"Apa, cerai Mas?"
"Ya kita cerai saja."
"Tapi kenapa harus bercerai, Mas. Apa salahku?"
"Banyak. Semua yang kamu lakukan adalah kesalahan. Dan, kesalahan terbesarku adalah bertahan denganmu selama ini. Bersiaplah, sebentar lagi aku sampai di rumah, mungkin sekitar tigapuluh menit lagi. Aku harap kamu sudah mempersiapkan segala sesuatunya yang harus kamu bawa, tapi ingat tak ada satu barang apapun yang kamu ambil begitu pun kedua anakku terkecuali dengan semua pakaianmu itu. Karena rumah beserta isinya adalah hasil keringatku sendiri selama menikah denganmu. Ingat itu baik baik, Ayu."
"Mas ... !"
Bagai petir di siang bolong mendengar ucapan pahit Mas Rayyan di telepon barusan. Apa aku sedang bermimpi ?
Aw...itu sakit. Ternyata cubitan di tanganku membuktikan ini bukanlah mimpi, ini nyata.
Bergetar seluruh tubuh ini. Sesak, rasanya tak sanggup lagi berkata kata. Tubuhku ambruk di lantai, tak lama kemudian tangisku pecah. Apa salahku padamu, Mas ?
Namaku Ayu, tahun ini usiaku 34. Aku seorang Ibu Rumah Tangga. Aku mempunyai Suami yang bernama Rayyan yang berusia 41, dia bekerja menjadi supir pribadi di sebuah kota.
Pernikahan kami menginjak tahun ke -16. Kami di karuniai dua orang anak. Reva, putri pertama kami berusia 14 tahun ini. Sedangkan Davin, anak kedua kami berusia 10 tahun ini.
Meskipun pernikahan kami melalui perjodohan kedua orang tua, saat ini kami hidup bahagia. Suka duka kami lalui bersama, berharap kami menua bersama.
Kata cerai yang baru saja Mas Rayyan ucapkan memupuskan harapan ku. Entah apa yang membuat Mas Rayyan tiba-tiba memutuskan untuk bercerai ? padahal hubungan kami sedang baik baik saja.
Tok tok tok, suara ketukan di pintu kamarku menghentikan tangisanku.
"Ayu, apa kamu di dalam. Boleh Mbak masuk? " itu suara Mbak Mira, kakak iparku.
" Iya Mbak, masuk saja" teriakku, kemudian aku memaksakan bangkit dan duduk ditempat tidur. Buru buru menghapus air mata meskipun aku tak yakin menghilangkan jejak.
Pintu terbuka, Mbak mira menghampiriku dan ikut duduk di sampingku.
"Kamu baik baik saja, Yu ?" tanya Mbak Mira, "Kamu menangis ?" tambahnya kemudian sambil mengusap usap punggungku.
"Kelihatan banget ya Mbak?" ucapku melihat kearahnya sambil tersenyum samar.
"Iya. Kamu tidak bisa menyembunyikannya dengan baik dari Mbakmu ini, Ayu." ucapnya sambil mengusap kedua pipiku menghilangkan sisa sisa air mata yang tertinggal.
"Kamu sedang bertengkar dengan Rayyan ?" aku hanya menggelengkan kepala, karena memang kenyataannya seperti itu.
"Katakan yang sebenarnya,Yu. Ada ada dengan kalian ? Kalau kalian tidak sedang bertengkar, kenapa Rayyan..."
"Kenapa dengan Mas Rayyan, Mbak ?" aku menyela ucapannya sambil melihat kearahnya dengan perasaan yang tak sabar.
"Rayyan bilang kalian akan bercerai." mendengar ucapannya bulir bening yang sedari tadi aku tahan pun tak bisa ku bendung lagi.
Mbak Mira memelukku erat, "Menangislah bila itu membuatmu menghilangkan rasa sesak, setidaknya rasa sakitnya berkurang" mendengar ucapannya tangisku semakin kencang.
