NovelToon NovelToon

CINTA BERBALUT EGO

CBE # 1 》》 HUKUMAN ALISHA

Seorang gadis yang cerdas dan pintar namun kenakalannya mampu membuat kedua orang tuanya berpikir untuk memasukkannya dalam pesantren. Hanya itu solusi yang bisa mereka pikirkan saat ini. Kebetulan salah seorang sahabatnya memiliki sebuah pondok pesantren yang terkenal di seantero negeri Semoga saja putri mereka bisa berubah saat mondok nantinya.

Tak ada kata terlambat untuk urusan mondok apalagi bagi seorang Alisha Mahalini yang memiliki daya ingat diatas rata-rata.

“Papa dan mama sudah kehabisan akal mendidikmu agar menjadi pribadi yang baik. Jadi kamu harus mengikuti keputusan kami, masuk pesantren sampai kamu menjadi pribadi yang baik” Pak Ahmad tak ingin menyesal di kemudian hari. Sebelum putri tunggalnya semakin menggila.

Kenakalan Alisha Mahalini bukan seperti anak gadis pada umumnya yang suka keluyuran bersama teman-temannya yang tak jelas. Alisha hanya menggunakan kecerdasannya di bidang IT dengan tidak tepat. Sudah berkali-kali gadis itu membuat onar dengan mengacaukan beberapa perusahaan yang bermaksud ingin menghancurkan perusahaan sang papa.

Sebagai orang tua, pak Ahmad tentu saja tahu jika hal itu adalah perbuatan putri tunggalnya. Satu keuntungan yang dimiliki oleh pak Ahmad adalah jejak perbuatan Alisha tak pernah terdeteksi. Jika harus menyesal maka saat ini pak Ahmad akan menyesali saat ia menyetujui keinginan ayah mertuanya untuk membawa dan mendidik Alisha di negara James Bond yang merupakan tanah air istri tercintanya.

“Alisha gak mau pa, please ,,, jangan buang Alisha ke penjara suci itu. Lagipula kejadian itu bukan salah Alisha juga. Salahkan keinginan mereka untuk membuat kita miskin.” Alisha tak terima disalahkan. Memang seperti itulah adanya.

Saat sedang makan di sebuah restoran mewah dekat sekolahnya, gadis itu tak sengaja mendengar perbincangan dua orang pria paruh baya dimana salah satunya menyebut nama PT. Adiguna Wangsa yang mana merupakan perusahaan milik papanya warisan dari sang kakek The legend of bussines yaitu Adiguna Wangsa. Tak ingin melewatkan sedikitpun pembicaraan mereka, Alisha duduk tenang menikmati makanannya sambil memasang telinganya dengan baik. Jangan salahkan siapa-siapa dengan daya ingat Alisha yang terlatih sejak kecil. Hanya sekali dengar semua akan tersimpan dalam otaknya dengan rapi.

Senyuman misterius menghiasi wajah cantik nan lugunya mengiringi kepergian kedua pria itu. Dengan sigap ia mengeluarkan macbook hadiah sang kakek kesayangan Jonathan Smith. Dengan lincah jari-jari lentiknya mengetik sesuatu disana dan dalam sekejap gadis itu mendapatkan apa yang ia butuhkan. Kurang dari lima menit aksinya selesai dan menit berikutnya dunia bisnis heboh.

“Sayang, bukan maksud mama sama papa membuangmu. Keberadaanmu di pesantren hanya sampai kamu menyadari kesalahan-kesalahanmu selama ini. Setelah semua membaik kami akan menjemputmu dan kamu boleh memilih universitas mana yang akan kamu pilih untuk melanjutkan pendidikan.” Mama Alice mencoba memberikan pengertian pada putrinya. Jauh dari dalam lubuk hatinya tak ingin berpisah dengan anak semata wayangnya namun kali ini kelakuan gadis itu sudah keterlaluan. Dalam waktu yang bersamaan dua perusahaan besar tiba-tiba kolaps dan tak ada yang tahu pasti penyebabnya.

