Paolo Sorgia adalah mafia kejam yang paling ditakuti di Italia. Pada suatu kejadian, dia menculik seorang gadis kecil bernama Vittoria. Namun siapa sangka gadis kecil itu malah mencuri hatinya. Vittoria adalah gadis cacat tapi mempunyai paras sangat cantik dan berhati lembut.
"Kau punya istri?" tanya Vitt mendongak menatap Paolo dengam netranya yang bening. "Atau anak?"
"Tidak keduanya!" jawab Paolo datar dan dingin.
"Kenapa? Kau cukup tampan untuk mendapatkan istri yang sangat cantik," sahut Vitt tersenyum tipis di sela rasa takutnya.
"Aku tampan? Ha ha ha." Paolo tertawa keras kemudian tawanya kembali lenyap dan melayangkan tatapan dingin pada anak perempuan itu. "Kau adalah wanita pertama yang memberikan pujian seperti itu," lanjutnya datar. Karena memang selama ini tidak ada satu wanita pun mau mendekatinya karena wajahnya rusak sebelah. Entahlah, apakah ia harus senang atau sebaliknya dengan pujian yang dilontarkan anak perempuan itu?
"Tapi aku tidak melihatmu seperti itu. Meski fisikmu tidak sempurna tapi aku yakin kau mempunyai hati yang baik dan tulus. Aku bisa melihatnya dari sorot mata itu." Vitt menatap kedua manik tajam Paolo dengan lekat sambil mempertahankan senyuman manisnya.
Ya, wajah Paolo rusak sebelah, maka dari itu dia selalu memakai topeng untuk menutupi wajahnya yang buruk rupa. Namun di depan Vitt dia berani membuka topengnya.
"Omong kosong apa ini!!!!" sentak Paolo. "Aku tidak akan terpedaya dengan segala bualanmu itu!"
Vitt terkekeh mendengar bentakan Paolo. "Aku tidak sedang menggobalimu, Tuan. Aku mengatakan yang sejujurnya. Coba sentuh dadamu, lalu pejamkan mata, dan selami perasaanmu sampai kerelung hatimu yang paling dalam, kau akan mendapatkan jawabannya," ucap Vitt dengan nada lembut dan tulus.
Paolo berdecih kesal menatap sengit pada Vitt, namun dengan bodohnya ia mengikuti perintah gadis kecil ini. Dia menyentuh dadanya seraya memejamkan kedua mata, menyelami perasaannya sampai ke relung hatinya yang paling dalam. Seketika itu bayangan masa lalunya yang kelam melintas dibenaknya. Dan masa lalu itulah yang membuatnya menjadi kejam, jahat dan psikopat seperti ini.
Paolo segera menarik diri dari masa lalunya yang sangat kelam. Kedua matanya memerah, seolah menahan tangis. Namun ekspresi wajahnya kembali berubah datar dan dingin.
"Bagaimana? Kau merasakannya?" tanya Vitt tersenyum tipis.
Paolo mengeluarkan senjata apinya, lalu menodongkannya tepat di kening Vitt. "Aku tidak akan terbuai dengan ucapan sampahmu itu anak kecil!!"
DORR!!
Vitt memejamkan kedua mata ketika mendengar suara tembakan itu. Tubuhnya bergetar ketakutan dan keringat dingin membasahi keningnya. Dua detik kemudian ia tidak merasakan apa pun di area kepalanya. Perlahan kelopak matanya terbuka dan terbelalak ketika melihat Paolo sudah terjatuh di hadapannya dengan kondisi tertelungkup dengan luka tembak di punggung.
Vitt membekap bibirnya dengan kedua tangannya. Sangat terkejut melihat pria itu sudah tidak sadarkan diri, mungkin tewas. Oh, tidak, pria itu masih bernafas.
"Daddy!" Vitt berteriak ketika melihat ayahnya berada di ambang pintu, ternyata ayahnya yang sudah menembak Paolo. Syukurlah, Vitt bernafas lega karena ayahnya menyelamatkannya di waktu yang tepat.
