"Cepat pergi!" teriak Zidan berharap Eric mau mendengarkan ucapannya sekali lagi.
Namun Eric seolah menulikan pendengarannya, ia tetap bertarung melawan anak buah Xelon.
Sementara Stephane dan Yull telah lebih dulu pergi meninggalkan pertarungan untuk menyelamatkan kubah matahari. Sebuah kubah kecil berukuran bola kasti yang dipercaya mampu membangkitkan tenaga besar yang dapat menelan energi matahari.
Eric menggunaan tenaga dalam dan sihirnya untuk melawan musuh tapi karena jumlah mereka yang begitu banyak, Eric jadi kewalahan.
Zidan yang mengetahui keadaan Eric segera mendatanginya setelah berhasil mematahkan pedang musuhnya, Leo.
"Aku akan menghadang mereka, cepat pergilah atau diantara kita tidak akan bisa menjaga kubah matahari!" seru Zidan sambil menangkis serangan.
"Tapi, bagaimana denganmu?" Eric seolah ragu untuk meninggalkan saudaranya ini. Ia menatap sekitar, para musuh terlihat begitu haus akan darahnya. Pedang miliknya saja sudah patah, bagaimana bisa ia akan melawan anak buah Xelon dalam keadaan seperti ini, kecuali ia harus menyerah. Ia bukanlah orang yang pengecut, tapi ia adalah ksatria siluman penjaga kubah matahari yang harus rela bahkan nyawanya sebagai taruhan untuk memperjuangkan umat manusia di bumi.
Zidan menunjukkan telapak tangannya ke arah musuh, keluarlah kilatan cahaya dari telapak tangannya itu dan berhasil menghalau mereka meski itu tidak bertahan lama. "Cepat Eric, pergilah!" teriak Zidan dan terus mengarahkan kedua tangannya.
"Lalu, bagaimana denganmu Kak!" Eric melihat situasi yang sedikit aman untuk kabur.
"Jangan perdulikan aku, cepatlah!"
Eric mengangguk cepat lalu mengambil kesempatan ini untuk segera pergi menyusul Stephane dan Yull yang lebih dulu pergi meninggalkan negara Phantom.
Negara Phantom adalah negara para setengah manusia dan setengah siluman tinggal. Ada 4 ksatria yang bertugas menjaga kubus matahari di sebuah piramida di Phantom. Tapi karena kelicikan Leo, kubah matahari itu hampir dicuri olehnya. Beruntung Zidan berhasil merebut kembali dan terjadilah peperangan di antara para kesatria dengan anak buah Xelon.
Eric merentangkan jubahnya lalu terbang ke awan.
Stephane dan Yull ternyata memilih bumi untuk mereka tempati dan melindungi kubah matahari.
Kedua saudara itu telah mendarat di sebuah hutan yang mereka anggap aman. Tak begitu lama, Eric mendarat juga.
"Di mana kak Zidan?" tanya Yull khawatir menatap ke arah belakang Eric yang ternyata tak ada sosok Zidan yang mengikutinya.
Eric menata nafasnya, lalu mulai bicara dengan perasaan bersalah. "Dia telah menyuruhku pergi."
"Jadi, kamu meninggalkan kak Zidan bertarung seorang diri?" Yull mencengkeram kuat kerah lehernya.
Stephane datang melerai, "Yull, ini bukan saatnya berdebat. Kita harus mencari tempat persembunyian yang aman."
Yull melepaskan tangannya. Eric bisa bernafas lega, ia membungkuk untuk menahan rasa sakitnya. Stephane peduli dan menanyakan keadaan Eric tapi tidak dengan Yull.
"Aku tidak apa-apa, ini hanya serangan kecil." ujar Eric bohong. Ia tidak ingin menyusahkan saudaranya yang lain.
Tapi Stephane peka, ia membuka pakaian Eric dengan paksa. Terlihat ada sayatan pedang. Dengan tenaga dalam dan sihirnya, Stephane mengobati Eric. Kini kondisinya membaik.
