Jangan lupa tinggalkan jejak.
Sepasang muda-mudi berseragam SMU memasuki rumah mewah dengan halaman depan cukup luas.
"Assalamualaikum, Dimas pulang," Teriak Pemuda itu, lalu mengajak pacarnya masuk kedalam rumah.
"Walaikumsalam, ga usah teriak-teriak bisa nggak? Denis lagi sakit," Kata wanita dengan penampilan formal, yang baru saja menuruni tangga.
"Loh mbak Dessy kok di rumah ga ke kantor?" Tanya Dimas, sedikit terkejut dengan keberadaan kakaknya di jam kerja.
"Ini mau ke kantor, mbak abis nganter Denis ke dokter," Jawab wanita berusia tiga puluh empat tahun itu, "Hai, ini siapa?" Dessy baru menyadari adiknya pulang tak sendiri.
"Oh ya mbak, kenalin ini pacar Dimas, namanya Diandra, Diandra ini kakak aku, mbak Dessy," Keduanya bersalaman, tak lupa Diandra mencium punggung tangan kakak dari pacarnya.
"Ya ampun sopan sekali, cantik lagi," puji Dessy, "Tapi maaf ya, mbak ga bisa temenin kamu lama-lama, mbak harus ke kantor," ujar wanita yang menjabat sebagai direktur di perusahaan yang bergerak di bidang farmasi.
"Ga papa mbak," jawab Dian, sapaan akrab Diandra.
Dessy pamit, tapi langkahnya terhenti, lalu menoleh pada adiknya, "Oh ya, Dimas jangan lupa sesekali lihatin Denis, terus kalo dalam dua jam panasnya belum turun, tolong kasih obat lagi, tadi mbak udah bilang ke mbok Nah, kayaknya, mbak pulangnya agak telat, ada meeting penting." Setelahnya, Dessy berlalu pergi.
Sepeninggal Dessy. "Di, kamu mau makan ga?" Dimas mengajak Dian menuju ruang makan, yang letaknya berseberangan dengan tangga, melewati ruang tengah yang luas, "Duduk dulu Di," Dian duduk disalah satu kursi di ruang makan, gadis itu mengangguk, tadi hanya sempat makan camilan di sekolah, dan kini perutnya mulai terasa lapar.
Dimas masuk ke dalam ruangan berpintu cokelat di samping dapur, tak lama kemudian lelaki itu, membawakan piring di ikuti wanita tua dibelakangnya.
"Ibu kamu mana?" tanya Dian disela-sela keduanya menyantap makan siang.
"Ibu lagi ke Bandung,"
Setelah mereka berdua menyelesaikan makannya, Dimas mengajak Dian naik ke lantai dua untuk melihat keadaan keponakannya.
Tepat di depan Tangga, terdapat pintu cokelat bertuliskan Denis room No Entry.
"Jangan kaget, Denis paling tidak suka ada orang yang masuk ke kamarnya," Dimas berkomentar saat Dian berhenti, ketika melihat tulisan yang terdapat di pintu.
Dimas membuka pintu setelah mengetuknya terlebih dahulu, Dian hanya berdiri di pintu, tak berani masuk, gadis itu mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan, kamar yang rapih, wangi, dan didominasi warna abu, hitam serta putih, ada meja belajar dan kursi berwarna putih yang menghadap tembok, disebelahnya ada ranjang hitam queen size yang diatasnya ada seseorang yang tertidur membelakangi pintu, keseluruhan tubuhnya tertutupi selimut berwarna abu.
Dimas menyentuh kening sosok yang tengah tertidur, untuk memastikan kondisinya, setelahnya dia keluar dari kamar itu.
"Dimas boleh aku tanya?" Ucap Diandra ketika keduanya baru saja memasuki kamar Dimas.
Lelaki itu mengangguk, "Denis itu siapanya kamu? Adik kamu ya?" Tanya Dian.
"Denis itu anaknya mbak Dessy," jawab Dimas yang sedang duduk di ranjang.
"Hah? Maksudnya?" Tanya Dian bingung.
