NovelToon NovelToon

Satu Malam Di Tahun Baru

Bab 1

Princess Oceanica Arnold merupakan putri satu-satunya yang sangat dimanja di keluarga Arnold maupun Gultom. Terlahir sebagai cucu pertama perempuan dan anak pertama perempuan di keluarganya membuat Nica merasa sangat terkekang.

Sekarang Nica sudah berusia 25 tahun. Sebagai seorang perempuan usianya sudah cukup matang untuk menikah. Namun Nica sama sekali tidak berminat menikah. Jangankan menikah. Nica juga belum pernah merasakan yang namanya jatuh cinta kepada pria manapun. Karena ketiga saudaranya yang paling ganteng diantara para pemuda yang pernah Nica temui. Kecuali seorang pria culun yang menghilang entah kemana tanpa sepatah katapun.

Selain itu, penyakit saraf yang diderita oleh saudara kembarnya membuat harapan Oceanica pupus sembuh dari sakit yang dideritanya. Hingga suatu hari Nica memutuskan kabur dari rumah dan mengubah identitasnya menjadi orang biasa. Agar orang-orang melihatnya apa adanya bukan malah ada apanya.

Barcelona, Spanyol

Barcelona merupakan salah satu pusat ekonomi, pariwisata, pameran, olahraga dan juga budaya dunia. Siapa yang tidak kenal dengan negara yang identik dengan Club football besar dari para pemain sepakbola terkenal dunia hingga sekarang. Lionel Messi, Neymar Junior dari Barca dan juga Ronaldo dari Club Madrid.

Tak beberapa lama pesawat yang ditumpangi Nica akhirnya mendarat di bandara Barajas Madrid. Nica akan singgah sebentar di Madrid bertemu dengan paman dan bibinya.

Setelah itu, Nica akan melanjutkan perjalanannya menuju Barcelona.

Nica pikir Ia sudah dewasa dan sudah bisa belajar hidup mandiri. Nica juga ingin memulai kehidupannya disana sembari berpetualangan menjelajahi negara tersebut.

Dengan wajah berseri-seri Nica melangkah keluar dari bandara. Ia sudah tidak sabar mulai hidup mandiri tanpa dimanjakan oleh harta kekayaan keluarga besarnya. Nica ingin hidup bebas seperti burung di udara. Burung di udara bisa kesana kemarin menjelajahi indahnya dunia dari atas langit.

Di depan bandara Barajas Nica melihat sebuah mobil hitam menunggu kedatangannya. Ia dengan cepat memeluk pria itu dengan hangat.

"Uncle! Nica too meet you." sapa Nica membuat pria itu tersenyum simpul.

"Long time no see Darling." balas pria itu tersenyum hangat menatap keponakannya.

Pria itu merupakan Timotius. Pria matang yang sudah menikah 15 tahun lalu dengan sahabat ibunya yaitu Josephine. Mereka memilih menetap di Madrid setelah menikah. Nica tidak tahu pasti alasan mereka lebih memilih menetap disana ketimbang Italia. Namun, sejak kematian Kakek Fernandez. Timotius memiliki pindah ke Spanyol.

Timotius menarik koper Nica melangkah keluar dari bandara. Mereka mengobrol sepanjang melangkah melewati kumpulan orang yang sedang berlalu lalang keluar masuk bandara.

"Aunty sudah menunggu kita di sebuah restoran yang tak jauh dari bandara. Kita akan makan malam disana sebelum kembali ke mansion. Sebentar lagi tahun baru. Apakah kamu tidak ingin menghabiskan malam tahun baru bersama Uncle dan Aunty?" tanya Timotius menatap sekilas kearah keponakannya.

"Tidak Uncle. Nica ingin menghabiskan malam tahun baru Nica di Barcelona." jawab Nica membuat Timotius sedih.

"Kamu harus menghabiskan malam tahun baru mu disni. Jika tidak mau maka Uncle akan memberitahu keberadaan mu kepada Madre dan Padre mu." ancam Timotius membuat langkah Nica terhenti.

"Uncle mengancam Nica?" tanya Nica dengan bibir bergetar. Ia tidak ingin usahanya gagal dan berakhir di tengah jalan. Keputusan Nica sudah bulat. Siapapun tidak akan bisa mengubah keputusannya.

"Uncle hanya ingin merayakan tahun Baru bersama mu, Sayang. Ada Aunty dan juga Brian yang pasti senang melihat kedatangan mu." kata Timotius dengan wajah memelas.

