Seorang wanita berjalan dengan tergesa menuju keruang bimbingan konseling, hari ini untuk kesekian kalinya Rania di panggil wali kelas putra nya karena sang putra membuat keributan.
"Selamat siang, pak."
Rania menyapa guru BK terlebih dahulu, sebelum duduk disamping putranya.
"Siang Bu Rania."
Rania berjalan menuju sofa dimana Shaka Hutama, Rania meilirik kearah Shaka yang menyunggingkan senyum kearah Rania.
"Apa lagi ini?" Bisik Rania.
"Biasa Bun, anak muda."
Jawab Shaka tanpa dosa, anak ini tak ada takutnya sama sekali dengan sang Bunda. Sedang Rania hanya bisa menghela nafas menetralkan moodnya dan mempertahankan kewarasannya.
Bayangkan saja dalam seminggu Shaka bisa masuk ruang Bk bisa sampai lima kali dengan permasalahan yang sama, yaitu baku hantam dengan teman atau bahkan kakak kelasnya sendiri, terkadang Rania juga heran dariman bakat berkelahi Shaka berasal.
"Jadi ini orangtua anak nakal ini."
Ibu Risma menatap sengit kearah Rania yang baru saja memasuki ruang rapat, padahal Rania melempar senyum manis ke arah Bu Risma.
"Sebelum nya saya minta maaf atas kelakuan anak saya bu, tapi sebelum itu saya mau mendengar dulu penjelasan anak saya Shaka. Karena saya tahu anak saya tak akan main kekerasan jika tak ada pemicu nya." Ucap Rania penuh dengan kehati-hatian agar tak ada pihak yang tersinggung.
Namun perkataan Rania memang sudah di salah artikan oleh ibu Risma, ibu dari Rio. Siswa yang telah di hajar Shaka sampai mendapat jahitan di dahinya
"Alah! Memang anak kamu saja yang salah, asal.kamu tahu anak saya itu anak baik-baik mana mungkin Rio membuat gara-gara pasti semua ini memang ulah anak mu itu."
Rania sebisa mungkin tetap tenang dan tak terpancing emosinya, sudah terlalu sering Rania menghadapi ibu-ibu macam bu Risma ini.
"Sebaiknya kita dengar penjelasan Shaka terlebih dahulu, Bu." Guru BK mulai melerai perdebatan antara Rania dan Risma yang mulai memanas.
Rania kini duduk menyamping menghadap anaknya, sementara Shaka hannya menunduk membuat alis sebelah Rania terangkat heran dibuatnya. "Kenapa lagi ini anak." batin Rania.
"Coba ceritakan kejadian nya Shaka, bunda mau dengar semuanya." Rania mengelus kepala Shaka dengan sayang.
"Anak nakal saja di sayang-sayang." Cicit bu Risma sebal.
"Maafkan aku Bunda, aku merasa sakit hati dengan perkataan Rio." Shaka menjeda ucapannya, tatapan nya mengarah pada sang bunda dengan tatapan sedih.
Rania tahu, anak nya sedang memainkan peran seperti biasa. Dirinya tak benar-benar yakin kalau si Shaka bisa sakit hati.
"Apa yang dikatakan oleh Rio, Shaka?" Kali ini guru BK penasaran akan kelanjutan ucapan Shaka.
Shaka menghembuskan nafasnya berat seolah dia benar-bernar tersakiti dan terzalimi.
"Rio bilang, Shaka anak tidak jelas asal usulnya. Siapa ayah Shaka dan Rio bilang Shaka ini anak yang lahir diluar nikah bahkan Rio bilang kalau Bunda Rania adalah wanita malam. Shaka tak terima bunda Shaka tak apa jika hanya Shaka yang di hina, tapi Shaka tak terima jika bunda yang di hina."
Shaka berbaur memeluk sang bunda, menangis didalam pelukan nya. Ini adalah peran yang sangat-sangat meyakinkan bahkan Shaka menangis sesegukan sampai guru BK menitikan air matanya.
"Siapa yang ajari kamu akting, nak?" Batin Rania.
Rania kini berbalik menatap tajam kearah Risma, seolah dia tak terima dengan apa yang dikatakan oleh Rio. Padahal dia sudah biasa menghadapi situasi ini kali ini dia akan mendukung akting anaknya.
"Ibu dengarkan, anak ibu yang duluan mengibarkan bendera perang terhadap putra saya!" sentak Rania yang membuat Risma sedikit terkaget.
"Alah, paling juga si Shaka ini mengarang cerita mana mungkin anak saya berbicara begitu. Anak saya itu anak baik-baik." Risma menatap kearah guru BK.
"Bu, saya pokoknya meminta sekolah untuk mengeluarkan Shaka dari sekolah ini. Tak sudi saya, anak saya harus satu sekolah dengan anak nakal macam Shaka ini!" Ucap Risma dengan penuh penuntutan.
"Disini bukan anak saya saja yang salah, anak ibu juga salah. Jangan se enak ibu saja mau mengeluarkan Shaka dari sekolah ini!" Ucap tegas Rania. Enak sekaki ibu ini mau mengeluarkan anaknya dari sekolah.
Kali ini Rania tak terima anaknya di ejek seperti itu, kalau saja Shaka belum mau ujian Nasional kelulusan mungkin Rania akan memindahkan Shaka kesekolah lain tapi Shaka sudah kelas tiga SMP dan akan ujian.
"Begini saja bu, saya rasa Rio dan Shaka memang salah tapi Rio adalah pihak pertama yang memicu keributan jadi kami pihak sekolah tak bisa memutuskan untuk mengeluarkan Shaka. Jadi saya minta ibu Risma dan bu Rania berdami saja. Dan Shaka harus meminta maaf kepada Rio."
Rania membiarkan Shaka untuk meminta maaf meski dia yakin anaknya tak bersalah tetapi Shaka memang telah memukul temannya jadi biarkan Shaka meminta maaf untuk perlakuannya saja.
