NovelToon NovelToon

Jerat Cinta Mr Billionare

Bab 01. Pernikahan yang tak Diinginkan

"Saya terima nikah dan kawinnya saudari Alya Putri Adelia, binti Bapak Ahmadi dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan mas batangan 50 karat dibayar tunai."

Ucapan lantang pemuda bernama Rivaldo terdengar nyaring di ruang tamu. Tidak banyak tamu undangan, hanya keluarga dekat saja yang datang, Alya sendiri juga masih duduk di bangku sekolah, tapi dipaksa untuk menikah dengan pria yang sudah dipilihkan oleh kakeknya.

"Bagaimana para saksi?"

"Sah."

"Alhamdulillah."

Semua orang di ruangan itu mengucap doa untuk mengiringi bersatunya anak manusia yang sudah mengikrarkan sumpah di depan penghulu.

Setelah selesai ijab qobul, Alya memutuskan untuk masuk ke kamarnya dengan menggerutu.

'Bisa-bisanya Papa melakukan semua ini padaku. Kenapa harus aku yang menikah dengan pria itu. Masih ada kak Vita. Kenapa harus aku!'

Alya benar-benar kesal dan kecewa dengan sikap orang tuanya yang tak bersikap adil padanya. Seolah-olah, dirinya dianggap seperti anak tiri.

'Lagian ... Kak Vita sudah cukup berumur untuk menikah. Aku bahkan tidak bisa melanjutkan sekolahku. Argh! Tega sekali, mereka.'

Ingin menjerit malu, ingin menangis pun tak bisa.

'Andai Saja ada celah untuk  kabur, pasti akan kulakukan.'

Ia menatap ruang kamarnya yang telah dikunci rapat. Orang tuanya menaruh kecurigaan, kalau ia bakalan kabur di acara  pernikahannya.

'Kalau tahu begini ... Mendingan aku tinggal di asrama. Mungkin mereka tidak akan memaksaku untuk menikah dengan laki-laki asing itu,' omelnya dengan muka cemberut. 'Aku bahkan masih tidak mengenali pria itu. Apakah dia pria yang baik?'

Alya menghempaskan tubuhnya ke ranjang. Dia benar-benar lelah dan frustasi akan pernikahannya. Ia bahkan sudah membuat kesalahan besar. Meninggalkan kekasihnya, hanya untuk menikah dengan laki-laki lain, yang belum tentu lebih baik dari kekasihnya.

Terdengar pintu berdecit. Rivaldo masuk dengan tatapan angkuhnya. Mendapati Alya yang masih mengenakan gaun dan masih rebahan di kasur, dia pun langsung menegurnya.

"Cepat kemasi barangmu!" Ucapan dingin itu terdengar cukup lantang di ruangan kamar.

Alya hanya diam, masih malas untuk bangun. Gadis itu tak menghiraukan Omelan suaminya.

"Alya! Kau itu budek, apa bisu, hah! Kalau dibilang untuk berkemas-kemas ... Segeralah berkemas. Aku tidak memiliki banyak waktu untuk berdebat denganmu di sini," cercahnya dengan tatapan melotot.

"Ih! Apaan sih!"

Saat Rivaldo memegang tangannya  dan memintanya untuk bangun, gadis itu langsung menghempaskannya.

Ia benar-benar benci pada laki-laki itu.

"Bisa nggak sih! Nggak kasar sama cewek. Kalau ngomong itu pakai perasaan. Jangan asal ngejeplak aja," seru Alya berdecak.

"Yang kasar itu siapa?! Aku memintamu buat berkemas, tapi kau malah mengabaikanku. Aku tidak  ada waktu untuk bermain-main Al, pekerjaanku padat, tolong mengertilah!!"

Kembali pria itu meraih tangannya dan menariknya perlahan. "Ayo bangun Al! Nanti keburu malam."

"CK! Aku nggak mau! Aku mau di sini, kalau kamu mau balik ya balik aja, nggak usah pedulikan aku. Aku masih ingin sekolah, tolong jangan paksa aku buat nurut sama kamu!"

