NovelToon NovelToon

Pernikahan Gila

1. Kabar terdasyat

“Apa??"

"Tadi, papa ngomong apa?”

Hira menatap Pak Rafi tak percaya. Pasalnya apa yang dikatakan sang papa itu sungguh tidak masuk ke nalarnya.

"Kamu menikahlah dengan Abian."

"Sebentar. Papa serius? Papa nyuruh aku nikah sama siapa tadi? Abian?? Pa? Gak salah??"

"Iya, papa serius Hira, seperti yang papa bilang tadi, papa minta kamu menikah dengan Abian."

"Papa???" Hira bahkan kehilangan kata – katanya. Bagaimana mungkin Pak Rafi memintanya menikah dengan Abian, sementara papanya itu adalah orang yang paling tahu siapa itu Abian.

"Hira, dengarkan Papa. Ini sudah diputuskan jadi bagaimana pun juga kamu tetap harus menikah dengan Abian.”

“Apa? Yang bener aja?? Diputuskan? Siapa yang memutuskan? Dan bagaimana bisa semuanya sudah diputuskan? sementara aku aja gak tahu apa - apa? Dan kenapa juga aku harus menikah sama dia? disini Hira beneran gak ngerti." Hira masih tergelak tak percaya.

"Sebenarnya, Papa punya banyak hutang pada Abian." Pak Rafi menundukkan wajah belum - belum sudah merasa bersalah duluan. "Dan hanya dengan cara menikahkan kamu dengannya saja hutang itu bisa lunas Hir. Jadi mengertilah." Pintah Pak Rafi kemudian.

"Apa? Hutang? Hutang apa? Terus kenapa bisa sampai punya hutang ke Abian dan Hira gak tahu?"

"Sebetulnya beberapa bulan ini pabrik sudah tidak berproduksi lagi. Banyak sejumlah permasalahan disana sampai papa tidak bisa menyelesaikan sendiri. Papa mengambil sejumlah pinjaman dibeberapa bank tapi akhirnya juga tidak bisa membayar semua hutang - hutangnya. Sampai akhirnya ada Abian yang mau membantu Papa melunasi semua hutang - hutang Papa."

"Papa memang sengaja tidak bercerita ke kamu. Karna papa tidak ingin membebani kamu. Tapi sekarang Papa sudah tidak punya pilihan lain. Papa harus segera melunasi hutang itu, karna hutang itu sudah jatuh tempo dan papa tidak punya uang sama sekali lagi. Jadi mangkannya itu sekarang agar hutang itu lunas caranya adalah menikahkan kamu dengan Abian."

"Pa, bilang Hira berapa jumlah hutang yang papa punya ke Abian. Hira pasti bakalan bantuin papa ngelunasi hutang itu."

"Hutang itu sangat banyak sekali, sudah mencapai puluhan milyar bahkan lebih, kamu tidak akan sanggup Hira."

"Apa?? puluhan milyar??" Hira mengangah tak percaya luntur sudah kepercayaan dirinya tadi.

Pak Rafi mengangguk. "Sekarang tidak ada cara lain. Jadi tolong menikahlah dengan Abian Hira." Pak Rafi mengiba lagi.

Hira menghela frustasi. "Pa, tapi aku gak mau. Dan juga gimana bisa hutang itu cuma bisa dilunasi pakai cara aku menikah sama dia? Itu gak masuk akal Pa."

"Tapi inilah kenyataannya Hira."

"Pa??? Papa tahu sendirikan dia itu seperti apa? Apa Papa tega nyerahin aku ke Abian yang udah jelas - jelas dulu pernah berhianat?" Hira sudah merengek frustasi.

"Dulu itu kita salah paham Nak. Abian tidak pernah menghianati kamu. Dia dulu dijebak sama orang - orang yang iri sama dia. Karna itu sekarang Papa menyesal karna sudah berprasangka buruk tentang dia."

Hira tergelak. “Apa? Salah paham? dijebak?? dan papa percaya??'' Hira geleng - geleng.

"Papa sudah mengecek kebenarannya seperti apa. Abian memang dijebak oleh rekan saingan bisnisnya sehingga dia berakhir dengan wanita lain."

"Dijebak atau tidak, pada akhirnya dia tetep seranjang sama wanita lain. Dan aku tetep gak mau terima itu." Jika ingat kejadian itu emosi Hira rasanya langsung meletup - letup.

