Jarum jam sudah menunjukkan waktu lewat tengah malam. Dan dalam suasana yang cukup hening saat itu—hanya dihiasi suara jam dinding yang berdetak tak henti—dimana sebagian besar orang-orang mungkin telah tertidur lelap, rupanya masih ada seseorang yang tetap terjaga. Dari balik pintu kamarnya terdengar suara tombol keyboard yang berdenting diiringi dengan siaran langsung dari Newtube yang tengah ditontonnya dengan volume yang cukup pelan.
Takut membangunkan orang-orang di rumahnya, tapi juga tak ingin melepaskan waktu yang bagus untuk berselancar di dunia maya. Sebab, di jam-jam seperti inilah, saat dimana internet benar-benar mendapatkan sinyal yang super lancar dan juga biasanya banyak konten-konten menarik yang bisa ditonton, hanya pada saat tengah malam seperti ini. Dan itu sangat menghibur bagi mereka yang tidak bisa tidur atau mengalami insomnia akut seperti dirinya.
Laman Web :
[ Salah satu anggota girl group gagal operasi plastik ]
[ Inilah kisah bagaimana saham-saham saya anjlok ]
[ Politisi ini memakai wig palsu! Kepalanya terlihat botak LOL. (Lihat foto-fotonya) ]
[ Astaga … kamu sudah dengar tentang selebriti ini? ]
“Astaga, kenapa semua beritanya terlihat sama saja? Apakah tidak ada yang menarik di sini?” laki-laki remaja tanggung itu mengeluh bosan karena melihat semua pemberitaan yang muncul di beranda sosial medianya, hampir memiliki jenis berita yang tak ada bedanya dengan sebelumnya. Padahal ia tengah mengharapkan sesuatu yang menarik. Hingga di tengah sesi menjelajahnya yang terasa membosankan, tiba-tiba saja di bagian atas layarnya muncul sebuah notifikasi yang lumayan menarik perhatiannya.
A New Post!
[ Bagaimana cara membunuh kucing (Video) Komentar : 324, Suka : 5, Tidak suka : 470 ]
[ Nama pengguna : Killer ]
Saat membaca notifikasi iklan yang tiba-tiba saja muncul, laki-laki tersebut merasa bahwa postingannya agak sedikit aneh dan terkesan tak biasa dengan hanya membaca dari judulnya saja. Apakah judul semacam itu sedang viral saat ini?
“Bagaimana caranya membunuh kucing? Apa-apaan itu?”
Awalnya dia ingin mengabaikan, sebab takut juga kalau seandainya postingan tersebut mengandung hal-hal yang agak sedikit mengkhawatirkan dan kejam. Bagaimana tidak? Jumlah penonton yang tidak suka akan postingan tersebut jauh lebih banyak. Tapi yang mengomentari juga tak kalah banyaknya. Itu berarti postingan ini cukup ramai di kalangan komunitas online malam itu.
Klik.
Laki-laki itu pun karena penasaran akhirnya memutar tautan video yang dilampirkan.
Sejauh yang ia tonton, tak ada yang mencurigakan atau pun meresahkan dari video tersebut. Konten di dalamnya hanya menampilkan sebuah pemandangan menggemaskan dimana ada seekor anak kucing yang sangat lucu, berwarna kuning keemasan seperti keju, berbulu lembut dan sehat, dan usianya mungkin belum lebih dari sebulan.
Anak kucing lucu itu tengah bermain dengan seseorang. Ia nampak begitu nyaman saat sebuah tangan mengelus-elus kepalanya dengan sangat lembut, meski sesekali jari tangan dari sang pemilik digigit secara gemas oleh anak kucing itu, ketika si pemilik menggelitik perutnya.
“Lah? Ini video apa? Judul sama isi videonya tidak nyambung sama sekali. Apa sengaja ya, buat naikin viewers? Lucu, sih. Tapi kok banyak yang tidak suka, ya, dengan video ini?”
Tidak lama setelah laki-laki itu berkomentar, orang yang berada dalam video tersebut tiba-tiba mengangkat tubuh anak kucingnya dengan sangat hati-hati, lalu menaruhnya ke dalam sebuah plastik transparan. Atau lebih tepatnya, semacam kemasan plastik vakum.
