Perencanaan Pembunuhan.
Di suatu malam, hujan deras di sepanjang jalan, kabut mengelilingi jalan. Seorang pria berjalan sempoyongan memegang perut sebelah kiri. Darah mengalir dari balik tangannya.
Dari sisi lain beberapa preman sedang mengejarnya.
“kemana pria tadi pergi. Cepat kita harus habisi dia. Setelah itu kita akan mendapatkan bayaran atas kematian pria itu.” Ucap salah satu preman.
“bau darah pasti pria tersebut ada di sekitar sini.”ucap preman yang lain.
“cepat cari sampai ketemu.” Ucap ketua preman tersebut.
Semuanya pun berpencar mencari pria yang hendak mereka bunuh.
“dia tidak akan pergi jauh karena kita sudah membiusnya dan menusuk perutnya, dia juga sudah kehilangan banyak darah. Kalian harus menemukannya meski mayatnya saja.” ucap ketua preman.
“bos, dia adalah tuan muda ke dua. Apa kita benar benar menghabisinya?” tanya salah satu pereman.
“tentu ssaja tuan pertama meminta kita untuk menghabisinya dan akan membayar dengan jumlah banyak.” Jawab sang pemimpin.
“boss aku pernah dengar rumor kalau tuan muda kedua ini dia itu orang hebat dan....” belum selesai sang bawahan menjelaskan.
“kamu ini jangan banyak bicar. Kerja ya kerja nanti kita di bayar.” Potong sang ketua preman.
Mereka pun melanjutkan pencarian.
Alvaro Aden Gaza tuan muda kedua dari keluarga Gaza. Keluarga yang terkenal dengan kekayaan turun temurun dari nenek moyangnya.
Kakak pertamanya Gardana Melvian Gaza. Seorang pengusaha sukses yang sudah menjadi wakil direktur peruahaan Gaza yang di pimpin ayahnya tuan Arsendra Gaza.
Karena Alvaro Aden Gaza lahir perempuan lain sehingga, Dana sangat membenci adiknya.
Di sisi lain Alvaro yang mengenakan kemeja putih dan jas hitam. Sekarang kemaja berwarna merah karena terlumuri oleh darah yang terus mengalir keluar dari luka tusukan yang di dapat.
“sial aku sudah tidak bertenaga untuk berjalan.” Guman pria tersebut. Sambil berjalan perlahan.
Ciiiiit suara rem mobil. Seorang gadis yang mengendarai mobil langsung menghentikan mobilnya. Dan pria itu pingsang di hadapan mobil sang gadis.
“tidak – tidak, apa aku menabarak orang?” guman gadi itu panik.
Allee Moana Rei gadis yang baru lulus kuliah juruan kedokteran umum dan sedang magang di rumah sakit besar Meiren.
Moa segera turun dari mobil melihat keadaan pria yang dia tambrak.
“eh jaraknya sangat jauh dari mobilku dia tidak tertabark.” Guman Moa.
“tuan tuan, apa kau baik baik saja? aku tidak menabrakmu kan?” tanya Moa mencoba membangunkan pria yang tergeletak di janan di depan mobilnya.
“dia tidak menjawab apa jangan jangan gagal jantung.” Moa segera membalik tubuh pria tersebut dan hendak memberikan pertolongan pertama. Namun Moa di kejutkan dengan darah yang membanjiri pria tersebut.
“apa dia preman?” guman Moa.
Moa mengecek keadaan pria tersebut.
“untung masih bernafas. Dia pingsan karena mengeluarkan banyak darah.” Ucap Moa.
Moa segera membopong pria itu masuk ke dalam mobilnya.
“astaga mimpi apa aku semalam. Sehingga mendapat musibah.” Guman Moa.
Moa bergegas membawa pria tersebut hendak menuju rumah sakit.
“tuan tuan apa kau baik – baik saja?” tanya Moa melihat Alvaro yang membuka matanya.
“siapa kau?” tanya Alvaro.
“aku penolongmu.” Ucap Moa.
“tuan siapa namamu dan dimana alamatmu?” tanya Moa.
Namun tidak ada jawaban dari Alvaro.
“apa dia pingsan.” Batin Moa semakin panik.