"Denis itu keponakan aku, beda sekitar tiga tahunan gitu, jadi aku sama mbak Dessy bedanya enam belas enam belas tahun, mbak Dessy langsung nikah abis lulus SMA, punya anak Denis setahun sesudahnya,"
Mereka saling bercerita tentang keluarga masing-masing, Dimas baru tau, kalo Diandra hidup sendiri di ibu kota, selama menjalin kasih, baru kali ini gadis itu menceritakan latar belakangnya,
Diandra menempati rumah warisan dari mendiang ayahnya yang meninggal saat dirinya baru lulus SMP, sedang ibunya menikah lagi setahun lalu, dan tinggal di Semarang dengan keluarga barunya, sedangkan untuk keperluannya, Diandra masih mendapatkan uang pensiun ayahnya yang dulunya merupakan seorang dekan di universitas negeri di ibukota.
Dimas kagum dengan gadis itu, gadis cantik berkulit putih, berambut hitam panjang sepinggang, bermata bulat, hidung tidak mancung juga tidak pesek, pas sekali, benar-benar gadis yang kuat.
Seminggu lagi mereka akan menghadapi ujian nasional, keduanya bersekolah di salah satu SMA Negeri Favorit di ibu kota, Diandra sekelas dengan Dimas, Dimas menyukai Diandra sejak mereka naik ke kelas tiga SMA, laki-laki itu baru mengungkapkan perasaannya sekitar dua bulan yang lalu, dan Diandra langsung menerima perasaan laki-laki itu. Alangkah bahagianya Dimas saat itu ketika cintanya diterima.
Hubungan mereka berjalan sangat baik, tak pernah ada sedikitpun cek-cok diantara mereka sejauh ini, layaknya anak ABG mereka berpacaran saat ada kesempatan, berangkat dan pulang sekolah bersama menaiki motor milik Dimas, kadang mereka, pergi nonton, makan di cafe, mengunjungi toko buku, atau mengunjungi tempat wisata di akhir pekan.
Mereka berpacaran tidak lebih dari berpegangan tangan, paling jauh Dimas mencium pipi Diandra itu pun baru dua kali, saat ujian sekolah usai dan Minggu kemarin saat ulang tahun Diandra yang ke delapan belas.
Dimas sangat menjaga Dian, dia tak ingin merusak wanita itu, walau ada keinginan untuk memiliki Dian seutuhnya. seperti yang dilakukan oleh teman-teman tongkrongannya dengan para kekasih mereka, Dimas sering mendengar cerita teman-temannya tentang hubungan intim, sebenarnya dia sangat penasaran akan rasanya, tapi dia tidak ingin menyakiti kekasihnya.
Dimas bahkan mengajak Diandra untuk berkuliah di tempat yang sama, kelak saat mereka lulus,
Gadis itu tentu sangat menyambut baik ajakan pacarnya.
Waktu sudah menunjukan pukul empat sore, Diandra meminta Dimas untuk mengantarkannya pulang, "Denis kok Lo keluar kamar? Udah sembuh emang?" Tanya Dimas ketika laki-laki itu bersama pacarnya menuruni tangga, Denis baru saja menaiki tangga membawa botol air minum berwarna oranye.
"Udah turun panasnya bang, ini gue abis ambil air hangat di dapur," Denis memanggil Dimas dengan sebutan 'Abang' karena malu jika di panggil 'om' mengingat jarak usia mereka hanya terpaut tiga tahun.
"Eh, kenalin cewek gue Diandra, panggil aja Dian, Dian ini Denis anaknya mbak Dessy," Dimas mengenalkan mereka berdua, Denis meliriknya sekilas, sementara Diandra hanya tersenyum pada laki-laki yang tingginya sama dengannya.
"Jangan kaget sama Denis, dia emang orangnya dingin, cenderung pendiam," ucap Dimas ketika melihat raut wajah Diandra, saat Denis hanya meliriknya.
Dimas mengantarkan Diandra untuk pulang ke rumahnya, setelahnya ia menuju teman-temannya, malam ini mereka berencana mengunjungi tempat hiburan malam di kota itu.
***
Pukul sebelas malam, Dimas, Aris, Bimo dan Chiko telah sampai ditempat mereka janjian, sebuah club' malam, mereka memesan meja, dan memesan beberapa botol minuman beralkohol, mereka berpesta. "Dim, Lo mau ikutan booking cewek ga? Kita mau sewa kamar di atas," ucap Aris.