Seketika Rivaldo emosi. Gadis yang dinikahinya itu lumayan membuatnya jengkel.

"Berani sekali kau melawanku. Kau itu hanya perempuan nggak penting. Jangan menantangku, ya!"

Rivaldo menghempaskan tangan Alya cukup kasar dengan bola matanya melotot nyaris keluar.

"Dengar! Alya. Aku menikahimu bukan karena keinginanku. Kalau saja aku boleh memilih, aku tak sudi menikahi wanita ingusan sepertimu. Di luar sana masih banyak wanita yang cantik dan berpendidikan, tapi demi rasa cintaku terhadap orang tuaku, aku rela mengorbankan perasaanku sendiri."

Jlebb, seketika hatinya terkoyak mendengar mulut pedas pria yang sudah menikahinya. Di sini dia sendiri juga sudah berkorban perasaan demi orang tuanya.

"Jaga bicaramu!"

Alya langsung menaikkan telunjuk tangannya tepat di depan muka Rivaldo, dengan tatapan melotot. Ingin sekali menonjok muka Rivaldo yang sudah merendahkannya.

"Kau pikir aku juga Suti menikah denganmu, aku juga tidak sudi menikah dengan laki-laki kasar sepertimu. Seharusnya kau tidak perlu datang untuk menikahiku. Aku tidak akan menangis walaupun kau tidak menjadi menikahiku! Usiaku masih sangat muda, sangatlah tidak pantas menikah dengan aki-aki sepertimu!"

Degup jantung Alya bergemuruh panas dan terpompa dengan cepat. Ingin sekali berteriak keras agar semua orang tahu bahwa pria itu sangatlah menyebalkan.

"Di luar sana masih banyak laki-laki yang jauh lebih baik, dibandingkan dirimu. Jadi kau tidak usah blagu', seru Alya melawan.

Rivaldo sangat kecewa dengan orang tuanya. Ia dipaksa untuk menikahi gadis belia, yang masih belum bisa berfikir dewasa. Ia agak kesulitan mendidik wanita seperti Alya. Akan banyak memakan emosi yang membuatnya darah tinggi.

'Ya ampun, apa jadinya kalau aku tinggal satu atap dengannya. Pasti dia akan membebaniku. Belum lagi kalau sampai temanku tahu aku sudah menikahi gadis dibawah umur, apa yang akan mereka katakan padaku?'

Rivaldo benar-benar tidak bisa tenang. Selain pekerjaannya yang menumpuk ditambah lagi dengan adanya Alya yang dipercayakan untuk dijaganya.

"Kenapa menatapku seperti itu? Turunkan tanganmu. Atau aku akan mematahkan tanganmu!" Melihat  tangan Alya yang tertuju ke mukanya, Rivaldo langsung memberikan ancaman.

Perlahan Alya menurunkan tangannya. Ia mencoba untuk mengontrol emosinya yang menggebu-gebu.

"Aku tidak punya kesabaran seperti orang tuamu, Alya. Kalau kau tidak mau pergi bersamaku ... Aku akan pergi sendiri," ucapnya berjalan menuju nakas untuk mengambil laptopnya.

"Tapi jangan harap kau bisa lepas begitu saja dariku," ucapnya dengan senyuman smirk. "Aku sudah memegang surat-surat pernikahan kita. Jika kau ingin bertindak semaunya sendiri, maka kau akan tahu sendiri akibatnya."

Ancaman yang membuat Alya takut. Belum genap sehari menikah saja Rivaldo sudah memberikan ancaman-ancaman buruk padanya. Entah apa yang ada di pikiran orang tuanya, sampai-sampai memilih Rivaldo untuk menjadi pasangan hidupnya.

"Ih! Berisik banget, sih. Mendingan Sono keluar dari kamarku. Jangan harap aku mau berbagi kamar denganmu!"

