“Dasar rubah! Beraninya kau mencuri resepku! Padahal aku percaya padamu, kenapa kau malah mengkhianatiku?!”
Kegaduhan terjadi di sebuah restoran ternama bintang lima. Restoran ini baru saja mengeluarkan menu baru yang menjadi favorit banyak orang dalam sekejap. Seorang koki pria disebut sebagai pencipta resep menu tersebut. Namun, kenyataannya bukanlah seperti itu melainkan resepnya dicuri dari seorang wanita bernama Brisella.
“Kau terlalu bodoh mempercayaiku. Anggap saja ini sebagai hasil dari kebodohanmu.”
Brisella sangat marah. Selama ini pria itu bersikap baik padanya hingga mereka berdua menjadi teman baik, tetapi tidak disangka dia akan ditusuk dari belakang. Sekarang pria itu memperoleh jabatan tinggi dari perusahaan pengelola restoran. Sedangkan Brisella sendiri tidak mendapatkan apa pun dari resep yang susah payah ia ciptakan.
“Bajing*n!”
Brisella kehilangan ketenangan, dia melayangkan pukulan ke wajah pria yang telah dia anggap teman baik. Semua orang menyaksikan pertengkaran itu sembari menahan Brisella agar tidak bertindak lebih jauh lagi.
“Aku takkan pernah memaafkanmu! Walaupun aku mati hari ini, aku pastikan hidupmu akan dihantui oleh rasa bersalah! Dasar brengs*k! Pencuri!”
Kalimat hinaan dilontarkan dari mulut Brisella. Pria itu tak terima dan menampar balik Brisella.
“Kau … wanita jal*ng! Perhatikan posisimu! Aku adalah atasanmu sekarang. Aku bisa saja memecatmu kapan pun itu, tetapi karena aku menganggapmu temanku, jadi aku takkan memecatmu. Sebagai hukuman sebab kau sudah memukulku, kau harus menciptakan menu baru untuk restoran ini. Bagaimana? Aku cukup baik kan?”
Di saat bersamaan, Brisella menyadari sesuatu bahwasanya tidak ada satu pun orang yang berpihak padanya di tempat tersebut. Semua orang menertawakan Brisella, hal yang lebih menjengkelkan lagi ialah mereka tahu tentang pencurian resep ini. Mereka tahu Brisella lah yang menciptakan resep fenomenal itu. Tidak hanya satu orang mengkhianatinya, tetapi ada belasan orang.
Brisella geram. Dia sadar selama ini tidak ada yang menyukainya karena Brisella digadang-gadangkan sebagai koki yang sukses menghipnotis banyak orang melalui masakannya. Tidak hanya itu saja, Brisella seringkali diundang ke stasiun televisi beserta ke berbagai acara penting. Oleh sebab itulah, tak heran mengapa tidak sedikit koki menaruh iri terhadapnya.
“Aku pikir sudah saatnya aku keluar dari sini.” Brisella membuka seragam kokinya lalu menaruhnya di atas meja. “Nikmati saja hasil dari pengkhianatanmu itu. Tidak sudi aku berlama-lama bekerja di tempat kotor penuh kotoran hina. Semoga kalian memperoleh kegagalan sesegera mungkin. Aku berhenti, jangan harap aku akan kembali lagi ke sini.”
Brisella berjalan keluar dari restoran. Tiada satu pun orang yang mencoba menghentikan langkahnya. Suara tertawa rekan-rekannya masih bisa didengar meski ia telah menjauh dari lokasi restoran.
Manusia tak beradab! Setelah semua yang aku lakukan, tidak ada artinya sama sekali di mata mereka.
Brisella memasuki mobil, ia berkendara dalam kecepatan tinggi. Emosi nan meluap-luap di dada tak kunjung mereda. Hingga dia pun tiba di rumah dan lagi-lagi dia dikagetkan oleh hal yang tak disangka-sangka.
“Sepatu wanita?”
Brisella terdiam sepersekian detik di pintu masuk. Dia berharap sang suami menyambut kepulangannya beserta membantu memadamkan amarah membakar hati. Namun, pemandangan sepasang sepatu wanita membuat segala hal baik hancur seketika.