Setelah berpikir beberapa saat. Nica akhirnya mengiyakan permintaan Timotius. Ia akan menghabiskan malam tahun baru bersama Timotius dan keluarganya. Setelah itu Nica akan melanjutkan perjalanannya menuju Barcelona.

"Baiklah, Uncle." jawab Nica tersenyum terpaksa. Ia tidak mungkin bisa menolak keinginan Timotius.

Saat Nica ingin masuk ke dalam mobil. Seorang pria tanpa sengaja menyenggolnya hingga membuat rambut Nica terlilit di salah satu kancing jaket tebal pria itu. Kebetulan negara Spanyol sebentar lagi akan memasuki musim dingin. Hingga membuat semua orang mulai standby mengenakan pakaian tebal mereka masing-masing.

"Ah. Maafkan saya, Nona. Saya tidak sengaja." ujar pria itu sebelum masuk ke dalam mobilnya tepat di sebelah mobil mobil Timotius.

Kedua mata Nica membesar saat menyadari pemandangan kepalanya di kaca pintu mobil pamannya. Ia mengalihkan pandanganya saat menatap kearah pintu mobil pria yang tadi menabraknya.

"Sial!" umpat Nica langsung masuk ke dalam mobil pamannya. Lagi-lagi Nica harus bersembunyi dari orang-orang yang melihat kekurangannya. Ia selalu insecure dengan penampilannya. Hingga membuat Nica sangat betah melajang sampai sekarang. Sementara kedua saudara kembarnya sudah memiliki pasangan masing-masing.

Timotius terkejut saat tidak melihat ada rambut yang menutupi kepala botak Nica. Saat Timotius menatap keluar pintu kursi penumpang di sampingnya. Ia melihat seorang pemuda menatap rambut wig yang tadi dikenakan Nica dengan dahi mengerut.

Timotius dengan cepat turun dari mobil dan mengambil wig yang ada di tangan pemuda itu.

"Mohon maaf! Ini milik keponakan saya!" ujar Timotius sebelum berlalu dari sana.

Pemuda itu menatap kepergian mobil Timotius beberapa saat sebelum melangkah masuk ke bandara menjemput adik perempuannya.

"Luiz!" teriak seorang gadis muda melangkah mendekati pemuda itu.

"Long time no see, Brother."

Gadis itu memeluk tubuh pemuda itu dengan penuh kerinduan.

"Lisa! jangan peluk-peluk di tempat umum!" ujar pemuda yang bernama Luiz itu melepaskan pelukan adik perempuannya.

Dengan wajah cemberut Lisa melepaskan pelukannya.

Luiz yang melihat wajah cemberut adiknya tiba-tiba merasa bersalah. Bagaimanapun mereka sudah lama tidak bertemu karena sibuk dengan pendidikan masing-masing.

Luiz merangkul pundak adiknya sembari mengacak-acak rambut panjangnya.

"Jangan cemberut. Aku hanya tidak suka dipeluk di depan umum." ujar Luiz membuat Lisa gemas.

"Pantes saja kakak sudah lama jomblo! Siapa yang mau dengan pria tidak romantis seperti kakak!" celetuk Lisa langsung masuk ke dalam kursi mobil di samping pengemudi.

Luiz menghiraukan perkataan adik perempuannya. Ia hanya menganggap perkataan adiknya sebagai angin lalu.

"Mama sudah menunggu kita di restoran. Papa baru saja pulang dari luar negeri setelah tiga hari dalam perjalanan bisnis."ujar Luiz membuat senyuman manis diwajahnya terbit kembali.

Mereka kemudian berkendara meninggalkan parkiran bandara menuju restoran Pepito Grillo.

Nica menatap jalan raya sembari melamun. Ia tiba-tiba memikirkan keadaan kediamannya. Kedua orangtuanya pasti sedang sibuk mencari keberadaannya. Orang tua mana yang tidak khawatir saat tidak melihat keberadaan putrinya. Apa lagi Nica merupakan satu-satunya anak perempuan di keluarga mereka. Hingga Ocean dan Karina sering was-was setiap kali Nica berpamitan keluar mansion.

Kedua orang tuanya tidak akan bisa menemukan Nica. Karena Nica meminta Darren menyembunyikan keberadaannya. Paman keduanya benar-benar bisa diandalkan dalam hal menyembunyikan keberadaan orang lain tanpa bisa diakses oleh siapapun.

