NovelToon NovelToon

Falling In LOVE Again

PROLOG

“Dad!” teriak Ryan ketika mendengar penuturan Dad Freddy yang menurutnya tak bisa ia terima.

“Kamu harus mau, Ryan! Ini semua demi kelangsungan perusahaan keluarga kita. Apa kamu mau hidup susah, luntang lanting di jalan hah?!” ucap Dad Freddy.

“Tapi tidak perlu dengan menikah dengan Ava, Dad!” nada suara Ryan masih terus meninggi.

Sejujurnya, Ryan sangat amat membenci Ava. Gadis itu sering sekali mendekatinya, berharap menjadi kekasihnya, sementara dirinya hanya menginginkan Imelda, seorang model papan atas yang kini sedang berkarir di Kota Paris, Perancis.

“Lalu kamu mau apa? Mencari pinjaman di luar sana?! Tak akan pernah cukup! Keluarga Williams adalah kunci untuk menyelesaikan permasalahan perusahaan keluarga kita,” ucap Dad Freddy.

Ryan menghela nafasnya panjang dan dalam. Ia menatap Dad Freddy dengan tajam, “Aku pasti bisa menyelesaikan masalah perusahaan kita, Dad.”

Ryan tak mengindahkan lagi ucapan Dad Freddy dan langsung keluar dari ruang kerja di Kediaman Keluarga Dome. Tampak sosok asisten pribadinya yang sudah berdiri tegap di ruang tamu, menunggunya untuk pergi ke Perusahaan Dome.

“Selamat pagi, Tuan,” sapa Mario, asisten pribadi Ryan.

Ryan menatap Mario dengan tajam, “buruk sekali penampilanmu hari ini, Mar!”

“Ah maaf, Tuan,” dengan cepat Mario membetulkan letak dasi miliknya yang sedikit miring, ya hanya sedikit saja, tapi seperti kesalahan besar di mata Ryan.

Mario membukakan pintu untuk Ryan, kemudian ia sendiri duduk di balik kemudi. Ryan tak mau memakai supir karena menurutnya Mario bisa menjadi asisten sekaligus supir pribadinya. Untuk apa mengeluarkan uang lebih banyak jika bisa menggunakan satu orang dengan dua jabatan, demikian pikirnya.

“Apa jadwalku hari ini, Mar?” tanya Ryan.

“Pertemuan dengan Tuan Phillips jam sebelas, pertemuan dengan Tuan Magno jam dua siang, dan pertemuan dengan Nyonya Isabella jam empat sore,” jawab Mario.

Ryan menghela nafasnya sedikit kasar, membuat Mario menatap ke spion tengah untuk melihat keadaan atasannya itu.

“Aku sudah bekerja seperti ini, masih saja perusahaan belum stabil. Apa aku harus menerima keputusan Dad?” batin Ryan.

Tak ada pembicaraan lagi antara Ryan dan Mario sepanjang sisa perjalanan mereka menuju Perusahaan Dome. Hubungan keduanya benar benar hanya atasan dan bawahan, dan Mario sendiri tak pernah mencampuri urusan pribadi atasannya.

*****

Brakkk

Pintu ruang kerja Ryan terbuka dan tampak sosok sahabatnya Garvin. Ryan menatap sesaat kemudian kembali menjatuhkan pandangannya pada lembaran kertas di atas mejanya.

“Hei, hei, ada apa dengan wajahmu itu, Ryan? Kusut sekali!” goda Garvin.

Ryan berdecak, “aku sedang pusing, jangan menambah sakit kepalaku dengan ucapanmu itu.”

“Ceritakanlah padaku, siapa tahu bisa meringankan sedikit bebanmu,” ujar Garvin.

Ryan menghela nafasnya kemudian meletakkan bolpoin yang sejak tadi ada di tangannya. Ia mengangkat kepalanya dan menatap Garvin.

“Dad ingin aku menikah dengan Ava, demi perusahaan.”

