NovelToon NovelToon

Meraih Cinta Sang Ajudan.

BAB 1

Di sebuah taman terlihat seorang gadis sedang duduk seorang diri.

Tas slempang yang warnanya sudah hampir pudar ia simpan di pangkuannya, di tambah beberapa buku di atasnya. Buku tentang ilmu kedokteran adalah buku yang sering di baca untuk di pelajari oleh gadis tersebut.

Wajah yang sendu menatap kemana arah angin itu tertiup. beberapa helai daun yang keringpun mulai berjatuhan, mata gadis itu mengikuti kemana hembusan angin akan membawa daun kering itu pergi. hiliran angin seakan menembus tubuh gadis itu.

Ia menghela napas dalam, dan merasakan hal yang sedang ia rasakan, "Kenapa baru kali ini aku merasakan hal yang beda ! saat hembusan angin itu menembus tubuhku, kali ini kau tidak menyejukkan diriku wahai angin. Melainkan kau menambah rasa sakit di tubuhku, menambah beban di pikiran ku. " keluh kecil gadis itu pada tiupan angin yang berhembus.

Raut wajah sedih nampak jelas terlihat di raut wajah gadis yang bernama Asyifa Nazia yang kini berusia 25 tahun.

"Syifa ....... ? " Tiba-tiba terdengar suara yang memanggilnya dari arah belakang.

Syifa langsung menoleh, dan mencari dimana sumber suara itu berasal.

"Nia .... " Jawab Syifa saat tau sahabatnya datang dan menghampirinya.

Nia melihat wajah Syifa sangat murung, sampai Nia pun sadar jika kini wajah Syifa sedikit pucat.

"Jangan begini, kamu pasti bisa Syifa. Aku yakin Tuhan merencanakan hal baik untuk mu, " Ucap Nia merasa khawatir pada Syifa yang sudah menjadi sahabatnya itu.

Syifa hanya tersenyum tipis lalu menggelengkan kepalanya. " Entah lah, mungkin cita-cita ku hanya sampai sini saja. "

Nia sontak syok mendengar keputus asaan sahabatnya, " Apa ? Seorang Syifa, gadis yang selalu optimis sekarang berubah menjadi gadis pesimis dalam waktu yang singkat ini ! "

Syifa hanya terdiam, dan memang saat ini dia merasa sangat putus asa, program beasiswa yang selama ini Syifa dapat harus berhenti begitu saja di tengah perjalanan menuju cita-cita yang di inginkan oleh Syifa.

Menjadi Dokter spesialis adalah cita-cita Syifa dan juga orang tuanya, karna program beasiswa tak bisa Syifa dapatkan lagi. Ia pun menjadi putus asa saat ingin mewujudkan cita-citanya menjadi seorang Dokter spesialis, masih banyak langkah-langkah yang harus di tempuh oleh Syifa. Karna program beasiswa hanya mengantarkan Syifa pada program sarjana kedokteran saja, masih banyak program yang harus Syifa lalui.

Kini biaya menjadi masalah terbesar bagi Syifa.

Jika tidak ada beasiswa, bagaimana Syifa bisa melanjutkan pendidikannya. Syifa hanya terlahir dari keluarga kurang mampu, kedua orangtuanya tak mampu membiayai kuliah kedokteran yang di inginkan oleh Syifa.

Tapi Syifa tak menyalahkan keadaan kedua orangtuanya, ia hanya bisa menyalahkan dirinya sendiri, " Mungkin aku yang tidak bisa stabil dalam belajar, sehingga presentasi ku menurun. Dan beasiswapun di alihkan pada orang yang lebih berprestasi daripada diriku. "

"Tidak, bukan itu. Tapi kamu sedang di uji untuk lebih giat lagi untuk cita-cita mu itu, cita-cita kita. Apahkah kamu lupa, impian kita adalah menjadi seorang Dokter spesialis Anak dan kita pasti dan harus mendapatkan atau mewujudkan impian kita. " Nia terus memotivasi Syifa dengan segenap kemampuannya.