“Hahaha, kau sangat nakal. Bagaimana jika istrimu mengetahui hubungan kita?” Gelak tawa sesosok wanita bergema dari kamar.
“Tenang saja, bahkan bila disuruh memilih, aku akan memilihmu. Lagi pula siapa yang tahan hidup dengan wanita kaku sepertinya? Yang ada di pikirannya hanya bekerja, bekerja, dan bekerja. Aku sudah muak, dia lebih mementingkan pekerjaannya dibanding aku.”
Sekujur badan Brisella membeku. Dia terdiam bak tersengat aliran listrik dahsyat. Siapa kira sang suami yang selama ini bersikap baik terhadapnya dan memperlakukannya bagai ratu ternyata mengkhianatinya.
Tanpa menunggu lama, Brisella langsung masuk mendobrak pintu kamar. Terlihat raut terperangah dari suaminya dan wanita yang berada di pelukannya. Pandangan Brisella ternodai, hatinya pedih sesaat menyaksikan sang suami tanpa busana bersama seorang wanita.
“S-Sayang … k-kau s-sudah pulang? T-Tolong jangan marah, a-aku bisa jelaskan.”
Suaminya panik, pria itu lekas turun dari ranjang bermaksud berbicara baik-baik kepada Brisella.
“Bedeb*h tak berguna!” Brisella marah besar hingga melayangkan tamparan ke pipi sang suami. “Berani sekali kau membawa masuk wanita lain ke rumahku, terlebih lagi kalian melakukan sesuatu yang menjijikkan di atas tempat tidurku.” Sorotan tajam mata Brisella mengarah pada selingkuhan suaminya.
“Brisella, tolong dengarkan penjelasanku. Sebenarnya aku—”
“Aku tidak butuh penjelasanmu! Astaga, kau pikir selama ini aku bekerja keras untuk siapa? Ya untuk kau, sialan! Utang dan biaya hidupmu selama menikah dua tahun semuanya aku yang menanggung. Dasar tidak tahu malu! Sekarang keluar kau dari rumahku! Aku akan segera mengirimimu surat perceraian kita.”
Kemarahan Brisella meledak-ledak, suara bentakannya mungkin bisa terdengar sampai ke rumah tetangga. Apa pun itu, dia tidak peduli, kedua matanya telah tertutupi kemurkaan luar biasa. Selama hidup, ini merupakan pertama kalinya dia marah besar seperti sekarang.
“Bukankah kau mencintaiku? Maafkan aku, tolong beri aku satu kesempatan lagi. Aku tidak mau bercerai denganmu.” Sang suami bergelayutan di kaki Brisella, tampangnya sungguh menyedihkan.
“Cinta? Cintaku sudah habis, aku tidak mencintaimu lagi. Jadi, cepat pergi dari sini sebelum aku panggil polisi untuk menangkapmu dan wanita jalang itu!”
Mereka berdua ketakutan, ancaman Brisella tidak main-main. Terpaksa keduanya menurut tanpa melawan lebih jauh lagi. Mereka pergi dari hadapan Brisella sambil berpegangan tangan.
“Kenapa semua ini bisa terjadi kepadaku?”
Brisella menghela napas berat, terasa sulit baginya menghadapi ujian bertubi-tubi di hari ini.
“Apa yang harus aku lakukan sekarang?” Brisella mendudukkan badan di atas sofa. “Rekan kerja dan suami yang aku percayai berbalik mengkhianatiku. Aku benar-benar hancur dalam sekejap mata.”
Tanpa sadar air mata bergulir membasahi pipi. Isak tangis menyakitkan perlahan terdengar dari mulutnya. Dua puluh tujuh tahun dia hidup, hari ini merupakan hari paling sial. Karir yang dia bangun hingga rumah tangga idaman, tidak ada satu pun di antaranya yang berjalan mulus.
“Aku benci hidupku, aku benci diriku ….”
Brisella menangis tersedu-sedu selama hampir dua jam, hingga akhirnya dia tertidur di sofa dalam kondisi menangis. Kemudian tepat pada pukul tiga dini hari, Brisella terbangun karena merasa ada suara yang berbisik ke telinganya.
“Kyaaaa …!” Brisella sontak memekik ketika mendapati sesosok makhluk berwujud slime menghimpit badannya. Refleks ia melempar slime berukuran lumayan besar tersebut ke permukaan dinding.