“Papa sama mama tak lagi menyayangi Al, hiks ,,, hiks, padahal selama ini Al jarang-jarang meminta uang,” Alisha menangis sejadi-jadinya. Ia tak bisa membayangkan dirinya berada di pesantren. Ruang geraknya akan sangat terbatas.

Gadis itu memikirkan berbagai kegiatannya akan terbengkalai. Di pesantren sudah pasti tak ada kegiatan bela diri yang selama ini rutin ia lakukan dan yang paling penting tak ada jaringan internet yang bisa menghubungkannya dengan dunia luar.

“Ok, Al mau tapi dengan satu syarat,” Dalam hati Alisha tersenyum karena pasti sang papa tak bisa memenuhi syarat yang diajukannya.

“Katakan sayang, insya allah papa akan berusaha memenuhinya.” Pak Ahmad tak akan melewatkan kesempatan ini. Ia mengenal putrinya dengan sangat baik.

“Al berjanji akan mengikuti aturan pesantren asalkan papa memberikan fasilitas internet disana. Papa tau kan kalau aku tak bisa hidup tanpa internet.” Alisha berdoa dalam hati semoga papanya tak mengabulkan permintaannya.

“Jangan khawatir sayang, di pesantren Al-Hasan tersedia jaringan internet karena pesantren tersebut merupakan pesantren modern dimana semua santri dan santriwatinya dapat mempelajari teknologi. Bahkan kegiatan setiap minggu pun ada yaitu olah raga seni bela diri. Hanya papa gak tahu pasti seni bela diri apa yang mereka miliki,” Pak Ahmad tersenyum menceritakan secara singkat tentang pesantren sahabatnya itu.

Dunia Alisha serasa jungkir balik. Tak sesuai dengan ekspektasinya. Dengan pasrah gadis tersebut terpaksa menuruti kemauan kedua orang tuanya.

“Tapi papa jangan lengah, kalau ada masalah perusahaan dan orang-orang papa gak mampu maka cepat hubungi aku” Alisha akhirnya menyerah dan pasrah.

“Nah, itu baru anak papa dan mama.” Pak Ahmad dan mama Alice kompak memeluk putri semata wayang mereka. Rasa bahagia dan haru tak dapat mereka sembunyikan saat ini dan berharap semoga gadis itu segera memperbaiki diri dalam waktu singkat sehingga mereka bisa berkumpul kembali.

Pak Ahmad dan mama Alice yakin dengan lingkungan pergaulan yang baik maka putri mereka pun akan menjadi pribadi yang baik. Tak ada yang salah dengan kecerdasan yang dimiliki oleh putri mereka, hanya saja cara menggunakannya salah dan terkesan tak berprikemanusiaan.

Tak ingin putri mereka berubah pikiran, mama Alice gerak cepat menyiapkan dan memasukkan baju-baju putrinya yang ia belikan beberapa hari yang lalu.

“Kita berangkat tengah malam, jadi bisa ikut shalat subuh berjamaah di pesantren,” Pak Ahmad dan mama Alice tak ingin membuang-buang waktu.

“Cepet banget pa, minggu depan kan bisa,” Alisha berusaha menegosiasi keberangkatannya. Baru juga dua tahun menghirup udara Jakarta kini harus ke pesantren.

Pengetahuan Alisha tentang sebuah pesantren adalah berada di tempat yang jauh dan masuk ke pedalaman yang mana tak ada kendaraan yang lewat kecuali kendaraan pribadi. Mulai besok ia akan berada di penjara suci dan akan berakhir saat papanya mengatakan cukup. Senakal-nakalnya Alisha, ia tetap patuh dan hormat pada kedua orang tuanya yang sudah bersusah payah menghadirkannya ke dunia yang indah ini.

“Semakin cepat kamu masuk pesantren semakin cepat pula pendidkanmu dimulai sayang,” Mama Alice ikut menimpali dengan lembut.