"Hira, tolong mengertilah. Menikahlah dengan Abian." Bujuk Pak Rafi.

"Enggak, pokoknya Hira gak mau! Jangankan menikah, melihat orangnya saja Hira udah gak sudi."

“Hira jangan begitu. Apa lagi ini juga sudah dipersiapkan. Dan tanggal pernikahannya juga sudah ditentukan."

"Enggak Pa, pokoknya Hira tetep gak mau. Ini tentang hidup Hira. Jadi papa gak bisa ngatur Hira atau menentukan pilihan yang mau Hira ambil. Jadi papa bilang aja ke Pak Iskandar sama Bu Lina itu kalau Hira menolak menikah sama anaknya itu." Ucap Hira dengan bersungut - sungut.

Pak Rafi menghela nafas panjangnya. "Baiklah kalau begitu. Kalau memang kamu tidak mau. Berarti ayo kita segera kemas - kemas, kita harus segera meninggalkan rumah ini, Nak."

Hira mengernyit tak mengerti. "Kemas - kemas?"

"Iya, rumah ini sudah bukan rumah kita lagi Nak, rumah ini sudah menjadi milik Abian. Begitu juga pabrik atau aset yang lainnya sudah papa serahkan pada Abian. Sekarang papa sudah tidak punya apa - apa lagi." Ucap Pak Rafi dengan raut wajah merasa bersalahnya.

"Apa???"

Hira terpaku. Merasa seperti tersambar petir. Berita yang baru saja dia dengar jelas membuatnya syok setengah mati.

"Maafkan papa Hira."

"Pa? Ini gak bener kan? papa bohong kan?" Hira masih syok.

"Inilah kenyataannya Nak, papa sudah tidak punya apa - apa lagi sekarang. Semuanya sudah habis tidak tersisa. Dan satu - satunya yang papa punya hanya kamu, anak papa. Tapi meskipun begitu, papa juga tidak bisa memaksa kamu untuk menikah dengan Abian. Jadi, asalkan kamu mau hidup sederhana dan menerima keadaan, papa sendiri juga akan baik - baik saja."

Hira terduduk. Mendadak gadis itu merasa frustasi. Kenyataan hidup yang baru saja dia ketahui nyatanya mampu membuat jantungnya berdegup kencang tak tentu arah. Hira jatuh miskin dalam sekejab.

"Jadi, seandainya kita keluar dari sini, kita udah gak tahu mau tinggal dimana dan mau kemana?" tanya Hira bingung. Sementara Pak Rafi mengangguk pelan penuh penyesalan.

Hira seketika langsung menghela nafas panjangnya.

"Kalau tabungan atau uang simpanan papa masih punya kan?"

"Terakhir, kemarin seluruh uang yang papa punya sudah papa bayarkan untuk finalty dan juga denda."

Hira kembali menghela frustasi. Dirinya sendiri juga tidak punya uang tabungan atau simpanan. Ada sih tapi tidak seberapa. Seandainya uang itu dia gunakan untuk menyewa sebuah rumah mungkin cukup untuk ukuran yang kecil. Tapi setelahnya mereka tidak bisa mencukupi kebutuhan sehari - hari. Sepertinya gadis itu sudah tidak punya pilihan lagi. Selain menerima permintaan ayahnya untuk menikah dengan Abian.

"Baiklah Pa, kalau begitu aku akan menikah dengan Abian." Hira pasrah sepasrah pasrahnya.

"Benar kamu mau menikah dengan Abian Nak?" Pak Rafi seketika tersenyum senang.

"Iya." Jawab Hira meskipun dengan wajah tidak ikhlas.

"Kalau begitu, terima kasih Nak, kalau kamu mau menikah dengan Abian. Papa yakin pernikahan kamu dengan Abian akan bahagia."

"Kalau itu apa kata nanti Pa, bahagia atau tidaknya." Hira sudah tidak punya ekspektasi sedikitpun tentang pernikahannya.

"Pasti bahagia Nak. Papa yakin Abian akan memperlakukan kamu dengan baik."

"Ya, terserah papa ajalah..." Hira pasrah. "Terus kapan katanya tanggal pernikahannya?"

"Tanggal 15, sebulan lagi."

"What???" Hira kembali memekik tak percaya. "Sebulan lagi? Yang bener aja Pa?? cepet banget?"