"Saya minta maaf bu, besok lagi saya buat anak ibu tak bisa bicara." tentu saja ucapan yang terakhir hanya bisa Shaka ucapkan didalam hati.
Risma pergi dengan kekesalan yang tak bisa di sembunyikan, bahkan sebelum pergi Risma mengatakan hal yang tak pantas kepada Rania.
"Kalau bukan karena di sekolah, sudah pasti ku tarik itu sanggul yang segede rumah tawon." Batin Rania.
Kini Rania membawa pulang Shaka, di perjalanan ibu dan anak itu hanya diam dengan pikiran masing-masing. Sampai saat Rania mendadak mengerem mobilnya yang mengakibatkan Shaka terpental kedepan dengan wajah ganteng nya terbentur kaca depan mobil sang bunda.
"Aduh! Bunda sakit tahu" protes sang Shaka.
"Salah siapa enggak pakai sabuk pengaman." Ucap Rania sebelum keluar dari mobil.
Shaka mengelus keningnya yang terbentur kaca dengan bibir cemberut, kemudian mengikuti bundanya keluar dari mobil karena penasaran.
"Ada apa bun?" Tanya Shaka dengan penasaran.
"Bantu bunda Sha, ini ada anak abis di gebukin seperti nya. Nanti kamu bawa motornya, ingat jangan ngebut."
Setelah membawa anak yang tak sadarkan diri itu kedalam mobil, Rania dan Shaka lantas mengendarai kendaraan mereka menuju rumah mereka yang tak jauh dari tempat mereka sekarang.
*
*
*
*
*
Sementara di kantor milik Jayden Januartha atau yang kerap di sebut Januartha.GROUP tengah bersitegang karena anak pemilik perusahaan telah menghilang dan tidak tahu dimana keberadaan nya.
"Maaf Tuan, den Bry belum bisa di temukan."
Ucap sang pengawal, yang biasanya mengawal secara diam-diam anaknya. Entah bagaiman hari ini anaknya hilang tanpa jejak.
"Bodoh! Cepat cari lagi sampai ketemu jika sampai nanti malam anak saya tak di temukan! Maka siapa-siap kalian kehilangan kepala kalian!"
Jayden menatap tajam satu per satu wajah anak buahnya, tak ada sekali pun kelembutan di wajah Jayden. Memang semua mengenal Jayden adalah sosok pemimpin yang tegas dan tak pernah kenal ampun bagi siapa saja yang merugikan usahanya atau bahakan orang yang mencelakai keluarga semua akan lenyap di tangan Jayden.
"Baik Tuan, kami akan lacak kembali keberadaan den Bry."
Semua pengawal pergi dan berpencar mencari kembali keberadaan anak sang Tuannya sebelum kepala mereka benar-benar hilang dari leher mereka.
Pintu ruangan Jayden kembali dibuka, kini masuk sang asisten beserta beberapa laki-laki yang disinyalir adalah sahabat Jayden.
"Gimana Bry? Sudah ketemu?" Tanya Sean asisten sekaligus kakak sepupu Jayden dari pihak ibu.
"Belum." Ucapa Jayden. lelaki itu berjalan menuju sofa yang berada diruangannya begitu pula para sahabatnya.
"Gimana bisa Bry hilang?" Tanya Zain.
Zain Pramudia pemilik perusahaan dan sekaligus pewaris satu-satunya Pramudia.Group.
"Aku mana tahu, aku di kantor dan tiba-tiba pengawal ku bilang Bry hilang." Jayden memijat keningnya, kepalanya sudah sangat sakit memikirkan kemana anaknya pergi. Dia takut anaknya tertangkap oleh musuh perusahaan nya.
"Apa dia di tangkap musuh mu Jay? Coba ingat sekarang kamu sedang berselisih dengan siapa?" Kali ini Sagara ikut berbicara.
Sagara Aditama, pemilik perusahaan properti dan sejumlah hotel bintang lima yang ada di seluruh penjuru negeri.
"Aku rasa, saat ini aku tidak ada musuh bahkan kemenangan proyek di Surabaya mutlak memang aku yang mendapatkannya. Tak ada yang keberatan karena memang ide perusahan ku yang paling menarik minat para investor."
Memang beberapa hari lalu Januartha.Group telah memenangkan proyek yang bernilai milyaran, tapi dia pikir tak ada masalah dengan itu.
"Atau mungkin musuh di masalalu mu?" Kali ini Tuan muda Alvin yang berbicara.
Alvin Admaja keturunan anak kraton yang memiliki bisnis dibidang kuliner dan pertambangan bahkan memiliki garis keturunan darah biru yang membuat dirinya banyak dipuja oleh semua jenis perempuan.
"Enggak ada Al." Jayden menghela nafas, dia berharap anaknya baik-baik saja.
"Jay apa mungkin Zahra sudah kembali? Apa mungkin ancaman nya beberapa hari lalu itu menjadi kenyataan?"
Sean mengingat kembali apa yang dia baca dari sebuah surat yang tak jelas darimana, surat itu berisi ancaman untuk Jayden.
"Masih beranikah? Zahra menginjak kan kakinya di negara ini." Ucap Zain, dirinya tahu bagaiman kejadian beberapa tahun silam yang membuat sahabatnya Jayden mengalami keterpurukan.
Sementara Jayden hanya bisa meremas kedua tangannya dengan amarah, dia takkan membiarkan perempuan ular itu kembali mengusik kehidupannya.
"Aku tidak tahu apa yang terjadi dengan Bry, tapi aku minta pada kalaian untuk membantu ku mencari keberadaan Bry jangan sampai Zahra bertemu Bry."
"Baiklah. Aku dan Zain akan memeriksa bandara dan pelabuhan. Akan kucari daftar penumpang yang sekiranya mencurigakan." Ucap Sean.
Sean dan Zain bergegas menuju semua bandara yang ada dikota mereka, bahkan semua pelabuhan dan terminal akan mereka susuri.
