Pagi yang cerah dengan hawa sejuk pegunungan di desa Sureti, menemani kegiatan beberapa mahasiswa yang melakukan olahraga ringan, dihalaman rumah yang mereka tempati. Mahasiswa dari Universitas Swasta terbaik di kota A yang terdiri dari tujuh perempuan dan enam laki-laki serta dua dosen pembimbing ini sedang melakukan riset. Hari ini mereka senggang karena riset yang mereka lakukan telah selesai. Dan lusa mereka semua akan kembali kekota.
"Apa kalian melihat Clara?" tanya Langit pada beberapa mahasiswi yang sedang mengisi aktifitas didapur.
Aktifitas pagi mereka memang seperti ini disaat para mahasiswa berolahraga ringan diluar, maka para mahasiswi akan berbagi tugas antara memasak dan kepasar.
"Clara kepasar bersama Haris" salah satu dari mereka menjawab.
"Haris" beo Langit.
"Ya. Bersama Sarah juga"
Langit segera melangkah pergi tanpa memberi respon lagi. Dia berniat mencari Reta. Ingin mengetahui kenapa Clara pergi bersama Haris. Siapa Haris. Apakah laki-laki.
Jelas laki-laki jika ditelisik dari namanya.
Langit memang seperti itu, dia kurang perduli pada sekitar, karena dunianya hanya berpusat pada Clara. Masih untung dia mengingat Sarah dan Reta, itu pun karena mereka sahabat Clara.
Langit melihat Reta yang sibuk menggantungkan kain dihalaman belakang, beberapa kain yang sudah Reta letakkan pada tali jemuran kembali terjatuh. Bersyukur dibawah jemuran ada hamparan kerikil bukan tanah apalagi tanah yang basah.
"Kau tahu Clara kepasar?"
"Astaga. Langit!!!" Reta terjingkat kaget karena kedatangan Langit yang tiba-tiba.
"Aku tahu,dia pergi bersama Sarah" Reta menjawab tanpa menghentikan kegiatan yang dia lakukan.
"Dia bersama Haris" kesal Langit.
"Ah... Ya dia berama si pucat"
"Kenapa?. Kau pasti ingin menyusulnya?"
"Ayo!" Langit langsung mengambil alih kain yang ada di tangan Reta dan meletaknnya kembali ketempatnya.
"Tidak bisa. Aku harus menyelesaikan semua ini" tolak Reta cepat.
"Jika tidak. Mereka yang memasak tidak akan memberiku makan" tambah Reta dengan suara yang dibuat sehoror mungkin.
Langit menghela napasnya kasar, dia melangkah kembali ke dalam rumah dan memanggil seseorang untuk melanjutkan pekerjaan Reta.
Reta yang melihatnya tentu sangat senang, karena hampir satu jam dia melakukan kegiatan yang menurutnya tidak mau selesai, entah apa yang salah?. Bagaimana mau selesai jika Reta tidak menggunakan penjepit kain. Alhasil semua pakaian tidak akan diam pada tali jemuaran karena selalu berontak jika tersapa angin.
"Apa ada satu kendaraan lagi untukmu?" terlihat jika Langit tidak ingin menggonceng Reta. Hingga dia berniat meminta Reta untuk naik kendaraan lain.
"Tidak ada. Hanya ada tiga sepeda motor disini, dua lagi sepertinya dibawa kepasar" Reta berusaha sabar menghadapi Langit kerena jika tidak ada pawangnya maka Langit suka berlaku menyebalkan.
"Naiklah. Jaga jarakmu dengan tubuhku"
Reta hanya memutar bola matanya. Malas meladeni Langit yang memang seperti ini adanya. Dia hanya akan berlaku hangat jika ada Clara. Akan bertutur kata manis jika ada Clara. Hidupnya benar-benar berputar pada Clara, Clara dan Clara lagi.
Sesampainya Langit dan Reta dipasar, mereka tidak serta merta dapat menemukan Clara dan yang lainnya. Hingga langit harus terlebih dahulu memarkirkan sepeda motornya dan masuk kedalam pasar tradisional desa Sureti. Setelah hampir lima menit berkeliling akhirnya Langit dapat melihat Clara. Ya. Dia hanya melihat Clara tanpa melihat yang lainnya.