"Semua keluarga Abian sudah tidak ingin menunda lagi Hira. Mengingat kalian dulu pernah gagal menikah."

"Ya itu kan salah siapa coba yang bikin gagal nikah." Celetuk Hira kesal.

"Ya sudah jangan dibahas lagi. Yang penting sekarang kalian sudah kembali bersama."

"Papa ngomongnya kayak yang aku sama Bian balikan karna masi saling cinta aja, padahal juga karna kepaksa." Lagi - lagi Hira nyeletuk dengan nada kesal.

"Sama saja Hira, nantinya juga kalian akan saling menyayangi kembali."

"Cih!" Hira mendecih.

"Ya sudah, karna kamu sudah setuju, sekarang ayo kita siap - siap untuk menemui keluarganya Abian. Mereka itu sudah sejak lama ingin ketemu sama kamu lagi sebetulnya."

Mau tak mau suka tak suka. Hira pun melangkahkan kakinya dengan malas. Gadis itu lalu bersiap untuk menemui keluarga dari mantan tunangannya yang mungkin sudah 2 tahun lamanya loss kontak.

Hira memilih baju terbaiknya. Gadis itu juga memoles wajahnya dengan make up smooth dan natural. Hira harus tampil cantik malam ini. Dia tidak boleh terlihat lemah ataupun terlihat sedang terpuruk. Tidak ada yang boleh merendahkannya meskipun kini dirinya sudah berada dibawah kaki seorang Abian.

Hira melangkah mantap dengan percaya diri.

"Long time no see..."

***

Novel karya ketiga guys...

Semoga yang ini juga banyak yang suka ya, genrenya juga masih yang romantis - romantis.

happy reading ...

Mohon dukungannya ya ...

2. Pertemuan keluarga

Hira dan Pak Rafi memasuki sebuah rumah. Sudah jelas sekali ini rumahnya siapa. Ini adalah rumah kediaman keluarga Iskandar orang tua Abian. Yang sudah 2 tahun ini Hira tidak menginjakkan kaki. Jangan tanya bagaimana perasaan Hira saat masuk kembali kesini. Karna rasanya biasa saja. Tidak ada yang istimewa dan tidak ada yang wah meskipun rumah ini jauh lebih besar dari pada rumahnya.

"Hira ..." Dan ya, suara Bu Lina langsung menyeruak saat melihat kedatangan Hira.

"Hira, sayang. Akhirnya kamu datang Nak." Bu Lina memeluk hangat Hira.

Jangan salah, sedari dulu Bu Lina memang sangat menyayangi Hira. Bu Lina juga adalah orang yang paling terpukul saat mendengar kabar putusnya hubungan Hira dan Abian.

"Ma." Begitu juga dengan Hira, Hira juga menyayangi Bu Lina.

"Mama kangen kamu sayang, kangen sekali."

"Sama Ma, Hira juga kangen."

Beberapa saat keduanya berpelukan, tanpa peduli pada beberapa orang yang ada disekitar mereka. Hingga akhirnya tak lama pelukan itu pun terurai.

"Bagaimana kabar kamu selama ini sayang? Kamu baik - baik saja kan Hira?"

"Baik kok Ma, kayak yang mama lihat."

"Syukurlah sayang." Bu Lina menatap sayang Hira dan membelai lembut wajah ayunya. Mata Bu Lina tiba - tiba jadi berkaca - kaca.

"Ma..." Hira yang paham pun tersenyum menenangkan.

"Maaf ya sayang, mama terbawa suasana." Bu Lina menghapus air matanya. "Maaf ya Pak, saya terlalu senang karna Hira sudah mau menerima Abian lagi." Ucapnya kemudian pada Pak Rafi.

"Tidak apa - apa Bu, saya sendiri juga merasa bahagia karna anak - anak kita bisa kembali bersama." Saut Pak Rafi.

Kini beralih pada dua sosok pemuda yang sedari tadi berdiri disamping sang ibu. Mereka adalah sepasang kakak beradik yang bernama Abian dan Rega.

"Pak," Rega menyapa lebih dulu Pak Rafi kemudian menyapa Hira. "Mbak,"

"Hay Ren," Sapa Hira begitu ramah pada Rega.

Rega kini sudah tumbuh menjadi sosok lelaki dewasa. Pemuda itu kini sudah terlihat begitu rupawan dan kharismatik.

