Ana caroline yg hidup di ibu kota dengan kedua adiknya Andi shyaputra sekolah menengah kelas 9 dan Tuti Arsyita masih sekolah dasar kelas 4.
Kesusahan yang di alaminya semenjak kepergian papanya setahun yang lalu.
Dia harus menghidupi kehidupan mereka bertiga semenjak kepergian sang papa, dan dia juga berkeinginannya untuk menyekolahkan adik-adiknya.
Dia sekarang sudah kelas 12 tingkat atas, dia terkadang kesusahan dalam membagi waktu bekerja dan merawat adik- adiknya.
Belum lagi si bungsu yang masih kecil, yang membutuhkan lebih banyak waktunya.
Adik pertamanya dewasa sebelum waktunya,
terkadang dia menangis d sela sela istirahat malamnya.
Tidak ada waktu hang out bersama teman - temannya, tapi dia tidak merasa iri ataupun bersungut - sungut kerna itu.
Ini sekolah ke 2 nya di tingkat atas,
Walaupun Dia beasiswa tapi terkadang Donatur hanya bisa mendengar suara - suara pemegang Saham sekolah tersebut.
Anak- anak manja itu keberatan maka mereka bisa bersuara mengeluarkan yang tak bermodal.
Dan sekolahnya yang sekarang adalah sekolah elit, tapi kerna dia termasuk jenius maka dia mendapatkan kesempatan bersekolah di sekolah ini, ya kerna seorang donatur juga.
Hari ini tidak seperti biasanya, dia terlambat masuk kelas, ya tau sendiri, mengurus 2 adik sebelum sekolah itu tidak gampang juga, apa lagi kalau salah satunya sakit.
Tok Tok Tok
"Maaf pak saya terlambat"
kata Ana yg baru datang, pak Irwan yang merasa terganggu saat menerangkan pelajaran menoleh ke pintu dengan mata tajamnya.
'aduh' batin Ana
'saya dah di pelotot in' ringisnya sambil sedikit menunduk.
"Sudah berapa kali kamu terlambat?!"
bentak pak Irwan guru Sastra, Guru yang terkenal wibawa, tegas dan juga Tampan, he he he,
emang ya, tiap- tiap sekolah selalu saja ada salah satu guru yang tampan buat pemanis sekolah.
Apalagi nih guru masih lajang, pasti banyak penggemarnya, hanya saja dia rada rada judes (kayak cewek aja ya) tpi untuk mendisiplinkan murid memang harus galak diki, dikit aja pak, jangan banyak banyak, he he
"Sekali lagi bapak tanyak, berapa kali kamu terlambat?!"
ulang pak Irwan kerna Ana masih saja diam.
"Baru kali ini kok pak" jawab salah satu murid yang duduk d bagian belakang,
akibatnya semua mata menoleh ke belakang.
'Boy?' semua bergumam dalam hati,,
'tumben?' hmm
"Diam kamu! Apa kamu yang bapak tanyak ?!"
bentak pak Irwan.
semua kembali memandang Boy lagi.
"apa lihat lihat!" bentak Boy dengan suara agak pelan kepada teman sekelasnya.
akhirnya semua kembali memandang ke depan lagi.
"Sudah berapa mata pelajaran kamu terlambat?!"
tanyak pak irwan lagi dengan nada yang masih keras.
"Baru satu mata pelajaran pak" jawab Ana sambil menunduk.
"Kerna kamu seorang wanita, bapak tidak akan menghukummu dengan push up, tapi kamu harus berjalan berjongkok dari pintu itu ke tempat dudukmu"
"HAH!?"
semua tercengang tumben bapak ini rada rada galak kepada Ana, padahal biasanya Ana selalu d pujinya kerna mendapat nilai tertinggi d mata pelajarannya.
Kecuali Vera dan Yuni, mereka senyum senyum merasa senang.
'walau kamu pintar bukan berarti tak bisa d hukum' batinnya
"Saya tak bisa pak"
jawab Ana lirih
"Kenapa?!"
Ana hanya menunduk,,
"Hmm, Kenapa kamu terlambat?"
Ana masih menunduk, diam
"Ngurus bayinya kali pak" sahut Vera dengan tawa mengejek, yang lain ikutan tertawa.
Ana hanya meliriknya
"Ngurus bayinya kali pak" sahut Vera dengan tawa mengejek, yang lain ikutan tertawa.