Teman-temannya yang sudah terbiasa melakukannya, hanya Dimas yang belum pernah melakukannya, sepertinya dia ingin mencobanya, "Boleh deh, tapi yang masih ABG ya!"
"Oke," Aris pergi untuk menemui mucikari langganannya.
Setelah beberapa saat, Aris datang dengan seorang wanita seksi yang berprofesi sebagai mucikari, wanita itu mengajak mereka menaiki lift menuju lantai empat yang terdapat banyak pintu, Dimas mendapatkan pintu paling ujung beserta kuncinya, setelah sebelumnya bertransaksi dulu dengan sang mucikari.
Dimas membuka pintu kamar layaknya kamar hotel, di samping pintu masuk ada kamar mandi, di dalam kamar itu, terdapat ranjang kayu yang dengan empat tiang disisinya, juga sprei berwarna merah, di sana ada wanita yang duduk membelakanginya.
Wanita itu menyadari kedatangan laki-laki yang akan memakai jasanya, dibawah cahaya remang-remang, wanita itu menggoda Dimas, mencumbu laki-laki itu yang hanya diam, lama kelamaan Dimas mulai terbuai, mereka berhubungan intim, tentu lebih banyak didominasi oleh wanita sewaan itu, setelah puas bergelut di ranjang, mereka tertidur.
Pukul lima pagi mereka terbangun, mereka mengulang kegiatan panasnya di kamar mandi, Dimas harus mengorbankan uang jajannya yang cukup banyak untuk mendapatkan pelayanan sampai pagi.
Sebelum berpisah, Dimas bertukar nomor ponsel dengan wanita yang mengaku bernama Mawar, sepertinya Dimas akan menjadi langganan tetap wanita yang memberikan layanan plus-plus.
Ujian Nasional telah usai, beberapa hari lalu, Dimas kembali mengajak Diandra ke rumahnya untuk bertemu dengan ibunya.
Dewi nama ibunya Dimas, sangat senang dengan kedatangan pacar putranya, Dewi menilai Diandra sebagai anak baik-baik, kebetulan hari ini Dewi istirahat di rumah, kesibukannya mengelola perusahaan membuat wanita berusia lima puluh empat tahun itu kelelahan, wanita tua itu berharap banyak pada anak lelakinya agar bisa membantu kakaknya mengelola perusahaan, agar dirinya bisa pensiun menikmati masa tua.
Dewi mengajak Diandra untuk makan bersama di rumah, ditengah acara makan siang, Denis pulang dari sekolahnya, laki-laki berseragam SMP itu, mencuci tangan setelah meletakkan tas nya di sofa ruang tengah, dia menuruti Oma nya untuk makan siang bersama.
Setelah makan siang selesai, Diandra membantu Dewi dan Mbok Nah membereskan meja makan dan mencuci piring.
Kemudian Dewi mengajak Diandra, duduk di gazebo dekat kolam renang, mereka mengobrol banyak, Dewi prihatin mengetahui bahwa Diandra hidup sendirian di ibu kota, wanita tua itu menawarkan bantuan jika Diandra memerlukannya.
Sedang asyik mengobrol, Dimas datang, "Di, aku tinggal bentar ya, si Chiko barusan SMS minta tolong aku buat jemput mamanya di bandara, Chiko ga bisa jemput karena lagi sakit gigi, kamu sama ibu dulu ya," katanya pada kekasihnya, lalu dia beralih, berpamitan pada ibunya, "Bu, aku pinjem mobil ya?" dia bahkan sudah ganti baju.
"Ya udah ambil kuncinya di pak Sukar, bilang ibu udah izinin, terus kamu hati-hati nyetirnya, Dian biar sama ibu," jawab Dewi.
Dimas pergi meninggalkan pacarnya bersama ibunya, sebenarnya laki-laki itu berbohong, dia akan menemui Mawar di apartemen yang tak jauh dari rumahnya.