“tunggu kalau dia benar – benar preman dan kemudian aku membawanya ke rumah sakit dan di selidiki bukannya aku juga akan dapat masalah. Sebaiknya dia aku bawa pulang dan ku obati di rumah. Kalau aku tidak sanggup baru aku bawa ke rumah sakit.” Batin Moa menancap gas mobil dengan kencang.
“bagimana? Apa kalian sudah menemukan adikku?” tanya Dana kepada preman yang dia bayar.
“maaf tuan seprtinya tuan muda ke dua lolos.” Jawab preman sambil gemetar.
“bodoh kalian semua. Hanya mengangkap satu pria saja tidak mampu.” Ucap Dana kesal.
“tapi tenang tuan mungkin besok akan ada berita orang mati karena tadi sebelum tuan keuda kabur lukanya sangat para dan kemungkinan tidak selamat.” Ucap ketua preman.
“sebelum aku melihat mayatnya aku tidak bisa tenang. Kalian harus mencari sampai ketemu meski sudah membusuk.” Ucap Dana. Setelah selesai dengan kata – katanya Dana segera meminta supir untuk pergi meninggalkan sekumpulan preman – preman tersebut.
Di rumah Moa.
“untung kakak udah pindah ke kos jadi di rumah tidak ada orang.” Ucap Moa sambil membopong Alvaro kedalam.
Moa segera membawa Alvaro ke kamar kakaknya dan segera mengambil peralatan medisnya.
Moa mulai dengan mengecek keadaan Alvaro kemudian memasang infus.
“apa dia benar – benar preman.”guman Moa melihat luka tusuk di tubuh pria yang dia temukan.
Tanpa pikir panjang Moa segera menyobek kemeja Alvaro untuk memastikan bahwa tidak ada luka lain.
“gila ini, apa dia benar – benar preman. Tubuhnya sangat kekar.” Guman Moa. Setelah memastikan tidak ada luka lagi, Moa menutupi dada Alvaro dengan kain.
Moa kemudian membersihka luka Alvaro lalu menjahit dengan perlahan. Moa ahli bidang bedah saraf sehingga dia cukup lihai dalam pekerjaannya.
Di sisi lain.
Tuan Arsendra Gaza yang sedang duduk di ruang tengah, menunggu kedua putranya pulang.
“Dana.” Panggil tuan Arsen pada putra pertamanya.
“iya pa.” Jawab Dana berjalan masuk.
“di mana adikmu?”tanya tuan Arsen.
“Mana Dana tau. Papa telfon sendiri.” Ucap Dana kesal mendengar papanya yang selalu menanyakan keadaan adiknya kepadanya.
“dasar anak ini.” Guman tuan Arsen.
“hallo. Varo kamu di mana?” tanya tuan Arsen setelah nomor Alvaro bisa di hubungi.
“maaf tuan, ini ponselnya saya menemukan di jalan tergeletak.” Jawab sang penerima telfon.
“apa. Baiklah tolong kirim lokasinya saya akan kesana.” Ucap tuan Arsen.
“baik tuan.” Wanita tersebut mematikan panggilan. Melihat wallpeapr foto Alvaro.
“dia sangat tampan.” Ucap wanita tersebut.
Di sisi Moa.
Alvaro tersadar namun padangannya buram. Melihat seorang gadis yang berada di hadapannya. Alvaro hendak berbicara namun dia tidak mampu membuka mulutnya.
“apa dia tidak memberi bisu. Tusukannya sangat sakit.” Batin Alvaro karena terbangun oleh rasa sakit jahitan.
Karena tidak tahan dengan sakitnya Alvaro kembali pingsan.
“akhirnya selesai juga.” Ucap Moa membalut luka Alvaro dengan kasa bersih wajahnya penuh dengan kringat yang bercucuran.
“tinggal memantau keadaanya nanti. Jangan sampai demam.” Ucap Moa. Moa pun pergi membereskan barang – barangnya. Kemudian membersihkan diri.
“semoga saja dia besok sadar dan aku bisa mengirimnya kembali ke keluarganya.” Guman Moa sambil mandi.
“nona apa kau tidak tau di mana pemilik ponsel ini?” tanya tuan Arsen.