“Terserah Kalian ajalah. Tapi jangan lama-lama meninggalkanku disana,” Alisha masih belum sepenuh hati ingin belajar di pesantren. Alisha yang menyukai segala sesuatu yang baru namun untuk hal yang berhubungan dengan pesantren, sama sekali tak ada dalam daftar tantangan yang harus ditaklukkan

Merasa tak ada lagi harapan untuk mengulur waktu masuk pesantren, Alisha memilih masuk ke dalam kamarnya dan menyiapkan barang-barang pribadi yang harus ia bawa. Ponsel dan macbook dengan segala perlengkapannya urutan pertama masuk ke dalam tasnya. Baru kemudian menyusul parfum dan berbagai macam skin care. Ia belum tahu seperti apa kehidupan dalam pesantren.

CBE # 2 》》 SELAMAT DATANG, KAWAN

Sesuai dengan perkiraan pak Ahmad, akhirnya mereka tiba saat menjelang adzan subuh di depan pintu gerbang pesantren Al-Hasan. Sejenak Alisha terdiam, dari luar sepertinya pesantren tersebut tidak terlalu menakutkan. Terlihat dari pintu gerbangnya yang dipenuhi kaligrafi yang entah apa artinya dan terlihat sedikit lebih modern dari pesantren yang pernah ia baca diberbagai artikel.

‘Aku pasti bisa keluar dari sini secepatnya,’ Batin Alisha yakin.

“Jangan diam aja, ayo turun.” Mama Alice menatap putrinya yang masih duduk dengan tenang dijok belakang.

“Iya ma, bentar.” Rupanya mobil sudah melewati pintu gerbang dan berhenti persis di depan teras rumah pemilik pesantren.

Saat mobil mereka berhenti, seorang pria paruh baya lengkap dengan sorbannya di dampingi oleh seorang pria muda berdiri di depan pintu rumah tersebut. Alisha bisa menebak dengan jitu jika pria paruh baya tersebut adalah pemilik pondok pesantren sekaligus sahabat papanya.

“Selamat datang kawan, acara kenalannya nanti aja keburu shalat subuh,” Pak Kiyai langsung mengajak tamunya untuk shalat berjamaah di mesjid pesantren.

“Ayo Al, kita shalat dulu,” Mama Alice kembali membuka pintu mobil dan mengambil mukenah yang memang sengaja di siapkan di mobil agar bisa shalat di mesjid mana saja kala mereka sedang berada di luar dan waktu shalat tiba.

“Al menunggu di mobil aja ma, masih ngantuk dan capek,” Alisha membalikkan badannya ingin kembali merebahkan diri di mobil.

Pria muda yang sejak tadi tak bersuara kini mendengus melihat tingkah gadis itu. Pantas saja orang tuanya membawanya ke pesantren, ternyata anaknya susah diatur. Shalat subuh saja malas, mau jadi apa gadis itu. Pria muda itu berjalan terlebih dahulu menuju mesjid. Ia akan memimpin shalat subuh.

Suara adzan subuh kini terdengar dengan jelas, dan Alisha serta mama Alice telah berada di dalam mesjid pesantren bergabung dengan para santriwati untuk bersama-sama melaksanakan shalat subuh. Meskipun sempat terjadi drama antara mama Alice dan Alisha namun keduanya memasuki mesjid tepat waktu.

Kehadiran keduanya cukup menarik perhatian para santriwati karena wajah keduanya yang berbeda dengan penduduk lokal. Wajah mama Alice yang memang seratus persen bule dan wajah Alisha merupakan perpaduan kecantikan mama Alice dan ketampanan pak Ahmad membuatnya terlihat sangat menonjol dibandingkan wajah ayu para santriwati.

Hingga shalat subuh dan tausiah singkat selesai Alisha masih penasaran dengan suara merdu imam shalat subuh. Mama Alice dan Alisha lalu keluar dari mesjid dengan diiringi tatapan para santri yang penasaran dengan keberadaannya. Keduanya berjalan menuju rumah pemilik pesantren sementara para pria mungkin sudah berjalan lebih dulu.