"Sayang" Langit sedikit berteriak. Ia berlari kecil menghampiri Clara.
Clara menoleh begitu juga tiga orang yang berada didekatnya. "Jangan memanggilku sayang" kesal Clara pada Langit.
Telinganya malah menjadi geli jika Langit memanggilnya sayang. Bukan Clara tidak suka pada Langit. Bukan. Dia nyaman dan selalu merasa dicintai jika berada disisi Langit. Mereka tidak berpacaran karena memang tidak ada ikrar jadian.Tapi dimata para sahabat dan mahasiswa lain, Langit adalah kekasih Clara dan Clara adalah kekasih Langit.
"Kenapa tidak minta aku saja yang menemanimu kepasar?"
"Aku hanya ikut mereka" jari Clara menunjuk Sarah yang sedang memilih kerang dan dua laki-laki didekatnya. "Bukan bagianku yang hari ini kepasar,aku hanya ingin melihat-lihat saja. Lusa kita sudah kembali kekota"
Clara memang tidak pernah mendapat giliran kepasar. Hampir dua minggu mereka didesa Sureti, itu karena para mahasiswi takut jika Clara tidak bisa menggunakan dana yang ada secara maksimal. Takutnya Clara pulang hanya membawa ikan dan bawang tanpa minyak untuk menggorengnya.
Tapi jika urusan masak memasak Clara cukup jago. Dirinya pandai beberapa macam masakan Nusantara, mungkin karena keluarganya yang memiliki usaha di bidang restoran.
"Kau juga ikut?" Reta bertanya pada laki-laki yang berada disamping Haris.
''Hm. Karena memang ini jadwalku" jawab pria itu.
Reta hanya menganggukan kepala. Tidak ada lagi perbincangan diantar mereka, sampai akhirnya Sarah selesai dengan semua kebutuhan dapur mereka.
Mereka semua kembali menuju sepeda motor yang terparkir didepan pasar tradisional Sureti. Sepanjang jalan menuju parkiran Langit terus menggenggam tangan Clara. Reta yang melihatnya langsung paham dan segera melangkah menuju Haris.
"Aku bersamamu ya?" ucap Reta. Haris yang berada disampingnya menoleh, tapi Reta yang dilihatnya tidak memandangnya. Melainkan lebih memiringkan kepalanya, agar tatapannya jatuh pada pria yang berdiri disisi kiri Haris.
Dia Rio. Salah satu mahasiswa yang juga masuk dalam rombongan riset ini.
"Aku bersama Sarah" Rio menunjuk Sarah yang ada disampingnya.
"Biar aku bersama Haris" Sarah langsung menimpali. Dia paham akan Reta. Sahabatnya yang selalu mual jika terlalu lama berinteraksi terhadap laki-laki berkulit putih.
Langit dan Clara duluan sampai di sepeda motor, mereka mendekat pada teman-temannya dengan posisi sepeda motor yang sudah menyala.
"Kita langsung pulang?" Clara bertanya pada teman-temannya.
"Ya. Karena semua sudah lengkap" Sarah yang menjawab.
"Apa tidak ada tempat yang indah didesa ini?" kata Clara
"Lusa kita sudah kembali, setidaknya kita bikin kenangan disini" tambah Clara lagi
"Aku tau rute air terjun didesa ini" jawab Rio dengan semangat. "Tiga hari yang lalu kami juga kesana sepulang dari pasar"
Rio memang pernah mendatangi air terjun didesa Sureti ini. Dia pergi bersama temannya yang tiga hari lalu bertugas kepasar, tapi mereka hanya sebentar mengambil beberapa foto tidak sempat menceburkan diri karena membawa bahan makanan yang takut jika terlalu lama akan membusuk.
Clara yang mendengarnya sangat bersemangat. Dia meminta Langit untuk segera mengarahkan sepeda motor mengikuti Rio yang menggonceng Reta. Langit hanya bisa mengikuti apa keinginan Clara.