“Huh? Tunggu sebentar. Plastik vakum? Untuk apa?”
Laki-laki itu masih meneruskan tontonannya, penasaran hal apa yang akan dilakukan oleh orang yang berada di dalam video itu selanjutnya dengan anak kucingnya.
Dan sesuatu yang sangat gila pun terjadi. Udara di dalam plastik itu secara perlahan terhisap oleh sebuat alat vakum yang sengaja dipasang oleh orang yang ada di video. Membuat anak kucing yang masih berada di dalam plastik itu mendadak kebingungan. Sorot matanya sarat akan rasa takut yang teramat luar biasa. Anak kucing itu memberontak, mengeluarkan suara mengeong yang begitu nyaring, sembari menggerak-gerakkan cakar mungilnya ke segala arah dengan mulut terbuka dan kepala yang bergerak tak tentu, seolah nampak seperti sedang berupaya sangat keras untuk bisa bernapas, sebelum akhirnya udara dalam plastik itu semakin menipis, dan menghimpit tubuhnya dengan suaranya yang terdengar semakin lama semakin melemah.
“What the … ini benar-benar terjadi?” Laki-laki itu syok bukan main, tak berani untuk melanjutkan menonton video tersebut sampai akhir. “Wah, gila sih, ini! Yang buat video ini sepertinya punya kelainan. Sakit jiwa! Anak kucingnya salah apa, woy?! Wah, sial! Dunia sudah mulai kacau kalau begini.”
Laki-laki itu kemudian menggulir video itu ke atas, memperlihatkan beberapa komentar dari para netizen yang marah dan menghujat si pemilik video.
• Comment :
• @LoveLyMyCats : Ugh, ini menjijikkan. Aku akan melaporkan ini pada polisi.
• @ReinarD : Aku juga
• @sunrise07 : Sama
• @Bagas20202 : Aku kira ini hanya mengada-ngada. Ternyata … sick!
• @user-ivbjjkjf8g : Brengsek kau, OP! Aku harap kau mati dengan cara yang sama.
• @manusia-cintadamai231 : Sepemikiran tidak? Kalau OP ini mungkin hanya seseorang yang sedang mencari perhatian, sebab pada kenyataannya di dunia nyata, dia hanya seorang kutu buku yang terabaikan.
• @putrachannel : Masuk akal
• @mugentsukoyumi02 : Hey, aku pikir juga begitu
• @BlueBird091 : Dasar caper! Hodobnya sudah diluar nalar.
• @iamtheking_-3 : ( Tersenyum lebar ) Saya yakin semua komentar kebencian ini berasal dari para pecinta kucing.
• @cantika31 : Kau juga sama buruknya.
• @AsashiSakura : Kami akan melaporkanmu juga, bodoh.
• @iamtheking_-3 : Hahaha, coba saja. Ini hanya seekor hewan, brengsek. Kalian tidak bisa melaporkanku tentang masalah ini.
• @dhsjsjrsj : Guys, jangan kasih panggung untuk orang dungu ini.
• @Sherlock_Cheat007 : Orang ini punya bibit pembunuh berantai. Aku harap dia segera dimasukkan ke dalam penjara sebelum dia benar-benar melakukannya.
@detective_ryu88 : Tidak lama lagi dia pasti akan segera mendapatkan balasannya. Tunggu saja dan lihatlah. Keadilan itu nyata adanya. Meski untuk seekor hewan sekali pun.
“Yeah, orang yang memposting video ini memang terlalu berbahaya jika dibiarkan begitu saja,” tutur laki-laki itu, bermonolog sendiri. “Siapa lagi nama penggunanya tadi? Hm … Killer, ya? Ckckck … dari namanya saja sudah seram.”
Takut kalau saja nanti video menyeramkan lainnya muncul di beranda layar PC nya, laki-laki itu memutuskan untuk melacak alamat IP penggunanya, agar bisa lebih mudah dilaporkan ke polisi.
Akan tetapi, saat proses pelacakan telah separuh jalan, tiba-tiba saja sistemnya mengalami kerusakan. Laki-laki itu tidak bisa melacak alamat IP nya, sebab entah bagaimana postingan video yang baru saja ia tonton terhapus begitu saja.