Sejak berhubungan badan pertama kali, mereka saling bertukar pesan, bahkan mereka terkadang bertemu untuk saling melepaskan hasratnya, tidak ada cinta diantara keduanya, mereka hanya bersenang-senang, dari situlah Dimas baru tau kalo Mawar bernama asli Rosalina, teman satu angkatan di sekolahnya, hanya saja Rosalina jurusan IPS dan salah satu primadona angkatannya, wanita itu berasal dari keluarga broken home, dia menjajakan dirinya untuk kesenangan semata, hidupnya cukup bergelimang harta, wanita itu berasal dari keluarga berada.
***
Dilain tempat, waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam, Dimas tak kunjung pulang, ibunya menelponnya tapi ponselnya tidak aktif, Diandra ijin untuk pulang, sebenarnya Dewi menyuruhnya untuk menginap, tetapi wanita itu ingin pulang saja, dirinya tidak mau merepotkan ibu dari pacarnya.
"Ya udah Dian diantar Denis aja ya, ibu ga tenang kalo perempuan pulang malem sendirian," ucap Dewi.
Wanita tua itu minta tolong cucunya untuk mengantarkan Diandra pulang, menggunakan motor bebek yang biasa digunakan pak Sukar untuk mengantarkan mbok Nah ke Pasar, pak Sukar sudah pulang dari sore karena istrinya akan melahirkan.
Saat memasuki komplek perumahan, tiba-tiba hujan mengguyur dengan derasnya, kilat menyambar, kepalang tanggung, karena sebentar lagi mereka sampai, sehingga tetap melanjutkan perjalanannya.
Melihat tubuh keponakan pacarnya basah kuyup, Diandra menyuruh Denis Masuk ke dalam rumahnya, mereka bergantian mandi, Diandra meminjami remaja itu, kaos oblong dan celana training miliknya,
Gadis itu juga membuatkan teh hangat dan mie instan rebus yang dilengkapi dengan telur, potongan cabai dan sawi.
Hujan masih turun dengan derasnya, dengan terpaksa Denis menginap setelah mengirimkan pesan pada Omanya, beruntung besok libur bagi Denis yang sudah kelas tiga SMP.
Keesokan paginya gerimis masih melanda, padahal seharusnya sudah mulai masuk musim kemarau.
Diandra memasakkan nasi goreng untuk remaja, yang sepertinya masih tertidur di kamar milik orang tuanya dulu.
Setelah selesai memasak, Diandra mengetuk pintu, dan membangunkan Denis untuk mengajaknya sarapan.
Denis bangun dan menuju kamar mandi, untuk membersihkan diri, dia hanya cuci muka dan menggosok gigi dengan sikat gigi, yang baru semalam diberikan Diandra.
Mereka sarapan bersama di meja makan yang ada di dapur. "Enak ga Denis, nasi gorengnya?" Tanya Diandra, saat mereka baru selesai sarapan.
"Enak, mbak pintar masak," puji remaja itu.
"Apaan si Denis cuman nasi goreng sama mie instan semalam, anak SD juga bisa," wanita itu merendah.
"Mbak Dian tinggal sendiri?"
"Iya, bapak udah meninggal waktu aku lulus SMP, dan ibu menikah lagi setahun lalu dan mengikuti suami barunya di Semarang," Dian agak sedih menceritakannya, "Oh ya papa kamu kemana? Dimas ga pernah cerita sama aku soal papa kamu,"
Wajah Denis berubah sendu, "Daddy udah cerai sama mama saat aku elementary school, Daddy selingkuh dengan rekan bisnisnya, mama memergoki dan langsung mengajukan cerai, dan pulang ke Jakarta,"
"Emang dulu kamu tinggal dimana?" Tanya Dian.
"Dulu aku lahir dan besar di Amerika, mama hamil saat mulai memasuki bangku kuliah, lalu Daddy menikahi mama saat tau mama hamil,"
"Maaf ya aku nggak tau," ucap Diandra merasa bersalah. "Apa ini yang buat kamu jadi pendiam? Kata ibu Dewi, dulu kamu ceria,"
"Aku hanya malas ngomong mbak? Apa yang mau diomongin?"