“tidak tuan, saya hanya menemukan ponselnya yang tergeletak.” Jawab Linda.
“baiklah kalau begitu terima kasih. Ini sedikit rasa terima kasih saya.” Tuan Arsen memberikan uang kepada Linda.
“tidak prlu tuan, saya hanya menemukan ponsel dan kewajiban saya mengembalikannya.” Ucap Linda menolak.
Namun tuan Arsen tetap memaksa akhirnya Linda menerima uang yang di berikan oleh tuan Arsen.
“akhirnya hari ini telah usai aku lelah.” Guman Moa sambil mengeringkan rambutnya.
“setelah ini aku akan melihat keadaan pria tersebut dan kemudian pergi tidur.” Ucap Moa.
Moa berjalan menuju kamar kakaknya.
“akhirnya hari ini telah usai aku lelah.” Guman Moa sambil mengeringkan rambutnya.
“setelah ini aku akan melihat keadaan pria tersebut dan kemudian pergi tidur.” Ucap Moa.
Moa berjalan menuju kamar kakaknya.
“kenapa wajahnya memerah.” Ucap Moa terkejut melihat pria yang dia tolong.
“dia demam.” Moa mengecek suhu badan Alvaro.
“begadang lagi. Padahal aku dua hari belum tidur... huuua.” Keluh Moa.
Moa mengompres Alvaro denga handuk dan air hangat berharap demam Alvaro segera turun.
Sudah tengah malam, Moa yang sudah mulai mengantuk hanya berusaha tetap terjaga untuk mengompres Alvaro.
“sudah aku tidak kuat lagi.”Moa tertidur di samping Alvaro tangan Moa yang memegang handuk berada tepat di dada Alvaro.
Keesokan paginya. Alvaro terbangun dan melihat Moa yang tertidur di sebelahnya.
“kak.” Panggil Alvaro.
“apa semalam aku demam?” tanaya Alvaro melihat Moa yang baru bangun.
Moa segera mengecek suhu badan Alvaro.
“syukurlah kalau demamnya sudah reda.” Ucap Moa dengan rasa lega.
“siapa nama kamu?” tanya Moa.
“Alviro kak.” Jawab Alviro dengan nada imut.
“kakak? Apa kau panggil aku kakak. Apa aku terlihat tua?” tanya Moa kesal.
“kakak terlihat muda, sekitar umur dua puluh lima tahun. Sedangkan Alviro masih umur sembilan tahun jadi wajah kalau Alviro panggil kakak.” Jelas Alviro.
“kau bilang apa? Kau umur berapa?” tanya Moa terkejut dengan apa yang di katakan Alviro.
“Alviro sembilantahun bulan depan tanggal 23.” Jelas Alviro dengan polos dan lugu seperti anak usia sembilan tahun.
“tunggu.” Moa segere mengecek kepala Alviro untuk memastikan tidak ada luka di kepalanya.
“tidak ada luka. Tapi kenapa dia seperti kehilangan ingatan.” Batin Moa memandang Alviro.
“kak, Alviro lapar.” Ucap Alviro sambil memegang perutnya.
“aduh.” Keluh Alviro tangannya menekan luka yang baru saja selesao di jahit.
“ada apa dengan perut Alviro. Huuuaaa huuaaa.” Alviro ketakutan dan mengangis seperti anak kecil.
Moa panik karena Alviro yang bertubuh besar dan kekar tiba tiba menangis karena kesakitan.
“cup cup cup diam, tidak apa hanya luka kecil.” Ucap Moa menenangkan Alviro.
Alviro memeluk Moa.
“apa aku akan mati?” tanya Alviro.
“tidak akan aku akan menjagamu.” Ucap Moa sambil tersenyum.
“kakak Alviro lapar.” Ucap Alviro sekali lagi.
“baiklah tunggu di sini, jangan banyak bergerak ya. Kakak ambilkan makan.” Ucap Moa melepas pelukan Alviro dan pergi keluar menuju dapur.
“gawat – gawat apa dia benar – benar amnesia?” guman Moa sambil menyiapkan serela dan susu.
