa tempat yang kau tempati ini bukanlah tempat yang menurutmu aman.”

“Kadang aku juga merasa khawatir bagaimana kondisimu saat keluar dari rumah ini nanti dan apa kau akan bahagia atau tidak. Aku akan mengirimmu sejauh mungkin.”

“Jika kau merasa tidak nyaman dengan suasana yang ada di kota ini, ataupun suasana bersama dengan keluargamu, aku akan membantumu meninggalkan negara ini, Ruby.”

Gadis itu tertunduk seolah sedang merenungkan sesuatu yang membuatnya menderita seperti ini. Ada banyak hal yang sebenarnya harus dibicarakan tetapi Ruby tidak yakin Celphius mau mendengarkannya atau tidak.

Sebaiknya Ruby menutupi segala sesuatu yang membuatnya begitu terluka dan sakit hati kepada siapa pun. Bagaimanapun situasinya nanti Ruby sendiri yang akan menanggung semuanya dan melepaskan segalanya.

TRING!

Ada suatu pesan berbunyi di ponsel Celphius. Lelaki itu memeriksanya langsung dan menemukan pesan dari Daniar Rowland yang mengajaknya untuk bertemu di suatu tempat yang sudah direncanakan. Apa yang terjadi?

“Sepertinya aku harus pergi sebentar. Kau tetaplah di sini dan jangan pergi ke mana pun tanpa izin dariku! Vernon akan ada di sini. Panggillah jika kau butuh bantuan.”

“Iya.”

Celphius menutup pintu kamar Ruby untuk menemui Daniar Rowland yang mengajak bertemu di pagi hari buta. Memang tidak biasanya tetapi kemungkinan ada sesuatu yang harus dibicarakan dan sangat penting.

.

.

.

Di sebuah taman yang diramaikan oleh banyak orang, Daniar Rowland sudah menunggu kedatangan Celphius di sana dengan pandangan yang celingak-celinguk ataupun sesekali memeriksa ponselnya.

Banyak anak-anak yang berlarian ke sana ke mari dengan pengawasan orang tua mereka tanpa mau mengalihkan pandangan sedikit pun. Karena ini hari Minggu tentu banyak orang yang memilih untuk liburan.

Sesekali pikiran Daniar tertuju pada anaknya kelak yang pastinya sangat bahagia saat orang tuanya mengajaknya ke sebuah taman yang luas untuk bermain dan bertemu dengan teman-teman yang lain di sana.

Bibirnya terangkat secara tidak terduga setelah membayangkan anak kecil yang duduk di sampingnya saat itu. Tetapi sekarang bukan itu yang harus dipikirkan. Daniar harus fokus pada pertemuannya dengan Celphius.

‘Kenapa dia belum datang juga? Biasanya Celphius selalu datang tepat waktu. Tapi sekarang terlambat. Apa di jalan sangat macet?’ gumam Daniar dalam hatinya.

Untuk menghubunginya pun Daniar sangat ragu-ragu karena di antara mereka tidak memiliki hubungan apa pun selain teman dari pertemanan kedua keluarga. Daniar hanya perlu menunggu sebentar lagi.

“Nona Rowland.”

Setelah menunggu beberapa detik, Celphius langsung datang dan menyerukan nama belakangnya dengan nada yang halus. Seperti biasa namun sangat menyebalkan. Daniar dengan senang hati menyambutnya.

Keduanya berjabat tangan. Daniar berkata, “Akhirnya kamu datang juga. Aku sudah menunggu sangat lama di sini.” Langsung mengomel karena terlambat datang.

“Saya minta maaf. Saya memiliki keperluan lain yang harus saya urus.” Pertemuannya bukan hanya Daniar saja. “Kenapa Anda meminta saya untuk datang ke sini?”

“Hm, baiklah. Silakan duduk dulu.” Daniar mempersilakan Celphius untuk duduk di sebelahnya. Keduanya duduk agak berjauhan. “Aku ingin mengatakan sesuatu.”

“Apa itu?”

Celphius tidak sabar untuk mendengarnya. Jauh-jauh dia datang ke sana dengan tergesa-gesa takutnya memang ada hal penting yang harus dibicarakan. Jika masalahnya hanya sepele, percuma saja datang ke sana.

“Kamu tahu tak kalau ayahmu dan adikmu semalam datang ke rumahku? Mereka datang bertemu dengan Ayah dan aku untuk mengklarifikasi kesepakatan kita.”

Tidak ada yang tahu soal hal itu justru Celphius baru tahu saat Daniar menjelaskannya tadi. “Saya sudah tidak tinggal bersama mereka. Apa yang mereka bicarakan?”

“Pembahasannya masih sama seperti sebelumnya. Padahal aku sudah memutuskan untuk tidak melanjutkan hubungan ini tapi mereka terus saja mendesak hal ini.”

“Aku tidak tahu harus bagaimana padahal perjodohan ini tidak ada untungnya bagi kedua belah pihak,” lanjut Daniar merasa terbebani dengan keputusan keluarga itu.