"Ya banyak lah, kamu itu pendiam orangnya, bahkan aku sempat takut waktu pertama kali Dimas kenalin kamu ke aku, aku pikir, kamu benci aku,"
Denis tertawa, ada lesung pipi disebelah pipi kanannya, manis sekali batin Dian, wanita itu menggelengkan kepalanya, menghilangkan pikiran soal remaja itu.
"Kenapa mbak?" Tanya Denis heran melihat Diandra menggelengkan kepalanya.
"Nggak papa, lagi pengen gerakin kepala, agak kaku leher," jawab Diandra asal. "Kamu kapan ujian nasionalnya?"
"Dua Minggu lagi, mbak mau lanjut kuliah dimana? Bareng bang Dimas ya mbak?"
"Rencananya gitu, doain ya!"
"Iya aku doain,"
Hujan masih turun, keduanya melanjutkan obrolan. "Denis, kamu udah punya pacar?" Tanya Diandra, ketika mereka duduk di sofa ruang tengah.
"Nggak, Ada sih beberapa yang nembak aku, tapi aku ga mau?"
"Kenapa?" Tanya Dian, padahal seharusnya Denis bisa memanfaatkan wajah tampannya, untuk memiliki banyak pacar.
"Karena aku ga suka," Jawab Denis santai.
"Ga pengen nyoba gitu pacaran ala anak SMP?"
"Emang mbak dulu waktu SMP pacaran?" Denis malah bertanya balik.
"Nggak sih, kan Ada bapak yang antar jemput aku sekolah, jadi ga ada waktu buat mikirin itu, aku juga banyak ikut les pas SMP, temen laki-laki yang dekat aja cuma satu,"
"Mbak pinter ya?"
"Nggak biasa aja,"
"Emang cita-cita mbak apa?"
"Pengen jadi perawat, cuman Dimas ngajakin aku kuliah bareng dia jurusan ekonomi,"
"Menurut aku mbak, mending wujudkan cita-cita mbak sendiri, kan buat masa depan mbak sendiri kan?"
"Itu yang lagi aku pikirin, terus cita-cita kamu apa?"
"Pengen jadi dokter mbak,"
"Mudah-mudahan tercapai ya Denis, eh di luar masih gerimis, kita nonton film aja yuk, aku di beliin kaset CD sama Dimas, waktu jalan-jalan di mal, mau?"
"Boleh deh mbak," Denis menyetujuinya, Diandra memasang kaset CD, di VCD miliknya.
Ditengah-tengah film yang di putar, ada adegan cukup vulgar, membuat kedua orang yang sedang menonton menjadi menahan nafas, muka keduanya merah, malu, "Denis, sorry aku baru pertama kali liat, Dimas juga ga ngomong ada adegan kayak tadi," Diandra mulai merasa canggung.
"Nggak papa mbak, kan mbak juga ga sengaja, santai aja," ujar Denis, padahal dirinya sempat panas dingin melihat adegan vulgar tadi.
Sesuai kesepakatan mereka lanjut menonton film itu hingga selesai.
Saat Diandra berdiri hendak mengisi air di gelasnya yang kosong, tak sengaja dirinya tersandung, alhasil gadis itu jatuh di pangkuan Denis, untuk beberapa saat, pandangan mata mereka beradu, entah siapa yang memulai, bibir keduanya saling menempel, mereka berciuman, kegiatan itu terganggu saat dering ponsel berbunyi dari saku celana training yang di pakai Denis, laki-laki itu mengangkat panggilan dari mamanya, yang memberi tahu kalo mamanya sudah pulang dari luar kota.
Diandra masih diam duduk di sofa, gadis itu masih bingung, kenapa bisa ciuman pertamanya malah bersama Denis yang merupakan keponakan pacarnya.
Denis menepuk pundak Dian, "Mbak, aku pulang dulu, mama udah telpon nyuruh aku pulang, kayaknya hujan udah reda," ucap Denis yang hanya di balas anggukan, sebenarnya Denis sedikit canggung karena kejadian barusan, remaja itu pamit untuk pulang.
Setting waktunya, tahun dua ribuan, dimana masih ada kaset CD dan ponsel jadul.
Hubungan Dimas dan Diandra tidak ada perubahan berarti, apalagi sejak mereka menyelesaikan ujian nasional, mereka jarang bertemu, komunikasi keduanya, hanya melalui SMS atau telepon.