“tenang – tenang, mungkin dia hanya terkejut kalau sudah tenang dia akan mengingat semuanya.” Moa berusaha menenangkan dirinya.
Di rumah keluarga Gaza.
“bagaiaman cepat cari tuan muda kedua. sudah satu hari satu malam dia belum pulang.” Ucap papa memerintah anak buahnya untuk mencari putra bungsunya.
“Alviro itu udah besar dia bisa jaga diri.” Ucap Dana dengan nada kesal.
“Dana mau ke kantor.” Dana berpamitan kepada papanya.
“kamu kalau menemukan adikmu cepat hubungi papa.” Ucap papa meminta kepada anak sulungnya.
“iya iya.” Dana pergi dengan kesal.
“bagaimana? Enak?” tanya Moa kepada Alvaro.
“enak.” Ucap Alvaro sambil makan sereal yang sudah Moa siapkan untuknya.
“Alvaro, apa kau ingat dimana rumahmu?” tanya Moa.
“tidak.” Jawab Alvaro dengan polos masih menyantap makanan.
“kalau nama orang tuamu?” tanya Moa.
“hhhuuuuuaaaa, huuuuuaaa.” Mendengar kata orang tua Alvaro langsung menangis histeris.
“tidak tidak, aku tidak akan bertanya lagi.” Ucap Moa menengkan Alvaro.
Alvaro berhenti menangis seperti anak kecil dan melanjutkan makan.
“apa yang harus aku lakukan dengan orang ini?” batin Moa, sambil menatap Alvaro.
“kakak mau?” tanya Alvaro menawarkan makanan miliknya.
“tidak.” Jawab Moa.
“tapi kenapa kakak menatap makanan Alvaro?” tanya Alvaro.
“sudah kamu habiskan kakak mau mandi dulu ya.” Ucap Moa.
“Alviro juga mau mandi.” Alviro bangun dari ranjang dan membuat infusnya lepas, karena terlepas dengan keras membuat tangan Alviro berdarah.
“tidak apa – tidak apa.” Ucap Moa yang melihat Alviro hendak menangis. Moa segera mengambil kapas dan tisu untuk mengelap darah dari bekas infus Alviro.
“apa kita mandi bersama?” tanya Alviro.
“tidak. Kamu mandi sendiri.” Jawab Moa.
“tapi Alviro sedang sakit.” Keluh Alviro.
“dasar awas saja kalau kau sudah ingat kubunuh kau.” Batin Moa sambil sedikit menekan tangan Alviro.
“Alviro mandi sendiri ya.” Bujuk Moa.
“Alviro tidak bisa mandi sendiri.” Ucap Alviro matanya mulai berkaca – kaca.
“iya iya kakak mandiin.” Ucap Moa untuk menghentikan Alviro menangis.
“untung kamu setengah kalau penuh bener – bener ku cekek sampai mati.” Batin Moa.
Di kamar mandi.
Alviro hendak melepas pakainnya.
“tunggu pakai ini ya.” Ucap Moa memberi handuk untuk menutupi sebagian tubuh Alviro.
“oh iya kamu di seka aja karena luka kamu tidak boleh kenak air.” Ucap Moa mengambil handuk dengan air hangat dan mulai menyeka tubuh Alviro.
“kakak apa Alviro nakal?” tanya Alviro menatap Moa.
“kenapa kau bilang begitu?” Moa heran kenapa Alviro tiba – tiba mengajukan pertanyaan.
“kakak bilang ingin membunuh dan mencekikku.” Ucap Alviro lirih.
“kapan aku bilang?” tanya Moa terkejut.
“tadi waktu di kamar.” Jawab Alviro.
Membuat Moa terkejut dan hampir terjatuh, untungnya Alviro segera menarik Moa kedalam pangkuannya.
“benda keras apa ini.” Batin Moa, yang duduk di pangkuan Alviro
“itu punyaku.” Jawab Alviro menatap bagian bawah, mengisyaratkab bahwa juniornya bereaksi dengan adanya Moa di atasnya.
Moa langsung bangun dari pangkuan Alviro.
“sudah kamu mandi sendiri saja.” ucap Moa meninggalkan Alviro di kamar mandi.