“Ma, kok terasa jauh ya padahal tadi jarak mesjid dengan rumah pak Kiyai dekat. Kita gak kesasar kan ?” Alisha ragu dengan jalan yang mereka lewati. Suasana masih agak gelap maklum lokasi pesantren dipenuhi banyak pohon-pohon. Apalagi rumah pak Kiyai Somad terpisah dari lokasi pesantren.

“Tadi kita setengah berlari Al, karena takut ketinggalan shalat subuh,” Mama Alice menatap putri cerewetnya. Hampir setiap hari mereka berdebat dengan pemicunya hanya hal sepele.

“Cepetan ma, gak usah menatapku kayak gitu. Aku masih capek bin lelah, butuh istirahat panjang,” Salah satu keajaiban Alisha di samping kecerdasan dan kenakalannya adalah suka membesar-besarkan sesuatu yang berhubungan dengannya alias super lebay.

“Jangan bikin malu papa sama mama, Al. Kita saat ini berada di lingkungan pesantren, jaga sikap dan bicaramu,” Mama Alice tak henti-hentinya selalu mengingatkan Alisha. Entah bagaimana jadinya nanti ketika putrinya itu menuntut ilmu di pesantren tersebut.

Setelah misuh-misuh sepanjang jalan menuju ke rumah utama, akhirnya Alisha menarik napas lega. Mereka kini sudah berada di ruang tamu rumah pak Kiyai Somad dan ibu Nyai Hasna.Teh hangat dan cemilan sudah menanti mereka.

“Jadi cah ayu sudah siap mondok di pesantren ?” Bu Nyai Hasna bertanya dengan lembut pada Alisha.

“Nama saya Alisha, bu. Bukan Cah ayu, “ Alisha tak terima namanya diganti seenaknya oleh orang lain. Sementara yang lain tertawa kecuali mama Alice yang juga tak mengerti arti kata cah ayu.

“Sayang, maksud bu nyai adalah bocah ayu, sapaan untuk anak gadis yang cantik. Bukannya mengganti namamu,” Pak Ahmad tak ingin putrinya mengomel karena merasa namanya diganti.

Semua tertawa mendengar kata-kata Alisha kecuali pria tampan yang sejak tadi hanya diam dan sepertinya tak tertarik dengan pembicaraan eyang dan tamunya. Arkana hanya ingin jam segera menunjukkan pukul 08.00 agar ia segera mengajar dan kembali ke ibukota. Marina tak segan-segan menyusun berkas diatas mejanya.

“Mari silahkan dinikmati kudapannya, kalian perjalanan jauh kemari tentu lelah dan butuh penghangat perut sebelum sarapan,” Kiyai Somad mempersilahkan pak Ahmad dan keluarganya menikmati cemilan yang sudah disiapkan oleh istrinya.

“Oh ya, kenalkan cucuku yang kebetulan sedang berkunjung sekaligus mengajar IT pada anak-anak santri dan santriwati. Namanya Faisal Arkana Kaif, orang-orang di pesantren memanggilnya Gus Faisal entah siapa panggilannya diibukota tapi kalau aku lebih suka memanggilnya Arkana,” Kiyai Somad terkekeh memperkenalkan cucunya di sela-sela menikmati kudapan khas pesantren.

“Disini diajarkan IT juga pak Kiyai ? Wah asyik nih pesantren.” Mata Alisha berbinar mendengar ucapan pak Kiyai. Mungkin hanya mata pelajaran ini yang ia sukai di pesantren. Lebih tepatnya ia bisa berselancar dengan bebas dan terhubung dengan teman-temannya di luar negeri.

Mama Alice menatap pak Ahmad khawatir, ia mengenal putrinya berikut kelakuannya dengan baik. Namun tentu saja mereka tak mungkin memberitahukan keahlian putrinya. Demi keamanan Alisha, biarlah hal itu menjadi rahasia mereka.

“Alisha suka IT ? Kebetulan sekali Kaif juga sangat menguasai IT dan untuk kemajuan para santri maka ia akan berkunjung secara rutin setiap hari jumat hingga minggu untuk berbagi ilmu.” Tukas pak Kiyai Somad tersenyum lebar begitupula dengan bu nyai Hasna.

