.
.
"Ini dimana ya ?? Kenapa aku ada disini ??"Ujar seorang wanita yang tiba-tiba ada ditengah jalanan malam-malam.
Belum hilang rasa heran dihatinya, tiba-tiba sebuah mobil yang melintasi jalan itu menerjang Safana.
"Aaakkhhh !!!" Teriak Safana sembari memejamkan mata lantaran sudah tidak bisa berlari menghindar.
namun anehnya, Mobil itu menembus tubuh Safana. Saat Safana membuka mata ia begitu terkejut sekali apalagi tubuhnya masih utuh dan juga ia sama sekali tidak terluka.
"Aku..aku tidak ditabrak ??"Safana menatap mobil yang sudah melintasi dia.
"Aneh sekali ?? bagaimana bisa ?? Apa Tuhan yang menolongku ??"Safana masih dengan rasa herannya.
"Aahhh!! kepalaku jadi pusing kalau begini..lebih baik aku pulang.. Mas Ridwan pasti mencariku "Imbuh Safana sendiri, ia segera berjalan menuju jalanan yang sedikit ramai. beberapa kali ia Mencoba menyetop taksi, tapi tak ada satupun yang berhenti, bahkan seolah Mengabaikannya.
"Apa aku tidak terlihat sih ??!! Kenapa semua yang aku tanyai diam ??!!"Geram Safana. ia sudah cukup lelah berjalan jauh.
.
Dengan wajah lesu dan muram Safana tiba dirumahnya. netra Safana kembali disuguhkan dengan keadaan rumahnya yang ramai. beberapa mobil yang ia kenali ada didepan rumahnya.
buru-buru Safana berlari mendekati rumah. Saat akan mengetuk pintu, Safana di buat ketakutan saat tangannya bisa melewati pintu.
"Apa ini ??!! Aku.. aku.."Safana mulai.menerka. namun ia tidak mau jika terkaannya benar terjadi.
Hingga mobil orangtua Safana terlihat datang.
"Mama..."Safana hendak mendekat, tapi saat melihat mamanya turun dengan menangis dipelukan sang papa, Safana menghentikan langkahnya.
"Safana.. bagaimana bisa kau pergi Nak.. Mama Tidak bisa kalau begini.."Tangis mama Weni.
"Tenanglah Ma.. mungkin ini sudah takdir.. Semua kuasa Allah.."Papa Rio mencoba menenangkan.
Safana semakin tak mengerti. ia pun mengikuti mama dan papanya masuk kedalam rumah.
Safana mematung saat Ridwan suaminya menangisi seseorang yang terbujur dengan penutup disekujur tubuhnya.
"Safana.. kenapa kau pergi begitu cepat.. Kenapa tidak aku saja Tuhan.." tangis ridwan.
Seketika Safana menutup mulutnya, Apalagi saat foto diri terpampang diatas jasad yang tertutup itu.
"Apa ini ?? I..itu..itu aku ??"Safana berlari mendekati Ridwan. tangannya hendak menggapai tubuh suaminya, namun tetap tidak bisa.
"Mas.. aku disini mas... Mas Ridwan.."Safana mulai menangis. ia sama sekali tidak menyangka jika ia telah meninggal.
Safana berlari kearah mama dan papanya. "Mama.. papa.. ini aku.. ma... Safana disini.."Safana.hendak memegang tangan mama dan papanya namun tetap tidak bisa.
"Ya Tuhan.. benarkah aku sudah meninggal ??" dengan derai air mata Safana menatap jenazah yang masih ditangisi Ridwan.
Mama Weni mendekati jenazah dan Membuka penutup wajahnya. wajah hancur dan hampir tidak terlihat jika itu adalah wajah Safana. "Anakku.." tubuh Mama Weni lemas seketika.
Safana yang melihat itu menggeleng pelan. "bukan.. itu bukan aku.. ma... Mas.. aku disini ma.. mas.."Safana begitu sedih sekali Ia terus berusaha menjelaskan. namun ternyata semua sia-sia.. tidak ada yang bisa melihat kehadirannya disitu, Safana mengingat-ingat kejadian yang menimpanya. seingat dia, malam itu safana sedang beristirahat dikamar, lalu bagaimana bisa ia meninggal dalam keadaan wajah yang rusak parah dengan banyak luka disekujur tubuh ?? Merasa ingin memastikan, Saat jenazahnya diangkat untuk dimandikan,Safana mengikuti.
Safana melihat dengan seksama tubuh kaku yang diakui suaminya adalah dirinya.
Safana melirik jemari jasad itu, "Bukan.. itu bukan aku.. dijariku ada cincin berlian ini.."Safana memegang cincin yang masih terpakai.
"Itu bukan aku ?? Lalu kalau aku sudah meninggal ?? Tubuhku dimana ??"Safana begitu ketakutan sekali. kenyataan pahit apa yang telah menimpanya.
.
.
.
.