“sial kenapa panas sekali?” guman Moa mengipasi dirinya dengan tangannnya.
Moa berjalan bolak balik kesana kemari karena kepanasan.
“kakak? Aku pakai baju apa?” tanya Alviro yang baru keluar dari kamar mandi. Tubuhnya yang kekar dan seksi. Hanya terbalut handuk putih di antar pusar dan lututnya.
Moa yang melihat menelan air liur melihat pemandangan pria dewasa di hadapannya.
“kakak?” panggil Alviro.
“iya bentar.” Moa segera pergi mengambilkan pakaian kakaknya untuk di kenakan oleh Alviro.
Moa kembali dengan membawa satu setel pakaian.
“ini kamu pakai ini aja.” Ucap Moa
“kakak celana dalamnya?” tanya Alvaro dengan polos.
Moa segera mengambil boxer milik kakaknya dan memberikan kepada Alvaro.
setelah selesai berganti pakaian Alvaro keluar dari kamar Moa untuk mencari Moa.
“kakak kamu di mana?” tanya Alvaro mencari Moana.
“ada apa?” tanya Moa yang baru selesai mandi di kamar mandi luar.
“Alvaro udah selesai, tapi hari ini boleh tidak Alvaro tidak masuk sekolah?” tanya Alvaro.
“baiklah tapi kamu harus ikut denganku.” Ucap Moana.
“baik Alvaro akan ikut kemanapun kakak pergi.” Ucap Alvaro sambil memangan tangan Moana.
“pria dan wanita tidak boleh saling berdekatan.”ucap Moana mendorong Alviro menjauh darinya.
“baik.” Jawab Alviro.
Moana pun mengajak Alviro pergi ke rumah sakit untuk pemeriksaan.
“siapa dia?” tanya Daniel senior di kampus dan juga di rumah sakit.
“dia putra sodaraku, semalam dia kecelakaan jadi sepertinya ada gangguan bisa tolong prikasa dia?” tanya Moa kepada Daniel.
“tidak masalah.” Jawab Daniel.
“kakak dia siapa?” tanya Alvaro sedikit kesal melihat Moa berbicara akrab dengan Daniel.
“dia temanku. Oh iya ingat kalau di luar jangan panggil aku kakak panggil Moana,” jelas Moana.
“ummm.” Jawab Alvaro menangguk.
Setelah pemeriksaan Daniel menjelaskan hasil laporan rongsen milik Alvaro.
“sepertinya dia mengalami benturan, lihat.” Ucap Daniel menunjuk ada retakan di bagian tengkorak belakang.
“apa bahaya?” tanya Moana sedikit cemas.
“kemungkinan gagar otak ringan.” Jawab Daniel.
Setelah pemeriksaan Daniel menjelaskan hasil laporan rongsen milik Alvaro.
“sepertinya dia mengalami benturan, lihat.” Ucap Daniel menunjuk ada retakan di bagian tengkorak belakang.
“apa bahaya?” tanya Moana sedikit cemas.
“kemungkinan gagar otak ringan.” Jawab Daniel.
“jadi dia mengalami amnesia itu karena benturan, tapi aku cek tidak ada luka di kepalanya.” Ucap Moana.
“kalau di lihat dari hasilnya ini seperti luka lama, kemudian menglami benturan. Lihatlah warna putih pekat ini, kalau tulang biasah warnanya putih transparan. Jika putih pekat menandakan ini telah terjadi pemulihan.” Jelas Daniel.
“baiklah terima kasih. Aku mau mengurus administrasi dulu.” Ucap Moa sambil membawa berkas dan mengajak Alvaro untuk pergi bersamanya.
“kakak aku tidak suka kakak dekat dengan pria itu.” Ucap Alvaro.
“kenapa? Dia baik kok.” Moana menjawab dengan tegas.
“dia bilan dia ingin menikahimu.” Ucap Alvaro.
Ucapannya membuat Moana terhenti dari langkahnya.
“apa kau bilang?” tanya Moana sekali lagi.
“dia ingin menikahimu dan menjadikanmu istrinya.” Ucap Alvaro dengan kesal.