“Ava?! Are you serious?!” tiba tiba saja terdengar tawa yang begitu kencang di dalam ruang kerja Ryan. Hal itu tentu saja membuat Ryan menjadi semakin kesal karena Garvin menertawakannya.

“Jangan jangan ini yang dinamakan senjata makan tuan, karma!” lanjut Garvin dengan mata yang menyipit karena tak tahan dengan tawa yang masih mengumpul di dalam mulutnya dan ingin ia keluarkan.

“Jangan bicara sembarangan!” teriak Ryan tak suka.

“Kamu dulu sering menjelek jelekkan Ava, bahkan meminta ini dan itu. Untung saja dia melakukan semuanya, sebegitu cintanya dia padamu, Ry!” Garvin kembali tertawa menggoda Ryan.

“Menyebalkan! Kamu tahu aku hanya menyukai Imelda, tak ada yang lain.”

“Seharusnya kamu mengatakan itu pada Ava, agar ia tak merasa bahwa kamu memberinya harapan,” nasihat Garvin.

Kini giliran Ryan yang tertawa, “untuk apa memberitahunya? Banyak keuntungan yang ku dapat dengan menjadikannya fans beratku.”

Garvin tampak mengingat masa sekolah mereka, di mana Ava selalu ingin dekat dengan Ryan. Mereka sebagai sahabat Ryan tentu mendapat banyak keuntungan, antara lain makan gratis, pembantu gratis, bahkan Ava bisa disuruh untuk mengerjakan tugas tugas yang diberikan guru pada mereka.

“Kamu benar, Ry! Kalau begitu, kenapa tidak kamu ambil keuntungan lagi darinya?”

“Keuntungan lagi? Keuntungan apa? Aku tidak perlu makan gratis atau pun pembantu gratis, bahkan sudah tidak ada tugas tugas sekolah yang perlu kuselesaikan,” jawab Ryan.

“Bodoh! Bukankah Uncle menginginkan kamu menikah untuk menyelamatkan perusahaan. Gunakanlah dia sebaik baiknya! Keluarga Williams adalah keluarga hebat, dan kamu bisa menjadi bagian di dalamnya, bukankah itu keuntungan besar?”

“Lalu bagaimana dengan Imelda?” tanya Ryan yang masih memikirkan gadis incarannya. Imelda berjanji akan segera kembali setelah ia berhasil menjadi model internasional yang diperhitungkan dunia. Bukankah menjadi pasangan seorang Ryan Dome, haruslah wanita sempurna dengan kecantikan dan keanggunan, serta prestasi luar biasa, demikian alasan Imelda saat itu.

“Imel tak perlu tahu! Meskipun kamu menjadi tunangan Ava, kamu masih bisa bermain main dengan Imelda. Bukankah itu berarti satu tepuk dua lalat kamu dapat?”

Ryan tampak berpikir tentang apa yang dikatakan oleh Garvin. Ia menganggukkan kepalanya beberapa kali, tanda mengiyakan pernyataan Garvin.

Tokk … tokk … tokk ….

Pintu terbuka dan sosok Mario kembali muncul di ambang pintu. Ia masuk ke dalam, “Tuan, Tuan Phillips sudah menunggu di ruang meeting.”

“Aku akan segera ke sana,” ucap Ryan, “dan kamu Mar, perbaiki penampilanmu. Jangan membuat Tuan Phillips menganggap pekerjaku adalah orang orang rendahan.”

“Baik, Tuan,” ucap Mario kemudian undur diri dari sana untuk terlebih dahulu menemui Tuan Phillips di ruang meeting.

Setelah kepergian Mario, Garvin pun angkat bicara, “Seharusnya kamu tak boleh berbicara seperti itu pada Mario, Ry.”

“Berbicara apa? Dia hanya seorang asisten, tak lebih. Meskipun ia bekerja beratus ratus kali lipat dariku, ia tak akan pernah bisa sepertiku. Ingatlah selalu bahwa aku adalah Ryan Dome, pemilik Perusahaan Dome,” ucap Ryan kemudian beranjak dari meja kerjanya lalu keluar dari ruangannya.