Alya beranjak dari ranjang dan mendorong Rivaldo sampai ke pintu.

"Siapa juga yang mau berbagi kamar denganmu, gadis ingusan! Aku bahkan tidak sudi untuk menjamahmu!"

"Siapa juga yang mau kau jamah! Aku pun tidak sudi memberikan kehormatanku pada laki-laki tua bangka macam dirimu! Andai saja ada waktu buat kabur, Aku pastikan untuk kabur daripada menikah dengan laki-laki egois sepertimu!!"

Rivaldo tersenyum menyeringai. Cukup menantang, dan pastinya akan banyak menguras emosi tinggal serumah dengan Alya. Tapi apa yang bisa diperbuatnya, selain menuruti kehendak orang tua.

"Kalau kau memang ada niatan buat kabur, kenapa tidak kau lakukan, bego! Kenapa kau masih bertahan di sini? Harusnya kau kabur, dan urusannya akan selesai."

"Tidak semudah itu, Ferguso! Lihatlah. Kamarku dikunci rapat oleh Papaku. Mereka tidak ingin aku kabur. Harusnya kau yang kabur dan tidak melakukan ijab kabul menikahiku."

Alya menatap Rivaldo dengan memicingkan bola matanya. Otaknya mulai dipenuhi pikiran kotor mengenai laki-laki yang sudah menikahinya itu.

"Atau jangan-jangan kau hanya berpura-pura membenciku, tapi di dalam hatimu sudah berniat ingin memperistriku, Tuan Rivaldo? Dasar tua bangka! Kau pemangsa anak di bawah umur!"

Bab 02. Memangnya Aku Babumu!

Rivaldo melotot. "Apa kau bilang? Aku pura-pura membencimu? Dan aku memang berniat untuk menikahimu? Helo nona! Mimpimu ketinggian. Kalaupun aku ingin menikah, tentunya dengan wanita yang aku cintai, bukan bocah sepertimu!"

Rivaldo harus mempersiapkan diri untuk bisa mengontrol emosinya saat berdebat dengan Alya. Gadis itu sangat keras kepala, jika diladeni yang ada ia akan pusing sendiri.

"Jangan pernah mengajakku bercanda dikala hatiku menolak untuk tidak mau diajak bercanda. Sebelum kemarahanku habis, lebih baik kau segera mandi dan lekaslah  berkemas. Ayo cepat! Jangan lelet jadi orang!"

Pria itu cukup keras membentak Alya, bahkan ia tak peduli kalaupun orang tua Alya mendengar suaranya yang lumayan keras menggema di ruangan.

Tak ingin berlama-lama berdebat dengan Rivaldo, akhirnya Alya memutuskan untuk segera pergi ke kamar mandi.

'Ih! Amit-amit. Kok ada ya, orang macam itu. Mimpi apa aku semalam. Hidupku benar-benar berakhir tinggal bersama orang gila seperti itu.'

Alya menggumam menuju kamar mandi. Meninggalkan Rivaldo yang masih berdiri di dalam kamarnya. Berkali-kali dia mengumpat, tak adakah kebebasan untuknya bisa memilih. Sudah dinikahkan dengan aki-aki bawel, entah apa lagi drama yang terjadi di rumah tangganya kelak.

"Aku tunggu lima menit. Tidak kurang dan tidak lebih. Jika kau sampai terlambat keluar, aku akan meninggalkanmu."

Rivaldo langsung ngacir keluar kamar. Entah apa yang ada di benaknya. Tapi yang jelas, kata-katanya sangat menyebalkan.

'Bodoamat! Pergi aja, nggak usah kembali. Aku berharap kau cepat mati! Biar aku bisa bebas cari pengganti.'

Dalam hati dia menggerutu. Ia berpikir, entah sampai kapan pernikahannya bisa berlanjut. Harapannya Rivaldo lekas koid biar dia bisa kembali bebas tanpa memiliki beban.

"Aldo! Di mana Alya? Apa dia sudah berkemas?" tanya Ahmadi, selaku mertuanya.

