🦋
🦋
🦋
Seorang gadis cantik saat ini sedang terduduk lemas di lantai kamar mandi dengan memegang sebuah benda kecil memanjang dan terdapat dua garis merah itu. Air matanya tidak henti-hentinya mengalir di pipi mulusnya, dia tidak menyangka kalau ini benar-benar terjadi kepada dirinya.
"Tidak, ini tidak mungkin bagaimana kalau Mama dan Papa tahu," batin gadis cantik yang bernama Nikita itu.
Nikita saat ini masih duduk di bangku kelas tiga sekolah menengah ke atas. Nikita mempunyai kekasih bernama Mario, mereka berpacaran sudah sejak lama semenjak mereka sama-sama masuk ke sekolah menengah atas.
Mario adalah anak dari seorang konglomerat terpandang di kota itu. Mario dan Nikita saling mencintai, hingga suatu saat Mario dan Nikita melakukan hubungan terlarang yaitu melakukan hal yang seharusnya tidak mereka lakukan.
Tok..tok..tok..
"Niki, kamu ngapain sih di kamar mandi? lama banget, sudah siang ini memangnya kamu tidak sekolah!" teriak Mama Kasih.
Nikita dengan cepat menghapus air matanya dan kembali mencuci wajahnya supaya Mamanya tidak curiga dengan matanya yang sembab.
Nikita menyimpan tes*act itu ke dalam kantong roknya. Perlahan, Nikita membuka pintu dengan menundukkan kepalanya.
"Kamu kenapa? sakit?" tanya Mama Kasih.
Nikita dengan cepat menggelengkan kepalanya dan melangkahkan kakinya melewati Mamanya itu masuk ke dalam kamarnya. Nikita memoles wajahnya dengan sedikit bedak.
"Ma, Pa, Niki berangkat sekolah dulu ya," seru Nikita.
"Lho, kamu gak sarapan dulu?" tanya Papa Wildan.
"Enggak Pa, nanti saja di sekolah," sahut Nikita.
Setelah mencium punggung tangan Mama dan Papanya, Nikita pun pamit untuk berangkat sekolah. Nikita segera memesan taksi menuju sekolahnya, kedua orang tua Nikita hanyalah seorang pegawai biasa. Papanya pegawai Bank, sedangkan Mamanya seorang Bidan.
Kasih tampak mengerutkan keningnya, dia merasa kalau putrinya aneh dan ada yang dia sembunyikan.
Selama dalam perjalanan, Nikita tampak gelisah. Semua perasaan bercampur menjadi satu.
"Apa Mario akan menerima anak ini?" batin Nikita dengan mengusap perutnya.
Tidak membutuhkan waktu lama, akhirnya Nikita sampai di sekolah. Nikita berlari masuk ke dalam kelasnya untuk mencari Mario dan ingin cepat-cepat memberitahukan perihal kehamilannya itu.
Nikita mengedarkan pandangannya, dia sama sekali tidak menemukan Mario bahkan mejanya pun kosong. Nikita kembali berlari keluar kelas menuju parkiran dan mencari mobil Mario tapi mobilnya pun tidak ada di parkiran.
"Astaga, Mario ke mana?" batin Nikita.
Nikita menghubungi ponsel Mario tapi sayang, ponselnya tidak aktif.
"Lho, kok tumben tidak aktif? ke mana sih dia?" gumam Nikita dengan paniknya.
Sementara itu di kediaman Mario, terjadi pertengkaran antara Mario dan kedua orang tuanya bahkan ponsel Mario hancur karena dilempar oleh Papinya sendiri.
"Dad, Mario tidak mau pindah sekolah, Mario ingin sekolah di sini," seru Mario.
"Kenapa? karena kamu ingin dekat-dekat dengan gadis miskin itu?" bentak Daddy Teo.
Mario tersentak kaget, padahal selama ini dia sudah sangat hati-hati untuk menyembunyikan hubungannya dengan Nikita.
"Kamu adalah pewaris kedua kekayaan Daddy setelah Kakakmu, dan mengenai masalah pasangan, Daddy dan Mommy yang akan mencarikannya untukmu!" tegas Daddy Teo.
"Tidak Dad, apa Daddy tidak melihat bahkan akibat perjodohan bodoh kalian, Kak Manda merasa tersiksa!" teriak Mario.
Teo memukul putranya itu sehingga Mario tersungkur ke lantai.