"Gimana kabarnya Mbak? Aku kangen lo Mbak sebenarnya selama ini sama Mbak. Tapi aku takut mau hubungin Mbak duluan."

"Lah ngapain juga takut? emang tampang aku nyeremin?"

"Ya gak gitu Mbak, cuma takut aja nanti sama Mbak Hira malah gak dibales."

"Ya pasti aku baleslah Ren, kamu kan gak salah apa - apa." Jawab Hira yang jelas dengan nada penuh sindiran.

"Hehehe. Iya juga sih, yang salah kan Mas Bian ya? kenapa selama ini aku yang jadi insecure gini mikirnya." Celetuk Rega dengan tampang polosnya. Membuat Hira jadi terkikik.

"Aaahh!!" Rega memekik. Kepalanya tiba - tiba dipukul seseorang yang tidak lain adalah sang kakak. "Mas ... sakit tahu!" Rega meringis.

Abian tersenyum mengejek. Dan kemudian Abian membuat sebuah kode yang mengisyaratkan agar Rega jangan banyak bicara.

"Ish!! dasar psikopat." Gerutu Rega.

Tak peduli pada Rega. Abian sekarang lebih memilih menyapa sang calon mertua.

"Pa, berangkat jam berapa tadi? gak kena macet kan?" Abian basa - basi. "Duduk Pa." Abian juga mempersilahkan duduk.

"Gak kok, tadi untungnya perjalananya lancar." Saut Pak Rafi.

"Syukur kalau begitu. Soalnya biasanya jam segini rawan sekali sekarang disekitar sini macet."

Pak Rafi manggut - manggut.

"Maaf ya ini kebetulan Papanya Bian lagi ada perjalanan bisnis mulai seminggu yang lalu, jadi gak bisa ikut menemui juga." Bu Lina berucap.

"Gak apa - apa. Pak Reno kan memang sibuk orangnya jadi wajar saja."

Abian melirik Hira. Niat hati lelaki itu ingin menyapa Hira. Tapi saat itu Hira lebih dulu memalingkan wajah ke arah Bu Lina. Gadis itu dengan sengaja menghindari Abian. Abian tersenyum tipis melihatnya.

"Jadi bagaimana Pak?" Bu Lina bertanya. "Apa Hira mau menerima Abian kembali?" Wanita paru baya itu menatap Hira penuh harap.

Sementara Hira yang ditatap langsung kikuk dan mengalihkan perhatian. Karna sejujurnya dalam hatinya Hira sungguh tidak mau dan tidak sudi sama sekali untuk kembali bersama seorang Abian. Jadi ketika ditatap seperti itu oleh Bu Lina, Hira tak bisa.

"Iya, kedatangan kita hari ini karna ingin menjawab pertanyaan itu." Saut Pak Rafi. "Hir, bagaimana kamu mau kan menerima Abian kembali?" Pak Rafi bertanya pada sang anak.

"Papa udah tahu kan jawabnya." Saut Hira.

"Lebih baik kan kamu yang memberitahu mereka langsung."

"Sama aja Pa, Papa aja deh."

"Kenapa Mbak Hir? malu ya?" Rega nyeletuk menggoda Hira.

Hira tersenyum palsu. Iya, anggap aja begitu.

"Cie, gitu aja malu." Goda Rega.

"Ya sudah kalau memang kamu malu dan gak mau bilang sendiri, gak apa - apa kok sayang. Yang penting kamu mau kembali sama Abian dan menikah lagi sama dia." Bu Lina merasa senang. Dan lagi - lagi membuat Hira tersenyum palsu. Tetapi saat matanya tak sengaja bertemu dengan Abian, senyum itu langsung lenyap seketika dan berganti dengan lengosan.

Abian tersenyum geli. Masih saja dendam saja dia ternyata.

Sejak deklarasi persetujuan pernikahan tadi diucapkan. Maka obrolan berubah arah berganti menjadi seputar persiapan pernikahan. Mulai dari undangan, souvenir, baju pengantin, tempat dan acaranya. Semua dibicarakan disini.

Hira hanya iya - iya saja. Terserah bagaimana orang tua mengatur. Sejak awal Hira memang sudah tidak antusias sama sekali. Hira sudah terlihat lelah dan bosan. Dan segera ingin mengakhiri pertemuan ini.

"Hir, bisa kita ngobrol berdua sebentar?" Kata Abian tiba - tiba. Pemuda itu terlalu peka kalau Hira tidak berminat sama sekali dengan obrolan seputar persiapan pernikahan mereka.