*****

Beberapa hari kemudian, di Kediaman Keluarga Axton Williams.

“Pagi, sayang,” Axton menciumm pipi Jeanette yang sedang berada di dapur. Wanita yang sudah mengisi hidupnya dengan cinta itu tengah membantu para pelayan mempersiapkan makan pagi mereka.

“Pagi,” Jeanette membalas ciuman Axton dan seketika ciuman itu berubah menjadi lummatan. Para pelayan sudah terbiasa dengan keromantisan majikan mereka dan mereka bahagia melihatnya.

“Dad, Mom, lakukanlah di dalam kamar tidur kalian,” Alex yang melihat hal itu berucap sambil menggelengkan kepalanya.

Axton dan Jean tersenyum, kemudian pergi ke ruang makan bersama.

“Di mana Ava?” tanya Axton.

“Masih di kamar sepertinya, Dad. Sebentar lagi juga turun. Bukankah ia harus pergi ke universitas untuk mempersiapkan wisudanya?” ucap Alex.

Tak lama, tampak Ava turun dari lantai atas dan duduk tepat di samping Jeanette, setelah sebelumnya mencium pipi Axton dan Jean.

“Pagi, Dad, Mom.”

“Pagi, sayang, duduklah,” ucap Axton.

“Nanti malam, Keluarga Dome akan datang ke sini. Mereka mengatakan ada sesuatu yang ingin dibicarakan dengan kita,” lanjut Axton sebelum mereka memulai sarapan.

“Dome? Ryan?” batin Ava dengan wajah yang berseri seri.

🧡🧡🧡

LAMARAN

Wajah Ava tampak berseri seri. Ia mematut penampilannya di cermin. Ia ingin mempersembahkan yang terbaik untuk Ryan. Tak lupa, ia kembali menggunakan kacamata yang selalu bertengger di hidungnya.

Ava keluar dari kamar tidurnya dengan bersemangat, setelah ia mendengar suara deru mobil memasuki pekarangan Kediaman Keluarga Williams. Tak sabar rasanya untuk bertemu dengan pujaan hatinya, Ryan Dome.

Usia Ava dan Ryan hanya berbeda satu tahun saja, tapi bagi Ryan sikap Ava sangat kekanak kanakan. Dari dalam mobil, ia sudah mencebik kesal karena melihat Ava yang sudah berdiri di ambang pintu untuk menyambutnya.

“Jangan kecewakan Daddy. Ingatlah bahwa nasib Perusahaan Dome bergantung pada malam ini. Kamu beruntung karena Ava menyukaimu. Itu akan memudahkan semuanya,” ucap Freddy yang berusaha memperingatkan putra semata wayangnya itu.

Ryan menghela nafasnya pelan. Kalau saja kemarin tak ada masalah di Perusahaan Dome, ia tak akan mau melakukan ini. Baginya, Ava adalah bencana di hidupnya. Namun seketika ia teringat pada ucapan Garvin. Ia bisa memanfaatkan Ava dengan uang dan kekuasaan Keluarga Williams. Selebihnya, ia tetap akan menjadikan Imelda sebagai wanita yang akan menjadi kekasih, istri, dan penghangat ranjanggnya.

Di tempat lain, tepatnya di Kota Paris, Perancis, seorang wanita tampak berdiri di balkon apartemennya. Ia tersenyum sambil menatap keindahan Kota Paris yang menjadi surga baginya, karena di negara inilah semua keinginannya tercapai.

“Aku akan kembali sebentar lagi, Ryan. Tunggu aku. Model terkenal dan pimpinan Perusahaan Dome, tentu akan sangat cocok sekali, bukan begitu?” gumamnya pelan sambil tersenyum penuh arti.

*****

“Ry!” Ava menyambut kedatangan Ryan di kediamannya.

Ryan membalas sambutan Ava dengan senyum tipis penuh kepalsuan, sementara Freddy menatap Ava dengan tatapan penuh arti.

