NovelToon NovelToon

Cinta Terakhir Gus Hamzah

Perjodohan.

Bismillahirrahmanirrahim ...

Selamat pagi guys, hari ini author membawa kisah baru🤗

Kisah ini menceritakan tentang seorang Gus yang harus menikah kembali dengan seorang gadis yang perbedaan umurnya sangat jauh, yakni perbedaan umur keduanya terpaut enam belas tahun.

Ikuti terus kisahnya hanya di "Cinta Terakhir Gus Hamzah."😘

Tapi sebelum kalian baca, author cuman mau kasih tau, jangan dulu di BUKA/di TOEL kalau kalian bacanya mau nunggu sampai TAMAT!!

Dan usahakan selalu baca setiap author update, ingat jangan DITUMPUK/DITABUNG BAB!! Oke.

Sudah segitu aja🤗

Happy reading 💃😘

...***...

Di sebuah pondok pesantren Al-Husna, di Jawa Barat.

Terdapat pertemuan dua keluarga, yang akan membahas mengenai pernikahan antara dua anak pemimpin pondok pesantren.

Yakni antara Gus Hamzah dengan Siti Fatimah.

"Bagaimana Gus Hamzah, apakah anda bersedia untuk menjadi suami dari putri tunggal saya, yakni Fatimah?" tanya Kiyai Yusuf pada Gus Hamzah yang tengah duduk di hadapannya.

"Mmm, apa bisa beri saya waktu? Saya harus memikirkan terlebih dahulu. Bukan apa, tapi pak Kiyai tau sendiri, saya dengan putri anda memiliki perbedaan umur yang cukup jauh, yakni enam belas tahun. Jadi, sebab itu saya meminta waktu untuk memikirkan terlebih dahulu," jawabnya.

"Tentu saja kami beri waktu untuk Gus, untuk memikirkan tentang perjodohan ini. Tapi saya harap, anda mau menerima perjodohan ini, dan menerima lamaran dari keluarga saya. Mengenai umur, saya yakin Gus Hamzah bisa mengimbangi dan membimbing putri saya. Anda sudah dengar alasan mengapa saya melamar anda untuk putri saya, itu karena saya sudah tua, dan saya sering sakit-sakitan. Saya takut, jika saya tidak panjang umur, siapa yang akan mengurus pondok pesantren milik keluarga saya, karena hanya Fatimah lah satu-satunya anak saya. Jika anak saya menikah dengan Gus, saya bisa tenang, jika sudah waktunya pergi. Karena saya tidak perlu khawatir tentang siapa yang akan menjaga keluarga dan pondok pesantren milik saya, dan yang terpenting siapa yang akan menjaga dan membahagiakan putri saya, jika saya sudah tidak memiliki umur yang panjang," jelas pak Kiyai Yusuf.

"Terima kasih, lantaran pak Kiyai sudah mau memberikan saya waktu untuk memikirkan tentang perjodohan ini. Dan pak Kiyai tidak seharusnya berbicara seperti itu," ucap Gus Hamzah dengan sopan.

"Baiklah kalau begitu, saya dan istri saya pamit untuk pulang," ujar pak Kiyai Yusuf.

"Apakah tidak sebaiknya, kalian menginap disini saja," ucap Abi Abdullah menawarkan untuk pak Kiyai Yusuf beserta istrinya itu untuk menginap.

"Maaf, bukan maksud kami tidak ingin menginap disini. Tapi saya dan istri harus segera pulang, karena kamu tau sendiri, tidak ada yang mengurus pesantren jika aku tidak ada," ujar pak Kiyai Yusuf.

"Baiklah, aku mengerti. Biarkan putraku mengantarkan kalian ke stasiun kereta," ucap pak Kiyai Abdullah, selaku Abi dari Gus Hamzah dan juga teman dari pak Kiyai Yusuf.

"Tidak usah, kau tau Abdullah. Aku tidak ingin merepotkan anakmu ini," tolak pak Kiyai Yusuf.

"Tidak merepotkan sama sekali, biar saya antar pak Kiyai dan Bu Kiyai," ucap Gus Hamzah.

"Baiklah, kalau Gus Hamzah memaksa," ucap pak Kiyai Yusuf.

Akhirnya pak kiyai Yusuf beserta sang istri pulang dengan diantar oleh Gus Hamzah ke stasiun kereta api.