Mereka bertiga melanjutkan perjalanan menyusuri hutan.
Sementara Zidan sudah kehabisan tenaga melawan seorang diri. Terlihat dari nafasnya yang memburu.
Leo mengambil kesempatan lalu menyerang balik. Zidan jatuh terpental.
Leo meminta anak buahnya untuk segera mengejar Eric bersaudara.
Zidan segera bangkit dan mengumpulkan sisa energinya untuk terbang menyusul Leo dan yang lain.
Leo beserta anak buahnya tiba di bumi. Ia mendeteksi kubah matahari tak jauh dari jangkauannya.
Eric dan dua saudaranya terkepung tepat di tepi hutan kota X.
"Serahkan kubah matahari itu padaku! Dengan begitu kamu bisa selamat." ujar Leo meminta.
"Tidak akan aku biarkan kubah matahari ini jatuh ditangan ayahmu yang jahat itu!" seru Yull dengan penuh amarah.
Leo tertawa dan tak ada tawar menawar lagi, ia langsung memberikan serangan kilatan petir hitam pada mereka bertiga.
Eric, Stephane dan Yull kompak melompat dan berhasil menghindari serangan.
Leo menggertakkan gigi-giginya geram. Lantas ia pun memberi aba-aba pada anak buahnya untuk menyerang mereka bertiga.
Pertempuran pun terjadi lagi di bumi yang gelap dan hanya cahaya bulan yang temaram sebagai pencahayaan pertempuran itu.
Zidan sudah tiba di bumi dan fajar hampir saja tiba.
Pasukan Leo sangat tidak menyukai cahaya matahari di bumi. Sengatan sinarnya terlalu panas berbeda jika berada di negara Phantom. Mereka bergerak lincah menyerang dan tanpa memberi celah sedikit pun untuk lawannya bernafas lega.
Nafas Eric dan yang lain terlihat naik turun, menandakan betapa dahsyatnya pertempuran mereka.
Leo berhasil merebut kubah matahari itu.
Zidan tak tinggal diam. Lantas ia memunculkan tongkat sakti. Zidan mengangkat tongkat yang baru saja ia munculkan itu dan mengarahkan dengan cepat ke arah kubah matahari. Kubah matahari pecah menjadi 4 bagian. Zidan menyebar pecahan kubah itu ke tubuh 3 saudaranya dan yang satunya entah ke mana.
Eric dan yang lainnya merasakan tubuh mereka seperti kemasukan energi yang luar biasa, tapi kendalanya mereka bertiga belum bisa mengontrol energi itu dengan baik.
Matahari sebentar lagi akan terbit. Leo pun juga memunculkan tongkat sakti. Mengayunkan tongkat sakti ke arah Eric dan yang lain dengan cepat. Mereka bertiga langsung berubah menjadi batu berukuran kecil hingga mudah digenggam.
Leo menangkap mereka bertiga. Lubang hitam terlihat di langit. Leo dan anak buahnya kabur.
Zidan memekik tak percaya dengan apa yang sudah ia lakukan. Ia sudah kalah tepat di waktu matahari pagi muncul.
Seketika itu juga ia menoleh ke arah suara di balik semak - semak.
"Siapa di sana!" seru Zidan sambil mengayunkan tongkat ke arah semak - semak.
Seorang gadis cantik terlihat melayang ke udara akibat sihir yang Zidan berikan.
"Maafkan aku ! Aku tidak sengaja melihatmu." Gadis itu mengatupkan telapak tangannya dan menunduk seolah takut menatap Zidan.
Zidan menurunkan dengan pelan gadis itu. Dan barulah ia sadar jika gadis ini adalah gadis yang menerima pecahan kubah matahari. Karena hanya gadis itu yang berada di sini.
Gadis itu bernama Zoraida Rasimoon. Dia sengaja melepaskan diri dari teman - temannya yang bersepakat menunggu matahari terbit. Dan rencananya mereka akan mengabadikan momen matahari terbit itu. Sayangnya baterai hp milik Zora mati dan ia memutuskan untuk pergi menuju tenda perkemahan. Ia hanya mampu membekap mulutnya sendiri saat menyaksikan pertarungan tadi.