“Ayo, Ry. Bukankah ini keinginanmu,” ucap Dad Freddy. Ia memang sengaja beralasan agar tak ada yang mencurigai kedatangan mereka di sana dengan alasan perusahaan.

“Silakan masuk, Tuan Freddy,” ucap Axton yang menyambut kehadiran Freddy Dome, rekan bisnisnya.

“Terima kasih,” balas Freddy.

Kini Freddy dan Ryan sudah duduk di salah satu sofa yang ada di ruang tamu Kediaman Keluarga Williams.

“Nyonya Sofia tidak ikut?” tanya Jeanette pada Freddy karena tak melihat keberadaan istri dari Freddy.

”Ah tidak, i… ia sedang pergi keluar negeri,” jawab Freddy dengan sedikit terbata. Ia terpaksa mengatakan itu karena tak ingin keadaan rumah tangganya yang sedang kacau diketahui oleh Keluarga Williams. Saat ini, Freddy dan Sofia sesang dalam proses perceraian. Sofia tak sanggup hidup bersama dengan Freddy yang suka bermain wanita di luar sana.

Jeanette menganggukkan kepalanya. Setelah itu, Freddy kembali membuka pembicaraan. Ia ingin maksud dan tujuan kedatangannya ke Kediaman Keluarga Williams tersampaikan.

“Tuan dan Nyonya Williams, kedatangan saya ke sini sebenarnya karena permintaan putra tunggalku ini,” ucap Freddy.

Lagi dan lagi, Freddy menggunakan Ryan sebagai alasan kedatangannya.

“Ia mengatakan padaku bahwa ia sangat mencintai Ava dan ingin menjadikan Ava, putri anda, sebagai istrinya. Oleh karena itu, maksud kedatangan saya ke sini adalah secara khusus untuk melamar putri anda untuk putra saya,” ucap Freddy.

Axton menatap Freddy kemudian matanya kembali beralih pada Ryan. Ia belum yakin dengan penuturan tekan bisnisnya itu, apalagi melihat gelagat Ryan yang sepertinya berbeda dengan apa yang dikatakan oleh Ayahnya.

Lengan Freddy menyenggol Ryan agar putranya itu ikut angkat bicara. Ia sudah menasihati putranya berulang kali agar rencana ini jangan sampai gagal atau mereka akan kehilangan Perusahaan Dome.

Mau tak mau, Ryan pun mengangkat kepalanya. Ia juga tak ingin Perusahaan Dome hilang karena ia tak ingin jika Imelda menolak dirinya, padahal Imelda telah berusaha memantaskan diri untuknya.

“Uncle, Aunty, saya Ryan Dome, bermaksud melamar Ava untuk menjadi istri saya,” ucap Ryan.

“Apa kamu yakin?” tanya Axton sekali lagi.

“Yakin, Uncle,” jawab Ryan.

“Tapi melihat sikapmu sepertinya tak begitu,” ucap Axton lagi, membuat Ryan mulai kehilangan kepercayaan dirinya yang memang semakin ciut ketika melihat tatapan Axton yang begitu tajam.

“Dad,” Ava yang duduk tepat di sebelah Axton pun mencoba menenangkan ayahnya itu. Bagaimana pun ia sangat mencintai Ryan dan melihat Ryan berada di kediamannya dan kini sedang duduk di hadapannya untuk melamarnya, sungguh luar biasa. Ava merasa doanya dikabulkan oleh Tuhan dan usahanya selama ini mendekati Ryan tak sia sia.

“Apa kamu menerima lamarannya, Va?” tanya Axton menoleh ke arah putrinya. Ia ingin putri bungsunya itu mengambil keputusan karena ini akan berpengaruh pada hidupnya kelak. Bukan Axton ingin lepas tangan, tapi ia ingin mengajarkan sesuatu pada Ava.

Apapun keputusan yang diambil oleh Ava nanti, Axton akan tetap berada di belakangnya untuk memberikan dukungan serta perlindungan.