"Gus Hamzah, terima kasih, karena sudah mau mengatakan kami," ujar pak Kiyai Yusuf, setelah mereka sampai di stasiun kereta api.

"Sama-sama pak Kiyai, dan saya mohon untuk tidak memanggil saya dengan sebutan Gus, panggil saja nama," ujar Gus Hamzah.

"Bagaimana bisa begitu, itu sama saja tidak sopan. Tapi kalau Gus memaksa, saya dan istri saya akan memanggil anda nak, bagaimana?" ucap pak Kiyai Yusuf.

"Itu jauh lebih baik," ujarnya.

"Baiklah, kalau begitu kami permisi dulu, assalamu'alaikum," ucap pak Kiyai Yusuf.

"Assalamu'alaikum," ucap istri dari pak Kiyai Yusuf, yakni Bu Yuni.

"Wa'alaikumusalam, hati-hati pak Kiyai dan Bu Kiyai."

Setelah melihat kedua orang tua dari wanita yang akan dijodohkan dengan dirinya sudah pergi, Gus Hamzah pun kembali ke rumahnya.

Tiga hari setelah kedatangan pak Kiyai Yusuf beserta istrinya, Gus Hamzah benar-benar memikirkan apa yang harus ia lakukan.

Haruskah ia menerima perjodohan ini, ataukah ia tidak menerima perjodohan ini? Dan terus menduda untuk selamanya.

Entahlah, tapi yang jelas, saat ini ia masih menyimpan nama almarhumah istrinya itu di hatinya.

Di saat, ia tengah berjalan, ia tak sengaja melihat Leo ayah dari salah satu murid yang dekat dengannya, yaitu Brian.

Gus Hamzah pun berjalan ke arah Leo, dan menghampiri nya.

"Assalamu'alaikum," ucap Gus Hamzah, saat sudah berada didekat Leo.

"Wa'alaikumusalam," jawab Leo.

"Apa kabar? Sudah lama kita tidak bertemu," tanya Gus Hamzah sekaligus berucap.

"Alhamdulillah keadaan ku baik, hm," jawab Leo.

"Alhamdulillah jika begitu, aku hanya berharap sikap mu yang dingin ini, hanya berlaku untuk orang lain, tapi tidak dengan istrimu," ucap Gus Hamzah tiba-tiba membahas mengenai sikap Leo yang dingin.

Leo yang mendengar hal itu pun seketika melihat ke arah Gus Hamzah dengan tatapan bingung nya, bahkan ia pun hanya mengerutkan keningnya.

"Apa maksud anda? Saya harap anda sudah tidak memiliki perasaan terhadap istri saya. Dan jika pun masih ... Saya harap, anda membuangnya jauh-jauh, karena saya tidak mungkin melepaskan istri saya, apalagi saat ini hubungan antara saya dan istri saya sudah lebih baik," jelas Leo.

Gus Hamzah yang mendengar penjelasan dari Leo pun hanya tersenyum tipis. "Anda tau? Sebenarnya saya tidak begitu mencintai istri anda, dulu saya berkata seperti itu, hanya untuk membuat anda sadar ... Bahwa anda memiliki seorang istri yang baik dan juga cantik, banyak para pria yang mengagumi istri anda. Begitu dengan diriku, yang memang pernah mengagumi istri anda, tapi tidak lebih, dan saya pun mengerti bahwa tidak boleh mengagumi milik seseorang. Jadi sebab itu, saya sudah menghilangkan rasa kagum saya terhadap istri anda. Jadi, anda tidak perlu khawatir akan hal itu, dan anda tidak perlu takut istri anda akan saya ambil, karena itu melanggar dengan prinsip saya. Kecuali memang anda melepaskannya," jelas Gus Hamzah dengan diselipi candaan di bagian akhir.

"Baguslah, jika anda sadar, bahwa tidak baik mengagumi istri orang," ucap Leo.

Ya, Gus Hamzah memang sempat menaruh rasa kagum terhadap ibu dari Brian.

Bukan tanpa alasan ia mengagumi ibu dari Brian itu, lantaran Gus Hamzah mengetahui ada sesuatu yang tidak baik pada rumah tangga Leo dengan Maryam.

Tapi tak lama ia pun tidak lagi menaruh rasa kagum itu pada wanita yang bernama Maryam, lantaran Gus Hamzah tau, wanita itu sudah memiliki seorang suami, dan ia tau bahwa tidak baik memiliki rasa terhadap orang yang sudah berkeluarga.