"Dia masih mandi Pa, dari tadi sudah kuperingati buat berkemas, tapi dia malah mengajakku berantem."

Ahmadi sendiri suka dibuat jengkel oleh ulah Alya, tak salah jika Rivaldo juga mengeluh.

"Ya, begitulah sikap Alya, selalu ngeyel. Kamu yang sabar ya Al, Papa sudah percaya padamu sepenuhnya untuk menjaga Alya, jangan buat kami kecewa."

Dengan cepat Rivaldo mengangguk. Walaupun  dalam hati menolak, tapi tak mungkin ia sanggup menolak keinginan orang tua, setidaknya ia harus bisa menghargai orang yang lebih tua darinya.

"Iya, insyaallah aku bakalan jagain Alya Pa. Aku minta doa restunya, agar hubungan kami dipermudah."

***

Tepat pukul 14.26 wib, Alya keluar dari dalam kamarnya. Ia menepati janjinya, mengemasi barang-barangnya dalam jangka waktu yang hanya lima menit saja.

"Telat, satu menit." Rivaldo menatap jam tangannya tanpa menoleh pada Alya.

"Ck! Cuma semenit doang!" Alya menjinjing kopernya keluar rumah, dibantu oleh Ayahnya.

Masih banyak pertanyaan yang belum sempat ditanyakan pada orang tuanya, tapi dia sudah keburu diajak pulang. Padahal ia masih ingin tinggal di kamarnya.

"Kalau sudah nggak ada yang ketinggalan, mendingan cepat masuk. Jangan lelet jadi orang," Rivaldo menggerutu dengan memasuki mobilnya.

"Tak ada lagi yang ketinggalan? Aku tidak mau balik lagi hanya untuk hal yang tidak penting," tegasnya.

Alya berfikir sejenak, mengingat apa yang belum ia kemas. Sebenarnya dia masih malas untuk ikut bersama sang suami, tapi tak ingin diomeli orang tuanya, dengan terpaksa ia ikut pulang bersama suaminya.

'Aku berasa banget tak diinginkan oleh keluargaku sendiri. Kak Vita saja tidak diminta buat menikah, tapi aku, yang masih belum lulus sekolah sudah didesak buat nikah. Apa sih perbedaan aku dengan Kak Vita? Menyebalkan!'

Jika saja ada pilihan, ia akan memilih untuk pergi meninggalkan keluarganya. Ia berfikir, kalau saja Rivaldo, mengusir atau menceraikannya, ia juga tidak mau kembali ke rumah orang tuanya.

"Al! Apa kau mendengarkanku?"

Ucapannya tak didengar oleh Alya, membuat pria itu kesal.

"Al! Bisakah kau tidak mengabaikanku?"

"Hm ..., apa, iya?!  Alya gugup menjawabnya.

Tak ingin berlama-lama yang akan banyak menyita waktu, akhirnya diputuskan untuk segera berangkat.

"Ya sudah. Ayo masuk! Nanti keburu malem. Aku masih ada acara di luar."

Kedua pasangan itu langsung berpamitan pada orang tuanya. Rivaldo mengklaksonkan mobilnya dan langsung keluar dari halaman rumah mertuanya.

***

Pernikahan mendadak itu begitu mencengangkan. Beberapa hari sebelum pernikahan itu diselenggarakan, orang tuanya menjelaskan tentang perjodohan itu.

Alya sempat menolaknya, namun orang tuanya tetap keukeh memintanya untuk mau menurut. Dalam sekejap saja, ia sudah menjadi nyonya Rivaldo. Padahal, ia masih harus menyelesaikan sekolahnya.

'Enak kak Vita, bisa bebas cari pasangan. Dia bahkan bisa menggapai cita-citanya. Kalau aku? Mana bisa aku menggapai cita-citaku sebagai pramugari. Ingin memiliki suami berprofesi sebagai pilot, gagal deh." Alya mengusap wajahnya kasar.