"Bagaimana, sudah tenang ?" setelah beberapa saat aku pun menghentikan tangisanku dan mengurai pelukan diantara kami.
"Iya Mbak. Maaf bila membuat Mbak cemas. Mas Rayyan bilang apa, tolong katakan Mbak" pintaku pada Mbak Mira.
"Setelah Mbak pulang dari Pasar, Rayyan menghubungi Mbak. Dia bilang kalian akan bercerai. Mbak tanya alasannya, dia hanya mengatakan nanti juga Mbak akan tahu, makanya Mbak bergegas menemui mu. Mbak kira kalian bertengkar, makanya Mbak tanyakan itu padamu. Bukannya tadi pagi kalian baik baik saja kan? ada apa dengan kalian ?"
"Jadi perkataan Rayyan memang benar" sontak kami menoleh bersamaan kearah pintu.
"Mas Yudi ?" ucap kami serempak. Mas Yudi adalah kakak pertama Mas Rayyan, entah kapan dia datang. Melihat reaksinya mungkin Mas Yudi mendengar percakapan diantara kami. Mbak Mira bangkit lalu menghampirinya.
"Rayyan menghubungiku tadi, lalu menyuruh Mas kesini. Mas tanya ada apa, dia hanya menjawab akan bercerai denganmu, Ayu. " Mas Yudi melihat ke arahku, " Kami tunggu penjelasan kamu di ruang tamu Ayu, secepatnya !"
"Baik Mas" jadi, Mas Rayyan sudah memberi tahu Mas Yudi tentang hal ini. Aku tidak menyangka sama sekali.
"Sebaiknya kamu mandi saja dulu, supaya pikiran mu sedikit tenang, Yu. Biar Mbak yang menemani Mas Yudi " ucap Mbak Mira membuyarkan lamunanku sambil berlalu pergi menyusul Mas Yudi.
Aku membenarkan ucapan Mbak Mira barusan, sebaiknya aku mandi terlebih dulu sebelum menemui mereka.
Gegas aku bangkit melangkahkan kakiku kearah kamar mandi. Membersihkan badan sekaligus mendinginkan berbagai macam pikiran yang membuat perasaanku kacau balau.
Setelah selesai dengan aktivitas dikamar mandi, gegas bersiap menemui Mbak Mira dan Mas Yudi yang sudah berada diruang tamu.
Entah apa yang dikatakan Mas Rayyan pada Mas Yudi ? Apakah sama dengan yang dikatakannya terhadap Mbak Mira ?
Menilai dari ucapan mereka sepertinya hanya mengatakan bahwa kami akan bercerai saja, tanpa mengatakan alasannya sama seperti yang dikatakan Mas Rayyan terhadapku.
Mas Rayyan, apa yang terjadi padamu ? Selingkuh kah, tak mungkin kamu melakukannya, lagi kan Mas ?
Luka yang baru mengering ini tak mungkin kamu gores kembali, kan ? Sakitnya masih terasa sampai saat ini, meski sudah berlalu hampir 8 tahun.
Setelah menenangkan hati dan pikiran, ku langkahkan kakiku menuju ruang tamu dimana kedua Saudara Iparku menungguku.
Terlihat Mbak Mira dan Mas Yudi duduk di sofa bersebrangan. Ku hampiri mereka, kemudian ikut duduk disamping Mbak Mira.
Diatas meja sudah tersedia minuman dan beberapa makanan ringan, mungkin Mbak Mira yang sudah mengambilkan nya dari dapur.
"Mira sudah menjelaskan semuanya. Jadi, Mas rasa percuma bertanya padamu. Kalau begitu kita tunggu saja kedatangan Rayyan. Katanya beberapa menit lagi dia sampai, tadi Mas sudah menghubunginya." ujar Mas Yudi menjelaskan.
"Lalu apa yang akan kamu lakukan, Ayu?" tanya Mas Yudi kemudian.
"Menurut kalian, aku harus bagaimana?" aku menoleh kearah mereka bergantian.