“Slime? Apa itu benar-benar slime?”
Detak jantung Brisella tak karuan, efek kaget barusan sungguh membuatnya nyaris kehilangan kesempatan bernapas.
“Hei! Tolong jangan lempar saya seperti ini!”
Brisella membatu. Baru saja slime itu berteriak kepadanya.
“Mungkin aku salah dengar. Mustahil ada slime yang pandai berbicara.” Brisella berupaya tetap tenang, berharap ia sedang berimajinasi.
Slime itu sontak melompat tepat ke hadapannya.
“Saya memang bisa berbicara sebab saya adalah slime agung!” ucap slime itu bersuara lantang.
Brisella tak merespon, badannya membeku memandang datar slime di depannya. Tanpa mengucap sepatah kata pun, Brisella menjangkau slime itu lalu menekan-nekan tubuhnya.
“Slime agung? Aku jadi semakin yakin kalau sekarang aku sedang bermimpi.”
“Hentikan! Jangan memainkan tubuh saya!” Slime itu meloncat meloloskan diri dari genggaman Brisella.
Brisella mengembuskan napas berat. Dia sungguh tak mempedulikan keanehan di sekitar kala itu.
“Terserah saja. Aku lelah, tolong jangan ganggu aku. Mau kau slime agung atau bukan—”
“Bersediakah Anda diberi kehidupan baru? Maksud saya terlahir di dunia lain dan meninggalkan hidup yang menyakitkan ini?”
Brisella terkekeh tatkala pertanyaan tersebut terlontar dari mulut sebuah slime.
“Kehidupan baru ya? Jika aku benar-benar diberi kehidupan baru, aku takkan menolaknya. Namun, rasanya tidak mungkin terjadi,” tutur Brisella, nada bicaranya diliputi perasaan putus asa mendalam.
“Saya bisa mengabulkannya.”
“Hah?” Bola mata Brisella terbelalak. “Jangan bercanda! Aku tidak percaya.”
“Saya tidak bercanda. Saya sungguh bisa memberi Anda kehidupan baru di dunia lain.” Slime itu terdengar tidak berbohong, Brisella pun mulai menanggapi serius ucapannya.
“Kalau begitu, lakukan! Bawa aku ke dunia lain! Aku tidak mau tinggal di dunia ini lagi. Buktikan padaku perkataanmu benar atau hanya sekedar bualan semata.”
Brisella terkesan sedang menantang. Walaupun sebenarnya dia tak sepenuhnya percaya omong kosong tersebut.
“Tampaknya Anda belum mempercayai saya, omongan Anda berbanding terbalik dengan isi hati Anda kan? Baiklah, biar saya buktikan langsung bahwa saya tidaklah berbohong.”
Tanpa aba-aba, slime itu menerjang ke arah Brisella. Belum sempat ia menghindar, sebuah tikaman mendarat lebih dulu di dadanya. Si slime menghunuskan sebilah pisau hingga membuat darah bercucuran tiada henti.
“K-Kau m-menipuku?” Kesadaran Brisella hampir terenggut sepenuhnya, rasa sakit yang dia rasakan perlahan mengambil alih tubuhnya.
“Jangan khawatir, saya hanya menidurkan Anda. Selamat jalan menuju dunia lain dan sampai jumpa kembali, Nona.”
Terik sinar mentari masuk melalui celah jendela kamar. Samar-samar terasa biasan cahayanya mengenai mata. Brisella tersentak dalam kondisi napas tersengal-sengal. Keringat membanjiri sekujur tubuhnya. Lekas ia berusaha menstabilkan kembali pernapasannya seraya menenangkan detak jantung yang berpacu kencang.
“Aku yakin barusan aku mati ditikam oleh slime sialan itu,” gumam Brisella kebingungan akan situasi terkini.
Brisella mengedarkan bola mata ke sekeliling. Sejenak dia semakin bingung sebab pemandangan ruangan tempat ia berada amatlah berbeda.
Segalanya terlihat kuno, baik itu langit-langit ruangan hingga pajangan di sana. Lalu tempat tidur yang digunakan Brisella kini juga tampak usang. Tidak ada yang spesial selain ukiran-ukiran indah di permukaan dinding.