Unggahan video anak kucing tersebut, lenyap tanpa jejak.
***
MURDER.
“Atau dalam arti lainnya adalah pembunuhan.” Agam Zein Al Faqih, seorang profiler kejahatan yang bekerja di Seoul, Korea Selatan, sekaligus merangkap sebagai dosen psikologi kriminal ternama di Universitas Sungkyunkwan, memulai jalannya kuliah.
Agam berdiri di depan para mahasiswanya, yang kemudian kembali membaca kata ‘Murder’ yang ditampilkan di layar proyeksi besar dengan suara serak. Tenggorokannya memang agak sedikit sakit akibat padatnya jadwal mengajar yang ia miliki. Bahkan tak jarang area kantung matanya sering menghitam karena kurangnya istirahat.
“Menurut hukum pidana, murder, atau pembunuhan, biasanya dapat diklasifikasikan menjadi pembunuhan biasa, pembunuh dalam lingkar keluarga, pembunuhan bayi, pembunuhan yang dilakukan berdasarkan kontrak atau bayaran, serta pembunuhan yang juga melibatkan tindakan pemerkosaan.”
Para mahasiswa yang mendengarkan nampak begitu fokus. Tak hanya pandangan mereka, jari-jari mereka bahkan juga sibuk mencatat setiap perkataan yang dilontarkan oleh Agam. Namun, ketika Agam mengisyaratkan untuk beralih ke halaman seratus delapan puluh enam dalam buku teksnya, suasana yang tadinya hening seketika berubah.
Suara kertas yang dibolak-balik mulai terdengar di sepanjang ruangan, menandakan antusiasme para mahasiswa dalam mencari informasi lebih lanjut. Mereka membuka buku teks mereka dengan cepat, mencari halaman yang dimaksud oleh Agam.
“Jadi, apa karakteristik dari pembunuhan massal, atau umumnya kita sebut sebagai pembunuh berantai?” Agam kembali melanjutkan kalimatnya, usai melihat para mahasiswanya menemukan lembar halaman yang ia maksud. “Triad MacDonald. Sebuah karakteristik yang sering melibatkan seperangkat tiga faktor. Yaitu termasuk kecenderungan kekerasan terhadap binatang, keinginan terus-menerus untuk mengobati penyakit kepala dan gangguan kejiwaan serta perilaku voyeuristik atau pelecehan seksual.”
Para mahasiswa yang sebelumnya masih antusias mendengarkan kuliah dengan penuh perhatian, tiba-tiba terlihat menegang. Ekspresi wajah mereka berubah menjadi sedikit kaku, dan sebagian besar dari mereka terlihat saling berbisik-bisik dengan raut wajah cemas yang menyelinap ke permukaan. Fokus mereka pun teralihkan pada ponsel masing-masing, suatu hal yang amat tidak biasa terjadi selama Agam memberikan kuliah. Agam, sang dosen, memiringkan kepalanya dengan keheranan yang jelas terpancar dari matanya.
“Ada apa ini? Tampaknya ada sesuatu yang mengganggu kalian, sehingga tak bisa fokus pada mata kuliah yang saya bawakan.”
Agam mengira suaranya terdengar biasa saja saat ia mengajukan pertanyaan, namun sepertinya para mahasiswa tersebut salah menanggapi. Ekspresi mereka mendadak canggung, mengira bahwa Agam sedang marah saat ini.
Suasana kelas menjadi hening sejenak. Sampai akhirnya seorang mahasiswa yang duduk di barisan paling depan, dengan berani mengangkat suaranya, memecahkan kebekuan yang sempat menyelimuti ruangan.
“Kami mohon maaf sebelumnya, Prof. Namun sejujurnya kami semua sangat terganggu mengenai kasus yang tengah viral saat ini.” Tuturnya.
“Kasus? Yang Viral?” Agam mengulang kalimat yang diucapkan oleh mahasiswanya, dengan pandangan tak mengerti.
