NovelToon NovelToon

Pernikahan Beda Kasta

PBK Bab 1 - Kabar Buruk

Zila gadis berparas manis dan cantik yang baru lulus sekolah menengah atas itu duduk termenung di sebuah taman. Nazila Aurora Sahara nama lengkapnya. Ia baru saja mengakhiri hubungannya dengan kekasihnya yang terpaksa harus meninggalkan dirinya untuk pergi ke luar negeri.

Kekasihnya itu harus menemui Ayahnya yang sejak lahir tidak pernah ia lihat. Semua itu atas permintaan Ibunya. Dengan berat Zila melepaskan kekasihnya pergi tanpa tahu kapan ia akan kembali. Tiga tahun pacaran tapi dari kecil mereka sudah bersama, sekolah dan di besarkan di kampung yang sama.

Tidak mudah mengikhlaskan kepergiannya.

Keesokan harinya Zila yang bangun agak siang, dirinya di kejutkan dengan berita jatuhnya sebuah pesawat yang rutenya sama dengan tujuan kekasihnya. Tepatnya mantan kekasihnya, mereka telah putus tapi Zila masih setia dengan perasaannya.

Seluruh penumpang pun dinyatakan meninggal. Zila dan semua orang yang ada di rumahnya itu pun menganggap kekasih Zila juga ikut menjadi korban jatuhnya pesawat itu.

"Putuslah dengan ku, aku tidak mau kamu menungguku. Menunggu hanya membuatmu berharap. Harapan yang tidak tercapai akan membuatmu kecewa. Aku tidak ingin membuatmu kecewa."

Itulah kata-kata yang ia ucapkan terakhir kali kepada Zila. Kini Zila tahu kenapa kekasihnya itu tidak ingin dirinya menunggu. Ternyata kepergiannya untuk selama-lamanya.

Seketika hidup Zila menjadi sendu. Kini tidak ada seseorang yang spesial dalam hidupnya. Kedua orang tuanya sudah meninggal tiga tahun lalu. Zila kini tinggal bersama paman dan bibinya.

Lima tahun kemudian Zila menjelma menjadi wanita yang anggun dan cantik.

Lima tahun tidak mengubah apapun dalam hidupnya. Paman dan Bibinya memintanya untuk menikah, Zila yang belum bisa melupakan kekasihnya menolak keinginan paman dan bibinya. Ia memutuskan pergi ke kota untuk mencari pekerjaan.

Ramona temannya yang berada di Jakarta memberitahu dirinya bahwa di tempat kerjanya sedang membutuhkan karyawan.

"Apa kamu serius untuk pergi ke Jakarta, Nak?"

"Iya Bik, Zila akan bekerja di sana."

"Kamu hati-hati di Jakarta, di sana tidak sama dengan di sini."

Paman dan Bibinya memberikan nasehat kepada Zila yang saat itu sedang sibuk menyiapkan makanan.

"Ingat adik-adik mu. Jangan sampai kamu salah pergaulan. Adik-adik mu akan menjadikan mu sebagai contoh."

Nasehat pamannya tidak putus-putus saat mengetahui keputusan Zila untuk pergi ke Jakarta.

Sebenarnya mereka berat untuk melepaskan Zila untuk pergi sendiri ke Jakarta.

Karena mereka yakin Zila anak yang baik, mereka pun percaya kepada Zila.

"Lanjutkan makan mu, paman tidak selera makan."

Meskipun mengizinkan Zila pergi, pamannya tetap kepikiran.

"Kamu harus janji sama Bibi dan Paman mu, kalau di Jakarta kamu bisa jaga diri."

"Iya Bi. Zila akan baik-baik saja di sana. Zila akan bantu Paman dan Bibi untuk membayar hutang. Jadi Bibi jangan khawatir Zila akan jaga diri."

Zila sudah cukup menyakinkan Paman dan Bibinya.

Besok pagi Zila akan berangkat ke Jakarta, ia akan menemui Ramona sahabatnya.