“Aku ada di mana? Eh? Aku baru sadar, suaraku berubah.” Brisella melirik tangannya. “Huh? Tanganku juga berubah. Mungkin badan ini juga bukan milikku.”
Buru-buru Brisella turun dari atas kasur. Dia pergi melihat dirinya di depan sebuah cermin rias. Alangkah terperangahnya Brisella tatkala mendapati pantulan bayangan sesosok gadis muda. Rambut panjang sepunggung berwarna merah muda, bibir tipis mempesona, hidung kecil nan mancung, kulit seputih porselen, tubuh ramping seksi, serta bola mata biru bercahaya. Sungguh tampilan seorang gadis bak malaikat.
“Wow … aku tidak bisa berkata-kata. Dia sangat cantik dan menawan. Di kehidupan laluku, aku bahkan tidak punya kecantikan seperti ini. Wajar saja bajing*n itu selingkuh dariku.”
Brisella tiada henti memuji keindahan tubuh yang dia tempati kala itu. Berapa kali pun dia menatap kaca, ia selalu terpana.
“Tunggu … siapa nama gadis ini?”
Di waktu bersamaan, tiba-tiba sekelebat bayangan ingatan dari pemilik tubuh melintas di kepala Brisella. Suara tawa, ejekan atau cemooh bergemuruh di memorinya. Mimik jahat dari orang-orang sekitar amat menyakiti hati.
“Sial! Kenapa aku harus mengurus Tuan Putri idiot ini?!”
“Dia bahkan tidak bisa bicara dengan benar. Wajahnya saja yang cantik, tetapi dia tidak lebih dari sekedar boneka kayu.”
“Yang Mulia, mengapa Anda tidak bisa memahami pelajaran sesimpel ini? Padahal saya sudah berulang kali menjelaskan kepada Anda.”
“Tuan Putri Brisella terlahir cacat. Kasihan sekali mendiang Ratu mengorbankan nyawanya hanya untuk gadis tidak berguna itu.”
“Astaga, Yang Mulia, tolong jangan menambahi beban Raja lagi. Kenapa Anda tidak mati saja?! Mungkin dengan kematian Anda kerajaan bisa berjaya seperti dahulu lagi.”
“Dasar pembawa sial! Semenjak kelahirannya kerajaan ini berada di ambang kehancuran. Pantas saja Raja, Pangeran, dan Putra Mahkota mengabaikan dia. Dengan begini kita tidak perlu bersikap hormat terhadapnya.”
Brisella terhening di bawah suara-suara tersebut. Air matanya berlinang menahan sesak di dada. Begitu banyak penderitaan yang dilalui tubuh itu untuk bertahan sejauh ini.
Namanya Brisella Sizilien, satu-satunya putri dari kerajaan Sizilien. Usianya baru menginjak 15 tahun. Walaupun dia seorang tuan putri, Brisella kerap kali menerima perlakuan tidak mengenakkan dari penghuni istana. Dia dianggap cacat, idiot, dan seseorang pembawa sial. Bahkan, tidak hanya penghuni istana yang membencinya, keluarganya juga ikut mengabaikannya.
Selama 15 tahun ia hidup, Brisella selalu terkurung di istana pengasingan. Sang Raja sengaja mengucilkannya semenjak kematian Ratu 13 tahun lalu. Di istana ini, Brisella hidup kesepian, sepanjang hari dia hanya berbaring dengan pandangan kosong yang kadang menatap ke arah jendela. Brisella sendiri tidak pernah keluar dari istana pengasingan sehingga dia tidak tahu bagaimana pemandangan di luar istana.
Hidup Brisella berakhir akibat demam berkepanjangan yang dia alami. Tak ada orang yang mau memanggilkan dokter untuk mengobati Brisella sehingga pada akhirnya dia meninggal tanpa ada yang menyadari.
“Menyedihkan … sangat tragis … malang sekali nasibmu. Meski kita punya nama yang sama, tampaknya penderitaanku tidak ada apa-apanya dibanding dirimu. Bagaimana kau bisa melalui segalanya seorang diri?”
Brisella menyeka air matanya, ia menegarkan hati dan menguatkan diri demi Brisella Sizilien.