“Ya, Prof. Ada sebuah postingan yang bisa dibilang cukup menghebohkan di situs komunitas online kemarin malam. Judulnya adalah ‘Bagaimana caranya membunuh kucing’. Kami kira itu hanya sebuah postingan biasa dengan judul yang mengada-ada. Tapi saat kami menontonnya, isi videonya sangat mengejutkan. Seseorang dalam video tersebut tengah membunuh seekor anak kucing.”
“Apa yang dikatakan Yun-su itu benar, Prof,” sahut mahasiswa lain, membenarkan. “Anak kucing yang malang itu bahkan ditempatkan di dalam kantong kompresi, dan ugh … ya ampun, rasanya kalau mengingat kembali perut saya jadi mual, Prof.”
“Karena itu, Prof, semua orang tidak berhenti membicarakannya. Konten yang diperlihatkan sudah sangat mengganggu kenyamanan khalayak ramai, sekaligus memancing kemarahan dari para komunitas pencinta hewan. Nama akunnya kalau tidak salah adalah ‘Killer’. Entah apa motifnya menggunakan nama menyeramkan itu. Tapi sepertinya dia sengaja agar terlihat mencolok. Dan anehnya lagi, saat kami mencarinya di situs pencarian, videonya sudah tidak ada.”
‘Hemm … Killer, ya?’ Agam membatin dalam diamnya. Dalam dunia kriminal memang ada beberapa orang yang memiliki jiwa psikopat dengan menyiksa binatang. Tapi dengan sengaja memamerkan tindakannya itu, Agam merasa bahwa orang ini tak hanya sekedar psikopat tapi juga punya jiwa narsistik nya.
“Kalau menurut tanggapan Anda sendiri, Prof? Apakah kita bisa memberikan hukuman yang cukup berat pada pelaku tersebut? Soalnya seram juga kalau kita membiarkan orang semacam dia bebas berkeliaran di negara kita.”
“Yah, mungkin saja,” kata Agam, dengan kalimat ambigunya, yang membuat para mahasiswa kembali di buat bingung. “Dibandingkan dengan negara-negara lain, hukuman di negara ini terhadap penganiaya hewan faktanya adalah sangat lemah. Ada banyak sudut pandang yang berbeda, dan sampai sekarang pun masih di perdebatkan. Meskipun tertangkap, hukuman yang dijatuhkan tak sebanding dengan nyawa para hewan yang telah tewas di tangan mereka. Meski sudah banyak penelitian yang mengatakan bahwa penyalahgunaan hewan seringkali terkait dengan kejahatan terhadap manusia lainnya, dan memiliki hubungan yang mendalam dengan kasus kekerasan dan pembunuhan, faktanya adalah mereka takkan dijatuhi hukuman yang serius.”
Spontan para mahasiswa bersorak dengan nada kekecewaan. Bukan pada Agam, melainkan pada hukum yang berlaku di negara mereka.
“Akan tetapi …,” lanjut Agam, di tengah-tengah sorakan para mahasiswanya. Mengangkat tangan kanannya ke udara, sebagai isyarat meminta mereka semua untuk tenang sejenak. “Kalian semua bisa mencegah hal itu tersebut terulang kembali. Yaitu dengan belajar lebih peka terhadap lingkungan sekitar dan juga orang-orang yang berada di sekeliling kalian. Ingatlah ini baik-baik. Penyalahgunaan hewan, bisa menjadi bentuk latihan. Jika boleh saya katakan, bagi seorang pembunuh di masa depan.”
Ruangan kelas seketika hening.
***
Agam merasa lega setelah menyelesaikan jam mengajarnya. Selama seminggu ia sibuk dengan materi pengajaran dan mahasiswanya, sehingga ia sangat menghargai waktu luangnya untuk bersantai. Apalagi besok adalah akhir pekan yang ia tunggu-tunggu. Ia sudah merencanakan sejak lama untuk mengunjungi Waduk Yedang di Chungcheongnam-do. Ramalan cuaca menyatakan bahwa besok akan cerah dan itu kesempatan yang bagus untuk memancing sambil melepas penat karena pekerjaan.
Meskipun begitu, Agam masih terbayang-bayang cerita dari beberapa mahasiswanya tentang video viral pembunuhan anak kucing. Dan kejadian itu baru saja terjadi kemarin.