Malam itu juga, Jenazah yang dianggap Safana sudah dimakamkan. Safana ikut menangis saat melihat betapa sang mama terlihat begitu kehilangan sekali.
Yang menjadi pusat perhatian Safana ialah, Sang adik, yaitu Difa. ia terus berada disisi Ridwan bahkan Difa begitu santai memeluk Ridwan hingga beberapa kali.
Tak mau berfikir yang macam-macam, Safana memilih meninggalkan makam saja. Sesungguhnya ia sama sekali belum percaya jika dirinya sudah meninggal.
.
.
"Ma.. untuk malam ini kita menginap dirumah mas Ridwan dulu ya ?? Aku juga masih ingin dekat dengam barang-barang kak Safana, Setidaknya rasa rinduku bisa terobati.."Ucap Difa sesaat setelah semua sudah kembali dan kini ada didalam mobil.
Mama Weni hanya terlihat diam saja.
Difa melirik sang mama dari kaca spion depan. Tatapan kosong mama Weni yang begitu kehilangan justru malah membuat Difa mengepalkan kuat tangannya "Sudah mati saja masih bisa memgambil perhatian mama.. dasar kakak tidak berguna.."Batin Difa dengan geramnya.
Mobil diberhentikan Ridwan setelah mereka sampai.
"pa.. Mama diajak istirahat saja dulu.."Ucap Ridwan.
"Iya.."Papa Rio menuntun mama Weni untuk masuk terlebih dulu.
Setelah kedua Mertuanya masuk. Ridwan melirik Difa yang masih berdiri disisinya. senyum terbit dari wajah dua anak manusia itu. safana yang sejak tadi memperhatikan cukup heran.
Bahkan Keduanya terlihat bergandeng tangan ketika akan masuk kedalam rumah.
"Difa dan mas Ridwan.. apa mereka ??"Duga Safana. ia lantas segera mengikuti dua orang itu masuk kedalam rumah.
Didalam rumah mata Safana dibuat tak berkedip saat Adik dan suaminya saling berpelukan dengan senyum yang begitu lebar.
"shutt.. jangan.kuat-kuat tertawanya. kalau mama dengar bisa bahaya.."Ujar Ridwan.
"Iya mas.. maaf, aku terlalu senang.. akhirnya hubungan Kita bisa bebas sekarang.."Balas Difa yang kembali memeluk Ridwan.
tanpa malu dan.takut, Difa malah mencium Ridwan dengan begitu mesra.
Safana faham seketika. tak mau melihat pemandangan menijikkan dihadapannya, segera Safana berlari keluar.
Sembari berjalan Safana menangis. kini bukan lagi tentang kematiannya, melainkan sakit hatinya atas apa yang dilakukan oleh suami dan adik kandungnya sendiri
Safana duduk disebuah taman dengan masih sesenggukkan.
"Hey.. kenapa menangis ??" sebuah suara menegur Safana.
"Suamiku selingkuh.."Balas Safana sembari mengusap air matanya. ia tidak sadar sedang bicara dengan siapa.
"oww.. apa salahnya kau takuti saja mereka.."Ucapnya lagi.
Safana seketika menghentikan tangisannya. ia menoleh kesumber suara, terlihat wanita muda seusianya tersenyum dan duduk disebelahnya.
"Siapa kamu ???"Selidik Safana. "Kau..bisa melihatku ??"Imbuh safana keheranan.
"Ya ampun.. wajahmu jelek sekali kalau seperti itu. biasa saja.. kita kan sama-sama hantu.."ucap wanita itu.
"Hantu ?? kau hantu ??"Mata Safana membulat sempurna. sepanjang hidupnya, Safana memang begitu takut dengan yang namanya hantu.
anggukan wanita itu seketika membuat Safana berteriak. "Aaaaaa !!!! hantu !!!" Safana hendak pergi, namun tangannya ditahan wanita itu.
"Hey diamlah.. !!! kita ini sama-sama hantu !! sadarlah !!"
Safana membuka kedua matanya. menatap wanita yang disisinya. "Aku bukan hantu.. aku cuma sedang bingung kenapa aku bisa meninggal !!!"
"kau lupa atau memang tidak tau ??"Tanya Wanita itu keheranan.
"Entahlah.. seingatku aku sedang tidur dikamarku.. tau-tau sudah begini.."
"Baiklah.. kita kenalan dulu.."Wanita itu menyodorkan tangannya. "Aku Bunga."
"Safana.."
"Tenangkan fikiranmu dulu.. Memang sulit menerima kenyataan kalau kita sudah meninggal.. tapi mau bagaimana lagi, kalau ini sudah takdir.."nasehat bunga.
"Tapi aku merasa ada yang aneh dengan meninggalnya aku.. ?? Ada yang harus aku selidiki.. tapi aku tidak tau bagaimana caranya ??"Balas Safana.
"fikirkan besok saja.. sekarang istirahatlah.. ini sudah hampir tengah malam.. banyak setan seram yang gentayangan nanti.."