“Kalau begitu, mulai sekarang biar aku yang menggantikanmu. Maafkan aku mengambil alih tubuhmu tanpa seizinmu,” lanjut Brisella bergumam pada dirinya sendiri.
“Keputusan yang bagus, Nona! Saya akan mendukung Anda.”
Brisella terperanjat kaget tatkala slime yang mengirimnya kemari mendadak muncul di depan mata. Brisella mengamati slime tersebut, lalu kedua tangannya meraih slime itu dengan raut muka jengkel.
“Hei, kau slime kurang ajar! Kau seenaknya menikamku dan tiba-tiba datang ke hadapanku tanpa merasa bersalah.” Brisella memelintir badan slime sekuat tenaga. Kedongkolan di hatinya tak tertahankan lagi.
“Maafkan saya, saya begitu karena dikejar waktu.” Sang slime melompat menjauh dari genggaman Brisella. “Biar saya perkenalkan diri saya terlebih dahulu. Saya Ziggy, seperti yang saya katakana sebelumnya, saya adalah slime agung. Jadi, bagaimana? Anda menyukai kehidupan yang saya beri ini kan?”
Brisella tersenyum kecut. Dia enggan menanyakan alasan mengapa Ziggy dapat mengirim jiwanya melintasi dimensi jauh dari kehidupan sebelumnya. Hal yang dia sesali ialah nasib dari tubuh yang menjadi wadah jiwanya.
“Ziggy, apa menurutmu aku terlihat senang? Apa boleh buat? Nasi sudah menjadi bubur. Lagi pula kenapa kau malah memilih tubuh ini untukku?! Dia sangat menyedihkan!” ujar Brisella menekan nada bicaranya.
“Maaf, hanya tubuh ini saja yang sedang kosong, makanya saya—”
“Berhenti! Kau tak perlu menjelaskan apa-apa. Aku cukup paham.” Brisella memotong pembicaraan Ziggy, segera ia beranjak membuka lebar daun-daun jendela.
Sebuah pemandangan gersang terpampang jelas di ujung pandang mata. Tiada tumbuhan hijau yang hidup di sana. Hanya ada batang-batang pohon mati beserta angin panas nan menerbangkan debu pasir.
“Ziggy, apa sungguh tempat ini sebuah kerajaan? Mengapa tidak sesuai dengan bayanganku?” lanjut Brisella bertanya.
“Iya, ini adalah kerajaan Sizilien, kerajaan miskin dan punya banyak utang. Kondisi Sizilien memang memperihatinkan sebab sudah 13 tahun hujan nyaris tidak pernah turun. Beginilah jadinya, semuanya berakhir menjadi kerajaan yang mengalami kekeringan jangka panjang.”
Brisella tercengang memandangi kondisi kerajaan tersebut. Tidak ada hal yang patut dibanggakan di sana. Di dalam ingatannya tertera gambaran berbagai macam permasalahan yang dihadapi Sizilien.
Kekeringan, kelaparan, serta utang nan menumpuk. Segala hal buruk bercampur menjadi satu. Sungguh, dia tak sanggup membayangkan penderitaan rakyat selama ini. Belum lagi konflik lain yang menyebabkan atmosfer kerajaan selalu berada dalam ketegangan.
“Lalu apa ada—”
“Yang Mulia Putri!”
Seorang pelayan menerobos pintu masuk sambil berteriak kencang memanggil Brisella. Gadis itu terperangah melihat ke arah sang pelayan. Sungguh tidak ada etika dan rasa hormat dari pelayan tersebut kepada Brisella.
“Baguslah Anda sudah bangun, saya pikir Anda sudah mati karena terlalu lama berbaring di tempat tidur,” ujar sang pelayan.
Tatapannya begitu angkuh, tiada rasa segan dia tunjukkan. Parah sekali, seorang pelayan saja berani bertingkah di luar batas, dia tidak mengingat siapa majikannya di sini.
"Ck, apa-apaan ini?"
Brisella berdecak kesal. Tatapan matanya nan kuat menatap balik sang pelayan. Seketika pelayan itu pun memaku sebab ini adalah kali pertama Brisella berani membalas tatapannya.
Huh? Apa yang terjadi padanya? Dia biasanya menunduk takut ketika aku meneriakinya. Namun, lihatlah sekarang, dia menatapku tanpa rasa takut.