"Astaga Daddy, kenapa pukul Mario!" pekik Mommy Metha.
"Dasar anak kurang ajar, dari mana kamu tahu kalau Kakak kamu tidak bahagia? buktinya sampai sekarang Manda baik-baik saja dan tidak pernah banyak mengeluh," seru Daddy Teo.
Mario bangkit. "Mana berani Kak Manda mengeluh, memangnya kalau dia mengeluh Daddy akan mengabulkan permintaan dia? Yang ada di otak Daddy hanya jabatan dan kekuasaan, Daddy tidak pernah memikirkan kebahagiaan Mario atau pun Kak Manda!" teriak Mario.
Mario hendak melangkahkan kakinya...
"Gadis itu bernama Nikita Aulia, Papanya bekerja sebagai karyawan Bank dan Mamanya seorang Bidan. Kamu tahu kan apa yang akan Daddy lakukan kalau kamu tidak mau mengikuti apa keinginan Daddy? Daddy tinggal menjentikkan jari dan semuanya akan hancur," seru Daddy Teo dengan sombongnya.
Seketika Mario menghentikan langkahnya dan Mario mengepalkan kedua tangannya.
"Jangan coba-coba Daddy mengganggu kehidupan Nikita," geram Mario.
"Baik, Daddy tidak akan pernah menyentuh gadis itu tapi kamu harus mengikuti semua keinginan Daddy dan kalau kamu sampai melanggarnya, kamu akan tahu apa konsekwensinya."
Mario semakin geram, dia masih berdiri dengan posisi membelakangi Daddynya. Sementara itu, Metha tidak bisa berbuat apa-apa karena memang Metha merasa takut kepada suaminya.
"Bawa, Mario."
Dua pengawal langsung membawa ke Bandara.
"Niki, maafkan aku. Tunggu aku, aku akan segera kembali," batin Mario.
Mario dibawa pergi oleh kedua orang tuanya, sedangkan Nikita tampak panik karena Mario sama sekali tidak masuk sekolah bahkan ponselnya pun tidak aktif.
"Mario, kamu ke mana?" batin Nikita.
***
Satu minggu pun berlalu, tidak ada kabar sama sekali dari Mario membuat Nikita semakin frustasi. Apalagi saat ini Nikita mengalami ngidam, bahkan Nikita merasa sangat tersiksa karena Nikita harus menahan rasa mualnya di depan kedua orang tuanya.
Saat ini Nikita berdiam diri di kamarnya karena tubuhnya terasa sangat lemas. Tiba-tiba pintu kamar Nikita terbuka.
"Sayang, apa kamu sedang sakit? wajah kamu pucat seperti itu?" tanya Mama Kasih.
"Tidak Ma, Niki baik-baik saja kok," sahut Nikita dengan senyumannya.
Kasih merasa sudah curiga kepada putrinya itu, ia melihat kalau Nikita berubah bahkan tanpa sepengetahuan Nikita, Kasih tahu kalau setiap subuh Nikita ke kamar mandi untuk muntah-muntah.
Kasih duduk di samping Nikita dan menggenggam tangan Nikita lalu menatap putrinya itu dengan penuh kasih sayang.
"Mama tahu kamu sedang berbohong, katakanlah apa yang sebenarnya sedang terjadi?" tanya Mama Kasih.
Nikita menundukkan kepalanya, air matanya menetes dengan sendirinya membuat Kasih semakin yakin kalau putrinya itu sedang tidak baik-baik saja.
"Maafkan Niki, Ma," lirih Nikita.
"Kenapa kamu harus minta maaf?" seru Mama Kasih.
Nikita mengambil sesuatu dari dalam laci dan memberikannya kepada Kasih, tangan Kasih seketika bergetar hebat. Dugaannya selama ini memang benar, awalnya Kasih mencoba menepis pikiran itu namun bukti yang saat ini dia pegang membuktikan kalau putrinya memang sedang hamil.
Seketika air mata Kasih menetes membuat Nikita kaget, Nikita langsung bersimpuh di kaki Mamanya itu dengan deraian air mata.
"Maafkan Niki, Ma. Niki sudah melakukan kesalahan besar," seru Nikita dengan deraian air matanya.
Air mata Kasih terus saja menetes, hatinya begitu sakit mendapati putrinya yang selama ini dia bangga-banggakan ternyata sudah tega menghancurkan kepercayaannya.