Semangat Syifa belum juga pulih rupanya.

"Atau begini saja, kamu bisa mengajukan cuti untuk melanjutkan program selanjutnya. Kita bicarakan ini pada Dosen kita, aku akan bantu kamu. Nah setelah mendapatkan persetujuan, kamu bisa cari pekerjaan yang menjanjikan dan nantinya hasil dari kerja kamu bisa di gunakan untuk membiayai kuliah kamu selanjutnya. " Saran Nia kali ini bisa di mengerti oleh Syifa.

"Benarkah ? Pekerjaan apa ? Kerja apa agar bisa menghasilkan upah besar dengan waktu sesingkat itu. " Tanya Syifa pada Nia yang terus mencari jalan keluar.

"Tenang, nanti aku bicarakan ini sama Papah. " Jawab Nia ingin menenangkan Syifa.

Nia adalah anak dari seorang menteri, jadi ia berniat untuk mencarikan Syifa pekerjaan lewat Ayahnya.

"Sungguh ? " Tanya Syifa sangat terharu atas apa yang akan di lakukan oleh sahabatnya itu.

Nia tersenyum bahagia, dikala wajah sahabatnya itu hampir bersemangat lagi.

"Iya ..., " Jawab Nia.

Dan mereka pun berpelukan di iringi tawa haru dari keduanya.

Beberapa hari dari itu, Syifa pun menghadap pada Dosen yang mengajarkannya tentang ilmu kedokteran. Dan berkat doa dan keinginannya yang besar Dosen pun memberikan cuti pada Syifa dengan jarak waktu yang sudah di sepakati oleh keduanya.

Kini Syifa menunggu kabar dari Nia, yang bersumber dari ayahnya yang seorang Menteri.

Dan Nia pun memberikan kabar, jika Ayahnya sudah mendapatkan apa yang di harapkan oleh Syifa, namun Syifa sedikit terdiam saat tau pekerjaan yang di sampaikan oleh Nia.

Pekerjaan menjadi seorang pekerja rumah tangga, namun kali ini bukanlah pekerja rumah tangga di tempat biasa. Melainkan di sebuah rumah dinas yang didiami oleh orang terpenting di negara tersebut.

Pastinya nominal upah yang akan di dapatkan oleh Syifa lebih besar , jika di bandingkan dengan nominal yang di dapatkan oleh Pekerja rumah tangga ataupun asisten rumah tangga pada umumnya, Sehingga Syifa pun setuju dengan tawaran yang di tawarkan olah Ayah Nia.

Singkat cerita Syifa pun sudah berada di dalam rumah dinas itu, tak lupa Syifapun meminta doa restu pada Orangtuanya.

Syifa di beri beberapa pertanyaan yang sulit di pahami oleh siapapun yang mendengarnya, namun karna kecerdasan Syifa dan juga keyakinan Syifa, Syifa bisa menjawabnya dengan sempurna.

Jawaban yang di berikan Syifa sempurna karna di dukung oleh latar belakang Syifa sebagai seorang sarjana kedokteran pastinya.

Ternyata pekerja rumah tangga di rumah dinas itu bukanlah Syifa saja, melainkan ada 3 orang senior di depannya. Di kepalai oleh seorang koki handal di dalamnya.

Beberapa hari setelah Syifa di terima bekerja, ia terus melakukan yang terbaik atas pekerjaan yang di tuduhkan kepadanya, di sela-sela istirahatnya Syifa meminta ijin untuk mencari udara segar meskipun sebatas di taman belakang rumah dinas saja.

Ia pun mendapatkan ijin, senyum mengembang di wajah polos Syifa. Dengan langkah gontai Syifa berjalan menuju pintu belakang.

Tak menunggu lama, iapun langsung membuka pintu itu untuk keluar menuju taman belakang rumah dinas.

"Udara begitu segar rupanya. " Senyum manis Syifa terlihat indah dan natural kala itu.