"Menurut Mbak, mungkin Rayyan sedang ada masalah dengan pekerjaannya. Jadi sebaiknya kamu jangan ambil hati maafkan dia, Yu." ucap Mbak Mira menenangkanku.
"Mungkin saja Mbak, tapi kali ini aku tak yakin bisa memaafkan Mas Rayyan."
"Kenapa kamu bicara begitu, lalu bagaimana dengan anak anak, kasihan mereka ?"
"Mas tidak setuju dengan pendapatmu itu, Mira. Keputusan apapun dan bagaimanapun itu tetap ada ditangan Ayu. Tapi, Aku harap itu jalan terbaik."
"Terbaik dengan jalan mereka berpisah, Mas? keputusan macam apa itu yang mengharapkan adik sendiri berpisah ?"
"Bukan begitu, Mira. Sekarang kita belum mengetahui apa permasalahan diantara Ayu dan Rayyan, jadi Mas belum bisa membuat kesimpulan. Tapi, jika Rayyan kekeuh dengan keputusannya untuk bercerai apapun keputusan Ayu, Mas akan tetap mendukungnya. Mas punya firasat tidak baik dengan Rayyan kali ini."
"Semoga itu hanya perasaan Mas saja." ucap Mbak Mira
"Aku bingung, Mas. Sebelum mendengar penjelasan dari Mas Rayyan, aku belum bisa mengambil keputusan apapun."
"Kamu benar, kita tunggu penjelasan dari Rayyan."
Setelah Mas Yudi berucap, diantara kami tidak ada lagi yang berkata kata. Kami disibukkan dengan pemikiran masing masing. Firasat tak baik ? semoga saja bukan.
Beberapa menit kemudian terdengar suara kendaraan bermotor yang berhenti di depan rumah. Pasti Mas Rayyan, siapa lagi kalau bukan dia. Aku sudah hapal betul dengan suara kendaraannya.
Tapi, entah kenapa kali ini rasanya aku enggan menyambut kedatangannya. Tidak seperti hari hari biasanya, jika mendengar suara kendaraannya di depan rumah, aku selalu begitu antusias menyambut kedatangannya.
"Wah, ternyata kalian sudah berkumpul disini ya, baguslah. Sayang, ayo kita masuk." sontak saja seketika kami menoleh ke arah pintu, dimana Mas Rayyan berdiri di sana dengan Seorang wanita disampingnya. Siapa dia? tak mungkin kan...
"Rayyan, siapa perempuan ini?" ucap Mbak Mira menghampirinya sambil menunjuk kearah perempuan disamping Mas Rayyan.
" Kenalkan ini Intan, dia temanku."
"Teman kamu bilang ? Mbak nggak percaya dengan ucapanmu, Rayyan. Tadi Mbak dengar kamu panggil sayang sama dia kan ?"
"Mbak tenang saja, nanti aku akan menjelaskan semuanya."
"Bukannya kepulanganmu kali ini akan menyelesaikan permasalahan dengan istrimu, kenapa malah membawa orang asing kemari ?"
" Dia bukan orang asing, MBAK !" ucap Mas Rayyan dengan nada yang sedikit tinggi.
"Rayyan apa apaan kamu. Kenapa datang datang bukannya mengucap salam malah berteriak begitu ? cepat masuk tak sopan berteriak begitu di depan pintu !" ucap Mas Yudi melerai perdebatan di antara Mas Rayyan dengan Mbak Mira.
"Ini rumahku, Mas. Kamu tidak ada hak mengatur bagaimana aku harus bersikap."
"Rayyan jaga ucapan kamu !" Mbak Mira memegang tangannya menariknya untuk duduk di sofa, sedangkan perempuan itu ? dengan sendirinya mengikuti Mas Rayyan kemudian duduk disampingnya tanpa berkata apapun.
Jangan tanyakan bagaimana hatiku, tentu sakit. Tanpa mendengar penjelasan dari Mas Rayyan siapa Wanita itu, aku sudah bisa menebaknya.