“kamu tau dari mana? Aku dan kakak senior hanya teman tidak lebih, dia juga menganggapku seperti itu.” Jelas Moana sambil tertawa tidak percaya.
“dia bilang saat dia menatap mu tadi.” Jawab Alvaro.
“tunggu apa kau bisa membaca pikiran?” tanya Moana mulai curiga.
“entahlah. Tapi aku bisa mendengar ucapan orang meski bibir mereka tidak tergerak.” Jawab Alvaro.
“jawab aku ngomong apa?” batin Moana.
“kakak ngomong apa?” tanya Alvaro.
“hanya perasaanku saja. itu mungkin hanya kebetulan.” Batin Moana.
“tidak kebetulan.” Jelas Alvaro.
“sudah kamu itu masih sakit jadi hari ini istirahat jangan anah – anah.” Ucap Moana menark Alvaro supaya berjalan lebih cepat.
Di sisi Dana.
“bagaimana keadaan Alvaro sekarang.” Guman dana yang terlihat resah.
“apa aku terlalu kelawatan sehingga merencanakan pembunuhan pada adikku sendiri.” Guman Dana mulai merasa bersalah.
“Dana.” Panggil paman Aris sepupu papa Arsen.
“iya paman.” Jawab Dana.
“aku dengar papamu sedang mencari Alvaro, apa Alvaro hilang?” tanya paman Aris.
“tidak Alvaro hanya main entah kemana beberapa hari lagi pasti dia pulang.” Jawab Dana dengan santai namun hatinya ketakutan.
“ya sudah kalau begitu paman pergi dulu. Dan juga ini berkas yang perlu kamu cek.” Paman Aris menyerahka berkas yang dia bawa tadi.
“baik paman.” Jawab Dana mengangguk faham.
“kakak apa kita akan beli ice cream?” tanya Alvaro.
“apa kau mau?” tanya Moana yang sedang mengendarai mobil untuk pulang. Kerena hari ini dia mengambil cuti jadi setelah pemeriksaan dia segera pulang.
“kalau kakak mengizinkannya Alvaro mau.” Jawab Alvaro sambil tersenyum lucu menghadap Moana.
Moana tersenyum karena wajah lucu imut Alvaro.
“kenapa dia sangat tampan.” Batin Moana.
Alvaro yang mendengar ucapan Moana langsung tersenyum.
“kakak suka kalau aku tersenyum. Kalau begitu aku akan sering tersenyum untuk kakak.” Batin Alvaro.
Sampai di depan toko.
“kamu tunggu sini. Kakak beli in ice jangan kemana – mana.” Ucap Moana.
“baik.” Jawab Alvaro.
Moana pergi menyebarang untuk membeli ice cream. Dari kejauhan Alvaro melihat dua orang yang mengendarai satu sepedah motor.
“lihat gadis itu turun dari mobil bagu pasti orang kaya.” Bisik salah satu pria tersebut.
“kalau begitu bisa jadi mangsa.” Ucap pria yang lainnya.
pria yang mengetir sepedah motor segera mengambil posisi.
Alvaro yang mendengar percakapan mereka segera keluar dari mobil dan berlari menghampiri Moana yang berjalan menuju toko.
Brrrak... pengendara sepedah yang awalnya ingin menyelakai Moana namun malah di hadang oleh Alvaro.
“kabur kabur cepat.” Ucap pria yang ada di sepadah segera tancap gas dan kabur.
“Alvaro.” Teriak Moana berlari menghampiri Alvaro.
“kenapa kau sebodoh ini.” Moana melihat luka di bagian kepada dan siku Alvaro.
“lihat lukamu terbuka lagi.” Moana melihat perut Alvaro mengeluarkan darah lagi.
“kita pergi ke rumah sakit.” Ucap Moana membopong Alvaro di bantu orang orang yang ada di sana.
“terima kasih pak.” Ucap Moana kepada orang yang telah membantunya.
“iya sama – sama cepat bawa ke rumah sakit.” Ucap pria yang membantu Moana.
“apa sakit?” tanya Moana.
“tidak.” Jawab Alvaro namun dengan ekpersi kesakitan yang di tahan.
“kita ke rumah sakit dulu.” Jelas Moana.