"Aku akan mencoba melacak handphone milik Bry." Segera Sagara mengeluarkan laptopnya yang dia bawa tadi menggunakan tas tangan.
"Aku akan kekantor polisi Jay, mungkin ada info di sana. Sebaiknya kamu istirahat dulu wajah mu cukup terlihat lelah." Kali ini tuan muda Alvin yang beraksi.
Mereka adalah lima sekawan, bahkan publik menjuluki mereka dengan lima mata pedang. Tak ada yang tak kenal mereka bahkan semua kekuasaan mereka tak bisa di anggap remeh.
Rania memanggil dokter kerumahnya karena tak memungkinkan untuk membawa anak lelaki yang dia temukan di jalan tadi ke rumah sakit, menurutnya akan lebih efisien jika dia memanggil dokter kerumahnya.
"Shaka, sekarang kamu ganti baju lalu makan." perintah Rania kepada putranya.
"Oke, ibunda ratu." Tanpa bantahan Shaka beranjak pergi kekamar mandi kemudian mengganti pakaian sekolahnya dengan pakaian rumah.
Tak selang berapa lama dokter datang dan memeriksa anak lelaki yang masih tak sadarkan diri dengan banyak luka lebam di sekujur tubuhnya.
"Bu Rania, saya resepkan obat nanti ibu bisa tebus di apotik. Sepertinya tak ada cidera serius hanya lebam saja." Dokter memberi selembar kertas yang berisi daftar obat untuk anak lelaki itu.
"Baik dok, terimakasih sudah memeriksa anak saya." Ucap Rania.
Tak ada yang menyadari bahwa anak lelaki itu sudah sadar hanya saja dia lebih memilih untuk memejamkan matanya, semua percakapan dokter dan Rania dia juga mendengarnya bahkan semua omelan Rania pada Shaka dia juga mendengarnya tapi dia memilih untuk tidur.
"Shaka, bunda mau tebus obat. Jaga kakak didalam." Perintah Rania kepada Shaka yang langsung di angguki oleh Shaka.
Setelah selesai makan siang, Shaka kembali kekamarnya dia memainkan handphonenya dengan tenang dan menunggu anak lelaki itu sadar.
Anak lelaki itu mulai membuka mata melihat sekelilingnya, dia mengerjap dan berusaha untuk duduk.
"Udah sadar bang?" Tanya Shaka.
Anak lelaki itu diam mematung menatap Shaka dengan cengok, dia tahu Shaka anak SMP yang suka melakukan tawuran seperti dirinya. Tapi tak dia sangka Shaka di dalam rumah seperti bocil pada umumnya. Bagaimana dia tak kaget melihat Shaka menggunakan piama tidur bergambar spongebob dengan mulut penuh permen lolipop.
"Uuhhuukk.."
Bahkan dia sampai tersedah ludahnya sendiri.
"Minum bang." Shaka menyodorkan segelas air putih, lalu kemudian duduk di pinggir ranjang.
"Bang Bry habis tawuran?" Tanya Shaka.
Bry yang ditanya hanya menggeleng, anak lelaki itu membuka seragam sekolahnya dan membuangnya asal.
"Sepertinya mereka dari Galaxy, gue lihat ada yang pakai kalung simbol Galaxy." Bry menyentuh luka di pelipis dan sudut bibirnya.
"Galaxy memang pengecut bang, kemarin juga gue di hadang tapi beruntung gue bisa kabur." Ucap Shaka, anak lelaki itu mengecap berulang permen lolipop di tangan nya.
"Shaka, gue boleh pinjem baju enggak. Baju gue lengket banget." Ucap Bry.
Shaka mengangguk kemudian berjalan menuju lemari pakaian nya, dan memberika satu set baju piyama berwarna biru laut dengan gambar kartun korea.
"Gak ada baju lain apa?" Protes Bry, dirinya enggak memakai baju itu. Agak lucu enggak sih ketua geng tapi harus memakai baju piyama gambar kartun.
"Inilah nasip gue bang, jadi anak lelaki satu-satunya harus jadi korban ke egoisan bunda. Satu lemari baju piyama kartun semua." Ucap Shaka kesal, masih ingat bagaiman dirinya dipaksa sang bunda untuk memakai piyama kartun dari berbagai jenis kartun.
"Iya gue paham, yang sabar. Ya..." Ucapa Bry menenangkan Shaka, dan dengan terpaksa Bry memakai piyama dengan motif kartun korea itu.
"Ini kalau Daddy tahu apa enggak ketawa sampai terjungkal." Gumam Bry saat dirinya melihat pantulan tubuhnya di depan cermin.
Tak berapa lama Rania sudah kembali dengan beberapa tas belanja dan obat yang di resepkan dokter untuk dia tebus tadi.
"Shaka, nak dimana kamu?"
Rania berjalan menuju kamar sang putra tapi tak ada siapa-siapa disana begitu juga anak lelaki yang dia tolong tadi, Rania kembali memeriksa semua ruangan di rumahnya tapi nihil kedua anak lelaki itu tak ada dirumah. Saat melintasi dapur tak sengaja pandangan nya menangkap kedua anak lelaki yang tak tahu bagaiman bisa tertidur di ayunan ditaman belakang rumahnya.
"Pantas aja enggak ada yang jawab, pada tidur di bawah pohon." Gumam Raina.
Di belakang rumah Raina terdapat taman kecil dengan pepohonan rindang dan kolam ikan milik Shaka, di bawah pohon ada ayunan yang cukup besar bisa menampung dua orang.
Rania berjalan menghampiri dua anak lelaki yang tengah tertidur lelap, Raina nampak terkejut dengan apa yang dipakai oleh anak lelaki yang dia tolong sudut bibir Rania terangkat membentuk senyuman memandang wajah teduh mereka.
"Shaka, nak bangun." Rania mengusap wajah sang putra dengan lembut.
"Kenapa bunda?" Ucap Shaka dengan suara lesu.