"benarkah.. Aku takut.."Safana mendekat langsung kearah bunga
"Cih.. hantu takut hantu.."Gumam Bunga
.
.
.
.
.
Saat Safana membuka kedua matanya, Ia tidak menemukan teman wanitanya semalam. ia cukup terkejut saat Matahari sudah meninggi ia baru membuka mata. Taman juga mulai kedatangan anak-anak dan beberapa pengunjung. Safana seperti orang bingung.
perhatian Safana terhenti saat melihat seorang wanita yang usianya juga tidak terlalu jauh darinya tengah melamun menatap kosong. terlihat dari sapaan pengunjung lain, wanita itu adalah manusia.
Perlahan safana menghampiri wanita itu. hingga tak lama Safana melihat Sebuah mobil berhenti ditepi jalan. dari mobil itu keluar seorang pria berjas sembari menggendong anak perempuan.
"Mama..."Teriak anak itu. mengarah pada wanita yang duduk.
Wanita yang dipanggil itu seketika menoleh. "Riska.."
Keduanya saling berpelukan erat dengan penuh kesedihan. Safana yang menyaksikan pun ikut menangis.
"Tuan Fatir.. Terima kasih sudah membantu mendapatkan hak asuh anak saya. "7Ucao wanita itu dengan wajah masih berselimut bahagia bercampur haru.
"Sama-sama Nyonya.. saya sudah mengungkap semuanya. ternyata kematian suami anda memang atas rencana besar keluarganya.."Terang Fatir dengan jelas. sesekali Fatir melirik kearah Safana, yang ikut menangis sesenggukan.
"Itu sudah saya duga.. "Wanita itu mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. dan segera menyodorkannya pada Fatir.
"Tuan.. saya tidak punya banyak uang. saya hanya punya ini.. tolong diterima.."Fatir menatap kotak perhiasan dihadapannya. lalu ia tersenyum tipis dan menerimanya.
"Terima kasih.. ini saya terima.. tapi,"Fatir memberikan kotak itu pada anak kecil dihadapannya. "Saya berikan Riska lagi.."
"Tapi tuan..-"
"Tidak masalah Nyonya.. semua saya lakukan secara iklas.. notaris masih memproses harta milik suami anda yang sudah disabotase keluarganya.. anda jangan kawatir, hak anda tetap akan menjadi milik anda."terang Fatir.
"Terima kasih banyak tuan Fatir.. anda benar-benar pengacara yang sangat baik.. "Balas wanita itu.
"Kalau begitu saya permisi dulu.."Pamit Fatir yang berjongkok berpamitan dengan Riska.
"Hey gadis manis.. paman pergi dulu ya ?? jaga mamanya"
"Terima kasih paman.."balas Riska.
anggukan Fatir mengakhiri obrolan mereka.
Safana yang memang ada disana sejak tadi mulai tertarik meminta bantuan dengan pria yang berprofesi sebagai pengacara itu, Namun Safana bingung bagaimana bicaranya, sedang sudah pasti manusia tidak akan bisa melihat dia.
Melihat Fatir masuk kedalam mobil, Safana terlihat berlari dan entah keberanian dari mana, safana langsung ikut masuk kedalam mobil dan duduk disisi Fatir.
Fatir pun segera menjalankan mobilnya membelah keramaian jalanan.
Safana mencoba menghadap Fatir, ia melambaikan tangan didepan wajah Fatir.
"Hey tuan.. kau tidak mendengarku ??!!"Safana mulai menyapa. namun Fatir terlihat memang tidak mendengar.
"Hais.. bagaimana aku bicara dengannya ??!!"Safana tidak putus asa, Ia kembali mendekatkan wajahnya ditelinga Fatir.
"Tuan.."Panggil Safana. dan respon Fatir masih sama.
Safana tidak menyerah, ia meniup telinga Fatir hingga beberapa kali. Fatir nampak merespon dan mengusap telinganya.
"Dia kena Tiupanku atau memang telinganya gatal ??"Terka Safana. hingga mobil kembali berhenti didepan sebuah kantor. dari luar Safana bisa melihat jika itu adalah kantornya para pengacara.
Melihat Fatir turun, Safana buru-buru ikut turun. ia terus mengikuti fatir seolah tidak menyerah begitu saja.
Tiba dikantornya, Fatir membuka berkas yang sudah ada dimejanya dan mulai mempelajarinya. ia harus kembali menyelesaikan beberapa kasus tuntutan.
Safana masih terus berusaha bicara, bahkan sesekali Safana mengganggu Fatir dengan menjatuhkan pulpen yang dipegang Fatir, atau bahkan meniupi berkas yang tengah dipelajari oleh Fatir.
"Huh.. kenapa manusia ini tidak merasa aneh sih ?!! seharusnya dia kan takut dan mencari siapa yang mengganggunya ??!!"Omel Safana yang sudah mulai lelah.
.
.
.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!