Ia melihat beberapa laki-laki berseragam hitam berjaga dengan ketat di depan, samping kiri, samping kanan juga belakang rumah dinas.

Perawakan mereka hampir sama. Tinggi, besar dan juga kekar. Sekilas Syifa melihat beberapa senjata pada masing-masing penjaga tersebut.

Syifa tidak merasa aneh, karna ia bekerja di tempat seseorang yang sangat penting jadi tak aneh jika keamanan begitu di jaga ketat oleh beberapa orang terlatih seperti yang Syifa lihat.

Beberapa waktu Syifa nikmati dengan penuh keyakinan, hingga akhirnya waktu menunjukan jika waktu istirahat Syifa sudah hampir habis, itu tandanya Syifa harus segera masuk kedalam rumah dinas itu.

Syifa akan melakukan yang terbaik, demi cita-citanya.

BAB 2.

Sesampainya Syifa di dalam ruangan kerja yang merupakan dapur yang luas, Syifa memperhatikan rekan kerjanya yang berbisik satu sama lain.

Bisikan itu bisa terdengar oleh Syifa.

" Waktu yang di tunggu akhirnya datang juga, " ujar Sri dengan gaya centil nya.

"Iya dong, gue harus terlihat sempurna nantinya. " Seru Putri yang terus berkaca, melihat wajahnya yang begitu mulus akibat perawatan wajah yang ia jalani.

"Sudahlah, kita lihat saja siapa yang pertama yang akan di dekati oleh para pangeran itu. " Sahut Viona dengan sexi nya membenarkan pakaiannya.

Syifa yang melihat itu sedikit heran.

"Kamu itu anak baru Syifa, jadi belum mengerti. Kamu kan belakangan ini sering menghabiskan bekerja di ruangan ini, jadi wajarlah jika kamu merasa heran melihat kita. Iya gak sihhhhh .... Hahahaha... " Celetuk Putri melihat keheranan yang terlihat di wajah Syifa.

Syifa hanya tersenyum, saat dirinya di tertawakan oleh para seniornya.

Memang Syifa belum di perintahkan untuk bekerja di luar ruangan selain di dalam dapur, kali ini Syifa di perintahkan untuk menata semua menu makanan yang akan di hidangkan untuk makam malam keluarga besar itu.

Empat orang pekerja rumah tangga termasuk Syifa keluar dari ruangan dapur itu, dengan salah satu di tugaskan untuk mendorong roda yang di sulap menjadi roda yang sangat elegan untuk membawa beberapa menu makanan dari dapur menuju meja makan yang ada di ruangan khusus rumah dinas itu.

Kini semua menu makanan, sudah tertata rapih.

Beberapa pekerja termasuk Syifa masih berdiri tak jauh dari meja panjang yang di hiasi anak kursi di sekelilingnya.

Syifa memperhatikan setiap gerak-gerik seniornya, agar iapun paham jika suatu saat ia di perintahkan untuk melakukan apa yang seniornya lakukan.

beberapa waktu kemudian, terdengar ketukan lantai yang berasal dari pemilik sepatu yang hendak datang keruangan itu. Suara itu semakin jelas di telinga para pekerja, semuanya sudah bersiap untuk menyambut sang Majikan.

Tak lama kemudian, beberapa orang yang merupakan laki-laki itu datang mendekati meja makan itu. Laki-laki itu terdiri dari satu laki-laki paruhbaya dan juga 3 laki-laki muda.

Syifa tidak aneh dengan wajah laki-laki paruhbaya tersebut, karna ia sering melihatnya di stasiun Tv ataupun media lainya. Karna beliau adalah salah satu pemimpin salah satu negara.

Lagi-lagi Syifa memperhatikan rekan kerjanya, semua mata tertuju pada tiga orang yang mengikuti laki-laki paruhbaya itu.