"Siapa yang sudah menghamilimu?" seru Papa Wildan dengan raut wajah yang emosi.
Nikita dan Kasih terperanjat kaget saat melihat kedatangan Wildan. Awalnya Wildan ingin menyusul istrinya ke kamar Nikita tapi Wildan tidak sengaja mendengar pembicaraan keduanya dan memutuskan untuk menguping terlebih dahulu.
Nikita menundukkan kepalanya, dia benar-benar sangat takut dengan kemarahan Papanya itu. Nikita baru melihat kemarahan Papanya karena selama ini Papa dan Mamanya tidak pernah memarahi Nikita.
"Jawab, siapa yang sudah menghamilimu?" tegas Papa Wildan.
"Pa, jangan terlalu keras kepada Niki," seru Mama Kasih dengan mencoba menenangkan suaminya itu.
"Ma-rio Anggara, putra Teo Anggara," sahut Nikita ketakutan.
"Apa?"
Wildan dan Kasih sangat terkejut saat mendengar nama Teo Anggara, siapa yang tidak mengenal Teo Anggara konglomerat terpandang di negara ini.
"Kurang ajar, berani sekali dia menodai putriku, lihat saja Papa akan membuat perhitungan dengannya," geram Papa Wildan.
Wildan melangkahkan kakinya tapi Nikita segera mengejarnya dan memeluk kaki Wildan sehingga Wildan tidak bisa melangkah lagi.
"Pa, ini kesalahan Niki. Saking cintanya Niki kepada Mario, Niki sampai lupa diri. Niki mohon maafkan Niki, Mario mencintai Niki, Pa. jadi, Niki yakin kalau Mario akan bertanggung jawab atas kehamilan Niki," seru Nikita dengan deraian air matanya.
Wildan terdiam, entah apa yang saat ini sedang dia pikirkan.
"Lepaskan."
"Pa, Niki mohon maafkan Niki."
"Papa bilang, lepaskan!" bentak Papa Wildan.
Nikita kaget, akhirnya Nikita pun melepaskan kaki Papanya. Wildan dengan cepat keluar dari kamar Nikita, sedangkan Kasih dengan cepat menghampiri Nikita dan memeluknya.
"Maafkan Niki, Ma."
"Iya, sudah kamu jangan menangis terus," sahut Mama Kasih.
Hati Kasih memang sakit, orang tua mana yang mau anaknya seperti itu tapi menyesal pun tidak akan ada gunanya bahkan walau menangis darah sekali pun, semuanya tidak akan bisa kembali seperti semula.
Setelah semuanya tenang, Wildan, Kasih, dan Nikita duduk bertiga di ruangan keluarga.
"Apa dia sudah tahu mengenai kehamilan kamu?" tanya Mama Kasih.
Nikita menggelengkan kepalanya. "Sudah satu minggu ini Mario tidak bisa dihubungi bahkan Mario sudah tidak masuk sekolah," sahut Nikita.
"Apa? sudah Papa duga," geram Papa Wildan.
Wildan menarik tangan Nikita. "Kita harus ke rumahnya dan meminta pertanggung jawaban atas kehamilan kamu," seru Papa Wildan.
"Pa, jangan kasar Niki sedang hamil!" teriak Mama Kasih.
Wildan mendorong tubuh Nikita untuk masuk ke dalam mobilnya, Kasih ikut masuk karena ia takut suaminya melakukan hal yang macam-macam.
Selama dalam perjalanan, Nikita tampak gelisah dia ingat akan ucapan Mario kalau saat ini mereka sedang menjalin hubungan secara sembunyi-sembunyi.
Berbekal dari informasi temannya, Wildan pun sampai di depan rumah yang bak istana itu. Ketiganya tercengang melihat rumah itu, apalagi Nikita. Nikita memang sudah lama berpacaran dengan Mario tapi Nikita tidak pernah tahu di mana rumah Mario.
"Pa, penjaganya banyak sekali," seru Mama Kasih.
"Kalian tunggu di sini, biar Papa yang bicara dengan mereka," seru Papa Wildan.
Wildan pun keluar dari mobilnya, Kasih dan Nikita memperhatikan Wildan dari dalam mobil. Wildan mencoba berbicara lembut namun para pengawal itu justru mendorong tubuh Wildan sehingga Wildan tersungkur ke aspal.
"Ya Allah, Papa!" pekik Nikita.