Pelayan tersebut bernama Lolly. Wanita itu pelayan pribadi yang mengurus segala kebutuhan Brisella selama ini. Bukannya melindungi Brisella, Lolly justru menjadi orang yang paling sering merundung Brisella.
Tidak hanya sebatas merundung, Lolly juga melakukan kekerasan fisik terhadap Brisella sehingga saat ini tubuh Brisella nan ringkih dipenuhi bekas luka. Lebih parahnya lagi, kekerasan ini diketahui secara baik oleh pelayan yang bekerja di istana kediaman Brisella.
"Anda baru saja berdecak? Sepertinya Anda sudah tidak takut lagi ya, Yang Mulia."
Brisella menyunggingkan senyum seraya memainkan ujung rambut. Sedikit pun tidak terlihat sisi dari Brisella dahulu.
"Ah, tidak. Aku tidak berdecak, mungkin kau salah dengar."
Raut muka Brisella berubah datar, dia tidak bisa langsung memberi serangan beruntun kepada Lolly karena tenaganya tengah sekarat. Tubuh itu belum makan selama seharian penuh.
"Ekspresi Anda berubah dengan cepat. Ya sudahlah, saya tidak peduli. Saya kemari membawakan air untuk membasuh muka Anda. Lakukan sendiri, saya ada rencana kencan hari ini. Saya tidak sudi menghabiskan waktu berharga saya untuk mengurus Anda," ucap Lolly menaruh satu baskom air bersih di atas meja.
Lolly memberi sorotan sinis ke arah Brisella. Kemudian berlalu dari hadapan gadis itu dalam sekejap mata. Ketika ia keluar, Lolly menghempaskan pintu sampai membuat Brisella terkejut.
"Harusnya tadi aku tampar saja wajah jeleknya itu," gerutu Brisella geram.
"Nona, mari kita membuat kontrak!" seru Ziggy tiba-tiba.
Brisella sontak terhening. Kedua matanya mengisyaratkan kebingungan.
"Kontrak? Kontrak apa yang kau maksud?"
"Kontrak kerja sama. Selama Anda berada di dunia ini, saya akan melindungi Anda. Tubuh yang Anda tempati sekarang tidak punya kemampuan sihir. Menurut Anda, apa Anda bisa bertahan di dunia ini tanpa adanya perlindungan sihir?"
Brisella merenung sejenak. Segala macam ingatan bergelombang di dalam pikiran. Seluruh gambaran menakutkan serta menyedihkan dialami oleh tubuh tersebut.
Di istana ini, Brisella tidak bisa mengandalkan siapa pun sebab ia terkurung di antara orang-orang yang membenci dan merundungnya. Ayah beserta kedua kakak laki-lakinya tidak pernah peduli mau dia hidup atau mati. Maka dari itu, Brisella berpikir bahwasanya kontrak kerja sama yang ditawarkan Ziggy membawa keberuntungan untuknya.
"Benar juga yang kau katakan, tetapi kau sungguh bisa melindungiku kan?"
Ziggy mengangguk, meski hanya sesosok slime, Brisella masih bisa melihat raut muka Ziggy yang tampak meyakinkan.
"Percayakan saja kepada saya. Ingatlah, saya ini slime agung," kata Ziggy penuh percaya diri.
"Slime agung itu sebenarnya makhluk apa? Kenapa kau menyebut dirimu slime agung?"
Brisella mendadak mengalihkan pertanyaan ke rasa penasaran yang sejak tadi menghantuinya.
"Karena saya punya kemampuan di atas makhluk lain. Oleh sebab itu saya dikatakan sebagai slime agung. Jadi, bagaimana? Anda mau menjalin kontrak dengan saya?"
Brisella menjawab, "Baiklah kalau begitu. Ayo kita buat kontrak."
Tatkala Brisella berucap demikian, cahaya terang muncul dari bawah kaki. Cahaya tersebut hilang dalam sekejap begitu Brisella memejamkan mata.
"Kontrak sudah selesai."
Brisella membuka mata, ia kembali bingung.
"Sudah selesai? Seperti itu saja?"
"Ya, ketika Anda menyetujuinya, kontrak di antara kita secara otomatis terikat."