"Sekarang jelaskan pada kami semua, apa permasalahan diantara kamu dan Ayu. Dan, siapa perempuan itu mengapa kamu membawanya kesini jangan membuat kami semua bingung."
"Mbak tenang saja, aku akan menjelaskan semuanya. Tapi sebelum itu, kita tunggu kedatangan Ayah dan Ibu terlebih dulu."
"Kamu memberi tahu mereka?" Mas Yudi menyela ucapannya.
"Tentu saja, semua anggota keluarga kita harus mengetahuinya bukan ? dan Ayu, kamu tenang saja kedua orang tuamu dan Mbak Mia tersayang mu itu, aku pun sudah memberi tahu mereka perihal kita akan bercerai. " ucap Mas Rayyan sambil melirik ke arahku.
"Apa Mas, aku nggak salah dengar kan ?"
"Tidak !" jawabnya enteng.
"Bagaimana aku bisa tenang Mas, yang ada aku malah khawatir dengan kondisi Ayah dan Ibu bila mengetahui tentang permasalahan kita kali ini ?" aku heran mendengar ucapannya meskipun dari awal aku sudah bisa menduganya.
" Itu bukan urusanku" jawabnya dengan mudahnya.
"Mas, kamu jangan keterlaluan !" ucapku dengan nada yang sedikit tinggi, kalau bisa ingin rasanya aku ulek ulek isi kepalanya itu dan membuangnya ke laut biar jadi santapan ikan.
"Ini jalan terbaik untuk kita, Ayu."
"Tapi kenapa, Mas ?"
" Aku sudah bosan denganmu, Ayu. Selama ini aku yang capek sendiri,lelah sendiri karena hanya aku yang bekerja keras dan berjuang disini."
"Kenapa kamu bicara begitu, Mas? "
" Karena memang itu kenyataannya kan ?" mendengar perkataannya sebisa mungkin aku menahan air mata yang seakan berlomba-lomba memaksa ingin keluar, belum lagi menahan gemuruh di dada. Astaghfirullah !
"Jadi selama ini kamu nggak ikhlas dengan semua itu ?"
" Iya, kamu yang menikmati semua hasil jerih payahku, sementara aku banting tulang sendirian, aku lelah Ayu, LELAH !"
"Apa karena wanita ini kamu ingin kita berpisah, Mas ?"
"Kalau begitu lebih baik kalian bercerai saja" ucap Mas Yudi.
"Mas, apa maksudmu? Jangan seperti itu, disini kita mendamaikan bukan malah menyiramkan bensin kedalam api" Mbak Mira terlihat geram mendengar ucapan Mas Yudi.
" Bukannya itu maunya Rayyan. Aku bisa apa lagi selain bukan mendukungnya." Mbak Mira seketika bangkit dari duduknya kemudian hendak berlalu pergi.
"Mau kemana kamu Mira, disini kita belum selesai ?"tanya Mas Yudi.
"Karena Rayyan bilang sudah memberi tahu Ayah dan Ibu, aku mau menjemput mereka saja. Percuma disini kita terus berdebat." ucapnya kemudian bergegas pergi keluar rumah.
Setelah Mbak Mira pergi suasana di ruangan ini mendadak menjadi sunyi. Ku lirik Mas Yudi, dia terlihat memejamkan matanya sambil menekan nekan titik diantara kedua alisnya. Pasti dia sangat tertekan, bagaimana tidak ?
Masalah yang ditimbulkan Mas Rayyan kali ini begitu rumit. Mas Yudi biasanya selalu tegas kepada Mas Rayyan meskipun ujung ujungnya selalu mengalah karena kasih sayangnya. Entah bagaimana nanti Mas Yudi menanganinya.
Drttt ... drttt ... drttt ...
Suara getaran ponsel disaku bajuku seketika memecahkan keheningan di antara kami. Segera ku mengambilnya melihat si pemanggil, ternyata Mbak Mia.
"Angkat saja Yu, siapa tahu ada hal yang penting." ucap Mas Yudi melirik ke arahku.