Bagaimana dengan Sarah dan Reta. Mereka sama saja dengan Clara. Berjiwa bebas dan penuh rasa penasaran. Sarah sampai tidak perduli lagi dengan kerang yang dia beli seandainya terlalu lama disuhu ruang akan membusuk.
Sesampainya ditempat tujuan, mereka harus berjalan kaki kurang lebih seratus lima puluh meter sebelum mencapai air terjun. Setengah perjalanan mereka sudah mendengar suara air terjun yang berjatuhan tapi suara itu juga ditemani dengan suara teriakan seorang wanita.
Mereka semua lantas kaget dan tiba-tiba berhenti. Saling pandang dengan wajah tegang. Suara apa itu. Suara siapa itu. Itulah yang ada dipikiran mereka. Sampai akhirnya ketegangan mereka buyar karena Reta yang tiba-tiba berteriak.
"Woy!!. Bukannya nolongin malah pada diam!"
Lantas semua menoleh pada Reta yang sepertinya terjebak dilumpur. Sedikit ketepi dari jalur menuju air terjun.
"Kamu ngapain disitu?" Sarah merasa heran kenapa Reta keluar jalur.
"Aku hanya ingin memetik bunga itu" Reta mengarahkan jari telunjuknya pada bunga yang indah, berwarna kuning cerah tepat diatas kepalanya.
"No..! No..! Jangan kamu"
Haris yang maju ingin menarik Reta langsung berhenti. Clara yang melihatnya hanya terkikik geli, sampai akhirnya Sarah yang mengambil langkah untuk menarik tangan Reta.
Sarah berusaha kuat menarik tangan Reta. Bukannya keluar, kaki Reta malah makin dalam terperangkap kelumpur, seperti dihisap. Alhasil Sarah juga ikut terjebak didalamnya.
Haris langsung bergegas menghampiri kedua wanita itu. Dia menggenggam erat tangan Sarah. Rio yang melihatnya pun segera menjangkau tangan Reta yang sudah hampir separuh kakinya masuk kedalam lumpur.
Mereka berusaha keras membebaskan diri, tapi ternyata sulit. Lumpur tersebut seperti menyedot mereka, menghisap dan memerangkap. Semakin bergerak semakin terperangkap raga mereka.
Clara yang melihat teman-temannya seperti itu panik. Tanpa pikir panjang Clara maju dan berusaha menarik Haris dan Rio sekaligus, karena tangan Sarah dan Reta masing-masing berpegang pada Haris dan Rio.
Clara kesulitan menarik kedua pria itu. Kaki Clara bahkan sudah mulai tertarik kelumpur bersamaan dengan kekuatan lumpur yang menarik teman-temannya.
Langit yang sejak tadi diam terpaku seprti memikirkan sesuatu mulai tersadar saat mendengar teriakan Clara. Dia berlari menuju Clara. Bukannya menggapai tangan Clara yang melambai minta ditarik. Langit malah sengaja memasukkan dirinya kedalam lumpur dan langsung memeluk Clara.
"Sayang aku akan mengangkat mu"
Antara kesal dan terharu Clara yang kaget dipeluk Langit terpaku beberapa saat, hingga berakhir dengan menghembuskan nafasnya pelan.
"Woy...!! Masih sempat-sempatnya dalam keadaan kayak gini" kesal Reta.
Bagaimana tidak kesal,dia dan Sarah hampir sampai pinggang terjebak didalam lumpur.
"Jangan bergerak,ini lumpur hisap. Semakin kalian bergerak semakin dalam tubuh kalian terperangkap" mereka semua lantas terdiam setelah mendengar penjelasan Langit.
Hampir lima menit mereka semua dalam keheningan, sampai Rio akhirnya buka suara.
"Jadi apa yang harus kita lakukan?"
"Aku akan mengeluarkan Clara dulu" Langit menjawab dengan yakin. Seperti sudah pasti saja dia mampu mengeluarkan Clara.
"Bagaimana dengan mereka?" Clara mempertanyakan nasib teman-temannya. Sepertinya sama saja. Clara terlalu yakin jika Langit bisa mengeluarkannya.