“Suka pak Kiyai, Alisha sangat meminati bidang tersebut, “ Diam-diam mama Alice menarik napas lega mendengar jawaban putrinya.

“Ya sudah, kebetulan hari ini jumat jadi setelah jumatan nanti kelas IT di mulai,” Pak Kiyai Somad sangat antusias sementara Faisal Arkana Kaif hanya diam dan menatap datar Alisha. Entah apa yang dipikirkan pria muda itu.

“Maaf pak Kiyai dan bu Nyai, boleh kan aku istirahat ? Agar bisa konsetrasi belajar nantinya.” Alisha melirik pria muda dengan wajah datarnya yang sama sekali tak enak dipandang.

“Tentu saja boleh nak. Silahkan istirahat yang cukup di kamar.” Bu Nyai Hasna segera berdiri untuk menunjukkan kamar tamu. Mama Alice hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah putri semata wayangnya.

Seketika rasa kantuk Alisha semakin mendera kala melihat kasur empuk dan bantal yang seakan melambai-lambai memanggil dirinya untuk segera berlayar ke pulau mimpi. Alisha memang salah seorang gadis yang selalu menuruti keinginan matanya jika butuh dipejamkan. Bu Nyai Hasna hanya bisa tersenyum melihat tingkah Alisha. Sangat menggemaskan baginya.

CBE # 3》》DEMI KEBAIKANMU

Tidur Alisha terusik manakala sang mama mulai menggoyang-goyangkan tubuhnya. Perlahan Alisha membuka paksa matanya. Menyadari jika dirinya bukan sedang berada di tempat tidurnya, Alisha sontak bangun dan duduk sembari menatap wanita bule yang sudah melahirkannya.

“Alhamdulillah, akhirnya kesadaranmu kembali,” Mama Alice menatap putrinya sambil tersenyum manis. Meskipun setengah jam yang lalu ia sudah berusaha dan berjuang untuk membangunkan anak gadisnya namun kali ini tak ada omelan yang meluncur bebas dari bibirnya seperti biasanya. Entah karena mama Alice menahan diri karena sedang di rumah sahabat sang suami atau karena sisa hitungan jam ia dan putrinya akan berpisah.

“Ma, harus banget ya aku tinggal disini ?” Alisha menatap mama Alice dengan puppy eyesnya berusaha menggoyahkan keputusan sang mama. Biasanya jurus andalannya ini berhasil di depan Jonathan Smith yang tak lain adalah grandpanya.

“Harus sayang, demi kebaikanmu. Mama harap kamu jangan bertindak semaumu, jika ada masalah diskusikan dengan pak Kiyai atau bu Nyai atau ustad dan ustadzah.” Mama Alice mewanti-wanti putrinya yang tak pernah memberi kompromi pada orang yang suka mengganggunya.

Alisha hanya menatap datar sang mama yang terus-terusan menasehatinya hingga telinganya berdengung. Alisha tipe gadis yang tak suka mendengar kata-kata yang berulang. Ingatannya sangat bagus hingga tak membutuhkan pengulangan kata.

Dari luar kamar terdengar suara pak Ahmad dan pak Kiyai serta cucunya sedang berbicara yang berarti shalat jumat telah usai. Mama Alice segera berdiri dan melangkah ke kamar mandi yang terletak di dalam kamar untuk berwudhu selanjutnya menunaikan kewajibannya sebagai muslimah. Alisha pun mengikuti sang mama sebelum wanita bule itu kembali menceramahinya

Selesai dengan kewajibannya, kedua wanita cantik beda usia itu keluar kamar dan bergabung dengan penghuni rumah. Alisha tampak kerepotan membenahi jilbabnya yang tak bisa tenang dikepalanya sementara bajunya yang panjang seolah menghambat langkahnya. Arkana Kaif menundukkan pandangannya ketika tanpa sadar Alisha mengangkat bajunya hingga memperlihatkan betis jenjangnya. Sepertinya Alisha harus membiasakan diri dengan jilbab dan bajunya yang panjang.