Penyalahgunaan hewan memang sering terjadi di sini, tetapi jarang ada yang se-viral ini. Hal itu membuat Agam penasaran, sehingga ia mencari tahu lebih banyak tentang ‘Cat Murder’ di ponselnya, saat ia menuju ruangannya.
“Wow,” Agam terkejut melihat hasil pencariannya. “Orang ini ternyata bukan hanya sekali memposting. Ada lebih dari lima postingan. Dan yang kemarin itu mungkin yang keenam. Tapi sudah dihapus.”
Agam menyaksikan video-video itu satu per satu dengan teliti. Ia merasa heran mengapa hanya postingan kemarin yang viral. Padahal ada banyak postingan lain yang sama menjijikkannya. Hal ini seharusnya bisa ditindak secara hukum jika ada yang mau mengurusnya. Yang membedakan postingan-postingan dari akun itu adalah cara pelaku membunuh kucing-kucingnya. Pada awalnya ia tampak canggung dan sistematis, tetapi kemudian ia semakin terampil dan terorganisir di postingan-postingan selanjutnya.
“Selamat siang, Profesor Agam,” ucap wanita muda itu, yang bertubuh gempal dan berambut cepol tinggi. Kacamata bulat bening membingkai wajahnya yang selalu ceria setiap kali bertemu atau lewat di depan Agam.
Agam menoleh dari layar ponselnya. “Oh, Nona Shin. Selamat siang juga. Seperti biasa, kau sangat membantuku di kelas hari ini. Terima kasih banyak.”
Nona Shin, atau Shin Hye Ra, adalah asisten pengajar Agam untuk mata kuliah psikologi kriminal, yang juga mengurus daftar hadir dan tugas-tugas. Usianya hanya dua tahun lebih muda dari Agam.
Shin Hye Ra tertawa. “Jangan bilang begitu. Ini kan sudah tugas saya. Ngomong-ngomong, Anda mau ke ruangan Anda, Prof?”
“Ah, iya … itu rencananya …” Ponsel Agam berdering tiba-tiba. Ada notifikasi dari postingan baru akun yang baru saja ia intip.
“Killer?” Agam bergumam, penuh heran.
Shin Hye Ra yang berdiri dekat Agam, kebetulan mendengar gumaman Agam. “K … Ki … Killer?”
Rupanya Shin Hye Ra juga tahu tentang rumor pemilik akun viral bernama Killer itu.
“Prof, apa ‘Killer’ mengunggah postingan baru?”
Agam tidak menggubris pertanyaan Shin Hye Ra. Matanya masih terpaku pada layar ponselnya. Di sana ada postingan baru dari ‘Killer’ dengan judul yang mengerikan.
A New Post!
[ Bagaimana Caranya Membunuh Manusia ]
***
Agam tidak menggubris pertanyaan Shin Hye Ra. Matanya masih terpaku pada layar ponselnya. Di sana ada postingan baru dari ‘Killer’ dengan judul yang mengerikan.
A New Post!
[ Bagaimana Caranya Membunuh Manusia ]
Baik Agam maupun Shin Hye Ra, keduanya terdiam di tempat. Tak mampu berkata apa-apa untuk menanggapi judul dari postingan tersebut. Yang kemarin saja sudah sangat menghebohkan dan memancing kemarahan dari beberapa komunitas. Sekarang orang ini memang nampak sengaja ingin memancing huru-hara di tengah-tengah masyarakat.
Agam meneguk salivanya. Ia dilanda dilema. Otaknya sedang berpikir keras, antara segera membuka postingan tersebut dan melihat isi dari kontennya, ataukah dia abaikan saja? Tangannya bahkan sedikit gemetar tadi saat memperlihatkannya pada Shin Hye Ra, yang juga sama terkejutnya.
Tapi karena Agam adalah seorang profiler kriminal, rasa ingin tahunya terhadap motif yang sebenarnya dibalik pembuatan konten dark semacam ini, jauh lebih besar. Jadi meski berat, ia akhirnya dengan cepat membuka postingan tersebut.