Setelah berbincang sebentar, Gus Hamzah pun pamit undur diri, apalagi ketika Maryam, istri dari Leo tengah berjalan ke arah mereka.

Bukan tak ingin menyapa, hanya saja dia, masih ada keperluan yang mendesak.

Jadi karena itu, Gus Hamzah langsung pamit undur diri.

"Kalau begitu saya permisi, assalamu'alaikum," ucapnya.

"Wa'alaikumusalam," jawab Leo.

Menerima Perjodohan.

Seminggu kemudian.

Sudah seminggu waktu yang ditentukan oleh Gus Hamzah, dan hari ini adalah waktu yang dimana dia harus memilih.

Antara menerima perjodohan itu ataukah tidak.

Dan hari ini Gus Hamzah, beserta kedua orang tuanya itu pun pergi ke Jogja untuk pergi ke rumah pak Kiyai Yusuf.

Ya, Gus Hamzah lebih memilih untuk pergi dengan menaiki kereta api.

Setelah menempuh perjalanan 8 jam, 15 menit, akhirnya Gus Hamzah dan kedua orang tuanya sampai di Yogyakarta.

Mereka pun langsung naik ke taksi online yang sudah dipesan oleh Gus Hamzah itu.

Setelah itu, taksi itu pun membawa Gus Hamzah beserta kedua orang tuanya ke pesantren Az-Zahra, untuk menemui Kiyai Yusuf.

Tak butuh waktu lama, taksi itu pun sampai di pesantren Az-Zahra, Gus Hamzah beserta kedua orang tuanya pun turun dari taksi, dan masuk kedalam pesantren, setelah membayar ongkos taksi.

Saat sudah berada di dalam halaman pesantren, Gus Hamzah pun bertemu dengan salah satu ustadz.

"Assalamu'alaikum," ucap ustadz itu menghampiri Gus Hamzah dan juga kedua orang tua Gus Hamzah.

"Wa'alaikumusalam," jawab Gus Hamzah serta kedua orang tuanya.

"Eh, pak Kiyai Abdullah, apa kabar?" tanya ustadz itu yang kebetulan mengenali Abi dari Gus Hamzah.

"Alhamdulillah, kabar saya baik," jawab Kiyai Abdullah.

Ustadz itu pun bersalaman dengan pak Kiyai Abdullah dan juga Gus Hamzah.

"Kalau begitu, mari ikut saya. Tidak enak jika kita bicara berdiri di sini," ucapnya.

Mereka pun akhirnya ikut dengan ustadz itu.

Dan kini mereka pun tiba di sebuah aula yang memang diperuntukkan untuk para tamu, jika pak Kiyai Yusuf tidak ada di rumah atau pesantren.

"Maaf, saya membawa kalian ke mari. Lantaran di rumah pak Kiyai tidak ada orang," ujar ustadz itu.

"Memangnya kalau boleh tau, pak Kiyai nya kemana ya?" tanya Gus Hamzah.

"Mmm, saat ini pak Kiyai sedang di rawat di rumah sakit, lantaran sakit yang di deritanya kambuh lagi," jawab ustadz.

"Inalillahi," gumam Gus Hamzah, begitu juga dengan kedua orang tuanya.

"Kalau boleh tau, di rumah sakit mana, Kiyai Yusuf dirawat?" tanya Abi Gus Hamzah.

"Di rumah sakit xxx, pak Kiyai."

"Hamzah, bagaimana kalau kita jenguk Kiyai Yusuf, di rumah sakit?" tanya Abi Abdullah pada putranya itu.

"Boleh, bi," jawab Gus Hamzah.

"Kalau begitu kami permisi, kami akan pergi ke rumah sakit, untuk menjenguk Kiyai Yusuf," ucap Abi Abdullah pada ustadz tadi.

"Baik, silahkan."

"Assalamu'alaikum," ucap ketiga orang itu.

"Wa'alaikumusalam," jawab ustadz itu.

Gus Hamzah, beserta kedua orang tuanya pun lebih memilih pergi untuk menjenguk Kiyai Yusuf yang kini tengah di rawat di rumah sakit.

Mereka pergi menggunakan taksi online, yang sudah di pesan oleh Gus Hamzah.