Sepertinya mata mereka tidak bisa berkedip melihatnya, Sementara Syifa hanya memperhatikan letak semua menu makanan yang di tata di meja makan.

Semakin dekat mereka melangkah, semakin ribut semua isi hati para pekerja itu.

Tiga orang laki-laki, tersebut merupakan pengikut orang penting tersebut. Namun mereka mempunyai tugas masing-masing.

Dua laki-laki yang berpakaian coklat muda merupakan Sekpri atau seorang sekertaris pribadi, sementara satu orang lagi yang berpakaian loreng berwarna hijau army lengkap dengan atribut di pakaiannya. ke tiga laki-laki itu adalah prajurit TNI AD namun mereka berbeda beda pangkat.

Salah satu senior Syifa, memanggutkan kepalanya perlahan seraya untuk menyambut kedatangan ke empat laki-laki tersebut. Walaupun ketiga laki-laki itu hanyalah sekpri atau ajudan tapi di saat makan malam ataupun pagi selalu bersama, di meja yang sama pula.

Saat semua sudah mendekat, semua pekerja termasuk Syifa membenarkan kursi yang hendak di duduki oleh mereka, namun apa yang akan terjadi semua tidak ada yang tahu.

Saat mereka hampir duduk, beberapa pekerja membenarkan alat makan yang akan di pakai oleh mereka, Syifa melihat hanya piring seorang ajudan yang belum di benarkan oleh para pekerja.

"Mungkin ini bagian ku, " Syifa berinisiatif untuk membenarkan alat makan itu.

Laki-laki yang merupakan ajudan itu, seketika terdiam dan memperhatikan gerakan tangan Syifa saat membenarkan alat makan.

"Saya tidak menyuruhmu untuk menyentuh alat makan saya ! " Ucap kecil tanpa ekspresi dengan nada tegas terdengar dari mulut sang Mayor, hanya Syifa yang bisa mendengar ucapan yang terlontar dari mulut ajudan yang berpangkat Mayor itu.

Duaaarrrrr .... tubuh Syifa seperti tersambar petir, tubuhnya seketika gemetar aliran darah yang tadinya terasa hangat, kini terasa dingin untuk Syifa rasakan.

Syifa langsung menurunkan kedua tangannya, dengan wajah tertunduk Syifa melangkah mundur dan mengucapkan, "Maaf Pak. "

Suara kecil Syifa terdengar gemetar di telinga sang Mayor.

Syifa yang tak berani menoleh, yang dia lihat hanyalah sebuah tulisan berupa nama yaitu Ararya.

Prajurit TNI AD berpangkat Mayor itu bernama Ararya Priharja ia kini di tugaskan untuk menjadi ajudan orang terpenting di negara tersebut, beliau adalah salah satu prajurit terbaik yang di miliki oleh negara.

Kemampuan dan skill nya saat menjalani pendidikan berbuah manis, kini ia baru sampai pada gelar Mayor Ararya.

Mayor Ararya kini berusia 35 tahun, ia anak dari sepasang suami-isteri yang sangat jelas asal-usulnya, Mayor Ararya adalah anak pengusaha sukses di bidangnya.

Walaupun usianya sudah berkepala tiga, tak membuatnya gentar untuk segera mencari pendamping hidup. Bukan tidak mencoba, namun beberapa kali ia gagal, bukan Mayor Ararya yang tidak bisa memegang komitmen. Melainkan wanitanya lah yang tak bisa memengang komitmen.

Saingan terberat bagi siapapun yang mendekati Mayor Ararya bukanlah wanita lain, melainkan waktu, waktu yang tak bisa di prediksi untuk dirinya sendiri.

Pesona Mayor Ararya begitu sangat terpancar di bandingkan yang lain, namun di antara mereka Mayor Ararya lah yang paling memiliki sifat dingin, cuek dan sangat tegas.

Sangat jarang bagi siapapun melihat Mayor Ararya tersenyum lepas.