"Coba bangunkan kakaknya, dia harus minum obat nak." Rania meminta agar Shaka membangun kan anak lelaki di samping Shaka.
"Bang, bangun bang."
Shaka menoel lengan Bry dengan pelan dan sedikit menguncangnya sampai Bry membuka matanya perlahan, pertama yang dilihat Bry adalah wajah teduh Rania wanita itu tersenyum lembut kepada Bry.
"Bangun dulu, tante sudah belikan obat. Kamu makan dulu lalu minum obat dan lanjut istirahat."
Rania dan Shaka bersama membawa Bry masuk dan duduk di ruang makan, Rania dengan telaten mengambilkan nasi dan lauk pauk untu Bry sedang Shaka hanya diam duduk di samping Bry dengan memainkan ponselnya.
"Dimakan dulu, kalau ada yang tidak kamu suka bilang saja. Nanti tante buatkan lauk yang lain."
Bry menatap piring di hadapannya, ada nasi dan ayam goreng serta oseng kangkung. Selama ini dia tidak pernah makan masakan rumah dia hanya makan makanan siap saji kecuali saat dia berada di rumah kakek dan neneknya di jogja.
"Tidak tante, ini sudah cukup."
Bry mulai makan makanannya dengan di temani Rania dan Shaka, sungguh susana yang tak pernah di rasakan oleh Bry. Selama ini dia selalu makan sendiri karena Daddy nya yang selalu sibuk di kantor. Setelah makan bahkan Rania menyiapkan obat untuk diminum Bry dan bahkan setelah itu Rania menemaninya tidur sampai benar-benar tidur barulah Rania keluar dari kamar sang putra.
"Shaka, bunda ke cafe dulu. Jaga abangnya jangan main kamu."
Rania bersiap pergi karena dia harus memberikan gaji untuk karyawannya, hari ini sudah waktunya gajian.
"Oke bunda, kalau pulang bawakan permen loli."
Rania hanya menggeleng mendengar permintaan sang anak, anak lelakinya sangat suka sekali memakan permen lolipop.
*
*
*
*
*
Sementara di kediaman Jayden sedang riuh karena anak semata wayang nya belum juga di temukan, tak bisa dilacak karena handphone sang anak mati bahkan seluruh pencarian tak membuahkan hasil sama sekali ini membuat Jayden semakin marah dengan cara kerja anak buahnya.
"Sabar Jay, kita masih usaha." Sean berusaha memberi pengertian kepada duda anak satu itu, tahu sekali sifat kejam Jayden jika sudah tak sabaran semua serba mau di habisi.
"Ketemu!" Teriak Zain, lelaki itu mengangkat kedua tangannya meregangkan bahunya yang terasa kaku karena sudah lima jam menatap layar laptop.
Semua yang mendengar merasa lega setidaknya ada titik terang dimana keberadaan anak sang Tuan nya, jika tidak celaka sudah nasip mereka di tangan Tuan Jayden.
"Tapi..."
Semua menatap penasaran kearah Zain dengan pikiran mereka masing-masing.
"Tapi, apa?" Sahut Jayden dengan tak sabaran, dia sangat ingin segera menemukan anaknya dia juga sangat takut jika dugaan nya benar. Dugaan nya terhadap Zahra yang mau menemui Bry.
"Aku baru saja menemukan GPS Bry hidup, mungkin dia baru saja menghidupkan kembali handphone nya. Dia tak berada jauh dari komplek perumahan ini." Jelas Zain.
Kini lelaki itu sibuk kembali mengotak atikan laptopnya, dan tak lama menemuka alamat rumah yang di tinjukan GPS Bry.
"Bagaiman jika itu memang rumah Zahra." Kali ini Sagara mengeluarkan pendapatnya, menurutnya mereka harus mewaspadai dengan adanya ancaman dari Zahra. Wanita gila itulah julukan Sagara kepada Zahra.
"Kita atur siasat saja, jangan sampai Zahra mencium keberadaan kita. Kita bisa berpencar mengepung rumah itu." Ucap Alvin menggebu, pria ini nampaknya tak sabar ingin baku hantam.
Mendengar usulan Alvian yang memang dahulunya mantan panglima tempur saat mereka masih berada di era anak geng, Jayden setuju dan tak membantah usulan Alvian.
"Jadi Aku dan Sagara akan memeriksa di belakang area rumah itu, lalu Sean dan anak buahnya bisa memeriksa dari kiri rumah dan Zain kamu bisa dari sisi kanan bersama dengan anak buah mu sementara Jayden kamu harus jadi tumbal datang dari pintu depan sendiri karena aku yakin yang dimau Zahra adalah kedatangan mu sendiri." Alvian menatap satu persatu temannya.
Usul dari Alvian cukup menarik dann tertata rapih, dia tak masalah jika harus datang sendiri karena ilmu bela dirinya juga tak bisa di ragukan.
"Baiklah, kita jalan sekarang dan ingat sebisa mungkin jangan menimbulkan keributan agar mereka tak menyadari kehadiran kalian."
Setelah sepakat dengan semua rencana Alvian, mereka pun pergi dengan mengendarai kendaraan mereka dan mulai berpencar. Ini bukan pertama kalinya mereka melakukan aksi seperti ini karena sebelum nya Bry juga pernah di culik oleh musuh Jayden yang mengincar kedudukan nya.
Sedangkan di rumah Rania dua anak lelaki itu tengah menikmati dinginya es krim yang baru di pesan oleh Shaka secara online.
"Bang mau ikut enggak, gue mau ke cafe bunda biasanya jam segini bunda sama teman-temannya lagi latihan karate " Shaka sudah bersiap bahkan sudah mengenakan hoodie berwarna hitam entah kapan anak itu mulai berganti pakaian.
"Karate?" Bry nampak tak percaya wanita selembut Rania belajar karate.