Zidan mencoba menerka pemikiran Zora tapi sepertinya Zidan tidak akan melepaskan Zora begitu saja, terlebih di tubuh Zora sudah tertanam pecahan kubah matahari. "Jika kamu ingin hidup lebih lama, maka tetaplah bersamaku."
Zora hanya mampu menatap tanpa sepatah katapun, terperanjat tak percaya dengan nasib yang ia alami di pagi buta ini.
.....
Hai teman - teman jumpa lagi dengan karya baru dari author favorit kalian ini. Semoga terhibur dan jangan lupa semanggi author kalian dengan memberikan komentar yang mendukung, like, vote dan hadiahnya. Terima kasih.... 😘😘😘
Pagi ini di belakang hutan sekelompok mahasiswa tengah disibukkan dengan pencarian Zora yang mendadak hilang bak di telan bumi. Nadin sang sepupu pun menjadi ikut cemas meski terkadang ia tak menyukai sikap Zora yang begitu manja dan kekanak - kanakan. Nadin menghubungi nomor Zora tapi tetap tak terhubung. Nadin takut jika keluarga Rasimoon nantinya akan sangat marah mendengar kabar putri tercinta mereka telah hilang. Berbagai dugaan muncul jika Zora telah disantap binatang buas.
Nadin memberi perintah pada keempat temannya yang terdiri dari 2 wanita dan 2 pria untuk mencari jejak terakhir Zora berada.
Tidak ada yang boleh pulang kemping sebelum Zora ditemukan.
Nadin menyesal karena mengabaikan peringatan keluarga Rasimoon untuk tidak mengajak Zora pergi.
Nadin menghubungi Joshua tentang hilangnya Zora. Joshua adalah pria yang dijodohkan tuan Rasimoon untuk Zora.
Sementara itu di lain tempat.
Zidan terlihat sangat kecapekan ia menyandarkan kepalanya di bahu Zora hingga detik berikutnya ia pun terlelap.
Zora mencuri pandang. Ditatapnya pria aneh dengan jubah terbang dan rambut panjang itu. Meski terlihat begitu menawan pria ini, Zora tetap harus waspada. Pria berumur 30 tahun ini tampak seperti bayi tidurnya. Terbukti tidak bergerak saat Zora menggeser kepalanya agar berpindah.
Ini kesempatan bagus bagi Zora untuk kabur setelah mengamati Zidan yang terlelap.
Zora memindahkan kepala Zidan pada batang pohon yang tumbang. Ia berjinjit dan melangkah pelan meninggalkan Zidan. Ia tak perduli dengan siapa pria aneh ini. Baginya sekarang adalah kabur. Tapi, ia kan bukan seorang tawanan untuk apa juga kabur? Ia hanyalah korban ketidaksengajaan tindakan Zidan memecah kubah matahari.
Lalu apa itu kubah matahari? Terlintas dalam benak Zora seketika ia melangkah pergi tentang benda aneh yang sekarang tertanam dalam tubuhnya. Amat pentingkah, sampai - sampai menjadi rebutan ?
Sepertinya Zora mengurungkan niatnya untuk kabur setelah menimba ucapan Zidan sebelum tidur tadi. Ia kembali mendekati Zidan, entah padahal baru kali ini bertemu tapi Zora sedikit pun tak merasa takut atau pun terancam bahkan memindahkan kepala Zidan, menjadikan pahanya sebagai tumpuan kepala Zidan. Zora pun merasa jenuh dan ikut terlelap.
Hampir dua jam lamanya mereka berdua tertidur.
Zidan mengerjapkan kedua matanya ketika cahaya matahari menembus kulitnya. Ia segera bangun dan mendapati sosok yang asing. Gadis ini bahkan teramat patuh. Seharusnya ia bisa kabur tadi.
Merasa ada yang memperhatikan dirinya ketika tidur, Zora pun membuka mata. Kedua pandangan mereka terkunci.