Saat Syifa dan beberapa rekan kerjanya sudah menyelesaikan tugas, mereka secara beraturan meninggalkan tempat itu. Dan membiarkan mereka menikmati hidangannya dengan santai.

Sesampainya di ruang dapur yang cukup luas itu, beberapa suara pujian dari rekan kerja Syifa mulai terdengar satu demi satu.

"Uhhhh .... pesona Leo itu sangat menggoda, " Suara satu yang memuji salah satu Sekpri.

"Apah Leo ? Haris lah yang lebih memukai, coba lihat dada bidangnya itu loh, eeeuuhhhh ... Kancing bajuku rasa-rasanya mau pada lepas semuanya, hahahaha " Suara kedua yang mengungkapkan rasa yang ada pada dirinya.

"Tampan, berwibawa dan gagah itu hanya pantas untuk seorang Mayor Ararya. Pesonanya membuat hati menjerit-jerit. " Suara ketiga saat melihat pesona Mayor Adnan.

"Busetttt ... Cowo sedingin itu Lo puji ? Kulkas 1000 pintupun kalah dengan suhu dingin Mayor Ararya, bisa beku gue kalau dekat dengannya. " Timpal seseorang yang tak suka dengan pesona Mayor Ararya.

"Hahahaha hahaha .... Lalu semuanya tertawa, "

Sementara Syifa masih mengatur nafas, dan terus menenangkan dirinya. Saat pertama kali di tegor oleh seorang prajurit dengan wajah yang cukup sangar.

"Nah ... Kamu Syifa ? Apa pendapatmu dengan apa yang kamu lihat, perasaan dari tadi kamu hanya diam. Ehhh tapi tadi kamu cukup berani loh berdiri di samping Mayor Ararya. " Ucap wanita yang sedang membersihkan tempat pemotongan sayur.

Syifa menoleh, dan ia tersenyum datar. Karna sungguh jika Syifa tahu Mayor Ararya tidak akan suka dengan apa yang dia lakukan, mungkin Syifa akan memilih untuk diam dan tak melakukan apa-apa pastinya.

Draft

Kini saatnya beberapa pekerja membereskan dan merapihkan meja makan kembali seperti semula.

Di sana terlihat dua orang yang masih duduk di kursi makan itu, dia adalah Leo yang bertugas sebagai Sekpri dan juga Mayor Ararya. Mereka masih membicarakan hal kecil, entah apa yang sedang mereka bicarakan.

"Ijin Pak, apahkah saya sudah boleh merapihkan meja makannya ? " Tanya salah satu pekerja.

"Silahkan. " Jawab tegas Leo.

Sementara Syifa tak berani membersihkan apa yang ada di hadapan Mayor Ararya. Syifa menatap seniornya, dan sialnya senior Syifa memberikan isyarat untuk mengambil bekas makan Mayor Ararya. Mau tidak mau Syifa harus mengambilnya.

Dengan gerakan ragu Syifa hendak mengambil gelas dan juga piring bekas makan Mayor Ararya, padahal Mayor Ararya tidak memperhatikan Syifa sama sekali ia sedang sibuk dengan ponselnya.

Karna Syifa gugup, entah kenapa gelas yang sudah ia pegang dalam ngenggaman nya tiba-tiba terjatuh.

Karna Mayor Ararya adalah seorang militer ia sigap dalam segala hal, termasuk menangkap gelas kaca yang hampir jatuh ke lantai.

Syifa semakin gugup dan ada rasa takut akan keteledorannya itu, "Ma-maaf Pak, saya salah. " Ucap gugup Syifa.

Syifa mencoba mengambil gelas yang ada di genggaman tangan Mayor Ararya, namun Mayor Ararya tak memberikan nya pada Syifa.

Seketika itu Syifa mengangkat wajahnya dan menatap wajah Mayor Ararya.

Sebuah tatapan takut dan rasa akan bersalah atas keteledorannya terpancar dari mata bulat Syifa pada Mayor Ararya. Syifa tak ada maksud apa-apa saat itu.