Rupanya ada beberapa video dan juga foto yang diunggah. Agam memilih untuk melihat foto-foto tersebut lebih dulu. Awalnya terlihat biasa saja. Hanya tangkapan gambar dari pemandangan gunung dan pepohonan yang di ambil dari berbagai angle. Hingga saat jemari Agam menggulir jemarinya ke slide foto yang terakhir, betapa syoknya dia ketika mendapati ada tubuh seorang pria dalam kondisi telanjang di foto itu, penuh luka lebam dan tusukan--terbaring kaku di atas tanah yang penuh dengan bebatuan kecil seperti kerikil.
“Aarrghh!” Shin Hye Ra spontan memekik, kaget. Ia menjauh dari Agam sembari menutup kedua matanya, tak sanggup melihat pemandangan mengerikan itu.
Rahang Agam mengeras. “Gaesaekkiya…,” geramnya, mengumpat. Siapapun yang menggunggah postingan tersebut, bukanlah manusia. Tapi monster. Tahap kejiwaannya sepertinya sudah berada di tingkat yang sangat parah dan juga membahayakan. Orang bernama ‘Killer’ ini harus segera di tangkap.
Kedua netra Agam masih belum lepas dari foto tersebut. Ia sedang mempelajarinya diam-diam.
‘Tunggu ….’
Agam memperbesar layar ponselnya agar bisa melihat dengan jelas wajah dari laki-laki yang ada di foto tersebut. Entah mengapa Agam merasa begitu familiar dengan wajah itu.
Apa jangan-jangan …
Buru-buru Agam meraih dompet dari dalam sakunya dan mengeluarkan selembar foto polaroid ukuran 2R yang sudah sangat usang.
Dalam foto itu, ada dua anak laki-laki sedang tersenyum bahagia dengan latar belakang pemandangan yang sangat cerah. Dan salah satu dari kedua laki-laki itu adalah Agam. Sementara yang satunya lagi, adalah Fahmi. Adik kandung Agam, yang hilang di musim panas sepuluh tahun yang lalu.
“Tidak …,” Agam menggumam pada dirinya sendiri. “Ini tidak mungkin ….”
Almarhumah ibunya, Yoon Mi Ra, mewariskan warna rambut coklat dan mata yang terang pada Fahmi dan juga Adam. Yang membedakan hanyalah senyumannya. Jika Agam nampak seperti hasil fotokopian dari ibunya--hingga banyak yang tidak percaya bahwa dirinya memiliki darah Indonesia--maka Fahmi adalah hasil perpaduan dari gen orang tuanya. Ia memiliki senyuman dan tawa yang sama seperti ayahnya, Ahmad Al Faqih. Begitu cerah hingga mampu memenangkan hati siapa pun yang melihatnya.
Agam menggeleng pelan. Menolak keras bahwa wajah adiknya memiliki kesamaan dengan wajah korban yang ada dalam postingan tersebut. “Dia pasti bukan Fahmi ….”
“Profesor Agam?” Shin Hye Ra yang sepertinya menyadari kelinglungan serta kecemasan yang tergambar jelas di wajah Agam, menepuk pelan bahunya.
“Ah? Ya?” Agam tersentak, saat namanya dipanggil.
“Anda tidak apa-apa? Wajah Anda terlihat sangat pucat. Anda juga berkeringat.”
“Eh, benarkah?” Agam menyeka dahinya. Ia memang benar-benar berkeringat sangat banyak. “Maaf, tadi aku hanya melamun. Aku ….”
Belum sempat Agam menyelesaikan kalimatnya, ponsel yang ada di tangannya berdering nyaring. Tertera nama ‘Detektif Han’ di layar ponselnya.
“Ya, Detektif Han?” sahut Agam, usai menggeser tombol jawab pada panggilan teleponnya.
“Profesor Agam! Maaf, karena aku harus mengganggu waktumu sebentar. Tapi kita memiliki kasus yang sangat serius kali ini. Dan ini sangat mendesak. Aku akan mengirimkan alamatnya melalui pesan. Jadi, aku harap kau bisa datang ke sini secepat yang kau bisa! Ini adalah kasus pembunuhan, dan kita tidak punya banyak waktu!”
Tut.