Diam-diam gadis itu melirik ke arah pria yang fokus menyetir mobil.

'Ih! Serem juga berduaan di dalam mobil. Dia juga nampak seperti kulkas. Sama sekali tidak menyenangkan.'

Cukup lama diam, membuat Alya garing. Ia pun terpaksa mulai buka suara, walaupun diabaikan oleh Rivaldo.

"Em ... Om! Apakah aku masih bisa melanjutkan sekolahku?" tanya Alya menoleh  sekilas pada suaminya.

"Akan kupikirkan," jawab Rivaldo singkat.

"Tapi Om! Aku ingin melanjutkan sekolahku agar aku mendapatkan ijasah. Masa iya, SMA aja nggak lulus. Dikiranya aku ini udah tekdung, atau orang tuaku tak sanggup membiayaiku sekolah. Kalau nggak dilanjutin sayang dong, udah hampir tiga tahun, aku menunggu ijasahku keluar. Tapi ujung-ujungnya malah dinikahkan. Ini namanya tidak adil." 

Alya mengomel dengan mengerucutkan bibirnya. Cukup menyebalkan orang tuanya. Dia tak yakin Rivaldo menyekolahkannya kembali, atau bisa jadi pria itu malah mengabaikannya.

"Kurasa ... Jalur daring cocok untukmu," ucap Rivaldo tegas.

"Hah! Daring! Maksudnya belajar di rumah?"

Alya tercengang. Bisa-bisanya Rivaldo memiliki pikiran buat memutuskannya untuk sekolah daring. Bahkan masa korona sudah terlewat, dan ia masih diminta untuk ikut sekolah daring.

"Iya. Kau kuijinkan untuk belajar di rumah. Itupun kalau kau mau. Kalau tidak! Aku juga tidak mempermasalahkannya," jawab Rivaldo.

Tak ingin Alya keluar masuk rumah sesuka hati dengan alasan belajar, ia pun berinisiatif untuk sedikit memberikan ketegasan, sekolah dengan cara daring.

"Tugas perempuan setelah menikah hanya untuk mengabdi pada suaminya. Harus bisa menghandle pekerjaan rumah."

"Hah! Apa kau menikahiku untuk kau jadikan babumu?"

"Terserah!"

Pria itu menanggapinya santai. Dengan cara ini, mungkin ia akan berhasil merubah sikap Alya yang kekanakan, dan mengajarinya untuk bersikap lebih dewasa.

"Pilihanmu hanya ada dua. Kau mau meneruskan sekolah dengan cara daring! Atau kau putuskan untuk mengabdi padaku, dan melayaniku, di saat aku butuhkan."

"Hah!" Alya hanya bisa bengong mendengar setiap kata yang keluar dari mulut suaminya.

Dua pilihan yang tidak membuatnya nyaman. Rivaldo menoleh sekilas. Melihat tatapan Alya yang tercengang akan ucapannya.

"Kenapa? Kau tak suka dengan caraku ini? Sekarang terserah kamu. Mau melanjutkan sekolah dengan caraku, atau tidak usah sekolah sekalian. Pilihan ada di tanganmu, tentukan sekarang!"

Bab 03. Pria Dingin Menyebalkan

Alya begitu kecewa dengan sikap orang tuanya yang sudah bersikap tidak adil,  menikahkannya dengan seorang pria yang sudah dewasa. Seumur-umur, ia baru kali ini diperlakukan sangat buruk, oleh laki-laki yang kini sudah berstatus sebagai suaminya.

"Huh! Gini amat hidupku."

Gadis itu selalu mengeluh tidak nyaman tinggal satu atap bersama dengan pria asing yang kini sudah dinobatkan sebagai suaminya. Dia berpikir andai saja orang tuanya memberikan restu menikah dengan kekasihnya, hidupnya akan bahagia, tidak berakhir penuh dengan kekecewaan seperti yang dialaminya saat ini.