Ana hanya meliriknya
"Kalau begitu kamu harus lakukan seperti perintah bapak tadi, ini hukuman!"
"itu tak etis pak, rok dia pendek"
Boy yang menjawab,
"Hei, kamu kok bela bela dia sih!" cegah Vera yang merasa Boy pasang badan untuk Ana.
"Sudah, Sudah!" bentak pak Irwan lagi "Kamu bisa nggak?!"
Ana cuma menggeleng
"Kalau begitu, Kamu keluar!"
"jangan ikut pelajaran Bapak hari ini!"
Dengan menahan air mata Ana berlari keluar meninggalkan kelas.
Dia menuju taman belakang, di situ dia menangis sesegukan sambil menahan agar tidak mengeluarkan suara, berjongkok d sebelah pohon bonsai yang rimbun, agar tidak ada yang melihat.
'Sebenarnya apa yang ku sedihkan?' batinnya
'bukankah aku sudah tahu konsekuensinya kalau terlambat'
'Apakah kerna pak irwan yang biasa lembut tiba- tiba galak?'
'atau?'
Belum selesai Ana dengan pikirannya tiba tiba ada yang memegang bahunya, dia melonjak kerna terkejut.
Dia menoleh sambil mengusap air matanya,
Ternyata Boy, dia memberi sapu tangannya.
"Terimakasih"
"Selesai mata pelajaran pak Irwan kamu masuk"
timpal Boy
Ana hanya diam menunduk sambil melap air matanya dengan sapu tangan yang d berikan Boy kepadanya.
Ketika dia menoleh lagi, Boy sudah tidak ada d belakangnya.
Dia cuma melongo 'hantu' batinnya
Dia berdiri untuk memastikan dan melihat kiri kanan, tak ada
'benar benar hantu'
'tapi sapu tangan ini nyata'
Akibatnya air matanya dah menguap entah kemana, kesedihan tadi hilang menguap d ganti dengan planga plongo nya.
Selesai mata pelajaran pak Irwan, Ana kembali ke kelas.
Semua memandangnya, ada yang iba ada yang mencibir, terutama Vera dan Yuni
mereka tetap mengeluarkan kata kata yang menyindir tapi Ana tidak ambil pusing.
Sabar, setengah tahun lagi fikirnya.
Sekilas Ana melihat tempat duduk Boy
'kosong' 'kemana dia' batinnya
Ana langsung duduk di tempat duduknya, yang bersebelahan dengan Mira teman dekatnya.
"Na, lihat! Guru favoritmu itu, galak pisan eeeiii"
Ana cuma diam dan meletakkan tasnya
"Oya, Na Ada loh murid baru" sambung Mira lagi.
"siapa ? kok bisa dah mau tamat pindah sekolah?"
"Biasalah hanak horang haya, yang penting punya duit, mau pindah kapanpun bisa aja"
"tanpa masuk sekolah aja bisa dapat ijazah jangan heran Na"
Ana cuma manggut manggut,,
"Kamu kenal?" tanyak Ana lagi
ada perasaan kepo juga.
"Kenal dekat sih tidak, cuma saya tahu namanya doang dan lihat wajahnya dri jauh tadi"
jawab Mira sambil nyengir.
"ohh, emang siapa namanya?"
Ana penasaran juga
"Namanya Boby, tepatnya Boby Dirgantara, dia di kelas sebelah, nanti aku kenalin ke kamu"
jawab Mira bangga
'Dirgantara, seperti pernah dengar' batin Ana,
tpi siapa dan d mana dia dengar itu, dia dah lupa.
"Ndak usah kenalin, cukup kamu tunjukin aja orangnya dri jauh aja, jangan dekat dekat malu aku" timpal Ana
"Ok" sahut Mira
"Oya kemana Boy"
"Entalah, tadi ketika kamu keluar, dia juga ikutan keluar, dan belum juga kembali sampe sekarang" Mira menerangkan
Beberapa menit kemudian Boy kembali masuk dan duduk dengan diam d pojokan belakang, sekilas dia melirik Ana.
"Oya Na, kamu kok terlambat sih, tumben?"
tanya Mira
Tapi Ana cuma diam
"Ya sudah kalau kamu tidak mau menjawab, tdi untung aja kamu di bantuin sama si Berandalan itu"
"Ya sudah kalau kamu tidak mau menjawab, tdi untung aja kamu di bantuin sama si Berandalan itu"
"kok, Berandalan? Siapa berandalan?"