"Aku akan menyelamatkan mereka setelah menyelamatkan mu" kata Langit lembut.
Langit berusaha keras membebaskan diri dari lumpur tersebut dengan posisi masih memeluk Clara. Apa yang dilakukan Langit sebenarnya memancing rasa tawa teman-temannya, tapi mereka menahannya, kecuali.
"Hahaha...Langit..Langit. Sepertinya kekuatan cintamu kalah dengan hisapan lumpur ini" Reta mengejek Langit dengan tertawa girang.
"Ku rasa lumpur ini bisa merebut Clara darimu" kali ini Sarah yang menambahi bumbu pada ejekan Reta. Haris dan Rio hanya bisa menahan keinginan mereka untuk juga ikut tertawa.
"Diamlah. Atau tubuh kalian akan semakin lenyap karena getaran tawa itu" Langit mengatakannya dengan dingin.
Ancaman itu berhasil. Dua gadis itu berhenti mengejek Langit. Hingga beberapa saat kemudian mereka dikagetkan dengan Langit yang tiba-tiba melompat keluar dari lumpur dengan masih memeluk Clara.
"Astaga!!. Langit kau memiliki kekuatan lompatan katak" Reta kaget jadi spontan mengatakan hal itu.
Selain teman-temannya Clara dan Langit sendiri juga kaget. Apa yang terjadi pada mereka. Tapi Langit dengan cepat langsung menetralkan ekspresinya.
"Sayang kamu baik-baik saja?"
Clara yang masih syok hanya diam.
"Sayang" Langit kembali memanggilnya.
"Ya. Aku baik-baik saja" sungguh raut wajah Clara saat mengatakannya berbanding terbalik dengan yang diucapkan.
Setelah mendapat jawaban dari Clara dan memastikan wanitanya baik-baik saja. Langit kembali masuk kedalam lumpur dan menggenggam lengan Haris.
"Pegang erat tangan Sarah, aku akan mengeluarkan kalian berdua"
"Aku bagaimana?" Reta mempertanyakan nasibnya.
"Kau kutinggal" Langit langsung melesat. Terbang keluar dari lumpur tersebut dengan menarik Haris dan Sarah.
Reta yang mendengar kata-kata Langit langsung berwajah masam. Tapi kemudian dia merasakan genggaman erat pada tangannya. Siapa pelakunya. Sudah dapat dipastikan Rio. Karena hanya mereka yang tersisa didalam lumpur. Dan Langit kembali untuk menyelamatkan sahabat wanitanya.
"Kau memiliki kekuatan Lang?" Clara bertanya setelah mereka semua terbebas dari lumpur hisap.
"Kita bersihkan dirimu dulu" Langit tidak menjawab pertanyaan Clara, dia memilih mengajak wanitanya dan teman-temannya untuk membersihkan diri di air terjun.
Rasa penasaran yang ada pada mereka semua termasuk Langit mereka kesampingkan. Karena sekarang memang benar yang utama adalah membersihkan diri, terlebih Sarah dan Reta yang hampir separuh badan mereka terkena lumpur.
Sesampainya di air terjun. Mereka segera membersihkan diri seperlunya, tidak berniat berlebihan apalagi sampai mandi menikmati jernihnya air yang ada dihadapan mereka. Karena tidak dipungkiri mereka semua sebenarnya syok, kaget, panik dan apalagi tadi. Apa itu. Apa yang sebenarnya terjadi pada Langit.
Sungguh mereka tidak pernah menduga akan ada banyak hal ajaib pada diri mereka akibat hisapan lumpur tadi.
"Tidak ingin menjelaskan apapun padaku Lang?" Clara tidak berhenti menuntut jawaban pada Langit, mereka berdua sedikit berjarak saat membersihkan diri dari yang lainnya.
"Tidak ada yang bisa ku jelaskan, sayang" Sungguh Langit sendiripun bingung apa yang terjadi pada dirinya.
"Kamu memiliki kekuatan Langit. Kamu terbang membawaku dan yang lainnya dari lumpur hisap itu. Kamu menolong kami seperti Super Hero, dengan sigap dan cepat mengangkat tubuh kami dari kekuatan lumpur hisap itu" dengan menggebu Clara mencecar Langit.