Zidan segera menguasai keadaan, "Kamu sudah bangun?"
Zora dengan cepat mengangguk, "Iya," lalu meregangkan tangannya.
Zidan memperkenalkan dirinya dengan sopan hingga membuat Zora tersentuh. "Aku Zidan Tamis. Aku adalah siluman penjaga. Dan mulai sekarang aku akan tinggal di bumi untuk melindungimu." Zidan membungkukkan badan memberikan penghormatan.
Zora tersenyum lalu ia mengulurkan tangannya, "Aku Zora. Zoraida Rasimoon."
Zidan menatap lekat tangan itu. Sungguh ia tidak tahu apa maksud gadis itu mengulurkan tangannya.
Zora mengambil tangan kanan Zidan agar menjabat tangannya. " Kami manusia memperkenalkan diri dengan bersalaman. Kamu harus mempelajari itu."
Zidan terpukau, gadis ini sama sekali tidak takut tatkala ia sudah menyebutkan dirinya adalah siluman bahkan ia berani menyentuhnya.
"Kamu tidak takut denganku?" tanya Zidan, pertanyaan yang mengusik pikirannya sejak tadi.
"Kamu tak melukaiku. Untuk apa takut," ujar Zora santai. Zora berdiri membersihkan debu di celana panjangnya lalu menunggu pria di depannya ini bertindak.
"Baiklah. Aku akan mengantarmu pulang." Zidan mempersiapkan diri.
"Kamu tahu rumahku?" Zora mengerlingkan mata mencari tahu kehebatan siluman penjaga ini.
"Tidak." sahut singkat Zidan.
Zora terkekeh, "Kamu saja tak tahu rumahku, bagaimana mau mengantarku pulang, aku sudah tersesat di hutan. Ponselku juga mati." Zora memperlihatkan ponselnya lalu memasukkan ke dalam saku celananya.
Zidan mengangkat tangannya lalu menyentuh dahi Zora dengan ujung jarinya. Seketika itu pengetahuan milik Zora masuk dalam pikiran Zidan.
Zora terbengong menatap aksi Zidan barusan. Hanya begitu saja apakah bisa?
Zidan mengangkat tubuh Zora dan meminta gadis yang banyak omong itu berpegangan. Sempat juga Zora memekik atas tindakan Zidan yang tidak sopan itu. Zidan membawa gadis berusia 23 tahun itu terbang ke awan.
Awalnya Zora takut dengan ketinggian. Perlahan dan dengan adanya Zidan di sampingnya ia mulai tidak takut ketinggian. Zora terkesima dengan pemandangan hutan ditambah cahaya pagi masih belum teramat panas jadi Zora bisa menikmati dari langit.
Zora menguatkan pegangannya seolah memeluk tubuh Zidan. Zidan merasakan pelukan Zora dan hanya tersenyum simpul.
Dan dalam waktu singkat, Zidan sudah berada di tengah kota. Zidan mencari rumah Zora. Tepat di teras rumah, Zora diturunkan dengan selamat.
"Kita sudah sampai." ujar Zidan memberi tahu.
"Iya, terima kasih sudah mengantarku." Zora hendak masuk tapi langkahnya diikuti Zidan.
Zora menghentikan langkahnya lalu berbalik. "Kamu boleh pergi sekarang. Aku mau mandi dan makan dulu."
Zidan tak bergeming dan tetap mengikuti langkah Zora hingga membuat Zora berbicara dengan kesal. "Aku sudah memintamu untuk pergi, apa kata orang - orang nanti jika melihat penampilanmu?"
"Kamu lupa, aku adalah siluman penjaga yang akan selalu berada di sisimu." sahut Zidan tegas.
Zora tercengang ia lupa padahal perkenalannya belum genap sampai 2 jam. Zora menggaruk tengkuknya.
Seketika itu pintu rumah terbuka lebar. Terlihat tuan dan nyonya Rasimoon berada di ambang pintu dan dengan wajah terkejut melihat kedatangan Zora. Di balik orang tua itu ada sosok yang terlihat sangat cemas dan berseru memanggil Zora.