Paolo dibawa ke rumah sakit, disisa kesadarannya yang kian menipis, dia teringat pada Vitt--gadis yang ia culik. Gadis itu telah berhasil menyentuh relung hatinya, membuatnya merasa bersalah, dan akhirnya meminta pengampunan kepada Tuhan agar diberikan kesempatan kedua.
"Andai aku mempunyai kesempatan kedua, aku ingin menjadi orang baik. Aku ingin meminta maaf padanya, aku ingin melindunginya," batin Paolo sebelum nafasnya berhenti begitu pula dengan jantungnya berhenti berdetak untuk selamanya. Dia meninggal dunia.
Di saat yang bersamaan, ada pemuda dibawa ke rumah sakit yang sama dengan Paolo. Pemuda itu berlumuran darah katanya sih habis terjun bebas dari atap gedung sekolahannya. Pemuda itu melakukan percobaan bunuh diri.
Beberapa hari kemudian. Seorang pemuda gendut mengerjabkan kedua matanya setelah beberapa hari koma dirumah sakit.
"Dan ... Daniel, akhirnya kau siuman." Suara seorang wanita menyapa indra pendengaran pemuda itu.
"Daniel? Siapa Daniel?" pemuda itu menyipitkan kedua mata karena silau ketika retinanya di terpa cahaya lampu dalam ruangan yang beraroma antiseptik dan obat-obatan.
"Daniel, syukurlah sayang." Wanita paruh baya itu tersenyum bahagia melihat putranya sudah sadar, menatap putranya yang masih terbaring di atas tempat tidur pasien.
"Si-siapa Daniel?" tanyanya dengan raut bingung, seraya memperhatikan sekitar, lalu mengangkat kedua tangannya karena dia merasa ada yang aneh pada tubuhnya. Dan dia sama sekali tidak mengenali wanita paruh baya itu.
"Arghhhh!!!" teriak pemuda itu histeris saat memperhatikan kedua tangannya penuh lemak. Tidak sampai di situ saja, dia meraba perutnya.
"Kenapa tubuhku penuh lemak? Dimana perut sixpack-ku?" batin Pemuda itu berteriak sambil meraba perutnya yang dipenuhi lemak.
"Daniel, ada apa?" tanya wanita paruh baya itu mengguncang lengan Daniel karena putranya seperti orang linglung.
"Siapa Daniel? Aku Paolo ... Paolo Sorgia!" jawab pemuda itu kemudian membekap mulutnya setelah menyadari suaranya berbeda. Ekspresinya sangat terkejut dan kedua matanya melotot lebar.
Tuhan telah mengambulkan permohonan Paolo, namun siapa sangka Paolo bertransmigrasi ke tubuh pemuda gendut.
Kehidupan baru Paolo dimulai dari sekarang.
**
Halo Halo semuanya. Jangan lupa tekan like, komentar, subcribe agar nggak ketinggalan Update-nya. Terima kasih sudah membaca.
Halo semuanya, sebelum lanjut baca. Emak harap semua pembaca setia Emak ataupun pembaca baru membaca kisah ini dari bab awal secara berurutan tanpa loncat bab agar retensi terpenuhi, selain itu biar emak tetap bisa bertahan di noveltoon. Terima kasih untuk semuanya. Sehat-sehat ya buat kesayangan semuanya, dan lancar rejekinya, amin.
***
Dokter memeriksa keadaan Paolo setelah siuman. "Apa yang kau rasakan?" tanya Dokter pada Paolo.
"Aku berubah menjadi gendut." Kalimat itu meluncur dari bibir Paolo tanpa bisa dicegah seraya menatap dokter dengan pandangan bingung.
Dokter dan dua perawat yang mengelilingi Paolo hampir menyemburkan tawa, tapi sekuat tenaga menahannya.
Apa dia bilang? Setelah mengalami koma beberapa hari bisa menyebabkan hilang ingatan? Dasar gendut payah!
Paolo terkesiap baru saja dia mendengar suara seseorang, tapi siapa? Paolo mengedarkan pandangannya, menatap dokter dan perawat secara bergilir, tapi ketiga orang itu tidak ada yang bersuara namun raut wajah mereka seolah sedang menahan tawa.