Langit hanya menghela nafasnya, bingung mau menjawab apa pada Clara.
"Langit!" Clara mulai kesal, karena tidak mendapatkan jawaban.
"Langit kamu mendengarku!!" Clara meninggikan suaranya dengan telapak tanggan yang memukul permukaan air. Dia bertambah kesal karena Langit mengabaikannya.
Dan benar saja suara Clara mengambil alih perhatian Langit dan juga temannya yang lain, bahkan mereka terpaku dan menganga, mengarahkan pandangan pada Clara.
"Kamu tid..." ucapan Clara terhenti, karena Langit langsung menarik tubuh Clara ketepi, mendekat pada dirinya.
Clara sontak saja kaget dengan apa yang dilakukan Langit, dia berniat protes dan ingin melepaskan genggaman tangannya tapi Langit sudah menariknya mundur.
Yang lain langsung berlari menghampiri Clara dan Langit. Mereka semua berdiri terpaku pada apa yang sekarang ada dihadapan mereka.
Didepan sana. Air sungai yang mengalir itu. Ya air yang Clara pukul dengan telapak tangannya tadi. Berdiri menjulang tinggi, terangkat dari dasar sungai. Mereka semua terpaku diam mematung, begitu juga airnya hanya diam tak bergerak hingga Clara melangkah maju.
"Sayang" Langit berusaha menahan Clara, tapi wanita yang penuh rasa penasaran itu terus maju.
"Air" lirih Clara. Dirinya sedikit membeku tampak takjub dengan fenomena ini.
Air itu tetap diam meskipun Clara mendekat bahkan sudah kembali masuk kedalam sungai. Hingga pada akhirnya air itu jatuh terhempas kembali kedasar karena Clara menyentuhnya.
"Ya Tuhan!" Reta dan Sarah sontak memekik tertahan karena kaget.
"Sayang kamu baik-baik saja?" Langit sudah berdiri disamping Clara.
"Aku baik-baik saja Lang" Sungguh entah kenapa jika wanita mengatakan baik-baik saja itu artinya sebaliknya.
"Apa aku memiliki kekuatan?" Clara mengangkat kedua tangannya, memandanginya dengan intens.
"Air itu takut padaku. Dia memecahkan diri saat aku menyentuhnya. Wah... Apa benar aku memiliki kekuatan" Clara merasa senang jika itu benar.
"Sebaiknya kita segera pulang"
Langit mulai merasa ada yang salah,banyak hal aneh yang mereka alami, hal yang sulit diterima akal sehat tapi nyata didepan mata. Mulai dari lumpur hisap, kemampuannya dan sekarang Clara.
"Kenapa pulang, ini baru pukul sepuluh pagi. Aku masih ingin menguji kekuatanku" tolak Clara.
"Tadi itu kekuatan element" Reta seperti bertanya padahal suaranya sedang mengeluarkan pernyataan yang tidak terbantah.
"Kurasa kau pengendali air Ra" Sarah makin menguatkan apa yang dikatakan Reta.
"Sepertinya iya. Air tadi takut padaku" jika seperti ini mereka benar-benar sahabat yang tak terbantahkan.
Haris dan Rio yang mendengarnya hanya saling pandang, mereka ingin berkomentar tapi nyatanya juga bingung dengan apa yang sebenarnya terjadi.
"Sayang, ini tidak benar. Tidak ada hal seperti itu di dunia nyata" Langit kekeh ingin mereka segera pulang.
"Tidak benar bagaimana. Jelas kamu melihatnya sendiri, yang lainnya juga melihat" balas Clara. Dia bahkan tidak protes lagi dengan panggilan sayang Langit padanya.
"Coba lagi saja" Reta memberi saran agar Clara mengulanginya.
Dan benar saja Clara menyambutnya semangat. "Aku akan mencobanya" Langit terlihat frustasi dengan keinginan wanitanya.
Clara meminta yang lainnya untuk sedikit menjauh. Dia bersiap untuk mencoba kekuatan barunya. Sungguh ia benar sangat meyakini bahwa dirinya memiliki kekuatan.