"Zora!" panggil ketiga orang dari dalam rumah secara bersamaan.
"Mami, Deddy!" Seru Zora juga dan memeluk keduanya.
"Kamu baik - baik saja kan, Sayang?" tanya Rasuna cemas.
"Iya, aku nggak kenapa - kenapa kok!"
Joshua yang terabaikan mengambil suara. "Nadin bilang kamu menghilang saat kemping,"
Zora mengurai pelukan orang tuanya lalu teringat dengan teman - temannya. "Ah iya, ponselku mati. Tolong kamu kabari Nadin kalau aku sudah pulang duluan!" pintanya pada Joshua.
Joshua mengangguk dan segera menghubungi Nadin. Nadin lah yang mengabari hilangnya Zora di hutan lalu Joshua segera ke rumah keluarga Rasimoon. Sebagai pria yang dijodohkan, Joshua harus terlihat sigap dan perduli terhadap apa pun tentang Zora. Pria yang lahir 33 tahun lalu ini rela menunggu kabar Zora di rumah Rasimoon sejak pagi buta tadi. Ia mengabaikan rasa ngantuk dan lelahnya demi menunggu kabar Zora.
Tuan Rasimoon dan nyonya Rasuna menatap pria dengan penampilan asing itu. "Siapa pria ini?" tanya tuan Rasimoon.
Zora tersentak. Ia bingung harus menjelaskan siapa pria ini.
Zidan mengulurkan tangan kanannya. Ia mempelajari peradaban manusia hanya sekali lihat saja. "Tuan dan Nyonya Rasimoon, perkenalkan nama saya Zidan, Zidan Tamis. Saya adalah body guard nona Zora."
Semua orang yang mendengar ucapan Zidan terbelalak tak percaya bahkan Joshua sangat tidak menyukai pria itu begitu baru melihat saja.
Zora sampai mengusap wajahnya kasar, ia tidak habis pikir Zidan bisa begitu lancar mengarang cerita.
Semua keluarga Rasimoon tengah berada di ruang makan untuk melaksanakan rutinitas sarapan pagi yang sempat tertunda akibat insiden hilangnya Zora tadi, di sana juga ada peserta baru, yakni Zidan. Joshua juga ikut serta, ia ingin lebih lama berada di sini untuk menemani Zora.
Di negara Phantom, Zidan hanya memakan sesuatu yang berbahan daging sementara di bumi ia disuguhi beraneka jenis makanan dan bahkan ia tak mengerti satu pun nama makanan yang tersaji di atas meja.
Tuan Rasimoon mempersilahkan semua orang untuk makan.
Joshua menatap terus ke arah pria dengan penampilan aneh, rasa cemburu dan iri tentu saja mulai menyergap hatinya.
Zora melirik ke arah Zidan, sepertinya ia peka kalau Zidan sedang berada dalam kebingungan. Zora berbisik dan menyebut satu persatu makanan itu. Dan ia mulai memberi contoh cara makan ala manusia.
Zidan adalah siluman cerdas yang selalu bisa apa saja dengan begitu melihat saja. Ia mulai menyendokkan makanan ke dalam mulutnya. Meski rasa makanan itu baginya hambar, ia tetap menelannya dengan kasar untuk mengurangi kecurigaan orang lain terhadap dirinya.
Selesai sarapan, Tuan Rasimoon mengorek sedikit tentang kehidupan Zidan. Hal itu tentu membuat Zora ketar - ketir. Ia takut jika Zidan menunjukkan identitas dirinya sebagai siluman.
"Zidan Tamis, dimana kamu tinggal dan bekerja di mana?" tanya tuan Rasimoon.
Mendengar pertanyaan yang mudah, Zora merasa gelisah sampai - sampai ia mengigit kuku-kuku tangannya. Dan Zidan melihat kalau Zora mengkhawatirkan dirinya.
"Nona Zora, kamu harus mengubah kebiasaan burukmu. Kuku-kukumu bisa terluka." Zidan mengambil tangan Zora. Sikap kecil yang begitu manis itu membuat Zora terkesima.