Nica tentu saja bangga terlahir dari keluarga hebat. Namun Nica juga ingin mengetahui bagaimana kehidupan dunia luar. Ia bosan dengan kehidupannya yang cukup monoton.

"Pepito Grillo..." lirih Nica membaca tulisan yang terpampang jelas di tengah-tengah bangunan besar itu.

Bab 2

"Ayo, Turun. Aunty dan Brian pasti sudah menunggu kita di dalam." ujar Timotius dengan suara lembut turun dari dalam mobil.

Nica mengikuti langkah Pamannya dari belakang. Dari kejauhan Nica melihat sepasang paruh baya duduk di meja yang sama dengan sepupunya Brian. Mereka terlihat sedang asik mengobrol.

Nica tersenyum lebar saat melihat Josephine mulai menyadari kedatangannya. Josephine dengan cepat berdiri dan memeluk tubuh keponakannya dengan hangat.

"Nica! Long time no see, baby." ujar Josephine mengecup pipi keponakannya dengan gemas.

Nica tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik. Hingga membuat sepasang suami istri paruh baya yang tadi mengobrol dengan Josephine terpesona melihat wajah cantiknya.

"Ayo duduk." ujar Josephine meminta keponakannya duduk di samping putranya yang masih remaja.

Timotius mengecup kening istrinya. Kemudian beralih mengecup pipi putranya sekilas. Brian kemudian menghapus bekas ciumannya ayahnya karena merasa risih dengan ciuman Timotius. Timotius tersenyum tipis melihat wajah kesal putranya. Brian memang tidak suka disentuh oleh orang lain selain ibunya. Cukup Josephine saja yang memberikan kecupan kepadanya.

"Kebetulan tadi aku bertemu dengan salah satu teman kampusku dulu di Indonesia. Jadi aku mengundang mereka makan malam bersama. Karena kebetulan mereka akan merayakan tahun baru di Barcelona. Kampung halaman suaminya. Ini temanku Rara dan suaminya Abrams. Panggil saja Abram." ujar Josephine membuat Timotius mengangguk mengerti.

Timotius dengan cepat menyapa teman istrinya dengan ramah.

"Senang bertemu dengan Anda." ujar Timotius menyalami mereka berdua. Sementara Nica hanya tersenyum tipis tanpa berbicara sepatah katapun.

"Ternyata kau memiliki keponakan yang sangat cantik, Josh. Jika tahu begini aku mau-mau saja menjodohkannya dengan putraku." celetuk Rara membuat raut wajah Nica berubah masam.

Josephine tersenyum tipis mendengar perkataan temannya. "Kebetulan keponakan ku juga masih jomblo. Kau bisa langsung bertanya kepada orangnya." jawab Josephine membuat Nica tersenyum terpaksa.

"Ah. Kebetulan putra dan putriku sebentar lagi akan segera tiba di restoran. Aku akan memperkenalkan putra putriku kepada kalian." ujar Rara penuh semangat.

Dan benar saja. Tak beberapa lama sepasang anak muda melangkah kearah mereka.

"Nah. Itu dia putra putriku sudah datang." celetuk Rara tersenyum senang melihat kedatangan kedua anaknya. Nica spontan memutar kepalanya menatap kearah pintu masuk restoran. Disana Nica melihat sepasang anak yang kemungkinan seusia dengannya melangkah mendekati mereka. Yang menarik atensi Nica adalah pria yang berjalan di samping wanita itu.

Nica dengan cepat menutup wajahnya dengan buku menu. Ia tidak mau pria itu sampai mengenalinya. Salah satu alasannya adalah karena pria itu sudah mengetahui rahasianya. Pria mana yang akan tertarik dengan wanita yang memiliki kekurangan seperti Nica. Itulah yang selalu terbesit di pikirannya.

"Lisa! Luiz!"

Rara memeluk putrinya dengan penuh kerinduan. Begitu juga dengan Abram. Ia begitu merindukan putri tunggalnya setelah tiga tahun tidak bertemu. Kebetulan Lisa baru saja menyelesaikan studinya di Inggris hingga membuat wanita itu bertahan selama bertahun-tahun di tanah perantauan dan tidak pernah pulang ke Spanyol. Karena Lisa ingin fokus menyelesaikan studinya dengan cepat.

Luiz tanpa sadar menarik kursi yang ada di sebelah Nica. Kebetulan disamping kiri Nica ada kursi dua yang masih kosong. Sementara di samping kanannya ada Brian dan Timotius.