Hampir lima kali sudah Clara memukulkan telapak tangannya pada permukaan air. Tapi kenyataan yang ada tidak sesuai harapan.
"Lebih fokuskan diri mu, Ra" Sarah memberi saran.
Hingga beberapa kali percobaan, tetap tidak terjadi apapun.
"Sebaiknya kita pulang, ini sudah hampir siang" Langit benar-benar merasa tidak tenang.
"Jangan sampai dosen mencari kita dan menemukan kita berkeliaran disini" tambahnya lagi.
"Sejak kapan kamu peduli pada pendapat orang?"ucap Reta.
Langit hanya membalas dengan tatapan mata yang tajam.
"Perasaan apa yang kamu rasakan saat memukul air pertama kali, Ra?" terlalu lama diam mengamati akhirnya Haris buka suara juga.
"Tadi aku kesal pada Langit, dia mengabaikan ku"
"Wah... Wah... Apa ini. Seorang Langit Putra Nugraha mengabaikan Clara?" malah Reta yang menjawab. Dia kaget, karena si bucin Langit bisa mengabaikan Clara.
Sarah yang berada disampingnya langsung menyikut lengan sahabatnya itu. Menurut Sarah, Reta tidak perlu merespon dalam situasi seperti ini.
"Maka cobalah lakukan dengan perasaan seperti itu" saran Haris.
"Setuju, dan lebih fokuskan lagi dirimu" Rio menambahi. Jujur dia sangat penasaran dengan semua ini.
Clara menarik nafas dan memfokuskan dirinya, mencari rasa kesal pada Langit yang sampai saat ini belum juga menjawab pertanyaannya.
Hingga dirinya memukul permukaan air dan yang terjadi, air itu benar-benar terangkat. Ini sungguh luar biasa. Clara sangat merasa senang sekaligus kaget.
Dia pengendali air.
Clara terus mencoba kekuatannya beberapa kali, mengangkat air dari dasar sungai kemudian menghempaskannya.
"Dirimu pengendali air, Ra" Sarah takjub, sahabatnya sekarang memiliki kekuatan.
"Aku sangat senang dengan kekuatan ini" Clara bersorak riang. Dia berlari menghampiri sahabatnya dan langsung memeluk Sarah dan Reta bersamaan.
"Jadi sekarang kamu dan Langit memiliki kekuatan?" Reta mengatakan hal itu dan semuanya langsung mengarah pada Langit juga Clara.
"Sepertinya begitu" jawab Clara, karena Langit hanya diam saja.
"Apa aku juga memiliki kekuatan?" Reta pikir sepertinya dia juga memiliki kekuatan, karena jika Clara dan Langit bisa kenapa dia tidak.
"Coba saja"
Clara dan Sarah kaget dengan jawaban itu. Bukan pada jawabannya tapi pada orang yang mengatakannya. Dia Rio. Sepertinya dia sudah mulai terkontaminasi dengan khayalan tiga wanita tersebut tentang kekuatan element.
"Jika Clara pengendali air, aku bisa saja pengendali angin"
Reta langsung mengambil persiapan, bergerak seakan-akan dirinya mengumpulkan angin dan dapat mengendalikannya. Dia memutar kedua tangannya dan mengarahkan keberbagai penjuru arah berulang kali, tapi hasilnya nihil. Tidak ada apapun yang terjadi.
"Sepertinya bukan angin... Apa api?"
"Atau mungkin tanah" Rio benar-benar sudah teracuni dengan pemikiran tiga wanita itu.
"Kita harus segera kembali, sudah jam sebelas" melirik jam yang melingkar ditangannya, Langit mengajak mereka untuk kembali
"Tap..." perkataan Reta tidak selesai karena Langit memutusnya.
"Kita akan cari tahu nanti apa yang terjadi. Apakah kebetulan atau ada hal lain"
"Benar. Kurasa sebaiknya kita kembali, kerangku rasanya mungkin sudah membusuk" jawab Sarah.