"Iya, kalau ikut bajunya udah gue siapin di kamar. Lo tinggal ganti enggak usah mandi." Kemudian Shaka berjalan kedepan memanasi motor sportnya, dia memang boleh menggunakan motor tapi karena belum ada SIM dan masih SMP dia tidak di bolehkan berkeliaran bebas dengan motornya.
Tak berapa lama Bry pun sudah siap dengan baju Shaka yang rasanya pas di tubuh Bry, anak lelaki itu berjalan menuju motornya dan sedikit memeriksa apakah kejadian tadi membuat motornya bermasalah.
"Tenang bang udah gue periksa, enggak ada masalah tadi pas lo tidur gue juga udah manggil tukang bengkel langganan gue." Jelas Shaka.
"Oke, Thanks." Jawab Bry singkat.
Kedua anak lelaki dengan penampilan yang sama tampan dan rupawan itu sama-sama menghidupkan motor sport mereka dan berjalan saling beriringan dijalan.
tak harus menghabiskan waktu lama kedua remaja beda usia itu telah sampai di parkiran cafe milik Rania.
"Den Shaka, mau ketemu bu Rania?" Sapa karyawan di cafe milik Rania.
"Iya mba, bunda dimana?" Tanya Shaka, anak itu sepintas melihat sekeliling cafe ternyata sore pun cafe bundanya sudah ramai.
"Ada di belakang den sama temannya sedang latihan karate." Jelas sang karyawan.
"Oke mba, saya kesana. Tolong buatin dua es jeruk sama camilan mba buat saya dan abang saya." Ucap Shaka.
Setelah mengatakan pesanannya, Shaka dan Bry berjalan menuju taman belakang cafe. Taman itu adalah taman privasi milik sang bunda dan para sahabatnya. Karena memang Rania sering berkumpul bersama sahabatnya di sana untuk membicarakan masalah pribadi atau masalah bisnis.
Bughh...
Bughh...
Bughh...
Suara pukulan yang di layangkan Rania kepada sang pelatih, Bry sangat terkesima melihat aksi dari Rania dirinya benar-benar tak percaya jika wanita yang sangat lembut mengurusnya tadi menyukai bela diri.
"Bunda!" Teriak Shaka.
Teriakan Shaka sukses membuat Rania terkena pukulan dari sang pelatih karena tak fokus, akibatnya lebam di ujung bibirnya tak bisa terelakkan.
"Fokus Rania, jangan sampai musuh menemukan cela dari pertahan diri mu." Ucap sang pelatih.
"Iya." Ucapnya kesal, gara-gara anak semata wayangnya dia mendapat lebam di sudut bibirnya.
Latihan pun telah usai sang pelatih pamit undur diri, kini Rania menghampiri sang anak yang sudah bercengkrama bersama para sahabatnya.
"Bunda gak apa-apa?" Tanya polos Shaka tanpa dosa, padahal luka Rania didapat dari Shaka.
"Shaka, kamu memang pantas jadi anak Rania. Suka sekali menampilkan wajah tanpa dosa." Ucap Dea sahabat Rania sejak SMP.
"Kenapa sih tan, aku kan gak sengaja manggil bunda." Kini Shaka memasang wajah sedih.
"Udah jangan banyak derama." Ucap Rania yang membuat Shaka cekikikan.
Sementara Bry hanya bisa menatap kelakuan Shaka dan Rania dengan heran, apa benar meraka ibu dan anak.
"Shaka, ini siapa?" Tanya Aurel penasaran dengan sosok anak laki-laki yang di bawa Shaka, karena Aurel tahu semua teman Shaka.
"Ini tante, bang Bry namanya dia tadi habis ditemuin bunda di jalan." Ucapa Shaka, anak itu mulai menyesap es jeruk yang dia pesan.
"Kasian sekali kamu, kok bisa kamu dipikuli. Kamu kenal sama orangnya, sini biar tante hajar balik mereka." Ucap Diandra menggebu, wanita ini memang selalu siap membela yang lemah.
"Tidak usah tan, aku tidak apa-apa." Ucap Bry dengan wajah dinginnya.
"Ohh iya sampai lupa, Bry kenalin semua ini teman tante. Yang ini namanya Aurel, Diandra, Dea dan ada yang satu namanya Kimberly panggil saja Kim dia tidak bisa datang karena harus latihan menembak." Jelas Rania.
Tampak terkejut di wajah Bry, sebenarnya circle macam apa yang di masuki oleh bundanya Shaka ini kenapa mereka ini perempuan pemberani semua.
Shaka yang menyadari keterkejutan di wajah Bry pun membisikan sesuati,"jangan heran bunda memang suka dengan action. Bunda berlatih karate, menembak, berpedang bahkan memanah." Jelas Shaka dan membuat rasa kagum Bry terhadap Rania semakin besar.
Bry hanya menganggukkan kepalanya lalu kemudian diam tenggelam dalam pikirannya sendiri.
Setelah lama Rania dan yang lain nya bercengkrama bercerita semua kenakalan Shaka kepada Bry, handphone Rania berdering menunjukkan nomor dari satpam komplek tempatnya tinggal dahinya berkerut ketika mendengar laporan bahwa rumahnya sedang di satroni orang tak di kenal, setalah mendengar semua laporan Rania mematikan panggilan tersebut.
"Kenapa Ran?" Tanya Dea yang menyadari perubahan raut wajah Rania.
"Satpam baru aja menghubungi aku, rumah aku di kepung enggak tau siapa. Apa mereka musuh bisnis orangtua Shaka, udah bertahun-tahun kami hidup tenang kenapa mereka kembali." Bisik Rania kepada Dea.
Rania kemudian menarik semua sahabatnya ke luar taman dan tak lama datang Kim, wanita dengan tubuh yang sangat seksi itu kemudian mulai bergabung dengan sahabatnya.
"Ada apa ini, kenapa kalian tegang semua." Ucap Kim setelah dirinya berada di dekat Rania.
"Ada segerombol orang tak di kenal mengepung rumah Rania, kami curiga mereka adalah musuh yang masih mengincar Shaka." Ucap Rania.