"Apa itu suara hati mereka?" Paolo bermonolog.
Lihat tampang bodohnya! Apa dia benar-benar mengalami hilang ingatan?
Suara itu muncul lagi, membuat Paolo terheran-heran kemudian mengangkat kedua tangannya untuk mengusap telinganya secara bersamaan. Barang kali dia salah dengar.
"Mengapa aku bisa mendengar suara hati mereka?" Paolo kembali bermonolog di dalam hati dengan perasaan yang tidak karuan.
"Baiklah, sepertinya kau harus dirujuk ke Dokter spesialis neurologi. Mungkin karena benturan keras dikepalamu membuat otakmu bermasalah," ucap dokter pada Paolo.
Paolo mengangguk saja dengan tampang bodohnya, dia seperti orang linglung yang kehilangan arah.
Dia seperti kucing yang mempunyai 9 nyawa. Beruntung sekali dia terjun dari lantai 10 tapi nyawanya masih selamat. Dokter menatap heran pada Paolo.
"Apa?! Jadi pemuda gendut ini sebelumnya terjun dari lantai 10? Apakah dia berniat bunuh diri! Dasar bodoh!" Paolo memaki pemuda gendut yang sekarang menjadi tubuhnya. Dia terus memaki Daniel di dalam hati.
"Bolehkah aku bertanya? Apakah sebelumnya pemuda gend ... maksudnya aku mencoba bunuh diri dengan meloncat dari lantai 10?" tanya Paolo menatap dokter pria yang memakai jas putih lengkap dengan stetoskop melingkar di leher.
Dokter tersebut mengangguk sebagai jawaban, "polisi sedang menyelidiki motifmu bunuh diri, ada beberapa saksi yang mengatakan kalau kau melakukan percobaan bunuh diri dari atap gedung sekolahmu karena kau mengalami bullyan di sekolahan," jelas Dokter pada Paolo.
"Apa kau mengingat semua kejadian sebelum kau bundir? Karena ingatan itu sangat diperlukan untuk pengembangan kasus bullying yang kau alami," jelas dokter lagi.
Paolo terdiam, lalu menggelengkan kepalanya berulang kali sebagai jawaban, dia sama sekali tidak mengingat kejadian naas itu. Ternyata Tuhan memberikan kesempatan hidup kembali meski di dalam tubuh pria gendut yang malang ini. Semua yang di alami Daniel sebelumnya seolah menjadi PR untuk Paolo.
"Dan, coba ingat-ingat kejadian itu," pinta Dokter pada Paolo yang dia lihat sebagai Daniel--pria gendut dan malang yang selalu mendapatkan bullyan dari teman-temannya.
Paolo mengangguk saja, dengan pandangan lurus ke depan. Memikirkan cara untuk mengingat semua kejadian yang di alami Daniel.
"Daniel, aku tahu kau adalah pemuda baik, terima kasih sudah memberikan tubuhmu kepadaku. Aku berjanji akan membalas perbuatan mereka semua yang sudah menyakitimu! Aku adalah ketua mafia dan tidak pernah takut kepada siapa pun! Aku berjanji akan membuat mereka bertekuk lutut padamu!" batin Paolo seraya mengepalkan kedua tangannya.
Dokter dan dua perawat sudah pergi. Di dalam ruang rawat itu tersisa Paolo seorang diri yang duduk di atas tempat tidur. Tidak berselang lama pintu kamar rawat dibuka dari luar, masuklah seorang wanita paruh baya.
"Dan, kau sudah baik? Kata dokter kau mengalami hilang ingatan dan harus di rujuk ke dokter spesialis," ucap wanita paruh baya dengan raut cemas dan sangat mengkhawatirkan keadaan putranya itu.
"Bibi," ucap Paolo.
"Bibi?" Wanita itu mengerutkan kening dan melayangkan protes.
"Maaf, maksudku Ibu," ralat Paolo. "Maaf, aku sama sekali tidak mengingat namamu," lanjut Paolo dibarengi dengan helaan nafas kasar dan raut sedih.