Nikita dan Kasih segera keluar dari dalam mobil dan menghampiri Wildan.
"Kenapa kalian kasar?" sentak Nikita.
"Kalian kalau mau mengemis jangan ke sini, cari tempat lain sana," hina salah satu pengawal.
"Kami bukan pengemis Pak, kami hanya ingin bertemu dengan pemilik rumah ini," seru Mama Kasih.
"Memangnya kalian pikir, kalian itu siapa? orang yang bertemu dengan Tuan Teo itu tidak sembarangan, harus punya janji terlebih dahulu."
Tidak lama kemudian, sebuah mobil mewah datang dan itu membuat para pengawal itu menyeret Nikita dan kedua orang tuanya untuk segera minggir.
Mobil mewah itu masuk ke dalam rumah dan terlihat Teo dan juga Metha keluar dari dalam mobil. Tanpa diduga, Wildan berlari membuat para pengawal terkejut dan mengejarnya.
"Tuan Teo, saya ingin bicara dengan anda!" teriak Papa Wildan.
Teo dan Metha menoleh bersamaan, sedangkan dua pengawal segera menangkap Wildan dan menyeret Wildan untuk segera keluar dari rumah itu.
"Tunggu!"
"Iya, Tuan."
"Lepaskan orang itu."
Para pengawal pun melepaskan Wildan, Teo melihat keluar gerbang di sana ada Kasih dan Nikita yang sedang berdiri dengan raut wajah cemas.
"Biarkan mereka masuk!"
"Baik, Tuan."
Perlahan Kasih dan Nikita pun masuk, Teo menatap ketiganya dengan tatapan tajam. Dia tahu kalau itu adalah gadis yang dicintai putranya bersama kedua orang tuanya.
"Mommy, kamu masuk!" tegas Daddy Teo.
"Baik, Dad."
Meta adalah istri penurut, apa pun yang suaminya perintahkan pasti akan Metha turuti.
"Ada perlu apa kalian datang ke rumah saya?" tanya Daddy Teo dengan arogannya.
"Tuan, saya datang ke sini hanya ingin bertemu dengan putra Tuan dan meminta pertanggung jawaban atas apa yang sudah dia lakukan kepada putri saya!" tegas Papa Wildan.
"Memangnya apa yang sudah Mario lakukan?" tanya Daddy Teo.
"Putra Tuan yang bernama Mario itu, sudah menghamili putri saya dan saat ini putri saya sedang mengandung anaknya Mario," sahut Papa Wildan.
Teo terdiam sejenak, lalu Teo menyunggingkan sedikit senyumannya..
"Kalian kalau mau uang, ngomong saja langsung jangan pakai cara murahan seperti ini. Memangnya saya akan percaya dengan ucapan anda? bahkan di luaran sana banyak sekali gadis-gadis yang melakukan hal yang sama saking mereka inginnya menjadi menantu di keluarga Anggara. Namun sayang, yang akan menjadi menantu saya adalah harus anak yang punya level sama dengan saya bukan seperti dia, anak miskin yang ingin menjadi Ratu di rumah ini!" bentak Daddy Teo dengan menunjuk ke arah Nikita.
Wildan merasa sangat geram, dia tidak terima putrinya dihina seperti itu.
"Kalau Mario tidak mau bertanggung jawab, jangan salahkan saya kalau berita ini akan tersebar di media," ancam Papa Wildan.
"Kamu berani menantang saya? bahkan detik ini juga saya bisa membuat kalian hidup di jalanan. Jangan pernah mengancam Teo Anggara karena kalian hanya butiran debu yang akan hilang dengan satu kali tiupan," seru Daddy Teo dengan tatapan tajamnya.
"Pa, sudahlah lebih baik sekarang kita pulang saja. Tuan, maafkan suami saya," seru Mama Kasih.
"Ma, Nikita hamil oleh Mario mana mungkin Papa diam saja," sahut Papa Wildan.
Teo menyuruh salah satu pengawal untuk mengambil koper yang ada di dalam mobilnya, Teo mengambil uang yang ada di dalam koper itu lalu melemparnya ke hadapan Papa Wildan.
"Uang itu sebagai ganti rugi, pergi dari sini dan jangan pernah kembali lagi ke sini," seru Daddy Teo.
Teo pun dengan cepat masuk ke dalam rumah, sedangkan Nikita dan kedua orang tuanya diseret untuk segera keluar dari rumah itu.