Ava melihat ke arah Axton dan Jeanette, ia menghela nafasnya sebelum kembali menatap Ryan yang ada di hadapannya.

“Malam, Dad, Mom,” suara sapaan seorang pria terdengar saat langkah kaki memasuki Kediaman Keluarga Williams, dia lah Alexander Ellard Williams, putra sulung Axton dan Jeanette.

“Malam, Al.”

“Malam, sayang,” sapa Axton dan Jeanette bersamaan.

Mata Alex memicing saat melihat sosok Freddy Dome dan Ryan Dome di sana. Tatapan tajam bak elang itu seakan menghunus tajam ke jantung Ryan sekali lagi dan membuatnya kembali menundukkan kepalanya.

“Duduklah,” ucap Axton pada putranya.

Jantung Ryan seakan mau lepas dari tubuhnya ketika Alex ikut duduk di sofa dan memperhatikan dirinya serta ayahnya. Freddy Dome, pria paruh baya itu juga agak sedikit kikuk saat melihat tatapan Alex.

“Tuan Freddy datang ke sini bersama putranya untuk melamar Ava,” ucap Axton memberitahu putranya.

Alex menganggukkan kepala kemudian menatap Ava, “Kamu menerimanya, Va?” tanya Alex dengan suara yang seakan mengintimidasi.

Tanpa ragu, Ava menganggukkan kepalanya, bahkan ada senyuman terbit di wajahnya. Alex hanya bisa menghela nafasnya pelan karena ia sudah tahu sejak dulu, bagaimana Ava sangat menyukai Ryan. Dan pucuk dicinta ulam pun tiba, pria itu kini datang melamar adiknya itu.

Freddy Dome menghela nafas lega karena Ava menganggukkan kepalanya. Ia sudah selangkah lebih maju dan semakin yakin kalau rencananya akan berhasil.

“Bagaimana kalau kita mempersiapkan acara pernikahan mereka segera?” sahut Freddy bersemangat.

Freddy ingin secepatnya menjadi besan dari seorang Axton Williams, pengusaha sukses yang namanya sangat diperhitungkan dalam dunia bisnis, begitu pula dengan putranya, Alexander Ellard.

“Dad,” Ryan seakan tak terima jika Dad Freddy ingin ia segera menikah, pasalnya ia belum membicarakan hal ini dengan Imelda. Ia tak ingin wanita itu sakit hati dan pergi meninggalkannya.

“Sepertinya putramu tidak setuju,” ucap Axton.

Hal itu tentu membuat Freddy langsung menoleh pada Ryan dengan tatapan tajam.

“Maaf, Uncle. Bukan maksudku tidak setuju, tapi saya tak ingin terburu buru. Saya ingin mempersiapkan acara pernikahan yang berkesan bagi kami berdua nantinya,” ucap Ryan beralasan.

🧡🧡🧡

KEMBALI

Setelah disepakati, acara pernikahan antara Ryan dan Ava akan dilaksanakan sampai batas waktu yang akan ditentukan kembali kemudian.

Axton tak setuju jika putri bungsunya itu menikah terburu buru, apalagi ia baru saja akan lulus kuliah, meskipun hanya tinggal menunggu wisuda saat ini.

“Dad,” Ava duduk tepat di samping Axton dan bersandar pada bahu ayahnya itu.

“Jangan pernah melakukan apapun dengan terburu buru, kenali dirinya lebih baik lagi setelah acara pertunangan kalian,” pesan Axton pada Ava.

“Aku mengerti, Dad. Terima kasih karena tak menolaknya,” ujar Ava.

Axton hanya tersenyum tipis. Ia tak akan menolak secara terang terangan pada putra Keluarga Dome. Ia akan membiarkan Ava melihat kebusukan keluarga itu dan Ava sendiri lah yang akan menolaknya suatu saat nanti.

“Beristirahatlah, bukankah lusa kamu harus mengikuti wisuda?”

“Hmm, Bukankah Dad juga harus hadir di sana. Jadi sebaiknya Dad juga beristirahat. Lagipula Mommy pasti sudah menunggu Daddy di kamar,” ucap Ava.