Astaga. Seperti biasa, laki-laki bernama Han Tae Su itu sama sekali tidak punya sopan santun. Selalu saja seenaknya bicara dan kemudian mengakhiri panggilan teleponnya, tanpa pernah memberikan kesempatan pada Agam untuk bicara. Dan karena kebiasaannya itu jugalah, yang membuat Agam secara terpaksa menyanggupi panggilannya tiap kali ada masalah.
Akan tetapi, bukankah ini sebuah kebetulan yang luar biasa? Agam baru saja melihat postingan seorang mayat di ponselnya, lalu tak lama berselang Detektif Han menelepon dan memberitahu bahwa mereka sedang terlibat kasus pembunuhan. Apa mungkin keduanya saling terkait?
‘Aku harus memastikannya.’ pikir Agam, yang secara tidak sadar dan sudah jadi kebiasaannya menggigit bibir bawahnya ketika sedang memikirkan sesuatu. Hingga kemudian ia menangkap wajah kekhawatiran Shin Hye Ra yang sedang menatapnya.
“Ah, maaf Nona Shin. Sepertinya aku harus pergi. Ada sesuatu yang mendesak sedang terjadi. Berhati-hatilah saat di perjalanan pulang.”
“Tentu, Profesor. Tapi, kalau boleh tahu, apa sedang terjadi sesuatu yang sangat buruk?”
“Mmm …,” Agam mengaruk pelipisnya sejenak, ragu untuk memberitahu pada Shin Hye Ra. Tapi karena dia sudah lama jadi asisten pengajar di mata kuliahnya, dia pasti akan menganggap hal seperti ini adalah hal lumrah yang bisa saja terjadi kapan pun dan di mana pun. “Aku tidak tahu apa ini masuk dalam kategori buruk atau sangat buruk. Tapi yang jelas, aku mendapatkan laporan dari Detektif Han bahwa mereka sedang terlibat dengan kasus pembunuhan. Jadi, aku benar-benar minta maaf, karena aku harus segera pergi.”
“Ya ampun, jadi itu memang benar,” Shin Hye Ra menutup mulutnya dengan jemarinya. “Kalau begitu pergilah, Prof. Saya yang harusnya minta maaf karena sudah menyita banyak waktu Anda. Hati-hati di jalan, Prof.”
Agam mengangguk. Dan ia pun beranjak dari hadapan Shin Hye Ra menuju mobilnya yang berada di parkiran. Lalu dengan gerakan cepat, Agam membawa laju mobilnya menuju alamat yang telah dikirimkan oleh Detektif Han.
***
Mobil Agam berhenti di sebuah area kaki gunung yang memiliki medan terjal nan berkerikil untuk dilalui. Di depan sudah ada beberapa mobil polisi dan juga ambulans yang sepertinya telah tiba lebih dulu beberapa jam yang lalu.
Agam yang sudah keluar dari mobilnya, memilih untuk tak langsung menghampiri tempat kejadian. Ia berdiri diam sejenak sembari mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Tempatnya memang lumayan bagus untuk melakukan tindak kriminal.
“Profesor Adam? Kau sudah di sini?”
Seorang laki-laki muda berusia di atas tiga puluhan, bertubuh jangkung dengan sedikit otot dan bahu yang lebar, melangkah lebar ke arah Agam yang masih setia dengan posisinya sejak ia datang. Dialah yang menelpon Agam tadi. Detektif Han Tae Su.
“Aku sudah menunggu dari tadi.”
“Ada sedikit kemacetan di jalan tadi. Maaf.” Ucap Agam, yang diam-diam melangkah sedikit menjauh dari Detektif Han. Ia agak sedikit risih sekaligus kesal sebenarnya, jika dirinya harus berdiri berdampingan dengan laki-laki jangkung itu. Tinggi badan Detektif Han adalah 190 cm. Sedangkan dirinya hanya 178 cm. Belum lagi dengan otot-otot besar di bahu dan lengannya itu. Agam merasa jadi seperti anak kecil jika berada di dekatnya. Padahal dirinya lebih tua lima tahun dari Detektif Han.
‘Pertumbuhan anak muda jaman sekarang seperti monster.’ Yah, setidaknya itulah yang selalu terlintas di benak Agam tiap kali melihat Detektif Han.
“Jadi, di mana mayatnya?”
***
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!