Tak lama, taksi yang mereka tumpangi pun sampai di rumah sakit xxx, ketiganya pun turun dari taksi dan masuk kedalam rumah sakit, setelah membayar ongkos taksi.

Saat di sudah berada didalam gedung rumah sakit, Gus Hamzah pun, menghampiri bagian resepsionis untuk menanyakan dimana ruangan tempat Kiyai Yusuf di rawat.

Setelah mendapatkan informasi dimana ruangan Kiyai Yusuf di rawat, mereka pun pergi ke ruang inap Kiyai Yusuf.

Beruntung tadi di jalan mereka sempat membeli buah-buahan, Gus Hamzah pun mengetuk pintu itu dan membukanya.

Mereka bertiga pun masuk dengan mengucapkan salam, dan di balas oleh Kiyai Yusuf beserta istrinya.

"Kalian ... Kalian sejak kapan kesini? Dan kenapa tidak bilang?" tanya Kiyai Yusuf setelah bersalaman dengan teman sekaligus calon mantunya itu, sementara istrinya kini tengah duduk bersama dengan istri dari Kiyai Abdullah.

"Kami baru saja tiba, tadinya kami ingin memberikan mu kejutan, tapi malah kami yang mendapatkan kejutan," jawab Kiyai Abdullah, yang kini tengah duduk di kursi yang ada di samping bankar temannya itu.

"Kau sakit apa?" tanya Kiyai Abdullah.

"Biasa, penyakit ku kambuh lagi," jawabnya.

"Lalu bagaimana dengan sekarang? Apa sudah lebih baik?"

"Alhamdulillah, sekarang sudah jauh lebih baik. Oh ya, kalian ada keperluan apa datang kemari? Apa ini mengenai perjodohan antara putriku dan juga putramu Abdul?" jawab Kiyai Yusuf, sekaligus bertanya.

"Ya, kamu benar. Kedatangan kita kemari adalah untuk memberikan jawaban mengenai perjodohan yang kamu ajukan itu," jawab Kiyai Abdullah.

"Jika begitu, kenapa tidak lewat telepon saja. Seharusnya kalian tidak perlu jauh-jauh datang kemari."

"Hamzah bilang, tidak etis rasanya jika memberikan jawaban hanya melalui sambungan telepon. Jadi sebab itu kami pergi ke sini, untuk memberikan jawaban pada mu."

"Baiklah, lalu apa jawabnya?" tanya Kiyai Yusuf, dengan menatap calon mantunya yang tengah berdiri di samping temannya itu.

Kiyai Abdullah pun menatap sang putra, Gus Hamzah yang ditatap itu pun menghela napasnya, kemudian ia pun mulai berucap.

"Mmm ... Sebelum saya menjawab, saya ingin bertanya pada pak Kiyai terlebih dulu," ucapnya.

"Katakan, ingin bertanya apa?"

"Begini, apa putri pak Kiyai sudah mengetahui mengenai perjodohan ini? Dan apakah dia juga menerimanya?"

"Untuk masalah itu, nak Hamzah tidak perlu khawatir. Sebelum Abah meminta nak Hamzah untuk menikah dengan putri saya, saya sudah lebih dulu memberitahukan kepadanya tentang perjodohan ini. Dan dia pun setuju dengan perjodohan yang sudah saya tetapkan," jawabnya.

"Jika memang putri dari pak Kiyai bersedia menerima perjodohan ini, dan bersedia menikah dengan saya, maka saya pun menerima perjodohan ini. Dan maksud kedatangan saya dan kedua orang tua saya ke sini, bukan hanya untuk mengatakan bahwa saya menerima perjodohan ini, tapi saya juga ingin langsung melamar putri pak Kiyai. Maaf, pak Kiyai saya tidak tau bahwa anda tengah sakit, kalau begitu saya akan tunggu anda sampai sembuh, baru nanti kita bahas mengenai lamaran saya dan juga putri pak Kiyai," jelas Gus Hamzah.

"Alhamdulillah, jika nak Hamzah juga menerima perjodohan ini, dan mau menikah dengan anak saya. Nak Hamzah tidak perlu meminta maaf, baiklah nanti kita akan bahas mengenai lamaran antara nak Hamzah dengan putri saya. In syaa Allah, saya akan cepat sembuh, dan akan meminta putri saya untuk pulang lebih dulu, karena saat ini dia masih berada di Jakarta, lantaran harus belajar," ucap Kiyai Yusuf.