“tidak Alvaro tidak mau. Alvaro mau pulang.” Keluah Alvaro.
“tapi lihat lukamu? Itu pasti sakit kalau kita ke rumah sakit akan cepat sembuh.” Jelas Moana.
“tidak mau, Alvaro mau pulang.” Rengek Alvaro hendak menangis.
“baiklah – bailah kita pulang.” Ucap Moana memutar mobil menuju arah pulang.
Karena jaraknya lumayan jauh Alvaro pun tertidur di dalam perjalanan pulang.
“dia sangat tampan sayangnya dia bodoh.” Guman Moana menatap Alvaro yang tertidur.
“aduh.” Keluh Alvaro karena lukanya terbentur kursi mobil.
“apa sakit?”Moana khawatir.
Namun Alvaro kembali tertidur, dan Moana melanjutkan perjalanan menuju rumah.
“hallo Ana.” Suara kakak Moana.
“iya kakak.” Jawab Moana sambil keluar dari mobilnya.
“oh iya kakak besok keluar kota kamu mau oleh oleh apa?” tanya kak Sona.
“apa aja deh kak? Kakak mau mampir ke rumah dulu?” tanya Moana.
“tidak kakak berangkat ini sudah ada di perjalanan. Jaga diri baik – baik.” Ucap kak Sona kemudian mematikan telfonnya.
Sona Angkasa kakak Moana yang sangat menyayangi Moana.
“apa sudah sampai?” guman Alvaro membuka pintu mobil.
“sudah.” Ucap Moana membantu Alvaro turun dari mobil.
“kak sakit.” Keluh Alvaro.
“siapa suruh di ajak ke rumah sakit tidak mau.” Ucap Moana kesal.
“kamu ini udah di suruh di mobil baik – baik malah keluar. Kan jadi luka.” Batin Moana.
Alvaro yang mendengar suara hati Moana langsung tersenyum dan memegang erat tangan Moana.
“ada apa? Apa kau mau aku memarahimu?” cetus Moana.
Sesampainya di kamar. Alvaro menolak untuk tinggal di kamar kakak Moana.
“tidak Alvaro tidak mau tidur sendiri.” Rengek Alvaro.
“bailah – baiklah.” Ucap Moana sambil membersihkan luka Alvaro.
“buka bajumu.” Ucap Moana.
Alvaro membuka bajunya sehingga terlihat dada bidangnya.
“kenapa orang ini sangat polos.” Batin Moana.
Alvaro yang mendengar tidak tau maksud ucapan Moana.
“cukup buka bagian ini ya.” Moana menunjukkan Alvaro untuk membuka bagian perut yang luka tidak perlu semuanya di buka.
Moana membersihkan darah yang keluar dari luka jahitan. Dan memastikan tidak ada jahitan yang lepas.
“aman hanya terbuka tidak sampai robek.” Moana menganti perban Alvaro.
Malam hari, hujan deras.
Moana yang masih sibuk mengerjakan laporan. Alvaro yang tadinya sudah tertidur pulas terbangun karena suara guntur.
Alvaro berlari keluar kamar menemui Moana.
“ada apa?” tanya Moana melihat Alvaro yang tiba tiba keluar.
“takut.” Ucap Alvaro. Seorang Alvaro yang bertubuh besar dan kekar pria dewasa yang di kagumi banyak pria sekrangan takut dengan suara petir dan kilat.
“sebentar aku selesaikan dulu. Setelah itu aku akan menemanimu.” Ucap Moana.
“umm.” Jawab Alvaro mengangguk faham. Alvaro menunggu Moana di dekatnya sambil membawa selimut yang dia bawa dari kamar.
“bagaimana ini sudah dua hari adikmu tidak pulang.” Ucap Arsan kepada Dana.
“ya mana Dana tau, Alvaro tidak bilang ke Dana.” Jawab Dana.
“apa kau sudah mencari di mana mana?” tanya papa.
“sudah.” Jawab Dana.
Moana telah menyelesaikan laporannya. Alvaro yang berusaha terjaga agar tidak tertidur kepalanya menganguk ngangguk karena mengantuk.
“ayo kita istirahat.” Ucap Moana membangunkan Alvaro yang setengah sadar.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!