Zila akan bekerja dan uangnya untuk membantu paman dan bibinya membayar hutang dan membiayai adik-adiknya sekolah.

Meskipun Zila tidak memiliki adik kandung ia sudah menganggap anak dari paman dan bibinya sebagai saudaranya.

Paman dan bibinya sudah menganggap dirinya sebagai anak sendiri.

Mereka tidak membeda-bedakan Zila dan dua anaknya Lyonna dan Kevin.

Zila yang memiliki kenangan buruk tentang pesawat, ia memilih untuk pergi ke Jakarta menggunakan Bus. Tidak membutuhkan waktu lama ia pun sampai di Jakarta dan bertemu Ramona.

Ramona membantu Zila untuk melamar kerja di tempat di mana dirinya bekerja.

Karena sedang membutuhkan karyawan, perusahaan itu pun menerima Zila untuk bekerja sebagai asisten CEO sekaligus office girl merangkap cleaning service.

Sama seperti Ramona, bedanya Ramona sudah bekerja lebih dulu dan mereka juga di tugaskan di ruangan yang berbeda.

Zila menyukai pekerjaannya, tidak ada kendala apapun yang ia temui di sana. Teman-temannya pun baik kepadanya.

Beberapa bulan bekerja di sana, Zila sudah terbiasa tinggal di Jakarta. Zila mulai mandiri dan tidak lupa ia mengirimkan uang kepada paman dan bibinya.

Kehidupan Jakarta juga tidak merubah seorang Zila, ia masih seperti Zila lima tahun yang lalu. Tidak sedikit teman cowoknya menyukai dirinya.

Tapi, Zila seperti membeku. Dirinya belum bisa melupakan masa lalunya. Zila begitu betah dengan kesendiriannya. Trauma yang dalam telah menyebabkan Zila takut untuk mencintai. Kedua orang tuanya pergi secara bersamaan dan meninggalkan luka yang dalam. Tiga tahun kemudian, kekasih sekaligus sahabat kecilnya itu pergi untuk selamanya.

Zila belum bisa memberikan hatinya lagi kepada laki-laki lain. Zila tidak tahu sampai kapan ia akan seperti itu, ia hanya mengikuti kata hatinya. Ia hanya menjalani takdirnya.

"Kamu belum tidur La?" Ramona yang baru pulang setelah keluar dengan pacarnya menemukan Zila yang masih belum tidur.

"Aku belum ngantuk Mon."

"Kamu gak bosan apa sendirian terus La, kalau aku jadi kamu udah aku terima si Seno jadi pacar. Dia kan ngebet banget ingin jadi pacar kamu."

"Aku gak suka sama Seno Mon, aku ... aku belum mau pacaran dulu. Mau fokus cari uang buat sekolah adik-adik di kampung."

Ramona biasa ia di sapa Mona yang mendengar perkataan Zila memahami perasaan Zila saat ini. Meskipun Zila tidak pernah menceritakan masalahnya, Mona cukup tahu dari orang-orang di kampung tentang kehidupan Zila selama ini.

"Aku salut sama kamu La, kamu benar-benar pekerja keras orangnya."

"Aku yang justru salut sama kamu Mon, kamu selalu baik kepada semua orang termasuk aku. Makasih iya sudah ajakin aku kerja di sini."

"Paman dan Bibi sekarang udah bisa membayar hutangnya walaupun belum lunas tapi lumayan sudah berkurang." Zila mengatakan semuanya dengan tulus.

"Ayo tidur! Besok kita tidak boleh terlambat. Kak Eka shift pagi. Kamu tahu kan dia seperti apa?"

Eka adalah senior mereka. Eka terkenal dengan ketegasannya saat memberikan pekerjaan kepada anak buahnya di bagian kebersihan dan tugas cleaning service lainnya.

Eka bisa mengajukan pemecatan kepada siapa saja yang susah di atur dan melanggar aturan kantor.