"Nggih pak Kiyai," ujar Gus Hamzah.

...***...

Jangan lupa like, komen, vote, subscribe, beri hadiah berupa bunga mawar (🌹) dan juga kopi (☕) serta beri ulasan bintang lima, jika kalian suka terhadap cerita tentang Gus Hamzah ini🤗💚

Silahkan kritik, tapi author harap kritiknya menggunakan bahasa yang sopan yaaa ...

In syaa Allah author akan terima kritikan dari kalian, selagi menggunakan bahasa yang sopan☺️

Lamaran.

Mereka pun berbincang santai, lebih tepatnya Kiyai Abdullah dan Kiyai Yusuf lah yang lebih intens berbincang, sementara Gus Hamzah ia hanya duduk di sofa, bersama dengan umi serta calon ibu mertuanya.

Tak lama, pintu ruangan pun dibuka dengan cukup kencang, dibarengi dengan salam.

"Assalamu'alaikum ... Abah!" pekik seorang wanita berhijab, ia pun berlari dan langsung memeluk Kiyai Yusuf, tanpa memperdulikan orang-orang yang ada di ruangan itu.

"Abah, kenapa gak bilang sama Fatimah kalau Abah tengah sakit?" tanyanya dengan nada ngambek nya, yang masih asik memeluk Abah nya itu.

"Fatimah, dengarkan Abah ... Abah tidak ingin menganggu kamu yang tengah menuntut ilmu, lagian Abah juga sudah agak mendingan, kamu jangan khawatir ya," jawab Kiyai Yusuf, seraya mengusap kepala anaknya itu yang tertutup hijab.

Ya, wanita itu adalah Fatimah putri tunggal dari Kiyai Yusuf dan juga ibu Yuni.

"Tapi tetap saja, Abah harus kasih tau aku kalau Abang tengah sakit."

"Sudah-sudah, memangnya kamu tidak malu dilihatin oleh temennya Abah," ucap Kiyai Yusuf.

"Hah!" Fatimah pun melepaskan pelukannya, dan ia pun mulai menegakkan badannya.

Dan saat ia sudah berdiri, ia melihat tiga orang yang ia kenal.

"Eh, ternyata ada pak Kiyai Abdullah, Bu Kiyai, dan juga Gus Hamzah, assalamu'alaikum. Maaf, saya tidak menyadari kehadiran kalian, karena saya terlalu khawatir dengan keadaan Abah saya," ujarnya.

"Wa'alaikumusalam," jawab ketiga orang itu.

"Tidak apa-apa nak," ucap Kiyai Abdullah.

Fatimah pun mulai melangkah seraya menyalami ibu dari Gus Hamzah, dan juga ibunya.

Setelah itu ia pun duduk disebelah ibunya, berhadapan dengan Gus Hamzah.

Fatimah pun sedikit menundukkan wajahnya, guna menjaga pandangannya dengan Gus Hamzah.

"Karena semua orang ada disini, bagaimana kalau kita bahas mengenai lamaran anak-anak kita, Dul?" ucap Kiyai Yusuf memberikan saran.

"Boleh."

"Lamaran? Lamaran siapa bah?" tanya Fatimah yang belum paham.

"Lamaran kamu sama Gus Hamzah," jawab Kiyai Yusuf.

"Abah sudah pernah bilang kan sama kamu, Abah mau menjodohkan kamu dengan Gus Hamzah. Dan kamu sudah setuju dengan perjodohan ini," ucap Kiyai Yusuf.

"Iya, tapi ... Apa Gus Hamzah mau menerima ku sebagai istrinya?" tanya Fatimah dengan menundukkan wajahnya.

"Dia mau kok, Gus Hamzah sudah memberikan jawaban, dan dia menerima perjodohan ini," jawab umi Yuni.

"Benarkah?" tanya Fatimah lagi, seraya mendongkak sehingga tanpa sengaja matanya bertemu dengan mata teduh Gus Hamzah.

Tak lama Fatimah pun menundukkan kembali wajahnya.

"Yang dikatakan umi mu benar, saya menerima perjodohan ini. Dan saya menerima kamu sebagai istri saya," ujar Gus Hamzah ikut menimpali.

"Dan ... Pak Kiyai, boleh saya meminta ijin untuk melamar Fatimah hari ini?" ucap Gus Hamzah seraya meminta ijin untuk melamar Fatimah saat itu juga.