"Aku sangat yakin sekali kalau dia bakalan menindasku terus di sini. Lihat saja, tampangnya begitu menyeramkan, nggak ada manis-manisnya."

Melihat sikap suaminya sangat berbeda sekali dengan kekasihnya yang begitu perhatian dan bersikap lembut padanya. Bagaimana mungkin ia bisa melewati hari-harinya dengan nyaman?

"Apa kau akan menghabiskan air matamu? Seharian penuh kau gunakan waktumu hanya untuk menangis. Lebih baik kau lekas mandi, biar nggak kucel kayak gini!" tegur Rivaldo.

"Aku tadi sudah mandi. Aku tak ingin mandi lagi," bantah Alya.

Jangankan untuk mandi, untuk melakukan apapun dia sudah malas. Setelah tiba di rumah suaminya, dia memutuskan untuk mengurung diri di dalam kamar

"Apa kau bilang? Kau tidak berniat untuk membersihkan dirimu? Dasar jorok! Baru kali ini aku melihat ada perempuan yang jorok! Bahkan setelah berkeringat, kau malas buat membersihkan badanmu. Kita itu habis perjalanan jauh dan melewati debu-debu, apa kau tidak ingin terlihat segar?"

Rivaldo mengomelinya dengan bersedekap dada. Masih saja menunjukkan sikap dinginnya, selalu mengejek dan merendahkannya. Tujuannya ingin menjadikan Alya wanita yang tangguh dan tidak cengeng.

"Lekaslah mandi! Dari tadi ngapain aja! Aku bahkan sampai pulang dari meeting kamu juga belum ngapa-ngapain di sini. Lihatlah kamar masih berantakan, nggak adakah niatan untuk membersihkannya?"

Tak ingin mendengar omelan yang hanya membuat kepalanya semakin pening, gadis itu langsung melenggang pergi menuju kamar mandi dan menutup pintunya cukup keras.

Duarr!!

"Alya! Kamu itu apa-apaan sih. Jangan banting pintu sembarangan. Itu bukan pintu biasa. Aku membelinya sangat mahal. Bahkan kau tidak akan mampu untuk menggantinya!"

Dengan suaranya lantang Alya menjawab. "Bodoamat! Emangnya aku peduli! Mau rusak kek, mau roboh, aku nggak peduli!"

Di dalam kamar mandi gadis itu menangis sejadi-jadinya. Dia hanya menyesali, kenapa orang tuanya begitu tega menikahkannya di saat ia masih duduk di bangku SMA. Terlebih lagi ia dinikahkan dengan pria yang belum pernah dikenalinya.

'Andai saja dulu aku ikut dengan temanku tinggal di asrama, mungkin aku tidak akan dijodohkan sama laki-laki sialan itu. Sekarang Aku benar-benar menyesal. Laki-laki itu sangat kasar. Aku cuma khawatir, bagaimana kalau  nanti dia memintaku untuk melayaninya? Oh! My God! Apa yang harus aku lakukan? Aku nggak siap untuk melakukan seperti itu dengan orang yang tidak pernah aku cintai.'

Alya memukuli keningnya yang terasa begitu pening. Perasaannya campur aduk antara resah dan gelisah. Ada saja di situ ada tempat yang bisa digunakan untuk kabur, mungkin ia akan kabur saja dari kediaman suaminya.

"Ngapain aja gadis itu, mandi kok lama banget? Apa nggak tau ini udah hampir setengah jam dia berada di dalam kamar mandi."

Rivaldo menatap ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul setengah enam sore, dan Alya tak kunjung keluar dari kamar mandi.

"Alya! Kenapa kau lama sekali di dalam? Apa kau ingin menggunakan kamar mandi itu sendiri? Aku juga mau mandi, Al!"

Berkali-kali pria itu menghela napas menunggu Alya keluar dari dalam kamar mandi. Dia sendiri juga butuh mandi setelah menemui kliennya di luar.

"Buruan Al! Apa kau ingin aku masuk lalu memandikanmu?Jangan harap, aku tidak akan pernah menjamah mu!"