Hira mengernyit. Ngapain Abian tiba - tiba mengajak dia ngobrol.

"Ikut aku, ketaman belakang." Abian lalu bangkit. "Ma, Pa, saya sama Hira ketaman belakang." Pamitnya kemudian.

"Oh, iya, sayang. Nikmati waktu kalian berdua ya." Sang mama bahkan memberi kode godaan pada Abian.

Hira mengikuti Abian. Mereka menuju taman belakang. Disana keduanya kemudian duduk di gazebo.

"Lomg time no see ..."

"Long time no see, long time no see. Perasaan baru juga seminggu yang lalu kita gak sengaja ketemu di nikahannya Mila. Pakai acara bilang long time no see. long time no see segala." Hira langsung mendecak membalas sapaan Abian.

Abian langsung terkekeh melihat reaksi Hira.

"Udah seminggu kan? berarti sama saja sudah lama kan? Dalam seminggu itu ada 7 hari. Dalam sehari ada 24 jam. Lah kalau 7 hari dijadikan jam berarti 24 x 7 sama dengan ... sudah 168 jam. Terus kalau djadikan menit berarti 168 x 60 menit em ... 1440 menit, terus kalau di detikin berarti 1440 x 60 detik berapa itu jadinya, coba kamu hitung pasti banyak banget itu." Balas Abian.

"Gak penting banget mau ngitung waktu."

"Ya biar gak penasaran, coba deh kamu hitung. Cepet."

"Ish! bentar. Berapa kata kamu tadi?" Hira mengeluarkan ponselnya dengan malas. "1140 x 60 kan?" Hira mulai mengetik. "Ish!!!" Tapi tiba - tiba langsung dia urungkan karna tersadar. Kenapa dia jadi menuruti perintah Abian?

Abian kembali terkekeh. Lelaki itu berhasil mengelabuhi Hira.

"Gak lucu!"

"Yang bilang lucu itu memangnya siapa? orang aku cuma ketawa aja kok."

"Ck!"

"Kamu belum berubah ya... Masih aja gampang dikibulin."

"Kamu juga gak berubah. Kamu masih aja suka mainin perasaan orang!" Balas Hira penuh dengan nada sindiran. Membuat Abian sedikit tersentak tapi kemudian berusaha dia tutupin kembali.

"Em, kayaknya itu memang bakatku." Ucap Abian dengan sikap jumawanya.

"Cih!"

Abian tersenyum melihat tanggapan Hira yang ketus sekaligus jutek itu.

"Gimana kabar kamu?" Tanya Abian kemudian.

"Lo liatnya gue gimana?"

Ah, Hira mengubah panggilannya menjadi gue lo. Membuat Abian diam - diam merasa kecewa.

"Gue lihatnya," Abian membalas Hira, kemudian memperhatikan penampilan Hira yang sangat cantik itu. "Lo kayaknya, tambah seksi aja." Godanya kemudian.

"Ish!! dasar mesum!!!"

Abian terkekeh lagi. Puas sekali bisa menggoda Hira kembali.

"Kenyataannya memang begitu lo Hir, lo makin hot aja. Bagian depan, bagian belakang makin berisi aja."

"Ish!!" Hira semakin mendengus kesal.

"Bikin gue jadi tambah suka aja. Kalau gini gak nyesel gue bilang minta kawin lagi sama lo." Kan? belum apa - apa Abian sudah bikin migran.

"Kayaknya unfaedah banget gue ngobrol sama lo disini."

"Mending ngobrol sama gue lah, didalam lo jelas - jelas bosen."

"Lebih bosen lagi lihat muka lo dari deket kayak gini, tahu!"

Hira hendak meninggalkan taman belakang saat dengan tiba - tiba Abian lebih cepat menarik lengan Hira. Hingga membuat gadis tersebut terhuyung dan jatuh dipangkuan sang mantan tunangan.

"Aahhh ..."

Sejenak keduanya terpaku pada posisi masing - masing.

Hira dan Abian saling tatap. Keduanya tiba - tiba merasa getaran aneh pada diri masing - masing. Apa lagi aroma wangi dari tubuh mereka tiba - tiba menyeruak mengisi semua indra penciuman.

Abian mengarahkan wajahnya mendekat.

Cup.