Seperti biasa saat mereka sampai di kantor, mereka semua absen terlebih dahulu. Mereka datang tiga puluh menit sebelum pegawai kantor lainnya datang.

Mereka harus membersihkan seluruh ruangan kantor. Membuat dan mengantarkan minuman kepada seluruh pegawai di kantor itu.

Masih banyak tugas yang lainnya yang mereka bagi dengan tim mereka. Zila bagian membersihkan seluruh lantai bawah, lantai satu yang paling sering kotor dan Zila bertanggung jawab atas kebersihan di bagian itu.

Sedangkan di lantai atas dan ruang CEO, hanya orang-orang yang sudah senior yang di tugaskan di sana. Alvino Orlando Kaivandra, seluruh staf manggilnya Pak Vino. Dia adalah CEO yang sangat teliti.

Dia terkenal sangat angkuh dan sombong, sedikit saja kesalahan Vino tidak segan-segan memecat karyawannya.

°

°

Waktu istirahat Zila menghabiskan bersama teman-temanya di sebuah ruangan khusus karyawan. Ada yang makan dan ada juga yang hanya sekedar duduk santai.

Dari semenjak masuk ruangan itu Zila mendengar teman-temannya yang sedang membicarakan sang CEO yang katanya sangat tampan tapi super super cuek dan sikapnya dingin sekali kepada karyawan apa lagi karyawan kelas bawah seperti mereka-mereka itu.

Tidak sedikit karyawannya mengidolakan dirinya meskipun sikapnya seperti itu.

"Pak Vino itu kalau senyum, duh, membuat hatiku jadi berbunga-bunga."

Salah satu teman cewek mereka yang bernama Lira yang begitu tergila-gila kepada Vino.

Di sambut gelak tawa dan cibiran dari teman-temannya yang lain. Tapi, Lira seperti orang yang pura-pura tuli, ia tidak menghiraukan teman-temannya yang mengatai dirinya.

"Udah nanti di dengar Pak Vino baru tahu rasa kalian."

Salah satu teman menenangkan mereka.

"Lagian mana mau si bos masuk ke ruangan ini, kayak gak tahu si bos aja kalian."

Seno juga ikut menimpali obrolan mereka.

"Dia akan ke sini kalau dia kesambet setan, jadi jangan harap dia mau datang ke sini."

Salah seorang teman lagi menimpali omongan Seno.

"Hush, kalian ini. Tidak boleh bicara seperti itu. Nanti omongan kalian di dengar oleh orang lain baru kalian rasain."

Eka pun mengingatkan mereka agar tidak sembarangan bicara. Di kantor itu banyak kaki tangan Vino.

"Iya kak, maaf." Seseorang yang tadi bicara seperti itu pun langsung menyesali perkataannya.

🌸🌸🌸🌸

Happy Reading📚

Jangan lupa tinggalkan jejak kalian dengan pencet tombol like, subscribe, dan komen ya!🥰

Bersambung!🙂

PBK Bab 2 - Awal Pertemuan

Zila dan Mona hanya menjadi pendengar saja. Mereka tidak cukup berani untuk mengatai bosnya yang belum pernah ia lihat itu. Mereka pun mulai bekerja kembali sampai sore. Meskipun melelahkan, Zila bahagia bisa bertemu teman-teman yang menerima dirinya apa adanya.

Capeknya terasa berkurang saat melihat canda tawa dari teman-temannya. Semuanya baik dan selalu membantu Zila saat meminta bantuan apapun. Seseorang di antara mereka pun menyukai Zila. Namanya Seno. Zila tidak bisa memberikan harapan yang tidak pasti kepada Seno. Hatinya benar-benar belum bisa menerima laki-laki lain meskipun kepergian kekasihnya sudah sangat lama. Zila takut saat ia jatuh cinta lagi kepada seseorang ia akan kehilangan seseorang tersebut. Seno pun berniat untuk menunggu Zila sampai kapan pun ia mau membuka hatinya untuk Seno.

Zila hanya menganggap Seno sebagai teman kerja tidak lebih dari itu.