“Tentu saja ada untungnya. Anda tidak tahu? Apakah Tuan Rowland tidak mengatakan apa pun kepada Anda?” imbuh Celphius yang langsung mengungkapkan situasinya.

Daniar menggeleng, “Tidak, aku tidak tahu apa pun. Ayah hanya berkata kalau perjodohan ini bisa membuatku menikah dan memulai kehidupan yang baru denganmu.”

Rupanya, Tuan Rowland membohongi putrinya sendiri bahwa perjodohan yang saat ini mereka jalankan bukanlah sekadar perjodohan biasa. Ini adalah perjodohan bisnis. Di mana kedua belah pihak bisa saling menguntungkan.

Makanya saat itu ketika Tuan Cillian datang ke ruangan Celphius dan menginterogasi soal hubungan putranya dengan putri Tuan Rowland, beliau tampak sangat marah saat tahu anak-anaknya tidak lagi berhubungan.

Kemarahan yang hanya sekadar tubuh mematung dan wajah terkejut mengandung arti kemarahan dan kebencian di dalamnya. Celphius sangat tahu rasa kemarahan ayahnya yang terpaku pada kedataran wajahnya.

“Ini adalah perjodohan bisnis. Jika kita mulai berhubungan atau bahkan sampai menikah, maka kerja sama Tuan Rowland dan Ayah saya akan mulai terbentuk saat itu.”

“Wajar saja jika Anda tidak tahu apa-apa mengenai hal ini. Tuan Rowland pasti memiliki alasan mengapa beliau tidak mengatakan arti di balik perjodohan ini pada Anda.”

Tidak di sangka ayahnya mau berbuat seperti itu. “Ini mungkin karena aku tak suka perjodohan yang melibatkan bisnis. Apa mungkin itu alasan Ayah melakukan itu?”

Itu juga masuk akal. “Mungkin itu juga salah satunya. Saya tidak tahu apa-apa dan itu hanya dugaan saya saja. Yang penting keputusan kita sudah bulat dalam masalah ini.”

“Anda tidak perlu memedulikan apa yang mereka inginkan.” Kemudian, Celphius berdiri begitu saja setelah menasihati Daniar untuk hanya diam saja dalam hal itu.

“Tunggu! Apa kamu akan pergi begitu saja? Ini hari Minggu apa tidak sebaiknya kamu berjalan-jalan sebentar menikmati taman ini?” tanya Daniar menghentikan.

“Saya tidak memiliki banyak waktu untuk melakukan hal semacam itu. Lagi pula, jika kita masih bertemu seperti ini, akan sulit bagi kita untuk berjauhan satu sama lain.”

Celphius tetap akan meninggalkan tempat itu karena masih mempunyai beberapa pekerjaan meskipun kantor tutup di hari Minggu. Ia juga tidak bisa meninggalkan Ruby sendirian di dalam rumah yang sepi.

.

.

.

Di kediaman Blair, Flavian sedang sibuk memikirkan sesuatu yang sangat penting untuk menghancurkan kehidupan kakaknya yang sudah berani melawan perintah ayah kandungnya sendiri. Itu membuatnya muak.

Bagaimana caranya agar sang kakak bisa mengerti bahwa ibunya yang meninggalkan mereka dengan alasan yang masuk akal? Flavian merasa kasihan kepada ayahnya yang menjadi bahan penuduhan oleh kakaknya.

“Sudah jelas kalau Ibu yang meninggalkan kami karena tidak sayang pada kami, tapi Kakak tetap menyalahkan Ayah seolah-olah benar-benar Ayah yang jahat di sini.”

“Kenapa Kakak tidak mau menerima kenyataan itu? Hanya Ayah di sini satu-satunya yang menjadi orang tua kita. Bagaimanapun, aku hanya percaya pada perkataan Ayah.”

Flavian merasa ayahnya benar dan ibunya salah. Sempat terpikirkan kalau ibunya mencuci otak sang kakak untuk senantiasa menyalahkan ayahnya atas kepergian beliau dan membuat Celphius membenci ayahnya.

Hal itu menjadi satu-satunya kemungkinan yang membuat Flavian percaya kakaknya telah memihak orang yang salah. Memihak orang yang tidak ada? Bukankah itu sungguh konyol dan membuat hati tergelitik geli?

TOK!

TOK!

TOK!

CEKLEK!

Saat Flavian membuka pintu, yang datang ternyata ayahnya. “Ayah? Apa yang membuat Ayah kemari? Jika Ayah membutuhkan sesuatu aku akan mengambilnya.”

“Tidak, Nak. Ayah tidak membutuhkan apa pun. Ayah hanya ingin menemuimu saja dan mengobrol denganmu. Bolehkah?” Meminta izin terlebih dahulu pada sang anak.

“Tentu saja, Ayah.”

BERSAMBUNG

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!