Terdengar sangat keras ketukan dari luar kamar mandi dengan mengomel yang membuatnya bertambah jengkel.

"Siapa juga yang mau kau mandikan? Aku juga tak sudi dijamah kakek-kakek sepertimu. Harusnya kamu itu menikah dengan wanita yang seumuran denganmu, bukan anak kecil seperti aku!"

Alya menekan setiap kalimat yang keluar dari dalam mulutnya. Ia sendiri juga kecewa, sudah dinikahkan dengan pria yang umurnya jauh 6 tahun di atasnya, padahal harapannya ia ingin sekali menikah dengan pria yang umurnya setara, atau lebih tua 2 tahun darinya.

"CK! Jangan sembarangan kalau bicara! Memangnya kau pikir aku ini kakekmu? Umurku masih 25 tahun, masih banyak orang yang berumur lebih dari 30 tahun tapi belum menikah. Bisa-bisanya kau mengataiku kakek-kakek. Umur kita hanya berselisih 6 tahun, kalau pun aku bisa memilih, aku juga tidak akan memilih menikah dengan anak kecil sepertimu. Memangnya kau pikir aku nyaman nikah sama anak kecil?"

Terdengar suara Alya telah menggerutu di dalam kamar mandi. Gadis itu cukup bebal dan sulit untuk dimengerti.

"Kalau udah selesai lebih baik kamu keluar sekarang! Memangnya kau ingin tidur di dalam kamar mandi? Oke, Aku juga tidak keberatan kalau kau ingin tidur di kamar mandi. Tapi setidaknya, keluarlah dulu, setelah aku selesai mandi, kau bisa masuk lagi, dan bisa tidur di sana sesuka hatimu."

Alya yang tengah emosi, memukulkan tangannya berkali-kali ke tembok di dalam kamar mandi. Kata demi kata yang keluar dari mulut Rivaldo selalu menyakitkan hatinya.

"Anak ini kalau disabari nggak bakalan nurut. Oke, aku akan masuk ke dalam."

Cukup lama menunggu tak mendapati Alya keluar, Rivaldo pun akhirnya memutuskan untuk membuka pintunya. Saat pintunya terbuka, matanya terbelalak dan mendapati Alya yang masih juga belum mandi.

"Oh! Jadi dari tadi kamu masih juga belum mandi? Apa saja yang  kau lakukan selama itu di sini? Kupikir kau sudah mandi, tapi ternyata ..."

Rivaldo mendekat, lalu menyalakan shower dan mengguyur tubuh Alya tanpa melepaskan pakaiannya.

Alya meronta-ronta, namun Rivaldo tak mengabaikannya. "Lepas! Lepasin aku Om! Aku bisa mandi sendiri. Kau itu benar-benar ...!!"

"Sudah cukup Alya! Hari ini kau sudah banyak menguji kesabaranku! Kau itu tidak bisa diajak baik-baik rupanya! Kau selalu saja melawanku."

"Ayo lepas pakaianmu!"

Seketika otak Alya langsung blank saat Rivaldo memintanya untuk membuka pakaian yang kini tengah dipakainya yang sudah basah terguyur air shower.

"Hah! Dilepas?" Alya melotot dengan mulutnya menganga. Benar-benar di luar dugaannya, Rivaldo ternyata cukup menyeramkan. Dimulutnya ogah memiliki istri seperti dirinya, tapi dihatinya terbesit pikiran kotor untuk mendapatkannya.

"Kenapa diam! Apa yang tengah kau pikirkan? Jangan pernah berpikir yang macam-macam."

Rivaldo tahu apa yang tengah dipikirkan oleh Alya. Gadis itu pasti mengira dirinya tengah menginginkan sesuatu yang ada di tubuhnya.

"Kau tidak perlu kegeeran, Aku tidak napsu untuk menjamahmu. Ayo buruan itu semua dilepas! Atau aku sendiri yang akan melepasnya!"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!