"Baiklah, kalau begitu aku permisi dulu " jawabku sembari beranjak dari tempat duduk bergegas menuju teras di belakang rumah. Tak ku pedulikan keberadaan Mas Rayyan dan Wanita yang duduk disampingnya. Yang ku khawatirkan saat ini keadaan kedua orang tuaku. Entah bagaimana nanti aku menjelaskannya kepada mereka.
Setelah sampai di teras, segera ku mengusap tombol hijau dilayar ponselku.
"Assalamu'alaikum Mbak?" ucapku seketika membuat sudut bibirku sedikit terangkat, meskipun rasa khawatir lebih terasa.
"Wa'alaikum salam, Dek. Bagaimana keadaanmu ?" tanyanya di sebrang sana.
" Beginilah Mbak."
" Kamu harus baik baik saja, Dek. Mbak yakin kamu bisa menghadapi ujian ini. Ngomong ngomong kali ini Suamimu bikin ulah apalagi aku sudah bosan mendengar hal ini darinya. Bagaimana kalau suatu saat nanti do'anya terkabulkan ?" mendengar kata-katanya membuat ku tersenyum samar, ada ada saja.
"Seperti yang dikatakannya,
pasti Mas Rayyan sudah memberi tahu Mbak kan ?"
" Iya. Ketika Rayyan menghubungi Mbak, kebetulan sedang di rumah Ibu jadi mereka langsung tahu. Tak berselang lama setelah itu, suamimu menghubungi Ayah mengatakan hal yang sama. Untung nya Mbak memberi tahu lebih dulu, jadi reaksi Ayah dan Ibu tidak terlalu terkejut. "
"Syukurlah kalau keadaan mereka baik baik saja." lega mendengar ucapannya tadinya sempat khawatir dengan keadaan mereka.
"Ya, kamu tenang saja Dek jangan terlalu dipikirkan. Sekarang pikirkanlah dengan baik baik sikap apa yang akan kamu lakukan. Pesan Mbak padamu, kali ini bersikaplah tegas terhadap suamimu. Apapun keputusan kamu nantinya, kami akan selalu mendukungmu. Itu saja, Mbak tutup dulu telpon nya ya. Jaga dirimu dek"
" Iya Mbak terimakasih sudah menelpon " beruntung ada Mbak Mia yang menenangkan Ayah dan Ibu, sehingga tidak membuatku terlalu mengkhawatirkan keadaan mereka. Bagaimana aku tidak khawatir, setahun belakangan ini Ibu memiliki riwayat penyakit hipertensi. Yang aku takutkan setelah Beliau mendengar kabar dari Mas Rayyan membuatnya langsung drop.
Setelah panggilan telepon berakhir segera ku bergegas menuju ruang tamu kembali.
Bersamaan dengan itu, Mbak Mira beserta Ayah dan Ibu Mertua juga sampai di rumah.
Aku langsung menghampiri mereka dan menyalami keduanya bergantian.
" Ayah, Ibu, kami semua menunggu kalian dari tadi. Kebetulan Mas Rayyan sudah disini, katanya ada yang ingin disampaikan. Mungkin Mbak Mira sudah mengatakan tentang hal ini kan ?" mendengar ucapanku Ibu mengangguk,
"Kalau begitu duduklah" ujar Ayah Mertua. Ayah dan Ibu Mertua duduk disamping sebelah kiri Mas Yudi, sedangkan Mbak Mira duduk di samping sebelah kanan Mas Yudi. Dengan terpaksa aku duduk ditempat semula di samping Mas Rayyan.
"Bu ..."Ayah langsung menyela ucapan Mas Rayyan barusan. "Rayyan langsung saja ke intinya jangan bertele tele. Katakan apa maksud kamu mengumpulkan kami semua di sini dan siapa wanita itu kami minta penjelasan?" ucap Ayah Mertua
"Rayyan akan bercerai dengan Ayu." mendengar perkataan Mas Rayyan, Ibu bangkit dari duduknya.