Brisella pikir membuat kontrak dengan Ziggy sangat rumit, rupanya tidaklah serumit itu. Saat ini dia tidak punya siapa-siapa selain Ziggy yang bisa dia andalkan selama berada di dunia tersebut.
Selepas itu, Ziggy mengubah wujudnya menjadi sebuah cincin agar mempermudah Brisella membawanya ke mana-mana.
"Sekarang aku basuh mukaku terlebih dahulu."
Brisella mengambil baskom kecil yang berisi air. Betapa terkejut ia menemukan genangan air keruh di dalam baskom.
"Bagaimana bisa mereka membiarkanku mencuci muka dengan air sekotor ini? Dan lagi airnya bau lumpur," gumam Brisella marah sekaligus merasa jijik.
"Itu dikarenakan kurangnya pasokan air di wilayah kerajaan, Nona. Anda sudah tahu bagaimana kondisi wilayah kerajaan Sizilien yang dilanda kekeringan dahsyat," tutur Ziggy.
Brisella menghela napas kasar. Terpaksa dia harus berbaur dengan lingkungan yang sangat buruk.
"Baiklah, aku paham."
Brisella secara pelan dan hati-hati membasuh mukanya menggunakan air kotor itu. Dia buru-buru menyeka wajahnya dengan sehelai handuk kecil. Sesudah itu, Brisella pun mengganti pakaian.
"Bahkan, pakaiannya pun tidak ada yang bagus. Semuanya lusuh. Ternyata gadis ini mengalami situasi yang lebih buruk dari perkiraanku."
Brisella kembali membaringkan badan di atas tempat tidur, ia bermaksud untuk tidur sebelum menghadapi hari esok. Ketika dia terlelap, tanpa terasa langit berganti malam. Brisella terbangun sebab rasa lapar yang menyiksa perut.
"Ah, aku sangat lapar. Kenapa tidak ada pelayan yang mengantarkan makanan?"
Brisella terpaksa berjalan ke luar kamar menuju dapur. Dari celah pintu, ia mengintip apa ada orang di sana atau tidak. Rupanya tidak ada orang. Langsung saja Brisella masuk menyusuri isi dapur.
"Apa tidak ada yang bisa aku makan di sini?"
Sejenak Brisella memandang miris dapur tersebut. Tampak tak terurus, seluruh peralatan memasak kotor dan berdebu, serta bahan-bahan makanan banyak membusuk.
"Sial! Ini lebih buruk dari yang aku bayangkan."
Hal ini paling dibenci Brisella. Sebagai seorang koki profesional, dia benci menyaksikan pemandangan tersebut.
Brisella berencana kembali ke kamar membawa perasaan kesal. Percuma saja dia ke sini, tiada sesuatu yang dapat dijadikan pengganjal perut.
"Ziggy, bisakah kau memberi aku makanan?"
Tidak ada jawaban dari Ziggy.
"Ziggy, kau ada di sana?"
Brisella memanggil sekali lagi, tetapi masih tak ada jawaban dari Ziggy.
"Ke mana makhluk ini? Padahal aku sedang membutuhkan—"
Sontak Brisella tersungkur ke lantai, tiba-tiba atap lorong istana hancur dan puing-puingnya berjatuhan. Sesosok makhluk menyeramkan bersayap melayang tepat di atas kepala Brisella. Kedua matanya menyorot tajam ke arah gadis itu.
"Hah? Makhluk apa itu? Arghhh ..! Tangan dan kakiku terluka."
Brisella syok sekaligus mengeluh perih, tanpa sengaja dia terluka terkena puing-puing atap lorong. Kala itu Brisella mengabaikan rasa perihnya, dia lebih takut dimangsa oleh makhluk menyeramkan yang ada di hadapannya.
Perlahan makhluk itu pun mendekat pada Brisella. Dia semakin takut tak karuan.
"Aku harus kabur, tetapi kakiku sakit, aku tidak bisa berjalan. Aku tidak mau mat— AAAAAGGHHHHH!"
Bahana teriakan Brisella memecah lorong istana kediamannya. Makhluk itu hendak menerkam dan menghabisi nyawanya.
"Merunduklah, Brisella!"
Sebuah cahaya bak laser api melesat memukul jauh makhluk yang ingin menyerang Brisella.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!