Mayor Ararya menatap wajah Syifa, lebih tepatnya mata Syifa yang bulat dengan cairan bening karna rasa gugupnya pada saat itu.

Tatapan ganas Mayor Ararya tetap pada jati dirinya, tidak gentar walaupun 1000 wanita memasang wajah sedih ia tidak akan merasa iba.

Mayor Ararya menaruh gelas itu sendiri ketempat dimana gelas kotor itu harus berada, lalu ia pergi. tak memperdulikan Syifa yang saat itu masih mematung dengan tangan tak mau diam terus memerasaa sisi kemeja yang ia pakai.

Leo hanya menggelengkan kepalanya, merasa heran dengan sikap dingin yang sahabatnya itu miliki.

"Syifa, " Sri memanggil Syifa yang masih diam, dan memberikan isyarat lagi jika semua sudah harus beres.

"Syifa ! Jadi namanya Syifa, " Ucap kecil Mayor Ararya, saat kakinya melangkah pergi.

Meja makanpun sudah rapih kembali, namun tugas para pekerja masih belum beres. Masih ada piring kotor yang harus di cuci dan itu pastinya akan di beratkan pada Syifa.

Sesampainya di ruangan Sri memasang wajah kesal, " Bereskan semua. " Titah Sri ketus pada Syifa.

"Baik Mba, " Jawab Syifa tanpa membantah.

Beberapa waktu, Syifa membersihkan semua yang terlihat kotor di sekitarnya. Setelah ia rasa sudah selesai Syifa menyeka keringat yang hampir jatuh di pelipis alisnya.

"Huhhhh ... " Syifa membuang nafas seraya mengekspresikan kelelahannya.

Setelah ia selesai dan membalikan badan, ia melihat Sri sedang melipat kedua tangannya melihat ke arah Syifa Dangan kesalnya.

"Kamu sadar sudah berbuat salah apa ? " Hardik Sri pada Syifa.

Syifa mengangguk paham, " Iya mbak, saya salah dan saya teledor. "

"Lalu, apa kamu tau konsekuensinya apabila ada kesalahan dalam bekerja ? " Tanya Sri seperti sedang mengintrogasi pencuri kelas kakap.

Syifa menggelengkan kepalanya.

Sri menyipitkan matanya, dan tersenyum licik pada Syifa, " Konsekuensinya kamu harus membersihkan lantai dapur ini. "

"Tapi mbak, ... " Syifa ingin mengatakan jika jam kerjanya sudah habis.

"Saya senior di sini, " Sri membentak Syifa, karna ia merasa malu dengan kesalahan yang sudah Syifa lakukan.

"Baik mbak, saya akan melakukannya. " Jawab Syifa tak memperdulikan lelahnya saat itu.

"Jadikan ini pelajaran berharga, " Sambung Sri ketus dan pergi meninggalkan Syifa seorang diri di dalam ruangan dapur yang cukup luas itu.

Sementara di luar sana seseorang yang hendak memasuki ruang dapur mengurungkan niatnya, seseorang itu adalah Mayor Ararya yang ingin membuat kopi hangat. Namun karna ia melihat perdebatan Syifa dan Sri, iya langsung mengurungkan niatnya.

Sementara Syifa mulai menjalani hukumannya. Dan Mayor Ararya kini sedang menikmati pemandangan sekitar di balkon kamarnya.

Ia tersenyum saat menikmati udara malam itu, sayang senyum manisnya itu tidak ada seorangpun yang melihatnya, saat itu Mayor Ararya mengenakan celana pendek kaos street warnah hitam yang pas bodynya itu membuatnya semakin menawan.

"Bro ... " Sapaan tiba-tiba terdengar dari sahabatnya bernama Leo.

"Budayakan mengetuk pintu terlebih dahulu, sebelum masuk kamar orang Bung. " Ucap kesal Ararya pada sahabatnya.