*
*
*
Maaf ya guys, Author hanya bisa up satu bab sehari🙏🙏
Ketiganya memutuskan untuk pulang, sesampainya di rumah Wildan langsung masuk ke dalam kamarnya tanpa bicara sepatah katapun membuat Nikita merasa sangat bersalah.
"Papa pasti marah banget sama Niki," lirih Nikita.
"Mama yang akan bicara sama Papa, sekarang lebih baik kamu juga masuk ke dalam kamar dan istirahat," seru Mama Kasih.
"Iya, Ma."
Nikita masuk ke dalam kamarnya, lalu Nikita duduk di ujung ranjang. Air matanya kembali menetes.
"Kamu ke mana Mario? jahat sekali kamu ninggalin aku pada saat aku sedang mengandung anakmu," gumam Nikita dengan deraian air matanya.
Nikita sudah bisa membayangkan, hidup dia ke depannya pasti akan hancur dan dia juga tidak tahu apa yang akan dilakukan selanjutnya. Nikita sungguh tidak tahu, apa dia akan kuat menghadapi cobaan besar seperti ini.
***
Keesokan harinya...
"Niki, mulai sekarang kamu tidak usah berangkat sekolah," seru Papa Wildan.
"Kenapa, Pa? sebentar lagi ujian akhir Pa, dan Niki ingin mengikuti ujian itu," sahut Nikita dengan mata yang sudah berkaca-kaca.
"Semalaman Papa sudah memikirkan semuanya, kamu lebih baik tidak usah melanjutkan sekolah biar nanti kamu ikut program paket c saja karena kalau sampai pihak sekolah tahu akan kehamilanmu, sudah pasti kamu akan dikeluarkan dari sekolah dan kamu tidak akan bisa mendapatkan ijazah kamu. Jadi, hari ini Papa akan datang ke sekolah kamu untuk mengurus semuanya dan bilang kepada guru kamu kalau kamu akan pindah sekolah," seru Papa Wildan.
Nikita menundukkan kepalanya, Kasih mengusap kepala Nikita dengan lembut bahkan saat ini ia sudah meneteskan air matanya.
"Mama dan Papa memang sangat kecewa dengan apa yang sudah kamu lakukan, tapi kita juga tidak mau sampai kamu kenapa-napa. Jadi, daripada nantinya kamu akan mendapat bullyan dari teman-teman kamu lebih baik kamu berhenti sekolah saja," seru Mama Kasih.
"Maafkan Niki, Ma, Pa," lirih Nikita dengan deraian air mata.
"Sudah-sudah, masih ada Mama dan Papa yang akan menjaga kamu jadi kamu tidak usah sedih lagi karena bagaimana pun bayi yang ada di dalam kandunganmu ini adalah cucu kami dan dia tidak bersalah. Sekarang Mama hanya minta sama kamu, jaga baik-baik kandunganmu," seru Mama Kasih dengan mata yang berkaca-kaca.
"Terima kasih, Ma." Nikita memeluk Mamanya dengan deraian air mata, Nikita memang sangat beruntung mempunyai orang tua yang begitu sangat perhatian.
***
5 bulan kemudian...
Para tetangga Nikita sudah banyak yang curiga akan kehamilan Nikita, bahkan tidak sedikit mereka sering menyindir Kasih jika Kasih belanja ke warung.
"Maaf Bu Bidan, Nikita ke mana ya? perasaan sudah lama tidak melihat Nikita berangkat sekolah?" tanya tukang warung.
"Nikita sudah pindah sekolah, Bu," sahut Mama Kasih.
"Oh begitu ya, tapi ada tetangga yang waktu itu pergi periksa ke rumah ibu, katanya Nikita ada di rumah dan terlihat perutnya besar. Apa Nikita sedang hamil? kapan Nikita menikah? kok kami tidak tahu," sindir si tukang warung.
Kasih tidak mau menjawab sindiran tukang warung itu, dia dengan cepat mengambil barang-barang yang dia butuhkan. "Ini semuanya berapa, Bu?" tanya Mama Kasih.
"Semuanya 35 ribu, Bu."
Kasih pun mengambil uang pas dan segera memberikannya kepada pemilik warung. "Ini uangnya Bu, Terima kasih." Kasih pun dengan cepat pergi dari warung itu.
"Rasanya Nikita memang sedang hamil, buktinya Bu Bidan tidak mau menjawab pertanyaan ibu."