Sore itu Zila pulang seperti biasa bersama teman-temanya. Mereka berpapasan dengan Alvino saat akan menuju ke parkiran khusus karyawan.

Tidak ada satupun yang berani melihat ke arah bosnya, meskipun tempat parkiran Pak Vino berbeda. Mereka baru menggunjing bosnya itu setelah menghilang dari pandangan mereka.

"Jadi itu Pak Vino, pemilik perusahaan ini." Gumam Zila dalam hati.

Zila baru pertama kali melihat bosnya sore ini. Wajarlah banyak yang menyukai Pak Vino dia memang laki-laki yang memiliki segalanya pikir Zila.

Tapi apakah benar Pak Vino itu sangat sombong seperti yang di beritakan. Kelihatan dari cara jalan dan pandangannya sih memang seperti itu. Ia sama sekali tidak mau menyapa dan bersikap ramah kepada karyawan biasa.

Sorot matanya menggambarkan keangkuhan penuh ambisi. Zila sangat jelas melihat wajah bosnya itu. Pak Vino tidak melihatnya, ia hanya fokus berjalan tidak melihat kemana-mana. Pandangannya lurus ke depan. Ia menggunakan kacamata hitamnya saat masuk mobil. Zila satu-satunya karyawan yang berani melihat wajah Alvino karena dirinya begitu penasaran melihat wajah sang CEO.

Tiga bulan sudah ia bekerja, baru kali ini dia berpapasan dengan Alvino. Itupun hanya kebetulan karena Alvino pulang saat jam pulang kantor. Biasanya Alvino akan pulang sebelum dan sesudah jam kantor. Bersamaan pulang akan membuat dirinya banyak godaan dari pegawai wanita bawahannya.

Alvino memang masih sendiri, belum ada satupun wanita yang membuatnya jatuh hati. Ia sangat pemilih dalam urusan wanita. Beberapa wanita dari kelas atas menawarkan dirinya untuk di jadikan sebagai kekasih. Namun, Vino tidak menginginkan salah satu diantara mereka. Entah wanita cantik seperti apa yang dirinya cari. Mungkin wanita itu harus turun dari langit dan secantik bidadari.

Di kamar kost yang tidak terlalu besar, Zila sedang bersiap untuk tidur dengan Mona.

"Kamu melihatnya tadi?"

"Em, dia seperti yang di ceritakan teman-teman."

"Iya, dia memang sangat tampan. Wanita manapun pasti ingin dijadikan sebagai kekasih olehnya."

"Bukan yang itu, wajahnya sangat kaku. Aku pikir dia tidak bisa senyum."

"Hahaha. Kalau dia dengar kamu pasti langsung di hukum sama dia. Hem, atau mungkin di pecat."

Mona tidak bisa menahan tawanya saat melihat wajah Zila yang terlalu serius saat memberikan penilaian kepada bos mereka itu. Mona kemudian menakuti Zila yang sama sekali belum kenal siapa Alvino.

Zila percaya saja apa yang sahabatnya itu bilang. Ia membayangkan kalau dirinya di pecat oleh Pak Vino dengan muka dinginnya ia melakukan semua itu kepada Zila. Seketika Zila bergidik ngeri, ia tidak bisa membayangkan kalau suatu hari ia terpaksa bertemu atau berbicara dengan bosnya itu.

Vino begitu terlihat menakutkan bagi Zila. Membayangkan berhadapan langsung dengannya saja ia sudah takut apalagi jika harus memiliki urusan dengan laki-laki seperti Alvino.

"Semoga aku tidak akan pernah bertemu atau berurusan dengan pak bos ya."

"Emang kenapa? dia ganteng tahu."

"Aku membayangkannya seperti psikopat."

"Ada-ada saja kamu ini La, mending kita tidur sekarang."

Merekapun tertidur dan sudah berada dalam alam mimpi mereka masing-masing.

°

°

Zila yang saat itu berada di sebuah ketinggian. Tiba-tiba saja Alvino datang dan mendorong dirinya sampai jatuh.