Leo tersenyum seraya merangkul Pundak Ararya, "Kenapa sih Lo, tegang amat. "

Mayor Ararya hanya menggelengkan kepalanya dan merasa jengah pada keusilan sahabatnya itu.

"Huhhhh ya elah Bro. kopi kek, teh kek, apa gitu yang bisa menghangatkan tubuh. Kalau cewe sih gak mungkin ya. " Usil Leo merendahkan Ararya.

Ararya merasa tersindir, " Hahaha ... Apa yang gak mungkin, Lo pikir gue gak bisa cari cwe. "

Leo yang sangat usil, hanya menggerakan pundaknya arti bahwa Leo memang ragu pada Mayor Ararya.

"Lo, sadar gak sih di luar sana. Yang mereka suka teriak-teriak itu karna siapa ? Lo sadar gak nama siapa yang mereka panggil ? Lo bisa dengerkan nama siapa yang mereka panggil ( MAYOR ARARYA ) Lo masih ragu dengan kemampuan gue cari cewe ? Hah, " Bela Ararya dengan laga sombongnya.

"Itukan karna mereka tidak tahu, siapa yang mereka kagumi, coba kalau tau siapa yang mereka kagumi. Si kulkas 1000 pintu, hahahahahaha " Ledek Leo memukul kecil pundak Ararya.

"Saialan Lo, " Timpal Ararya menyikut kecil perut perut Leo di sertai senyuman kecil Ararya.

Dan masih di tempat yang sama Syifa sibuk dengan alat pembersihnya, hari mulai larut malam saat itu. Rasa kantuk mulai menerpa karna rasa lelah yang ia rasakan.

"Huhhhh... Akhirnya, semua beres. Aaaaaahhhh sakit semua badan ku, " Keluh Syifa memijit kecil lengannya.

Belum sempat ia keluar ruangan itu, tiba-tiba masuk dua orang laki-laki yang hendak membuat minuman hangat. Untuk menemani suasana malam mereka.

Leo dengan niat ingin membuat Kopi, sementara Ararya ingin membuat teh hangat. Kini seleranya Teh bukan Kopi.

Ararya sampai lupa, jika di ruangan itu ada seseorang yang sedang menjalin hukumannya, langkah kedua laki-laki itu terhenti di kala melihat ada seseorang di dalam ruangan itu.

Syifa menengok, lalu ia menundukkan kepalanya.

"Kamu belum selesai bekerja ? " Tanya Leo melanjutkan langkahnya menuju tempat dimana gelas di simpan.

"Sudah Pak, ini baru selesai. " Jawab ramah Syifa. bukan hanya rasa lelah yang kini ia rasakan, ia pun merasa gugup saat hendak keluar ruangan itu.

Sementara Ararya tak mau membuka suaranya,

"Apa ada yang bisa saya bantu Pak ? "

Keduanya tak menjawab.

"Oh tidak, kami hanya ingin membuat minuman hangat saja. " Jawab Leo.

Syifa mengangguk paham, " Baiklah kalau begitu saya ijin untuk keluar ruangan Pak, "

"Ya silahkan, " Jawab Leo.

Syifa membalikkan badannya untuk melangkah pergi, sebelum ia melewati Mayor Ararya. Syifa menundukkan kepalanya dan mengangguk ramah tanpa melihat wajah Mayor Ararya.

"Permisi Pak, " Ucap kecil ramah Syifa terdengar lembut di telinga Ararya dan juga Leo yang mendengarnya.

Syifa keluar, saat iya sudah berada di luar ruangan rasanya udara segar menelisik jiwanya, " Huhhhhhh ... Lega juga, "

Syifa mempercepat langkahnya, karna tak sabar ingin segera membersihkan tubuhnya lalu beristirahat.

"Baru kali ini gue lihat, ada cewe tidak berekspresi apapun saat di hadapan Mayor Ararya , " Leo lagi-lagi menyela Ararya.

Mayor Ararya hanya menyunggingkan senyuman di sudut bibirnya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!