Rania tak takut sekalipun dengan orang tersebut, dulu dirinya sudah hampir mati beberapa kali unyuk melindungi anaknya dan karena itu Rania mulai tertarik dengan action. Dirinya mulai belajar beladiri, menembak, memanah bahkan berpedang itu semua demi melindungi Shaka dari orang-orang yang mau merebut Shaka darinya
"Ck, sialan mereka semua!" Decak Kim yang mendengar ucapan Rania, dia tahu bagaiman sahabatnya itu berjuang melindungi Shaka bahakan dirinya dan yang lainnya turut membantu Rania menyembunyikan Shaka.
"Lalu apa rencana kita kali ini?" Tanya Aurel.
Aurel sangat menyayangi Shaka, semua permintaan Shaka akan dituruti Aurel karena dia juga menganggap Shaka seperti anaknya sendiri. Tidak hanya Aurel semua sahabat Rania juga menyayangi Shaka, tapi mungkin Aurel lebih besar rasa sayangnya terhadap Shaka.
"Mau tidak mau, kita sembunyikan dulu Shaka. Aku akan mengamankan Shaka, kalian bisa pergi kerumah Rania dan membereskan kekacauan jika kalian tak keberatan aku bisa meminta papa untuk mengirimkan bala bantuan." Usul Dea.
Siapa yang tak tahu seorang Dea Maharani Primawan, anak perempuan satu-satunya keluarga Primawan yang telah menguasai bisnis dibidang otomotif dan properti kekayaannya tak bisa di ragukan lagi.
"Nanti aku akan hubungi kamu jika kami butuh bantuan." Ucap tegas Rania.
"Aku minta tolong pada mu Dea, tolong jaga Shaka dan Bry bawa merak menjauh dari jangkauan rumah ku. Aku benar-benar mempercayakan anak ku pada mu Dea." Mohon Rania pada Dea, Rania hanya memikiki mereka semenjak kejadian yang menimpa orangtuanya beberpa tahun lalu.
"Jangan khawatir Ran, aku sudah menganggap Shaka sebagai putraku sendiri. Apa kamu lupa dulu sat kamu ujian universitas siapa yang menimang dia semalaman. Aku Ra, jadi jangan anggap kami ini orang lain. Kami keluarga mu kami juga ibu dari anak mu." Ucap Dea yang membuat susana sedikit melow."
"Ckk, malah pada melow. Yuk beraksi." Ucap Diandra yang di sambut gelak tawa para perempuan tangguh itu.
Mereka akhirnya menghampiri Shaka dan Bry yang tengah asyik memainkan handphone mereka.
"Shaka dan Bry temani tante Dea benja, yukk." Aja Dea.
Saka yang tadinya sibuk bermain game kemudian mendongak dan menatap malas kepada Dea, dia tahu kelakuan buruk sahabat bundanya itu pasti tantenya itu akan memperbudak dirinya.
"Malas ahh, pasti nanti aku bakal jadi budaknya tante. Udah kapok aku jalan sama tante."
Bukan hanya itu saja alasan Shaka malas, dirinya juga sangat malas sekali kalau berbelanja dengan Dea. Karena Dea alah perempuan yang sangat lapar mata semua yang dirasa bagus untuk Shaka dia akan menyuruh Shaka untuk mencobanya itu sangat melelahkan bagi Shaka yang sangat tak suka kegiatan berbelanja.
"Shaka ikut tante Dea dulu." Bujuk Rania.
Kali ini Rania menatap ke arah Bry yang nampak tak terganggu dengan percakapan dirinya dan Shaka, tangan Rania mengusap kepala Bry dengan lembut kemudian bertanya.
"Apa kamu sudah tidak pusing lagi?" Tanya Rania, bahkan Rania mengelus lebam di sudut bibir Bry.
"Sudah tidak tan." Jawab Bry, anak lelaki itu sedikit terkesima dengan perlakuan Rania terhadapanya, Rania memperlakukan nya seperti anaknya sendiri.
"Bry, tante minta tolong kamu ikut temani tante Dea pergi dulu. Oke." Ucap Rania dengan senyuman di bibitnya.
"Iya tante." Bry hanya menurut.
Dengan sedikit bujuk rayu dan sogokan Shaka akhirnya mau pergi bersama Dea, entah akan kemana Dea membawa dua anak lelaki itu yang dia pikirkan saat ini adalah membawa jauh Shaka untuk sementara waktu.
Sementara itu Rania dan yang lainnya kini pergi kerumah Rania, sangking tegangnya suasana mereka bahkan belum melepas pakain karate mereka.
Sesampainya didepan rumah Rania, wanita itu cukup terkejut melihat pemandangan rumahnya yang penuh dengan laki-laki berbaju hitam sedang menjaga rumahnya bahkan didepan rumahnya sudah banyak terparkir mobil mewah.
"Astaga! Mereka tidak main-main Ran. Ini sudah tidak bisa dibiarkan." Ucap Kim.
"Sudahlah, kita hadapi mereka dulu kita harus tahu apa mau mereka. Dan tolong minta bantuan papa Dea untuk mengirimkan bala bantuan, meski kita jago berkelahi tapi tetap saja kita ini perempuan." Ucap Rania.
Setelah meminta bantuan, ketiga wanita tersebut berjalan menuju rumah Rania dengan wajah yang santai seperti biasanya.
"Maaf nona, anda mau kemana?" Tegur salah satu pengawal yang berada di bagian gerbang.
"Saya pemilik rumah ini, siapa kalian?" Tanya Rania dengan tatapan tajam.
Tak memberi jawaban atas pertanyaan Rania, lelaki itu justru mengeluarkan handphone dan menghubungi seseorang.
"Silahkan masuk nona, anda sudah di tunggu Tuan di dalam." Pengawal itu membukakan gerbang agar Rania dan teman-temannya bisa masuk kedalam rumah.