3. Abian Si Psikopat

Pla**k!!!.

"Aaahhh..."

Satu tamparan berhasil mendarat di pipi Abian. Berani - beraninya lelaki itu mencium bibir Hira tanpa permisi.

"Lo mukul gue?" Abian melotot tak percaya.

"Iya kenapa? Dasar tukang mesum! Gak sudi gue di cium sama lo. Ish!!!" Hira mengusap bibirnya kasar, membersihkan bekas - bekas najis pada bibirnya yang seksi itu.

"Lo kira gue sudi nyium lo? Lo gak inget, itu tadi lo yang minta?"

"What??" Hira tergelak kesal tak percaya. "Apa lo bilang, gue yang minta?? Dari mana ceritanya? Lo kira gue gak waras sampai minta lo cium, ha?"

"Emang lo lagi gak waraskan, lo juga tiba - tiba duduk dipangkuan gue." Sungguh Abian ini playing victim sekali.

"Heh! Yang narik tangan gue tadi siapa?"

"Gue."

"Kan? Lo sendiri tahu!"

"Tapi lo yang milih buat duduk dipangguan gue Hira Yasmin."

"Dan itu gara - gara lo narik tangan gue Abian Iskandar. Kalau lo gak narik tangan gue, gue juga gak bakalan jatuh dipangkuan lo!"

"Lo jangan playing victim deh Hir. Harusnya kalau udah tahu gitu, harusnya lo cepet - cepet pindah. Tapi tadi lo malah menikmati banget duduk dipangkuan gue. Gue tahu sih, paha gue ini emang pangku ebel banget, mangkannya lo betah." Ucap Abian dengan nada mengejeknya.

"Wah ..." Hira mendecak. Sungguh sebuah kepercayaan diri yang mungkin hanya dimiliki oleh manusia tak tahu malu saja. "Ternyata sekarang lo narsis juga ya? Gak sadar diri banget lo sekarang jadi orang."

Abian terkekeh mendengar sindiran Hira. Rasa sakit akibat tamparan Hira juga mendadak hilang karna serunya menggoda Hira.

"Gak bisa. Gue udah gak bisa!" Hira tiba- tiba memekik. "Gue udah gak bisa nikah sama lo. Lo terlalu gila buat gue nikahin dan gue juga masih dendam sama lo. Jadi lebih baik kita akhiri disini." Seru Hira yang dalam sekejab mampu menghilangkan senyum diwajah Abian.

"Sayangnya lo udah gak punya pilihan. Lo gak bisa menolak pernikahan ini." Saut Abian tegas.

"Kenapa gak bisa? semua itu terserah gue. Jangan karna sekarang gue jatuh miskin dan semua harta keluarga gue ada ditangan lo, terus lo beranggapan gue udah ada di bawah kaki lo ya."

"Yap, itu lo tahu." Saut Abian jumawa.

Hila tergelak."Dan lo kira karna itu semua gue gak punya pilihan?" Hira menatap tajam Abian. "Lo salah, meskipun gue udah jatuh miskin, tapi gue masih bisa hidup tanpa lo!"

"Dan lo kira gue bakalan biarin lo hidup tanpa gue?" Abian membalas tatapan Hira dengan sedikit meremehkan. "Itu tidak akan terjadi, Hira Yasmin. Selamanya lo akan ada dibawah kekuasaan gue."

Hira meremas ujung dressnya. Rasa kesal dan bencinya sudah sampai ubun - ubun. "Silahkan, karna gue gak akan biarin lo ganggu hidup gue."

"Oke, coba aja kalau lo bisa. Kalau memang lo mau lepas dari gue. Bayar dulu hutang - hutang bokap lo itu."

"Pasti gue bayar, pasti gue lunasin, emang berapa sih utang bokap gue? Lo kira gue gak bisa bayar, ha?"

"Oke, jadi kapan kira - kira mau lo bayar?"

"Secepatnya."

"Secepatnya itu kapan? Gue butuh tanggal tepatnya."

"Yang pasti secepatnya!"

"Tanggal pastinya Hira Yasmin." Abian menekan intonasi suaranya.

"Ish!!" Hira mendengus kesal, sambil sedikit berpikir. "Setahun!"

Abian tergelak, bisa - bisanya wanita ini bilang setahun. "Ya mana bisa setahun? Enak di lo dong kalau selama itu. Bisa - bisa lo malah kabur lagi nanti." Ucap Abian meremehkan. "Gak bisa, gue maunya sebelum tanggal pernikahan kita,lo udah harus ngelunasi semua hutang - hutang bokap lo."