"Iya. Amit-amit ya, anak Bidan kok bisa-bisanya hamil di luar nikah padahal selama ini Nikita terlihat seorang anak yang pendiam tapi ternyata diam-diam menghanyutkan," sahut ibu yang lainnya.
"Semoga anak-anak kita dijauhkan dari hal-hal seperti itu," timpal ibu yang satunya lagi.
Kasih masuk ke dalam rumahnya, air matanya kembali menetes dan hatinya begitu sangat sakit. "Mama kenapa? apa ibu-ibu itu menyindir Mama lagi?" tanya Nikita khawatir.
Kasih menghapus air matanya. "Tidak apa-apa sayang, jangan terlalu dipikirkan," sahut Mama Kasih dengan senyumannya.
Kasih segera memasak sayur-sayuran yang baru saja dia beli dari warung, Nikita memperhatikan Mamanya itu dengan tatapan sedihnya. "Maafkan Niki, Ma. Niki sudah membuat Mama dan Papa malu," batin Nikita.
Malam pun tiba...
"Ma, Niki, ada yang mau Papa bicarakan kepada kalian," seru Papa Wildan.
"Ada apa, Pa?" tanya Mama Kasih.
"Begini, Papa dipindah kerjakan ke luar kota. Papa bingung, harus menerima atau tidak soalnya Papa tidak tega jika harus meninggalkan kalian berdua." Wildan terlihat sangat sedih dan bingung.
"Pa, bagaimana kalau kita semua pindah saja? Mama sudah tidak tahan tinggal di sini, kita jual saja rumah ini dan pindah ke luar kota," sahut Mama Kasih.
"Bagaimana Niki, apa kamu setuju?" tanya Papa Wildan.
"Niki ikut kalian saja," sahut Nikita dengan senyumannya.
"Ya sudah, kalau begitu besok Papa akan menjual rumah ini dan kita semua pindah ke luar kota. Papa tahu, selama ini kalian tidak nyaman tinggal di sini jadi Papa berharap dengan kita pindah rumah, kita akan hidup tenang," seru Papa Wildan.
"Iya, Pa." Ketiganya pun berpelukan.
***
Dua hari kemudian....
Rumah itu sudah laku dan keluarga Nikita pun segera membereskan barang-barang mereka lalu memasukannya ke dalam mobil Wildan. Wildan mulai melajukan mobilnya meninggalkan rumah yang selama ini sudah penuh dengan kenangan. Nikita duduk di jok belakang, tatapannya ke arah jalanan dan sesekali tangannya mengusap perutnya yang sudah terlihat membuncit itu.
"Jadilah anak yang kuat, sayang. Jangan khawatir, Bunda, Kakek, dan Nenek akan selalu membahagiakanmu," batin Nikita.
Nikita sangat membenci Mario, pria itu pergi meninggalkan dan mencampakkannya begitu saja. Setelah Mario berhasil merenggut kesucian Nikita, dia pun pergi menghilang dan Nikita dengan bodohnya sudah percaya dengan kata-kata manis yang Mario ucapkan.
"Semoga aku tidak bertemu lagi denganmu Mario, dan sampai kapan pun aku tidak akan memberitahukan mengenai anak ini. Lebih baik anakku tidak mengenal Papanya daripada harus tahu kalau Papanya adalah pria brengsek yang tidak mau bertanggung jawab," batin Nikita kembali.
Menjelang sore, mobil yang dikendarai Wildan pun sampai di sebuah kota yang lumayan besar. Wildan sudah mendapatkan rumah di sana, dan kebetulan rumah mereka yang baru dekat dengan tempat kerja Wildan. "Ini rumah baru kita," seru Papa Wildan.
"Pa, rumah ini lebih besar dari rumah kita yang ada di Jakarta," seru Mama Kasih.
"Iya, Papa sengaja membeli rumah yang sedikit besar soalnya sebentar lagi kita akan mendapatkan cucu jadi cucu kita harus nyaman tinggal di rumah," sahut Papa Wildan.
Nikita langsung memeluk Wildan. "Terima kasih, Pa. Niki sayang Mama dan Papa," seru Nikita.
"Papa juga sayang sama kamu."
Wildan mengeratkan pelukannya dan mencium pucuk kepala putri satu-satunya itu, bahkan Kasih sampai meneteskan air matanya karena merasa terharu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!