Saat sudah terjatuh Alvino mengulurkan tangannya untuk menolong Zila, kenapa ia harus mendorongnya jika ia kemudian menolong dirinya. Karena tidak terima telah di dorong, Zila tidak mau menerima uluran tangan Alvino.

Alvino menjadi sangat marah dan memaksa Zila untuk masuk ke sebuah rumah. Dalam rumah itu Zila mendengar tangisan bayi, Zila pun mencari-cari bayi itu dan kemudian melihatnya di tempat yang sangat indah.

Bayi itu tersenyum melihat dirinya. Saat Zila ingin menggendong nya.

°

°

°

"La .. Zila .. La .. Bangun!" Mona membangunkan dari tidur dan mimpinya.

"Cuma mimpi rupanya."

"Kamu mimpi apa sih La? kok sampai mengigau seperti itu?"

"Maafkan aku Mon, tidurmu pasti ke ganggu ya?"

"Tidak apa-apa. Sudah jam segini, aku lebih baik mandi dan bersiap untuk pergi kerja."

"Ini kan terlalu pagi, Mon."

"Enggak apa-apa. Nanggung kalau tidur lagi."

"Baiklah, aku juga akan mandi setelah mu."

Mereka berdua pun akhirnya bersiap untuk pergi kerja. Mimpi yang aneh pikir Zila. Mungkin karena sebelum tidur mereka ngomongin Vino. Jadi, kebawa mimpi akhirnya.

®®®®®®®®®®®®®®®®®®®®®

Pagi ini setelah tiba di tempat kerja. Zila dan Mona sedang bersiap untuk bekerja.

"La, bagian kamu di ruangan pak Vino ya!"

Degh!

Zila langsung teringat mimpinya.

"Kenapa Zila kak?"

"Mira gak masuk, dia cuti hari ini."

Kata Eka yang Zila panggil dengan sebutan kakak itu.

"Ingat jangan sampai melakukan kesalahan apapun di sana!" Eka mengingatkan Zila.

"Baik kak."

Zila segera pergi ke ruangan sang CEO.

Ia harus segera membersihkan ruangan orang yang paling penting di kantor itu. Sebisa mungkin Zila membersihkannya sebelum Pak Vino datang. Ia menjadi benar-benar takut dengan cerita yang beredar tentang bosnya itu. Pak Vino yang terkenal tidak pernah menggunakan hatinya dalam urusan pekerjaan.

Jika salah maka tidak ada toleransi. Hukum atau langsung pecat. Parasit dalam perusahaan harus di musnahkan. Memberi ampun atau kesempatan kedua adalah seperti memelihara seekor ular.

Lambat laun yang namanya ular pasti akan menggigit juga. Begitulah prinsip Vino dalam membangun bisnisnya. Jadi, jangan sekali-kali melakukan kesalahan yang fatal jika ingin masih bekerja di perusahaannya.

Meskipun sudah berusaha sekuat mungkin, Zila tetap kalah cepat dengan bosnya itu. Pak Vino datang saat Zila masih ada di ruangan itu. Saat yang bersamaan dengan Vino membuka pintu ruangannya saat itu juga Zila hendak keluar dari sana.

"Maaf Pak, saya tidak tahu Bapak mau membuka pintu."

Zila yang saat itu hampir menabrak Vino segera meminta maaf sambil menundukkan kepalanya.

"Kenapa kamu ada di sini?"

"Saya, saya membersihkan ruangan Bapak. Karyawan yang biasa bertugas di sini sedang cuti Pak."

"Kalau begitu buatkan saya kopi, saya tidak suka terlalu manis."

"Baik Pak."

Zila pun segera meninggalkan ruangan Pak Vino, ia akan segera kembali untuk membawa secangkir kopi.