Setelah seminggu Dimas dan Diandra tidak bertemu, mereka pergi mengunjungi salah satu kampus di Depok, untuk menanyakan informasi tentang penerimaan mahasiswa/mahasiswi baru di sana, bukan hanya itu, mereka juga mengunjungi universitas negeri yang ada di Rawamangun.
Pulang dari sana keduanya mampir ke rumah Dimas, cukup jauh memang, tapi itu bukan masalah bagi mereka yang sedang di mabuk asmara.
Memasuki halaman rumah, terlihat hanya ada mbok Nah yang sedang menyapu halaman depan, sore itu, mobil ibu dan kakaknya belum ada, "Mbok, ibu belum pulang ya?" tanya Dimas.
Mbok Nah menghentikan kegiatannya, "Tadi udah sempet pulang, tapi keluar lagi diantar pak Sukar, katanya mau ke supermarket,"
"Oh, ya udah aku masuk dulu ya mbok," ucap Dimas sambil menggandeng tangan kekasihnya, mengajaknya masuk, dan mempersilahkan duduk di sofa ruang tengah, lalu mengambilkan minuman dingin untuk pacarnya, kemudian dia beranjak naik ke kamarnya untuk mandi dan berganti baju.
Sepeninggal Dimas, Denis menuruni tangga untuk mengambil minum di kulkas, laki-laki itu melihat Diandra yang sedang duduk sendiri di sofa, canggung tentu saja setelah kejadian tempo hari, mereka baru bertemu lagi, "Hai mbak Dian, lagi nunggu Abang ya?" Sapa Denis ramah, keduanya duduk berseberangan, terhalang meja.
Diandra tersenyum kikuk, "Iya Denis," jawab gadis itu singkat, dia bingung apalagi yang akan mereka bicarakan. Keheningan melanda, diantara keduanya.
"Denis, maaf kejadian tempo hari, kayaknya kita hanya terbawa suasana film, jadi lupain aja ya," Diandra berusaha memecah keheningan yang melanda.
Denis kecewa mendengar apa yang dia dengar, bagaimana mungkin dia melupakan ciuman pertamanya? Gara-gara ciuman itu, dia sampai tidak bisa tidur semalaman. "Nggak papa mbak," mereka saling diam kembali sampai kedatangan Dimas.
"Loh Denis, gue pikir lo ga di rumah?"
Denis hanya mengangkat bahunya, berdiri dan berlalu pergi menuju kamarnya.
Diandra meminta Dimas mengantarkannya pulang karena hari semakin sore.
Setelah mengantar pacarnya, Dimas mengunjungi Rosalina di Apartemen, berniat menginap di tempat wanita itu.
"Hai," sapa Dimas ketika Rosalina membukakan pintu apartemennya, tanpa banyak basa basi, Dimas langsung mencumbui wanita yang mengenakan dress tali satu berwarna merah, sangat seksi, setelah sebelumnya dia menutup pintu apartemen dengan kakinya.
Dimas menggauli wanita itu di sofa merah, dia begitu ketagihan melakukannya dengan Rosalina, dia tidak khawatir wanita itu akan hamil, karena sudah melakukan suntik kontrasepsi setiap bulannya, laki-laki itu melakukan hal itu hanya karena nafsu, tidak ada cinta sama sekali, bagi Dimas, cintanya hanya untuk Diandra, gadis cantik, pintar, baik hati dan sederhana serta sudah akrab dengan ibunya.
Berbeda dengan Rosalina, sepertinya wanita itu mulai nyaman dengan laki-laki itu, selain nafsu, ia juga melakukannya dengan cinta, ia akan berusaha membuat laki-laki itu membalas perasaannya, dirinya tau bahwa Dimas punya pacar, teman seangkatannya semua tahu tentang hubungan Dimas dan Diandra, dua pasangan berprestasi di bidang yang berbeda, Diandra di bidang Akademik sedang Dimas di bidang non Akademik di SMU tempat mereka mengenyam pendidikan.