"Rayyan, kamu sadar dengan apa yang kamu ucapkan, beraninya kamu ?" teriak Ibu Mertua sambil menunjuk ke arah Mas Rayyan
" Aku sungguh sangat sadar dengan apa yang aku ucapkan Bu. Ini sudah diniatkan jauh jauh hari sebelum aku memutuskan untuk pulang ke rumah ini"
" Kamu ..." Ibu Mertua terlihat memejamkan matanya sekilas sebelum kembali bertanya kepada Mas Rayyan.
"Katakan apa alasannya, apa kesalahannya Ayu selama dia menjadi Istrimu, Ibu ingin tahu bahkan mungkin semua orang yang ada disini ?" ujar Ibu melihat ku bahkan mengedarkan pandangannya kepada semua orang.
" Aku sudah menemukan kebahagiaan ku, Bu "
"Jadi, Ayu bukan ?"
"Bukan "
"Lalu kenapa dulu kamu tidak menolak perjodohan kamu dengan Ayu ?"
" Itu karena aku ingin berbakti pada Ayah dan Ibu. Membuat kalian bahagia dengan pilihan itu, sama sekali tidak ingin mengecewakan kalian. Aku tidak ingin disebut sebagai anak durhaka, makanya saat itu aku tidak menolak."
" Benar benar alasan yang tak masuk akal, kalau kamu sekarang mengatakan tidak bahagia hidup dengan Ayu. Bukannya itu tugasmu membahagiakan dia ? harusnya kamu bertanya pada Ayu, apa selama bersamamu dia bahagia ?" kali ini Ayah Mertua angkat bicara.
"Itu bukan urusanku"
"Itu bukan saja urusanmu melainkan kewajibanmu, Rayyan." ujar Ibu Mertua
"Terus, kamu akan menikahi wanita itu, begitu kan maksud kamu ?" Mas Rayyan hanya terdiam.
"Jawab, mengapa kamu diam saja ?"
"I ... iya Bu"
"Sudah Ibu duga akan begini." Ibu duduk kembali, terlihat jelas kemarahan dimatanya.
"Baiklah kalau itu maumu. Sekarang mumpung kami di sini, silahkan talak Ayu sekarang juga." mendengar perkataan Ibu Mertua tentu saja membuatku semakin terkejut.
"Ibu merestui ?" tanya Mas Rayyan
"Tentu, bukankah ridho Allah adalah ridho orang tua. Bukankah kamu ingin hidup bahagia ? Jika kebahagiaanmu bersama wanita itu, Ibu bisa apa ?"
"Baiklah kalau begitu." mendengar kelegaan di dalam ucapan Mas Rayyan tentu saja membuatku semakin terkejut, sekaligus sakit. Seantusias itukah kamu ingin berpisah denganku Mas?
"Ayu ... " Mas Rayyan melihat ke arahku, sebelum meneruskan ucapannya,
"Rahayu Lestari aku talak kamu, mulai detik ini kamu bukanlah Istriku lagi. Aku membebaskan mu dari ikatan pernikahan ini" ucapnya lantang, bahkan terdengar seperti sudah terencana sekali, tidak ada rasa keraguan samasekali ketika mengucapkannya bahkan 16 tahun silam ketika Ijab qobul itu terucap, Mas Rayyan harus mengulanginya sebanyak dua kali karena salah mengucapkan namaku. Aku menghela napas panjang sebelum menjawab pernyataannya.
"Kalau begitu secepatnya aku tunggu surat cerai darimu, Mas " kali ini aku ikuti kemauan Mas Rayyan, tidak ingin mendebatnya lagi, untuk apa ?
"Ayu, kamu menerimanya begitu saja ?" Mbak Mira yang sedari tadi terdiam kini bertanya padaku.
"Semuanya sudah jelas, Mbak. Bukannya sudah ada penggantiku ?"
Kini semua orang melihat kearah wanita yang duduk di samping Mas Rayyan.
"Rayyan ?"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!