Joshua membelalakkan mata atas tindakan Zidan barusan, bahkan dia saja dilarang untuk menyentuh Zora. Bukannya dilarang, tapi Zora sendiri yang tidak mau terjadi kontak fisik diantara mereka. Jujur saja, Zora sebenarnya tidak menyukai pribadi Joshua yang playboy dan sudah terang - terangan menolak Joshua.
Zidan tersenyum yang menandakan agar Zora tidak perlu risau.
"Aku tinggal di sebuah kota yang sangat jauh dari sini. Aku seorang perantau dan mohon kerjasamanya untuk menerima saya menjadi bodyguard nona Zora." Zidan berdiri lalu membungkuk memberi penghormatan pada tuan Rasimoon.
Rasuna berbisik pada suaminya untuk bicara empat mata dengan Zora.
"Zora, ikut mami sebentar!" pinta nyonya Rasuna dan mengajak Zora pergi dengannya.
Sementara itu, Rasimoon melontarkan beberapa pertanyaan sederhana yang lain dan Zidan bisa mengatasi itu.
"Zora, kamu kenal dengan pria aneh itu dari mana? Lihat saja penampilannya, berjubah dan berambut panjang, itu terlalu horor." nyonya Rasuna sedikit ilfeel dengan penampilan Zidan.
Zora menjadi bingung untuk menjawabnya. Jika ada Zidan disampingnya sudah pasti hal sepele ini mudah untuk diatasi.
"Eum, itu Mi, Zidan adalah kakak tingkat di kampus. Yah, itu dia orangnya suka cosplay. " karang Zora. "Dia baik kok. " imbuhnya agar Rasuna tidak begitu curiga.
Karena hari sudah mulai siang dan keberadaannya seolah tidak dianggap, Joshua pamit undur diri. Ia ada meeting siang nanti dan harus menyiapkan beberapa dokumen. Sebelum pergi ia berbisik pada Zidan dengan tatapan benci. "Zora adalah calon istriku. Jangan dekat - dekat atau kamu akan berurusan denganku !" ujarnya memberi penekanan tapi sepertinya tidak ngaruh. Zidan punya rencana lain agar lebih dekat dengan Zora.
Sepertinya Rasimoon mulai menyukai Zidan meski baru kenal. Rasimoon menantang Zidan untuk bermain catur. Rasimoon sangat hobi bermain catur. Siapa saja yang berkunjung selalu ditantang olehnya. Terakhir bermain catur saat ia memperkenalkan Joshua pada Zora. Sekitar 1 bulan yang lalu. Joshua kalah dan itu membuat suasana hati Rasimoon sangat senang.
"Saya belum pernah memainkan permainan itu." ujar Zidan jujur sembari melihat papan catur dari dekat.
"Ini bukan sekedar permainan melainkan olah raga otak. Jika kamu bisa mengalahkan aku dalam sekali tanding, apa pun yang kamu minta akan aku berikan untukmu." tuan Rasimoon tertawa lebar. Tubuhnya yang gempal ikut berguncang.
Ini kesempatan bagus yang tidak boleh terlewatkan. Zidan mengangkat tangannya dan menunjuk dahi Rasimoon untuk mencari pengetahuan. "Permisi Tuan, ada semut!" pamitnya bohong.
Tuan Rasimoon mengangguk cuek. Pertandingan pun dimulai.
Tuan Rasimoon tercengang tak percaya bisa kalah di awal main. Ia meminta Zidan untuk melawannya lagi. Zidan menyanggupi bahkan ini pertandingan yang kesepuluh. Dengan jenuh dan wajah menunduk Zidan tetap bermain dan selalu menang mutlak.
Tuan Rasimoon sempat frustasi. Zidan pamit undur diri untuk mencari Zora.
Tuan Rasimoon sampai - sampai mengeluarkan buku catatan rumusnya, bagaimana ia bisa kalah dengan seorang pemula seperti Zidan.