Axton mencubit hidung Ava sambil tersenyum kemudian mereka pun bangkit bersama untuk masuk ke dalam kamar tidur mereka masing masing.

*****

“Kamu berhasil, Son!” Freddy menepuk bahu Ryan. Ia merasa sangat senang dengan jawaban Ryan tadi yang sebenarnya tak pernah ia sangka kalau putranya bisa mengatakan hal seperti itu.

Namun, Ryan hanya diam saja lalu bergegas masuk ke dalam kamar tidurnya. Di dalam kepalanya, ia sedang menyusun rencana serta kata kata untuk kekasihnya, Imelda.

“Ava, Ava … Ava! Mengapa harus ada wanita seperti dia yang mendekatiku?!” ungkap Ryan dengan kesal sambil menghempaskan tubuhnya di atas tempat tidur.

Ia mulai menerawang sambil menatap langit langit kamar tidurnya. Setelah beberapa saat, senyum mengembang di wajahnya. Ia seakan mendapat pencerahan dan jalan untuk membuat Ava menderita.

*****

Acara pertunangan antara Ryan dan Ava berlangsung tertutup. Hal itu adalah keinginan Keluarga Williams karena Axton memang menutup akses tentang Ava pada banyak orang. Ia tak ingin putrinya diketahui oleh banyak orang dan membuatnya menjadi tak aman.

Hal itu justru menguntungkan bagi Ryan. Ia yang awalnya menolak pertunangan itu pun kini tak perlu takut jika sampai diketahui oleh Imelda karena berita tersebut tak akan pernah keluar, hanya sebatas keluarga saja yang tahu.

“Ry,” Ava yang berdiri berdekatan dengan Ryan, berusaha berbicara dengan pria yang kini berstatus sebagai tunangannya.

Namun, Ryan akan tetap menjadi Ryan jika hanya berdua bersama dengan Ava.

“Ada apa?!” tanya Ryan dengan sedikit ketus, tapi tetap perlahan karena ia tak mau sampai ada yang mendengar dan melaporkannya.

“Maukah kamu datang di acara wisudaku?” tanya Ava penuh harap.

“Tidak.”

“Mengapa tidak?” tanya Ava lagi.

“Aku sibuk, lagipula bukankah pertunangan kita ini bersifat tertutup, jangan sampai ada yang tahu,” jawab Ryan yang memanfaatkan keadaan.

“Tapi …”

“Tak ada tapi tapian! Apa kamu mau aku membatalkan acara pertunangan ini? Jangan membuatku menyesal telah mengambil keputusan ini,” ujar Ryan.

Ava langsung diam lalu menutup mulutnya rapat rapat. Ia tak mau jika Ryan membatalkan pertunangan mereka. Ia sudah mencintai Ryan sejak ia pertama kali melihatnya. Jika itu hanya cinta monyett, bukankah harusnya sudah hilang? Tapi tidak bagi Ava, menurutnya ini adalah cinta yang sesungguhnya.

“Lalu kapan kita akan mulai mempersiapkan pernikahan kita?” tanya Ava lagi.

Ryan menghela nafasnya dan kembali menatap Ava dengan tajam, “acara pertunangan kita saja belum selesai, tapi kamu sudah memikirkan pernikahan! Seharusnya kamu berpikir bagaimana membantuku menjadi pengusaha sukses agar kedua orang tuamu tidak malu memiliki menantu sepertiku.”

“Apa yang bisa kulakukan untuk membantumu?”

“Kena kamu!” batin Ryan.

“Kamu bisa meminta Daddymu untuk berinvestasi lebih banyak di Perusahaan Dome dan mungkin akan lebih baik jika kamu menjadi sekretarisku. Bukankah dengan begitu kita akan semakin dekat?” ucap Ryan.

“Benarkah? Benarkah aku boleh menjadi sekretarismu?” Ava sangat senang karena Ryan memperbolehkannya berada dekat dengan pria itu, sangat jarang sekali.