"Ckk, ini rumah mu Rania tapi kenapa kamu butuh izin orang lain untuk masuk kedalam." Bisik Aurel.
"Entahlah, aku juga bingung." Balas Rania.
Ketiga wanita itu berjalan tanpa takut, mereka sudah siap menghadapi semua masalah yang ada di dalam rumah Rania. Mereka tak kenal takut bahkan mereka sudah pernah ada di ambang kematian beberapa kali.
*
*
*
*
*
Sementara itu Dea tak pusing membawa kabur Shaka dan Bry, wanita itu sudah berganti pakaian dan kini sudah berada di singapore dengan jet pribadinya tahukan kekayaan Dea sebenyak apa.
"Tan, Shaka tahu tante kaya tapi gak ke singapore juga buat belanja. Apalagi cuma belanja apel dan strawberry." Ucap Shaka.
Anak lelaki itu cukup terkejut saat dia di bawa masuk kedala jet pribadi milik Dea.
"Bosen belanja di indonesia terus, sekali kali beli apel di singapore terus mampir ke korea beli baju." Ucap Dea santai.
Tapi tatapan Shaka tak bisa santai, Dea tahu Shaka bukan tipikal anak yang suka berbelanja.
"Bercanda." Dea mengangkat dua jarinya membentuk huruf V.
Sementar Bry, anak lelaki itu cukup menikmati acara jalan-jalan nya yang tak pernah dia rasakan sebelum nya. Dia hanya berjalan-jalan bersama daddy nya itu pun karena harus menemani daddynya bekerja.
Dea yang melihat wajah kedua keponakannya yang tak bahagia itu merasa sedih, dan terlintas ide cemerlang didalam otaknya.
"Oke, karena kita sudah ada di singapore bagaiman kalau ita berpetualang saja." Ucap Dea dengan antusias.
Dan ucapan Dea berhasil membuat kedua anak lelaki berbeda umur itu menatap wajah Dea dengan sedikit penasaran, kali ini apa rencana Dea.
"Ikut tante." Dea membawa kedua keponakannya itu keluar dari area mall mereka menaiki kendaraan mewah yang di pesan Dea dari hotel peribadi milik keluarga Dea di singapore.
Setelah sampai di tempat yang di maksut Dea, Shaka dan Bry melebarkan matanya melihat dimana mereka sekarang sedetik kemudian keduanya menatap wajah Dea bersamaan.
"Ayuk kita berpetualang, di universal studio!" Ucap Dea dengan sangat antusias.
"Baiklah karena sudah disini, mari kita nikmati liburan dadakan kita bang!" Ucap Shaka senang.
Bry hanya bisa menghela nafas lelah, dia tak tahu kenapa juga dirinya bisa sampai di singapore bahkan tanpa pengetahuan Daddy nya.
Dea mulai menjelajah bersama kedua keponakannya itu, Dea berhenti di sebuah toko yang menjual bando telinga dan membeli beberapa untuk di pakaikan di kepala Shaka dan Bry.
"Ini untuk Shaka ini untuk Bry dan yang ini untuk tante." Dea sudah mengenakan bando dengan telinga mickey mouse tersebut di atas kepalanya.
Shaka dan Bry yang tak mau mengecewakan kebahagiaan Dea lantas memakainya tanpa protes sama sekali.
"Foto dulu kita untuk kenang-kenangan." Dea mengeluarkan ponselnya kemudian memilih menu camera dan mengabadikan momen bersejarah tersebut.
Meraka akhirnya mulai menikmati semua wahana yang dana di universal studio, Dea bahkan sampai lupa dengan tujuan dirinya membawa kedua bocah laki-laki itu kabur keluar negeri.
Sementar di rumah Rania, keempat wanita itu sudah duduk menghadap kelima lelaki yang sudah lebih dulu duduk di ruang tamu milik Rania.
Jayden terpaku melihat kecantikan yang di miliki oleh Rania, wajahnya amat terasa menenangkan hatinya yang sedang gundah karena anaknya sudah menghilang dan belum ketemu. Jayden sedikit terkejut melihat apa yang dikenakan para wanita yang ada di hadapan dirinya, baju karate dengan sabuk hitam
"Kenapa dia menatap ku seperti ingin memakan ku bulat-bulat." Batin Rania yang menyadari tatapan Jayden tak biasa kepadanya.
"Ada apa ini Tuan, kenapa kalian menyergap rumah milik saya?" Tanya Rania dengan baik-baik, dirinya tak mau gegabah dan berujung memperumit keadaan.
"Dimana anak lelaki itu?" Tanya Jayden dengan nada yang mengintimidasi Rania.
"Anak mana yang Tuan tanyakan?" Jawab Rania.
Salah satu dari peria itu maju dua langkah dan memberikan selembar foto kepada Rania, Rania dan ketiga sahabatnya kemudian saling bertatapan kemudian saling berbisik.
"Aku tahu mereka pasti yang sudah mengjajar Bry habis-habisan tadi." Bisik Aurel.
"Iya benar, aku tak habis pikir kenapa mereka kejam sekali dengan Bry yang tampan itu." Kali ini Kim yang berbisik.
"Aku tak akan menyerahkan Bry pada mereka, biar aku adopsi saja sekalian Bry menjadi anak ku." bisik Rania yang di setujui oleh sahabatnya.
Rania menatap kembali kepada kelima pria dewasa yang memiliki paras rupawan, tubuh tinggi berotot dan gaya yang menunjukan bahwa mereka adalah pria kaya.
"Maaf saya tidak tahu siapa anak tersebut." Ucap Rania.
Jayden yang mendengar jawaban Rania seketika mengepalkan kedua tangannya, lelaki itu menatap tajam kearah Rania tapi Rania tak sedikit pun takut kepeda Jayden.
"Jangan macam-macam kamu! Cepat katakan dimana anak laki-laki itu atau ku ratakan rumah mu ini!" Ancam Jayden.
Rania tak gentar sama sekali dengan ancaman Jayden, perempuan itu justru tersenyum kearah Jayden dan membuat jantung Jayden berdegup kencang.