Luiz memperhatikan orang-orang yang duduk di meja itu dengan seksama. Ia terkejut saat melihat wajah familiar Timotius yang duduk bersebrangan dengannya.

Abram langsung memperkenalkan Timotius kepada putranya. "Paman ini adalah suami dari teman ibumu." ujar Abram agar putranya tidak bingung.

Timotius akhirnya tersenyum tipis menyapa Timotius yang juga menatap kearahnya.

Mereka kemudian makan sembari menyelipkan beberapa kalimat candaan di dalam obrolan mereka. Sementara Nica terus menundukkan kepalanya agar wajahnya ketutup oleh rambut wig yang menutupi kepalanya.

Setelah selesai makan malam. Rara langsung memperkenalkan Nica kepada putranya.

"Son. Bukankah kamu sudah lama tidak memiliki kekasih. Mami mau memperkenalkan seorang wanita padamu. Mami harap kamu setuju dengan pilihan mami kali ini." celetuk Rara membuat Luiz terdiam. Bukan sekali dua kali ibunya menjodohkannya dengan putri teman-teman sosialitanya. Hingga membuat Luiz sangat bosan mendengar kalimat yang diucapkan ibunya. Lagian Luiz tidak tertarik memiliki pasangan dalam waktu dekat. Meskipun begitu. Luiz sedikit penasaran dengan wanita yang akan dijodohkan oleh ibunya.

"Kali ini siapa lagi yang akan mami perkenalkan pada Luiz?" tanya Lisa membuat ibunya tersenyum lebar.

"Kamu bisa melihat wanita yang duduk di samping saudaramu sayang." ujar Rara membuat pandangan mereka langsung beralih ke samping kanan mereka.

"Sayang. Jangan malu-malu. Kamu bisa berkenalan terlebih dahulu dengan putra, Tante. Tidak perlu sungkan." ujar Rara tersenyum tipis menatap kearah Nica.

"Ah. Aunty. Nica tiba-tiba kebelet buang air besar." celetuk Nica dengan cepat beranjak dari kursinya. Tanpa menunggu jawaban dari Josephine. Nica dengan cepat berlari kearah toilet. Ia tidak ingin Luiz mengenali wajahnya.

Setibanya di toilet

Nica mondar-mandir kesana kemari memikirkan sesuatu. Kurang lebih selama 2 jam Nica di toilet. Hingga Nica memberanikan diri keluar dari toilet.

Saat kembali ke meja yang tadi ditempati oleh Josephine dan yang lain. Nica tidak lagi menemukan keberadaan mereka. Hanya terlihat seorang pria muda yang duduk disana sembari bermain game.

Pria itu mengalihkan pandanganya kearah Nica hingga membuat pandangan mereka bertemu.

Deg

Nica merasa jantungnya berdetak kencang saat melihat tatapan tajam dari bola mata hitam pekat pria itu. Ia harap-harap cemas kalau pria itu sampai mengenalinya.

"Kita akan pergi ke pulau keluarga ku. Karena mereka akan merayakan tahun baru disana." ujar Luiz beranjak dari kursinya. Ia melangkah keluar dari restoran tanpa menunggu Nica.

Rara memang sengaja menyuruh putranya menunggui Nica. Untung saja Josephine setuju dengan tawaran Rara menghabiskan malam tahun baru bersama keluarga mereka di salah satu pulau terpencil milik keluarga mereka.

Nica mau tidak mau mengikuti langkah Luiz menuju parkiran. Meskipun Nica masih merasa canggung berada di dekat pria itu.

Setibanya di parkiran. Nica langsung duduk di kursi penumpang belakang. Hal itu tentu saja membuat Luiz jengkel.

"Aku bukan supir mu! pindah ke depan!" tegas Luiz membuat Nica ikut kesal mendengar nada memaksa di kalimat pria itu.

Nica turun dari mobil dan membanting pintu dengan kuat hingga membuat Luiz terkejut.

"Dasar macan tutul." gumam Luiz menatap wajah kesal Nica dari kaca spionnya.

Tak beberapa lama Nica akhirnya duduk di samping Luiz dengan wajah datar. Nica mengalihkan pandanganya kesamping hingga Ia bisa melihat suasana jalan raya yang mulai sepi.

Luiz mengemudi selama kurang lebih 1 jam setengah. Hingga mereka tiba disebuah vila yang berada di sekitar pesisir pantai.

Setibanya disana. Luiz malah mendapati Nica tertidur lelap. Mungkin wanita itu kelelahan pikir Luiz. Hingga membuat Luiz berinisiatif menggendong tubuh Nica masuk ke dalam vila.