“Ya,” jawab Ryan singkat.

“Aku mau!”

“Ah tidak! Tidak! Tidak jadi.”

“Loh kok tidak jadi?”

“Nanti Daddymu marah. Aku tak mau dianggap memperalatmu. Aku akan mencari sekretaris sendiri saja nanti,” ucap Ryan yang terdengar memprovokasi bagi Ava.

“Jangan! Jangan lakukan itu. Aku mau menjadi sekretarismu. Nanti aku yang akan mengatakannya pada Daddy,” ujar Ava. Ava tak ingin Ryan memiliki sekretaris selain dirinya, apalagi jika itu wanita.

Kini langkah Ava sudah lebih maju daripada sebelumnya. Ia tak ingin kehilangan Ryan. Ia akan menuruti apapun keinginan Ryan agar pria itu selalu berada di dekatnya, seperti dahulu.

“Bekerjalah setelah wisuda, kalau tidak aku akan meminta asistenku untuk mencari sekretaris wanita yang lebih baik darimu.”

Ava menghela nafasnya pelan. Ia kini berpikir bagaimana caranya untuk berbicara dengan ayahnya. Ia tak ingin Dad Axton salah sangka dengan Ryan yang akan berimbas pada hubungannya.

*****

Suara hentakan high heels seakan bergema di bandara. Tampak seorang wanita dengan tinggi semampai melangkah memasuki area kedatangan. Dengan sebuah kacamata hitam yang bertengger di hidungnya, dan sebuah tas tangan di lengannya, ia berjalan bersama seorang asisten pribadi menuju mobil yang telah menunggunya.

“Jo, kita langsung ke apartemen, aku lelah.”

“Baik, Nona,” ucap Joanna.

Joanna adalah manager sekaligus merangkap sebagai asisten pribadi untuk model internasional bernama Imelda Belva. Sebenarnya hari ini Imelda ada jadwal temu dengan seorang pengusaha yang akan menjadikannya brand ambassador untuk sebuah produk yang akan diluncurkan sekitar dua minggu lagi. Namun, Joanna tak berani jika harus menentang keputusan Imelda.

Mobil berwarna silver tersebut langsung membawa Imelda dan Joanna menuju ke apartemen milik Imelda. Dengan statusnya sebagai model internasional, Imelda diberikan apartemen oleh agency yang menaunginya.

Di tempat lain, tepatnya di Perusahaan Dome, Ryan tersenyum bahagia saat melihat sebuah portal berita di ponselnya, yang memperlihatkan kedatangan Imelda.

“Apa kamu ingin memberiku kejutan, baby? Kamu tidak memberitahuku jika kamu akan kembali hari ini,” gumam Ryan.

Ryan yang sedang asyik asyiknya memperhatikan layar ponsel, dikejutkan oleh Mario yang sudah berdiri di depan meja kerjanya.

“Ada apa?! Apa kamu tak bisa mengetuk pintu terlebih dahulu?” tanya Ryan.

“Maaf, Tuan. Saya sudah mengetuknya beberapa kali tapi tidak ada jawaban,” ucap Mario.

“Kalau tidak ada jawaban berarti aku tidak mau kamu ganggu. Dasar bodoh! Begitu saja masih perlu diajari,” ucap Ryan kesal.

“Tapi saat ini Tuan Magno ingin bertemu dengan anda terkait dengan revisi proposal kerja sama, Tuan,” ucap Mario.

Brakkk!!!

“Bilang donk dari tadi!” ucap Ryan sambil menghela nafasnya kasar, “lalu ia segera melangkahkan kali keluar ruangan menuju ke ruang meeting.

Lagi dan lagi, Mario harus menahan semuanya. Ia tak mungkin berhenti saat ini, apalagi ibunya membutuhkan banyak uang untuk pengobatan penyakitnya. Sesekali ia teringat pada sahabatnya, yang ia yakini bisa membantunya, tapi tak mungkin ia lakukan.

🧡🧡🧡

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!