Zila pun kembali membawa secangkir kopi. Zila meletakkannya di atas meja kerja Vino. Karena grogi, ia tidak sengaja menyenggol sebuah buku yang ada di meja itu. Hampir saja kopi yang ia taruh di meja terjatuh ke Vino. Dengan perasaan takutnya, Zila meminta maaf sekali lagi sehingga membuat Vino yang tadi sibuk dengan berkas-berkasnya menatap wajah Zila. Ia tertegun. Di tatapnya lagi lebih dalam. Melihat tatapan bosnya seperti itu, Zila takut akan di marahi olehnya.

"Permisi Pak, saya keluar dulu."

"Tunggu!"

"Iya Pak, apa ada yang bisa saya bantu?"

Zila berbalik karena Vino menghentikan langkahnya.

"Lupakan!"

Zila pun melangkah keluar dan melanjutkan pekerjaannya lagi. Untung tidak terjadi apa-apa di ruangan Pak Vino pikir Zila. Zila masih sangat beruntung saat keluar dengan keadaan yang baik-baik saja dari ruangan bosnya itu. Zila yang saat itu tidak bisa menyembunyikan perasaan takutnya akhirnya bisa bernafas dengan lega saat keluar dari ruangan Vino.

Ini semua gara-gara temannya yang sering menakut-nakuti dirinya soal Pak Vino. Mereka bilang Pak Vino galak lah, Pak Vino kejam lah, dan lain-lain tentang bos mereka itu.

Zila bukan takut apa-apa, dirinya hanya takut melakukan kesalahan dan kemudian di pecat dari pekerjaan yang saat ini sangat berharga bagi dirinya dan keluarganya di kampung.

Zila sudah berjanji akan membantu Paman dan Bibinya untuk melunasi hutang-hutangnya.

💖💖💖💖

Bersambung 🙂!😊

PBK Bab 3 - Awal Rencana

Kepergian Zila dari ruangannya, Vino merasa sesuatu telah terjadi padanya.

Ia pun menyuruh Alan untuk masuk ke ruangannya.

"Iya Pak, apa yang membuat saya di panggil ke sini?" Alan telah berada di depan Vino.

"Apa wanita yang membersihkan ruangan saya hari ini adalah karyawan baru?"

Tentu saja Alan tidak tahu siapa yang membersihkan ruang bosnya itu pagi ini.

"Apakah dia melakukan kesalahan Pak?"

"Cari tahu tentang dia dan beri tahu saya nanti."

"Akan saya cari tahu Pak."

Alan lalu memanggil Eka selaku ketua bagian mereka setelah meninggalkan ruangan Vino.

"Masuklah."

Eka yang mengetuk pintu ruangan Alan segera masuk. Ia pun kemudian duduk setelah di persilahkan oleh Alan.

"Siapa yang membersihkan ruangan Pak Vino hari ini?"

"Namanya Zila Pak, dia baru tiga bulan bekerja di sini." Saat itu Eka sudah khawatir saat di panggil ke ruangan Alan. Pasti ada yang salah pikirnya.

"Saya hanya mencari tahu siapa yang membersihkan ruangan Pak Vino hari ini."

"Maaf Pak, apa Zila melakukan kesalahan?"

"Kita akan tahu nanti, saya hanya butuh tahu namanya saja nanti saya akan cari tahu sendiri data-datanya. Alan juga sebenarnya belum tahu kenapa bosnya itu menyuruhnya untuk mencari data-data Zila.

"Baik Pak, kalau begitu saya pamit dulu."

Eka pun segera meninggalkan ruangan Alan. Apa yang terjadi dengan Zila, Eka tidak tahu. Ia pun hanya diam saja dan kembali ke ruangan yang memang khusus untuk mereka. Semua sudah berada di ruangan itu, termasuk Zila.

Di setiap jam istirahat kantor, mereka memang akan berkumpul di ruangan itu.

"Kamu gak ngelakuin kesalahan kan tadi, La?"

Seketika semua mata melihat ke arah Zila.

Enggak kok Kak, Pak Vino hanya meminta kopi dan sudah saya antar."

"Apa kopinya sudah kamu kasih gula?"