"Apa!!" ucap semua orang yang ada di sana.

"Hamzah apa kamu yakin?" tanya Kiyai Abdullah pada putranya itu.

"Hamzah yakin bi. Sebenarnya, Hamzah mengatakan ini bukan tanpa alasan, melainkan kerana Hamzah banyak pekerjaan yang harus di urus, jadi Hamzah meminta ijin pada pak Kiyai Yusuf untuk melamar Fatimah hari ini juga. Lantaran dalam beberapa Minggu ini Hamzah harus mengurus pembukaan salah satu cabang cafe milik Hamzah di luar kota," jelasnya.

"Kalau begitu, apa kamu sudah menyiapkan semuanya?" tanya sang Abi.

"Sudah bi, hanya saja Hamzah, cuman bawa cincin untuk melamar Fatimah," jawabnya.

"Pak Kiyai Yusuf, saya minta maaf, karena saya tidak memberikan sesuatu seperti hantaran lamaran untuk melamar putri pak Kiyai, dan hanya membawa sebuah cincin saja. Tapi in syaa Allah, saya akan memberikan acara pernikahan yang Fatimah inginkan," ucap Gus Hamzah pada Kiyai Yusuf.

"Tidak pa-pa nak Hamzah, Abah mengerti. Abah juga tidak mempermasalahkan, jika kamu memang ingin melamar anak Abah sekarang ini," ucap Kiyai Yusuf.

"Dan jangan panggil saya Kiyai, panggil saja Abah," lanjutnya.

"Terima kasih, pa ... Bah."

"Mmm, Fatimah. Apa kamu tidak keberatan, jika hari ini kita tuangan?" tanya Gus Hamzah pada Fatimah.

"Tidak Gus," jawab Fatimah, yang masih menundukkan pandangannya itu.

Hari itu pun Gus Hamzah dan Fatimah melakukan acara lamaran antara keduanya.

Dengan umi Ijah memakaikan cincin ke jari mansi Fatimah, begitu juga dengan umi Yuni, yang memakainya cincin ke jari manis Gus Hamzah.

Setelah pertukaran cincin selesai, dua keluarga pun mulai membahas mengenai tanggal pernikahan antara kedua anak mereka.

Yang mana tanggal pernikahan sudah di putuskan, yakni bulan depan.

Setelah semua sudah selesai, rencana pernikahan antara Gus Hamzah dan Fatimah pun sudah ditetapkan, kini Gus Hamzah beserta kedua orang tuanya pun pamit untuk pulang ke rumah mereka.

Lantaran besok nya, Gus Hamzah harus pergi ke kota Jakarta untuk mengurus cafe miliknya.

Ya, selain seorang Gus, Gus Hamzah pun memiliki bisnis usaha, ia memiliki beberapa cafe, di beberapa kota, antara lain, di kota Jakarta, Bandung, dan Bekasi, yang nantinya akan di buka dalam waktu dekat ini.

"Kalau gitu, kami sekeluarga pamit dulu. Suf, semoga kamu cepat sembuh," ucap Kiyai Abdullah.

"Kenapa kalian buru-buru sekali, baru juga sampai, sudah mau pulang lagi," ujar Kiyai Yusuf.

"Maaf bah, tapi Hamzah masih ada urusan yang harus Hamzah urus besok. Karena itu, Hamzah mohon maaf, tidak bisa disini terlalu lama," ucap Gus Hamzah.

"Baiklah kalau gitu, tapi kamu dan istri mu masih bisa disini kan Dul?" ucap Kiyai Yusuf, seraya bertanya pada Kiyai Abdullah, temannya itu.

"Maaf, suf. Aku pun tidak bisa, karena aku harus mengurus pesantren. Meski di sana sudah ada Abang nya Hamzah, tapi ada beberapa yang harus aku urus secara langsung," jawab Kiyai Abdullah.

"Baiklah jika begitu."

"Kalau begitu kami permisi, assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumusalam."

Gus Hamzah, beserta kedua orang tuanya itupun pergi dari sana, dan kembali ke rumah mereka yang ada di kota kembang itu.

...***...

Jangan lupa like, komen, vote, subscribe, beri ulasan bintang lima, dan juga hadiahnya guys😘

Support dari kalian sangat penting bagi author 🤗

Terima kasih❤️

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!