Zora hendak akan memasuki kamarnya, dan melihat Zidan berjalan lesu ke arahnya. Zora kepikiran akan mengajak Zidan pergi jalan - jalan. Membeli baju yang pas untuk Zidan. Tentu saja Zidan merasa senang, anggap saja refresing.
Zora terabaikan oleh tuan Rasimoon yang masih bingung menatap pion catur di teras depan.
"Ada apa dengan daddy?"
"Entahlah." Zidan tak memberitahu jika ayahnya baru saja mengalami kekalahan melawan dirinya.
Saat memasuki mobil, Zora yang mengemudi. Ia tak yakin siluman penjaga bisa mengemudikan mobil.
"Benda apa ini?"
"Mobil. Kendaraan darat yang bisa memindahkan kita ke suatu tempat." Zora mulai menyalakan mesin dan pergerakan Zora tak luput dari pantauan Zidan.
Sepulang dari shopping, Zidan menawarkan diri untuk mengemudi. Zora memberi izin. Dan benar saja, Zidan bisa melakukan hal itu, baginya menyetir adalah hal mudah.
Zora hanya mengagumi Zidan dalam diam.
Sesampainya di rumah. Zora memperlihatkan penampilan Zidan yang baru pada kedua orang tuanya. Rambut baru dan pakaian baru. Zidan tak menolak saat Zora memintanya untuk potong rambut tadi.
Tuan Rasimoon merasa kesal karena telah kalah, jadi ia mengabaikan kedatangan Zidan dan Zora.
"Eum, Tuan Rasimoon!" panggil Zidan.
"Apa!" sahut tuan Rasimoon sengak.
"Sepertinya Anda melupakan janji yang sudah Anda tawarkan pada saya."
Tuan Rasimoon menyipitkan mata, mengingat apa saja yang ia utarakan hingga Zidan menagih janjinya. Setelah ingat ia meminta Zidan untuk meminta satu permintaan.
"Aku ingin menikahi nona Zora." ujar Zidan dengan keseriusannya.
"Apa!!" bukan hanya tuan Rasimoon yang terkejut, Zora juga. Sepertinya konteks ini tidak terencana sebelumnya. Lalu bagaimana bisa Zidan mengutarakan niatnya sementara mereka berdua baru bertemu ?
"Aku sudah punya pilihan. Aku tidak bisa mengabulkan permintaanmu. Ganti permintaanmu dengan yang lain!" ujar tuan Rasimoon tegas.
Zidan tetap pada pendiriannya. Kubah matahari sangatlah berarti. Jika suatu saat musuh menemukan pecahan kubah matahari yang lain, sudah dipastikan Zora dalam masalah besar. Itu tidak boleh terjadi. Zidan sudah kehilangan ketiga saudaranya, ia tidak akan membiarkan itu terjadi lagi pada Zora.
"Tidak bisa. Sebagai orang yang berbudi luhur dan berpengaruh seharusnya Anda konsisten dengan ucapan Anda." kemudian Zidan mendekat lalu sedikit membungkuk untuk membisikkan sesuatu pada tuan Rasimoon.
'Saya akan mengajarkan trik supaya Anda tidak pernah kalah.'
Wajah tuan Rasimoon berubah cerah, memang itu yang ia inginkan. Seminggu lagi ada perlombaan catur tingkat kota dan tuan Rasimoon sudah mendaftar sebagai peserta lomba.
Tuan Rasimoon menatap Zora, "Bagaimana denganmu Zora, kamu memilih pria ini atau menikah dengan Joshua?"
Zora tak bisa menjawab, ia masih terbengong.
Zidan menyenggol lengan Zora. "Jawablah, kalau kamu bersedia menjadi istriku!"
Zora tersentak dari lamunan. "Hah!"
"Deddy, itu bukan pilihan !" rengek Zora.
Tuan Rasimoon menggeleng, "Baiklah. Aku putuskan kamu menikah saja dengan Zidan Tamis."
"Hah!" lagi, Zora terbelalak tak percaya akan menikah dengan siluman yang baru saja ia kenal.
Zidan tersenyum puas.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!