"Iya kak, sudah aku kasih semua."

"Apa Zila melakukan kesalahan kak?" Tanya Mona.

"Aku harap tidak. Tapi, aku tidak berani jamin apa-apa."

Eka kemudian meninggalkan teman-temannya yang sudah di buat bertanya-tanya atas pertanyaan Eka tadi.

Zila memang pertama kali bertugas membersihkan ruangan Pak Vino. Zila juga sudah sangat hati-hati tidak mungkin ia melakukan kesalahan.

Pak Vino juga tidak mengatakan apapun kepadanya. Zila hanya berharap tidak terjadi hal yang buruk kepadanya.

°

°

Hari itu berlalu seperti biasanya mereka pulang kerja dan melakukan aktifitas hanya di kost saja. Zila melupakan semua urusan pekerjaan saat sudah di kostnya. Ia membuat makanan bersama Mona. Mona yang kebetulan saat itu tidak pergi kemana-mana. Mereka bercerita tentang masa kecil di kampung. Mona menceritakan bagaimana ia sampai akhirnya ke Jakarta saat baru lulus sekolah menengah.

Hingga sampai saat ini dirinya masih betah bekerja di Jakarta. Mona juga bercerita bagaimana ia bertemu dengan pacarnya yang sekarang. Zila menjadi pendengar yang sangat baik. Ia pun mengatakan bahwa Mona cukup kuat dan bertanggung jawab untuk keluarga nya di kampung. Iya benar, Mona memang tulang punggung keluarga, semuanya bergantung kepada Mona. Dari cerita hidup Mona, Zila sedikit bisa mensyukuri hidupnya.

Walau tidak lebih baik dari Mona setidaknya dirinya bukan lah satu-satunya orang yang dengan ujian hidup yang begitu berat.

®®®®®®®®®®®®®®®®®®®®®®

Di lain tempat, di sebuah rumah yang sangat besar. Vino sedang menunggu Alan di ruangan kerjanya.

Ia menunggu, tidak tahu kenapa baru kali ini menunggu dengan perasaan yang begitu bimbang. Sebelumnya Vino tidak mau menunggu siapapun apalagi dalam waktu yang lama. Ia menyesap berkali-kali rokoknya. Pandangannya lurus ke luar jendela. Dengan memasukkan satu tangannya ke dalam saku celananya ia berdiri di sana.

Alan datang, ia membawa sebuah berkas. Vino membuka berkas yang di taruh di atas mejanya. Vino terdiam dan tidak mengatakan apapun kepada Alan. Ia hanya melihat semua data yang Alan bawa mengenai Zila. Apa yang Vino pikirkan tidak ada yang tahu, ia hanya berkali-kali melihat data-data Zila, Vino memastikan kalau data itu memang benar-benar milik Zila atau tidak.

Alan masih berdiri saat Vino membaca berulang kali berkas yang ia bawa tadi, Alan masih tidak mengerti dengan sikap bosnya kini. Apa yang membuatnya begitu ingin mengetahui tentang data seorang office girl yang bekerja merangkap cleaning servis?

Meskipun penasaran Alan tidak berani bertanya apapun. Alan hanya bisa diam dan menunggu bosnya itu memberi perintah. Sebelumnya data pejabat dan pembisnis kaya manapun tidak pernah membuat bosnya itu tertarik untuk mengetahuinya. Sesuatu yang sangat tidak masuk akal saat bosnya justru tertarik pada data diri seorang office girl yang bekerja merangkap cleaning servis di kantornya.

"Pergilah! temui besok saya di kantor." Alvino berkata tanpa menatap Asisten pribadinya itu.

Alan yang mendapat perintah langsung meninggalkan ruang kerja bosnya. Alan kembali ke sebuah Apartemennya dan beristirahat.

Vino tidak bisa tidur setelah melihat data Zila. Vino terus berpikir tentang sesuatu hal. Ia seperti tidak sabar untuk menyambut pagi. Ada hal yang tertahan di bibirnya yang ia belum bisa beritahukan kepada siapapun termasuk Alan.