"Sial, kenapa dia cantik sekali." Umpat Jayden dalam hati.
"Sekali pun kalian semua menghancurkan rumah saya, kalian tak akan mendapatkan apa yang kalian mau. karena memang tak ada anak lelaki disini." Ucap Rania kembali.
"Hey, nona jangan main-main dengan kami. Kami sedang tak ingin bercanda dengan kalian, jadi tolong beri tahu kamu diman Bry?" Kali ini Sagara yang berbicara, lelaki itu menampilkan senyuman ketika mengenali satu wanita yang ada di samping Rania.
"Kenapa ada si berengsek ini disini." Batin Diandra.
Diandra tak menyadari jika ada mantan kekasihnya diantar salah satu pria dewasa yang memiliki aura mahal itu.
"Senang bertemu kembali dengam mu sayang." Ucap Sagara yang membuat semuanya menatap Sagara kaget. Siapa yang di panggil lelaki itu dengan sebutan sayang.
"Aku tak pernah senang bertemu laki-laki yang doyan selingkuh seperti anda." Ucap Diandra, kali ini wanita itu menatap nyalang kearah Sagara ingin sekali dia menghajar wajah tampan milik Sagara.
"Ohh, jadi laki-laki ini yang membuat kamu malas makan selama seminggu kemarin. Wah, tak bisa di biarakan dia lolos Ndra minimal bonyok dulu itu mukanya." Ucap Aurel kesal, dia teringat bagaiman keadaan Diandra yang kacau sampai tak mau makan karena lelaki kesayangannya telah rela menghianati Diandra.
Sagara berjalan mendekati Diandar kemudian menatik Diandra keluar dari rumah itu, ada masalah yang harus dia selesaikan dengan kekaisnya itu maksutnya mantan kekasih.
Tapi belum juga beberapa langkah, tangan lelaki itu sudah di hempaskan oleh seseorang. Kim pelakunya.
"Lepaskan tangan sahabat saya, anda jangan berlaku yang tidak sopan." Kim menatap tajam kearah Sagara.
"Jangan ikut campur nona, ada hal penting yang harus saya bicarakan dengan sahabat anda ini." Sagara kembali lag menggenggam tangan Diandra, namun Kim ingin menghentikan tapi di cegah oleh Rania.
"Tunggu!" Ucap Rania.
Sagara pun berhenti dan menatap kearah Rania menunggu apa yang akan di katakan wanita tersebut.
"Diandra apa kamu mau berbicara dengan dia?" Tanya Rania kepada Diandra, wanita itu hanya mengangguk dan membuat Sagara tersenyum senang.
"Tenang Kim, aku akan memukul wajahnya sebangak empat kali." Bisik Diandra.
"Oke." balas Kim dengan senang.
Kembali kepermasalahan Rania dan Jayden, mereka memutuskan untuk berbicara baik-baik karena Sean pikir pasti ada salah paham disini.
"Maaf nona Rania, pertama-tama perkenalkan nama saya Sean, ini Zain, Alvian dan itu Jayden ayah dari Bry kami ingin menjemput Bry yang hilang." Ucap Sean yang membuat ketiga wanita tersebut saling bertatapan.
Rania menyipitkan matanya menatap lamat-lamat wajah Jayden jika di perhatikan memang mirip dengan Bry, apa benar dia ayah dari Bry.
"Benarkan dia ayah dari Bry?" Rania bertanya untuk memastikan lagi.
"Benar nona." Jawab Sean.
Kini Rania den sahabat ya mulai duduk di sofa ruang tamu saling berhimpitan.
"Lantas dimana putra saya?" Tanya Jayden kali ini nada biacaranya sedikit rendah tidak seperti awal tadi yang menunjukan kemarahan.
"Sebentar." Ucap Rania, kali ini wanita itu mengeluarkan benda pipih dan menekan nomor kontak untuk dihubungi. Semua gerak gerik Rania tak lepas dari pandangan Jayden tanpa sadar pria itu menarik sudut bibitnya.
"Halo, Dea. Kamu dimana?" Tanya Rania.
"...."
"Singapore!" Ucap Rania terkejut, dirinya tak sampai berfikir bahwa Dea akan membawa kabur anak-anaknya pergi keluar negeri.
"Tolong bawa anak-anak saya pulang sekarang, tidak ada acara menginap di hotel. Bry belum sembuh dia harus minum obat, dengarkan kamu Shaka." Ucap Rania, mungkin handphone nya di loudspeaker jadi Shaka yang belum mau pulang sedikit protes.
"....."
"Kamu gak kasihan sama abang, dia masih sakit. Nanti kita jalan-jalam bersama. Oke." Ucap Rania lagi.
Rania segera mematikan sambungan handphone dan kemudian beralih menatap Jayden yang nampak terdiam menatapnya.
"Maaf Tuan, Bry dengan ada di singapore jadi mohon di tunggu." Ucap Rania dengan ramah, dan hanya di angguki oleh Jayden.
"Salah sih kita nitipi Shaka sama Bry ke Dea, udah pasti kesempatan buat main jauh." Ucap Aurel.
"Tau gitu tadi aku ikut Dea aja, lumayan jalan-jalan gratis." Kali ini Kim yang protes.
Rania hanya bisa menggelengkan kepalanya, ya beginilah kelakuan sahabatnya punya cara untuk menghibur dirinya.
"Ran, aku mandi dulu. Gerah." Kim dan Aurel beranjak menuju kamar mereka, lebih tepatnya kamar para sahabatnya yang suka menginap di rumah Rania. Tania tak menjawab hanya saja menganggukan kepalanya.
"Apa kamu tak mandi, aku bisa mencium bau asam dari tubuh mu." Ucap Jayden tanpa ekspresi.
Rania mengendus tubuhnya dan memang sedikit bau,"Saya permisi dulu." Dengan wajah malu dirinya berjalan cepat menuju kamarnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!