“Sebelum mengantar nak Alisha ke asrama sebaiknya kita makan dulu, yuk.” Ibu Nyai mempersilahkan mereka santap siang bersama. Alisha yang sejak tadi memang sangat membutuhkan nutrisi segera beranjak mendahului yang lain. Lagi-lagi pria muda yang sejak tadi memperhatikan tingkah laku Alisha hanya bisa mendengus kasar.

‘Gadis gak ada aturan. Semoga saja gadis itu tidak menjadi biang masalah pada pesantren eyang,’ Batin Arkana mengkhawatirkan pesantren yang susah payah dibangun Kiyai Somad.

Selapar-laparnya Alisha namun ia tetap memiliki kesopanan untuk tetap menunggu para orang tua mengambil makanannya. Baru setelah itu ia mulai beraksi. Gadis yang selalu apa adanya sehingga orang-orang yang tak mengenalnya mengira jika ia sama seperti gadis-gadis pada umumnya.

Melihat semua makanan lezat tertata dengan rapi di meja makan, semua menikmati makan siang tanpa suara, Alisha pun diam menikmati makanan yang sangat pas di lidahnya. Hingga makan siang berakhir dan mereka kembali ke ruang tengah barulah Alisha membuka suara.

“Maaf pak Kiyai, ada gak kamar asrama yang kosong. Soalnya aku gak suka kalau berisik,” Alisha tersenyum manis berharap keinginannya terkabul.

“Kalau yang benar-benar kosong gak ada nak, tapi penghuni asrama yang hanya dua orang ada kok.” Pak Kiyai Somad memang menghafal diluar kepala jumlah setiap kamar pada pesantrennya.

Mulut Arkana sudah sangat gatal ingin membalas perkataan gadis itu namun ia harus menahannya karena tak ingin dinilai negatif oleh sahabat eyangnya. Faisal Arkana Kaif sangat menghormati pak Ahmad meskipun mereka dibidang bisnis yang berbeda.

Arkana mengenal sosok pak Ahmad yang merupakan salah satu pemilik perusahaan terbesar di tanah air.

Sama halnya dengan pak Ahmad yang bergelut di dunia bisnis, Arkana pun sedang mengembangkan bisnisnya dibidang IT yang masih sangat langka di tanah air. Sebagai kaum muda yang merasakan manfaat tekhnologi maka iapun berusaha meyakinkan sang eyang agar menambahkan pembelajaran IT pada kurikulum pesantren. Sehingga santri dan santriwati bisa bersaing setelah selesai mondok. Karena tidak semua santri ataupun santriwati akan terus berada di pesantren tersebut.

“Gak apa-apa pak Kiyai, yang penting mereka tidak menyentuh barangku, “ Alisha berterus terang. Itulah Alisha yang selalu mengungkapkan apa yang tidak disukainya.

“Sayang, mulai sekarang kamu harus membiasakan diri untuk berbagi sama yang lain.” Pak Ahmad kembali mengingatkan putri kesayangannya.

“Maksud Al barang-barang pribadi pa,” Sejak dulu Alisha memang tak suka jika seseorang menyentuh barangnya karena iapun tak pernah menyentuh barang yang bukan miliknya sebelum meminta ijin pada yang empunya barang.

Jonathan Smith mendidik Alisha dengan sangat baik dan penuh kasih sayang. Namun pria tua itupun menyisipkan sikap tegas terhadap hal-hal tertentu. Jonathan Smith berhasil membuat cucu semata wayangnya menjadi wanita cerdas dan tangguh.

Waktu terus bergulir, kini saatnya Alisha dibawa ke asrama khusus santriwati sebelum pak Ahmad dan mama Alice kembali ke ibukota. Dengan wajah pasrah Alisha mengikuti pak Kiyai dan papanya dari belakang. Alisha tak lagi memainkan drama menyedihkan karena ia menyadari jika untuk saat ini bukan waktu yang tepat. Nasibnya sudah ditentukan untuk berada di penjara suci ini. Alisha bertekad akan memperlihatkan sikap terbaiknya agar kedua orang tuanya segera menyelesaikan hukumannya.