"Ck! Oke." Meskipun tak yakin Hira menjawab.

"Oke, lo udah tahukan berapa jumlahnya?"

"Berapa emangnya?"

"Satu. Satu setengah triliyun."

"Oke, 1,5T" Hira mengangguk.

"What? What?????" Hira mendadak oleng. Itu uang 1,5T itu berapa banyak nolnya?

Abian tertawa puas melihat ekspresi kaget Hira. Gadis itu pasti tidak mengira kalau jumlahnya sebanyak itu.

"1,5T??? Lo gila? kenapa bisa segitu banyaknya? Jangan - jangan lo sengaja ya naikin jumlah hutangnya???"

"Mana ada begitu. Lo kira gue renternir." Abian tak terima.

"Ya gimana bisa hutang papa segitu banyaknya? Kalau gak emang dengan sengaja lo naikin hutang papa? Lo kira gue bakalan percaya? Apa lagi katanya semua asetnya papa udah lo ambil semua. Jadi ini semua gak masuk akal."

"Lo kira bisnis papa lo cuma bisnis abal - abal yang perputaran uangnya cuma sejuta dua juta sebulan? Kalau cuma segitu, apa kira - kira lo bisa hidup mewah selama ini? Permasalahan di perusahaan papa lo itu komplikated. Mulai dari karyawan, bahan baku, proses produksi sampai terget pemasaran semuanya hancur. Menejemennya semuanya berantakan. Jadi gak salah kalau akhirnya papa lo bisa sampai rugi besar." Jelas Abian yang berusaha dicerna dengan baik oleh Hira.

"Asal lo tahu, nilai hutang 1,5T itu juga karna gue berbaik hati sama papa lo. Itu aslinya 2T lebih kalau sama bunganya. Jadi karna itu, sekarang semua keputusan ada ditangan lo. Kalau lo mau lepas dari gue, silahkan lo lunasi hutang lo sebelum tanggal pernikahan. Tapi kalau lo gak bisa ngelunasi hutang - hutang itu, ya lo tetep harus nikah sama gue. Toh, apa salahnya menikah sama gue? Gue tampan, gue juga kaya raya dan yang terpenting semua hutang - hutang keluarga lo bisa lunas." Seru Abian jumawa membuat Hira muak yang mendengar.

"Oh iya, satu lagi." Abian melangkah mendekat. "Meskipun lo lagi berusaha ngelunasi hutang ke gue. Jangan sampai nantinya lo jual tubuh lo ke orang lain atau bahkan lo jual organ - organ lo. Karna nanti gue pengennya, gue yang ngelakuin itu semua." Abian tersenyum smirk.

Hira langsung mendengus kesal. "Dasar psikopat!!"

"Psikopat special for you." Abian tersenyum mengejek. "Jaga diri baik - baik. Jangan sampai tubuh ini lecet. Karna dia udah jadi hak milik gue." Abian membelai lembut rambut Hira.

"Ish!!!" Dan Hira langsung menepis tangan itu kasar sambil menatapnya tajam. "Jangan sentuh - sentuh!"

Hira dan Abian sudah kembali kedalam. Wajah stres Hira begitu kentara sejak dia dari taman belakang. Sementara Abian, tampak lebih bersemangat.

"Sayang, gimana besok kamu bisa kan fitting baju?" Bu Lina tiba - bertanya.

"Hah? Apa ma?"

"Besok kita fitting baju pengantin. Ini mama udah bikin janji temu sama butiknya."

"Oh, iya ma, iya." Hira mengangguk - angguk seperti orang bodoh. Dan itu semua ternyata tidak luput dari perhatian Rega.

Rega mendekat pada sang kakak lalu membisikkan sesuatu.

"Mas, lo apain Mbak Hira? Kenapa mendadak kayak orang linglung gitu?"

"Gue cium."

"Hehh???" Rega menatap tak percaya sang kakak. "Seriusan?" Dan Abian malah tersenyum smirk. Mendadak Rega jadi merinding sendiri. Kakaknya ini memang sudah gila rupanya.

"Gila. Bener - bener gila. Udah main cium - cium aja. Gak kasian apa sama itu calon binik langsung cengong gitu mukanya."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!