Dimas bahkan bercerita pada Rosalina, jika nanti dirinya dan Diandra lulus kuliah, laki-laki itu akan langsung menikahi pacarnya, tentu hal itu membuat Rosalina sakit hati, ia akan membuat Diandra meninggalkan Dimas, sehingga dengan mudah ia bisa bersatu dengan lelaki yang disukainya.
***
Hari berlalu, hingga hari kelulusan tiba, Dewi datang mengambil surat keterangan lulus milik Dimas dan Diandra, wanita paruh baya itu telah mengklaim jika Diandra akan segera bertunangan dengan putranya.
Diandra sangat berterima kasih kepada Dewi, karena mau menjadi walinya untuk mengambil surat kelulusan itu, ibu kandungnya tidak bisa hadir, karena sedang sibuk merawat anak tirinya yang sedang dirawat di rumah sakit.
Setelah acara kelulusan di sekolah, Dewi mengajak Diandra mengunjungi rumahnya, untuk merayakan kelulusan, Dewi meminta Dessy untuk menyiapkan hidangan spesial dibantu mbok Nah di rumah.
Diandra dijamu dengan baik, bahkan Dewi dan Dessy menghadiahkan sesuatu, lalu dia diminta untuk menginap, dan tidur bersama Dessy di kamar lantai dua yang paling besar.
Malamnya mereka banyak mengobrol, tentu Dessy sangat senang bisa ngobrol bersama, rasanya seperti memiliki putri yang bisa diajak berbagi cerita, tidak seperti putranya Denis yang kaku dan pendiam. "Dimas beruntung mendapatkan kamu Di, udah baik hati, cantik, pintar, mandiri, sopan lagi, duh mudah-mudahan Denis bakal dapat pasangan kayak kamu kelak, Aamiin" pujinya.
Diandra hanya tersenyum mendengar pujian dari Desi, sedikitpun dia tidak besar kepala, karena dia memiliki hati yang tulus.
"Oh ya entar kamu satu kampus kan sama Dimas?"
"Mudah-mudahan mbak, sebenarnya aku dapat undangan dari UI, cuman aku mau ikut Dimas aja, terserah mau di mana?"
"Hebat juga kamu ya Di, tapi Dimas tau kamu dapat undangan itu kan?"
Diandra menggeleng, "Aku ga berani kasih tau, takut membebani Dimas, mbak,"
"Ya ampun segitu cintanya kamu sama adik mbak, mbak mesti bilang ibu nih, biar kamu cepat-cepat tunangan sama Dimas, jangan sampai kamu di ambil cowok lain."
Seperti biasa Diandra hanya tersenyum tulus, "Makasih ya mbak, udah Nerima aku di keluarga ini dengan tangan terbuka,"
"Pokoknya, kalo sampai Dimas nyakitin kamu, mbak bakal nyuruh Denis buat rebut kamu, pokoknya kamu harus jadi bagian dari keluarga ini,"
"Dimas itu baik banget sama aku mbak, ga mungkin dia nyakitin aku," ucap Diandra yakin.
Meski beberapa waktu ini ada sedikit rasa ragu di hatinya, karena dirinya sempat melihat tanda merah keunguan di dekat tulang selangka Dimas, Diandra tau apa itu, tapi dia berusaha menepis segala prasangka buruknya.
Mereka bercerita hampir tengah malam, keduanya tertidur lelap setelah lelah bercerita.
Pagi harinya Dian membantu mbok Nah menyiapkan sarapan untuk keluarga pacarnya, melihat itu, ibu Dewi sangat bahagia, dia beruntung akan memiliki menantu yang baik, dan santun, seperti Diandra
***
Di akhir pekan, keluarga Dimas mengajak Diandra, untuk menginap di villa keluarga yang tak jauh dari kebun raya Cibodas, dirinya sangat bahagia, kesepiannya selama setahun terobati sudah, kebahagiaan meliputi mereka, Denis yang biasa kaku juga bisa luwes berinteraksi dengan keluarganya.
Selama dua hari mereka menginap di sana, Dewi memberikan cincin kepada Diandra, sebagai pengikat hubungan dengan putranya.
Dimas sangat mencintai Diandra, terlintas ada perasaan bersalah dihatinya, karena telah mengkhianati cinta tulus gadis itu, dia bertekad akan meninggalkan Rosalina sepulang dari Villa.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!