Wanita paruh baya itu tersenyum simpul, memahami kondisi putranya, "tidak apa-apa. Nama ibu adalah Isabella," jelas Isa.
"Boleh ibu tahu siapa Paolo? Saat siuman kau terus menyebut dirimu ini adalah Paolo Sorgia?" tanya Ibu Isa kepada putranya.
Paolo terdiam dia tidak tahu harus menjawab apa, tidak mungkin dia memberitahukan kepada wanita itu bahwa dirinya adalah Paolo Sorgia sang mafia yang bertransmigrasi ke tubuh Daniel.
Ibu Isa menepuk punggung tangan putranya dengan lembut, "tidak apa-apa kalau kau tidak mengingatnya, jangan di pikirkan lagi, ibu hanya sekedar bertanya," ucap Isa pada akhirnya ketika melihat putranya diam saja dan tidak kunjung menjawab pertanyaannya.
Paolo menatap tangannya yang ditepuk lembut oleh Ibu Isa, ada geleyar hangat merasuk di dalam hatinya. Tidak pernah dia merasakan sentuhan hangat dari tangan seorang ibu dari sejak kecil.
Ibu Isa tersenyum seraya membuang nafas kasar.
Bagaimana aku membayar tagihan rumah sakit ini? Biayanya pasti sangat mahal, dan uang tabungaku selama menjual bunga jauh dari kata cukup, batin Isa dengan perasaan resah luar biasa, dan tanpa dia sadari bahwa suara hatinya di dengar oleh Paolo.
"Bu, aku sudah sehat, aku tidak memerlukan dokter spesialis atau pun perawatan lanjutan. Aku ingin pulang," ucapan Paolo mengejutkan Isa.
"Tidak, Dan. Kau harus tetap di rawat, karena kondisimu belum stabil." Ibu Isa tersenyum tipis menyembunyikan beban berat yang selama ini dia tanggung.
Paolo mengangkat kedua tangan gempalnya, menggerakannya seperti seorang binaragawan yang pamer otot, "Ibu, lihatlah aku sudah sembuh!"
Ibu Isa terkekeh melihat tingkah putranya, "tidak, kau harus berada di sini, tetap di rumah sakit untuk menjalani perawatan intensif, apalagi luka di kepalamu sangat parah," ucap Isa sambil menunjuk kepala putranya yang diperban.
Paolo harus mencari cara untuk membantu Ibu Isa membayar tagihan rumah sakit. Ya! Kenapa baru terpikirkan, dia harus menghubungi anak buahnya, bukankah asetnya masih ada begitu juga kekayaannya.
Tapi, adakah anak buahnya yang masih tersisa?
Paolo kembali menjadi galau.
Apakah dia harus datang ke markas untuk melihat keadaan di sana? Barang kali masih ada anak buahnya yang masih tersisa.
"Ibu, akan berjualan bunga, apakah kau tidak apa-apa jika sendirian di sini?" Pertanyaan Isa menyadarkan Paolo dari segala pikirannya yang sedang kalut.
Paolo menatap Ibu Isa sambil menganggukkan kepala, "hati-hati, Bu."
"Jika ada apa-apa segera hubungi, Ibu. Ini ponselmu." Isa memberikan ponsel jadul kepada Paolo.
Paolo mengerutkan kening, dan menatap aneh pada ponsel tersebut, seumur hidupnya tidak pernah memegang benda murahan itu, tapi karena jiwanya berada di dalam tubuh Daniel, maka dengan terpaksa dia menerima ponsel tersebut.
"Apa ini bisa dipakai?" tanya Paolo, polos.
"Hei, itu ponsel kesayanganmu. Kau merawat ponsel itu melebihi dirimu sendiri, jadi pasti masih bisa digunakan," jawab Isa menatap putranya yang terlihat aneh, tapi dia memaklumi karena Daniel hilang ingatan.
"Oh, begitu ya." Paolo menganggukkan kepala seraya membolak-balikkan ponsel tersebut.
"Aku baru tahu kalau ada ponsel jelek seperti ini," batin Paolo sambil meringis.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!