“Setelah menyimpan barang-barangmu, ikuti teman sekamarmu menuju kelasku agar kamu tidak ketinggalan pelajaran.” Untuk pertama kalinya Arkana berbicara pada Alisha dengan nada tak enak yang berhasil ditangkap oleh indera pendengaran Alisha. Arkana sebelum berbelok menuju kelas, tak mungkin ia ikut masuk wilayah asrama santriwati.

Dengan sekuat tenaga Alisha menahan diri agar tak terpancing. Otaknya masih waras untuk tidak semakin mempersulit dirinya mengingat sang papa masih ada di sekitarnya. Hanya tatapan datar yang ia berikan pada pria muda itu.

“Jangan khawatir nak, Alisha pasti akan langsung belajar.” Sejujurnya pak Ahmad khawatir melihat tatapan datar putrinya. Namun untuk berterus terang iapun berpikir seribu kali. Pak Ahmad tak ingin membuat Arkana merasa tersinggung.

“Iya pak, kalau begitu saya pamit ke kelas,” Arkana berpamitan tanpa sedikitpun melihat kearah Alisha.

Entah mengapa Arkana sepertinya tak menyukai Alisha. Sedangkan Alisha memilih tak memperdulikan ketidaksukaan Arkana padanya. Gadis itu hanya fokus pada tujuannya untuk segera keluar dari pesantren tersebut. Ia hanya harus menahan diri dan tidak membuat masalah agar papa dan mama Alice yakin bahwa dirinya bukan lagi sumber masalah.

Kini mereka berdiri di depan sebuah kamar. Pak Kiyai segera mengetuk pintu kamar tersebut Tak lama kemudian terlihat seorang gadis manis berkerudung membuka pintu.

“Pak Kiyai ?!” Gadis itu terjingkat kaget mengetahui yang mengetuk pintunya ternyata orang paling dihormati seisi pesantren.

“Belum masuk kelas nak ?” Pak Kiyai bertanya dengan lembut pada gadis bernama Tari.

“Baru siap-siap pak Kiyai, “ Balas Tari sambil menunduk. Bukannya Tari tidak sopan berbicara dengan yang lebih tua sambil menunduk akan tetapi Tari sangat menghormati pak Kiyai Somad sehingga tak kuasa untuk mengangkat pandangannya.

“Teman sekamarnya kemana, nak ?!” Pak Kiyai menanyakan keberadaan teman sekamar santriwati tersebut dan sekaligus memperkenalkan Alisha.

“Sudah masuk kelas lebih dulu pak Kiyai, “

“Bapak bawa teman buat kalian, semoga kalian bisa rukun dan membimbing nak Alisha. Kalian boleh masuk kelas bersama. Guru kalian pasti akan memaklumi keterlambatan kalian,” Pak Kiyai Somad memperkenalkan Alisha.

“Silahkan nak Alisha bawa masuk kopernya. Setelah itu langsung saja ke kelas.” Pak Kiyai Somad memerintah dengan sangat lembut sehingga Alisha dengan senang hatu menuruti perkataan pak Kiyai.

Alisha pun menuruti perintah pak Kiyai Somad. Sementara pak Ahmad dan mama Alice memperhatikan putri semata wayangnya dengan rasa sedih karena sebentar lagi mereka akan berpisah. Mama Alice menggenggam tangan pak Ahmad dengan kuat. Wanita bule itu berusaha mendapatkan kekuatan dari sang suami agar airmatanya tak meluncur bebas.

“Pa, ma, Al masuk kelas, ya,” Alisha menyalami dan mencium punggung tangan kedua orang tuanya secara bergantian. Santriwati yang belum Alisha ketahui namanya pun ikut menyalami pak Ahmad dan mama Alice kemudian beralih pada pak Kiyai Somad.

Alisah sengaja tak meminta pelukan seperti biasa jika mereka akan berpisah. Bukan karena Alisha marah atas sikap kedua orang tuanya yang memilih pesantren sebagai tempat untuk memperbaiki diri. Alisha tak ingin terlihat cengeng dan manja oleh teman sekamarnya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!