"Jangan katakan apapun yang terjadi pada kita hari ini dengan orang lain. Kita belum mengetahui kebenarannya" Langit berkata seperti itu pada semua dengan suara tegas tak terbantah.
Mereka semua kembali kepenginapan. Meski sempat mendapat pertanyaan dari dosen pembimbing namun Sarah dan Haris dapat memberi alasan yang masuk akal.
Malam hari selesai makan malam. Mereka semua dikumpulkan oleh dosen pembimbing diruangan yang sangat luas. Bagian depan dari rumah yang mereka tempati. Rumah ini hanya memiliki dua kamar tidur dan itu digunakan oleh para mahasiswi.
"Riset telah selesai. Kita sudah mendapatkan bahan, jadi kita akan membagi kelompok untuk mengembangkan bahan yang sudah didapat" terang seorang dosen laki-laki pada semua mahasiswanya.
"Setelah ini kita mendapatkan hari libur selama satu minggu. Pengembangan bahan akan dilakukan secara berkelompok dengan waktu pengerjaan selama dua minggu,vakan ada dua kelompok. Jadi salah satu kelompok ada yang beranggota tujuh orang"
Clara and the geng berada disatu kelompok yaitu kelompok satu dan tentu sudah dapat dipastikan jika Langit berada di kelompok tersebut. Menyusul Haris yang berada satu kelompok dengan mereka, berbeda dengan Rio, dirinya berada di kelompok dua.
Selesai pembagian kelompok mereka semua bubar untuk beristirahat. Hingga hampir tengah malam rumah tersebut menjadi gelap gulita.
Semua penghuni sudah terlelap kecuali Haris dan Rio, mereka berada didapur, berniat ingin menyeduh kopi dan membahas hal yang menimpa mereka hari ini. Tapi malah gagal karena listrik yang padam.
"Apa tokennya habis?" Haris yang sudah duduk di kursi bersuara.
Rio menyingkap kain jendela dapur, agar bisa melihat keadaan diluar. "Sepertinya tidak, semua gelap gulita"
"Kamu membawa ponsel, nyalakan flashnya "Haris bertanya karena dia tidak membawa ponselnya kedapur.
Rio tidak menjawab, dirinya malah sibuk melakukan sesuatu kemudian membawanya menuju meja makan kecil dimana Haris duduk.
"Minumlah"
"Apa yang mau diminum, gelap seperti ini" mereka malah bertukar suara di kegelapan yang hakiki.
"Kopinya sudah ada di depan mu"
"Jangan bercanda"
"Periksa saja" Rio menjawab sambil menyeruput kopi panasnya sedikit demi sedikit.
Tangan Haris mulai meraba meja didepannya dan benar saja dia mendapati cangkir panas.
"Ini beneran kopi. Kau membuatnya dari tadi?"
"Aku baru saja menyeduhnya"
"Dalam gelap?" tanya Haris heran, bagaimana ceritanya Rio menyeduh kopi dalam keadaan gelap gulita seperti saat ini.
"Hmm..."
"Jangan bercanda, tidak lucu. Cepat nyalakan ponsel mu".
Haris sedikit geram. Selain kesal dia juga mulai merasa sesak karena kegelapan.
"Hahaha aku serius, aku bahkan bisa melihat mu dalam keadaan gelap"
"Jangan bercanda, Rio" tekan Haris.
"Aku tidak bercanda. Aku bahkan bisa melihat ekspresi mu yang terlihat kesal sekarang "
"Kurasa kau mulai terkontaminasi oleh pemikiran Reta" Haris mulai menyamakan Rio dengan Reta yang ingin memiliki hal yang aneh-aneh.
"Reta" gumam Rio.
"Berarti kekuatan ku melihat dalam gelap" Rio masih mengatakannya dengan pelan hingga akhirnya dia bersuara riang.
"Astaga.. Aku juga mendapatkan jatah kekuatan"
"Berhenti bermain-main Rio, nyalakan segera ponsel mu" Haris terlihat menahan amarahnya.
"Baiklah.. Baiklah.. Jangan marah-marah, takutnya kekuatan mu tiba-tiba keluar dan tidak terkendali" Rio pun segera menyalakan cahaya dari ponselnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!