"Ya itu, si Boy lah" Bisik Mira
"lho, kenapa kamu sebut brandalan?"
"ya, ya, kamu memang belum lama di sekolah ini, jadi belum tahu tetang siswa di sini"
"hmm, kamu juga jarang bergaul lagi, aku jadi sedih ndak bisa ajak kamu hang out"
"Maaf Mir, kan kamu tahu aku harus bekerja selesai pulang sekolah"
"hei, hei, trus lanjutkan knapa Boy d juluki begitu"
"Ck, Dia kurang deket sama ortunya, dia juga ndak tinggal bersama orang tuannya,
Dia anak geng motor juga, tukang gebuki juga, ish, banyak deh pokoknya yang brutal brutal"
"untung aja kakeknya sayang ama dia,
horang haya lagi, siapa yg nggk kenal keluar Prasetyo"
"cabang perusahaan papanya ada d mana mana, belum lagi kakenya kan pemilik sekolah ini"
Mira menjelaskan panjang kali lebar.
"Belum lagi keluarga mamanya, beeehh, lembaga sosial Dirgantara kan di kelola keluarga mamanya"
Ana cuma manggut manggut.
'Heh?'
'Dirgantara, lagi'
'duhh, pernah dengar saya tpi d mana ya?'
Dari tadi mereka asik ngobrol sampe tidak sadar bahwa guru dah duduk di depan kelas memelototin mereka.
"Sudah cukup ngobrolnya Mira!?"
Mira tersentak dan langsung memperbaiki posisi duduknya.
Pelajaran berlanjut sampe jam istirahat.
Bel berbunyi Mira langsung menarik tangan Ana keluar, mencari posisi yang strategis untuk melihat siswa yang keluar dari kelas sebelah.
Ana cuma manut saja, tanpa bisa berontak
"noh, noh, lihat itu cowok baru pindahan.
wuuihhh, gantengnya uiii, uiii, wuih ganteng aawwwmm" Mira cengingisan
"Ooooo'' Ana cuma ber 'O' saja sambil manggut manggut.
Mira cuma melongo.'Kok O?'
belum sempat Mira ngomong Ana sudah menariknya hendak ke kantin.
Tpi tiba- tiba sebelum mereka sampai ke kantin, ada siswi yang mencegat
"Hai, kak, apakah kaka kelas 12 A?"
siswi itu bertanya
"iya, kenapa?"
"Apakah kaka yang bernama Ana caroline?"
"Ya, saya, kenapa?"
"kaka di panggil pak Irwan ke kantornya"
Jawab siswi itu dan berlalu, Ana mematung dan kemudian saling berpandangan dengan mira, saya menghadap pak irwan dulu, mungkin ada tambahan hukuman" guman Ana lesu, Mira cuma bisa manggut manggut sambil mengerucutkan bibirnya.
ada kekecewaan d matanya
Ana masih berdiri beberapa menit d depan pintu kantor pak Irwan sebelum mengetuknya.
Tok, tok, tok
"Masuk!" suara dari dalam
"Apa bapak memanggil saya ?" tanyak Ana ketika sampai di depan meja pak Irwan.
"Ya, duduk!" jawab pak Irwan tanpa menoleh yang masih sibuk dengan kertas kertasnya di atas meja.
Ana duduk, tapi Semenit, dua menit, tiga menit, pak Irwan belum juga angat bicara.
Kaki Ana sudah bergoyang goyang di bawah kerna gugup.
"Ada apa pak?" tanyanya memberanikan diri
"hmm" pak irwan meletakan kertas kertas tersebut dan pena d tangannya dan menatap langsung kemata Ana.
Masih diam beberapa saat, Ana cuma bisa menunduk kembali sambil mengcuil cuil kukunya.
"Apa kamu marah sama bapak? " pak irwan bertanya dengan suara yg rendahnya.
'aiisshhhh,' batin Ana
"maksud bapak?" ada sedikit kebingungan di hati Ana.
"Apa kamu tidak marah sama bapak, kerna bapak tadi bentak kamu dan menghukummu?"
'what the hell?' batin Ana, 'biasa kale guru menghukum murid'
'agak agak laen nih bapak' fikirnya, tpi dia menuduk saja.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!