Vino akan memastikannya sendiri besok pagi, ia akan menemui Zila dan melihatnya dari jarak dekat. Vino menyesap rokok dan meminum kopi panasnya bergantian. Pandangannya lurus sesekali berkedip dan menyesap lagi rokoknya.

Malam yang terasa sangat panjang itu telah berlalu, Alan kaget saat ponselnya berdering di waktu yang begitu pagi. Bosnya telah memanggilnya dan menyuruh Alan untuk menjemput dirinya. Pukul 05:30, Alan mengernyitkan dahinya. Apa yang terjadi sehingga Vino menelpon dirinya sepagi itu?

Dalam hitungan menit, Alan telah meluncur di jalanan. Ia tiba setelah empat puluh menit di perjalanan menuju kediaman Vino. Seseorang dengan setelan jas berwarna hitam itu telah menunggunya, Alan segera mengangguk hormat kepada bosnya.

Ini adalah pertama dalam sejarah seorang Vino mau menunggu seseorang, apalagi seorang bawahan seperti Alan. Biasanya, setinggi apapun seseorang, Vino tidak pernah mau meluangkan waktunya satu detik untuk menunggu mereka.

Alan khawatir sekaligus penasaran, apa yang membuat bosnya itu berubah dalam waktu yang sangat singkat, sikap Vino telah berubah-ubah dan membuat Alan menjadi sangat bingung.

"Kita berangkat ke kantor sekarang!" Perkataan Vino membuat Alan dengan sigap membukakan pintu mobil dan mobil pun berangkat menuju kantor.

Alvino duduk di singgasana kepemilikannya, Alan masih berdiri di sana. Melihat bosnya memainkan dagunya yang tidak berjenggot. Ia memutar-mutar kursinya seperti seseorang yang sedang berpikir. Alan berpikir mungkin bosnya sedang memikirkan sebuah pesta besar yang biasa ia lakukan bersama teman-temanya. Kenapa ia mau membuang waktunya hanya untuk duduk di kursi kebesarannya.

Apa di rumah mewah dan megah itu telah kehabisan kursi sehingga bosnya datang sepagi ini ke kantor hanya untuk duduk dan berpikir sesuatu yang belum berani Alan tanyakan. Jika iya, apa dia tidak bisa melakukan semuanya di rumah saja. Dengan begitu Alan tidak harus buru-buru seperti sedang di kejar-kejar, Alan tanpa memikirkan keselamatannya saat menginjak gas mobilnya.

Alan tahu siapa bosnya, ia akan sangat marah saat sesuatu yang ia rencanakan gagal. Meskipun kali ini Alan tidak melihat raut wajah yang sedang marah, Alan tetap berhati-hati. Pasti sesuatu yang penting sampai membuat seorang Alvino Orlando Kaivandra berpikir keras dari kemarin.

Iya, Alan ingat. Bosnya bersikap seperti ini saat bertemu dengan seorang office girl yang merangkap cleaning servis kemarin pagi. Alan tersenyum kecil, betapa lucunya bosnya ini. Jika yang saat ini dirinya bayangkan benar-benar terjadi.

Vino melirik arlojinya, sudah satu setengah jam ia duduk tidak jelas di ruangannya itu. Jika boleh mengeluh Alan mungkin sudah protes saat kakinya terasa berat. Satu setengah jam duduk sudah membuat bosan apalagi berdiri. Alan terlalu setia dan juga setia bertugas melindungi keselamatan bosnya.

Pukul 07:00, para office girl dan semua cleaning servis sudah mulai membersihkan seluruh area kantor. Pintu ruangan Vino di buka tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Vino dan Alan langsung melihat ke arah pintu.

***

Hai ... selamat datang di karya baru author dewi. Jangan lupa tinggalkan komen, like, vote dan gift dulu ya sebelum lanjut agar author semangat ini nulisnya. Terima kasih❤️

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!