Nica yang memiliki kepekaan terhadap sentuhan orang asing seketika terbangun. Tanpa sadar Nica melihat wajah Luiz berada di jarak 30 cm dari wajahnya. Hingga membuat tangan Nica langsung bergerak cepat menampar pipi pria itu. Nica pikir Luiz ingin berbuat mesum dan mencari kesempatan mencuri ciuman pertamanya.

Plak

"Aw!" Luiz tentu saja terkejut mendapatkan tamparan dari Nica. Padahal Luiz hanya ingin melepaskan seat belt yang melindungi tubuh wanita itu.

"Mengapa kau menamparku?" tanya Luiz dengan wajah merah padam.

"Cih! Apa kau pikir aku tidak tahu. Kalau kau ingin mencuri ciuman pertama ku!" celetuk Nica dengan marah.

Luiz menyentil dahi Nica dengan tatapan aneh. "Pikiran mu terlalu jauh! Aku tidak berselera melakukannya dengan wanita jelek dan kurus seperti mu. Tak ada hal yang menarik dari bentuk tubuh mu sedikitpun. Dan Aku hanya ingin melepas sabuk pengaman mu." tegas Luiz membuat wajah Nica berubah bak kepiting rebus. Ia malu sendiri dengan pikiran anehnya.

"Kalaupun kau bersedia memberikannya kepadaku. Maka dengan senang hati aku menerimanya. Kucing mana yang akan menolak disuguhi ikan asin gratis. Ya kan." ujar Luiz menatap wajah Nica dengan tatapan menggoda sebelum turun dari dalam mobil.

Deg

PLAK

"Dasar buaya buntung!" maki Nica menepis tangan Luiz agar menjauh dari tubuhnya. Nica kemudian turun dari mobil meninggalkan Luiz sendirian.

Luiz tersenyum menyeringai menatap kepergian Nica.

Bab 3

Nica dan Lisa sangat cepat akrab hingga mereka terlihat seperti sahabat yang setiap waktu asik bercanda ria dan mengobrol bersama. Abram dan Rara tentu saja senang melihat keakraban mereka.

"Keponakan kalian sangat cantik. Aku sangat ingin menjadikannya sebagai menantuku." celetuk Rara membuat Timotius tidak senang.

Meskipun status Timotius hanyalah seorang paman bagi Nica. Namun, Timotius juga tidak mau keponakannya disakiti oleh pria lain. Nica adalah seorang ratu di keluarga Gultom. Hanya orang-orang berkuasa yang bisa mempersunting keponakannya.

Meskipun wajah Luiz terlihat sangat menyakinkan. Namun, Timotius tidak yakin kalau pemuda itu bisa memperlakukan keponakannya dengan baik.

"Keponakanku bukanlah wanita sembarangan. Tidak sembarang laki-laki yang bisa meminangnya." jawab Timotius dengan cepat membuat Josephine tidak enak melihat wajah memerah temannya.

Josephine menggenggam tangan suaminya agar jangan menimpa obrolan mereka terlebih dahulu.

"Aku tidak tahu bagaimana takdir hidup seseorang ke depannya. Namun aku berharap keponakanku akan menemukan pria pilihannya. Pria yang dicintainya dan mencintainya dengan tulus. Jika suatu hari Luiz adalah pilihannya. Maka dengan senang hati kami mendukung hubungan mereka."kata Josephine sepertinya tidak terlalu setuju dengan keinginan Rara menjodohkan Luiz dan keponakannya.

"Lisa! Apa yang kau lakukan disini?" tanya Nica menghampiri Lisa yang sedang mendirikan sebuah tenda di pesisir pantai. Lokasinya beberapa meter dari Vila yang mereka tempati selama berlibur disana.

"Aku baru saja akan mendirikan tenda disini. Aku merasa nanti malam akan ada fenomena indah di atas langit. Aku penasaran fenomena apa yang akan terjadi malam ini." jawab Lisa sembari menenteng tas teleskop miliknya.

Lisa akan mempersiapkan semuanya nanti malam agar kameranya mendapatkan pemandangan yang indah nanti malam.

"Fenomena apa? Bukankah salju sedang turun lebat. Jadi tidak akan ada pemandangan indah di atas langit." jawab Nica dengan wajah bingung.

"Kalau kau mau bergabung kau bisa masuk ke dalam tenda." ujar Lisa membuat Nica mengangguk dengan cepat. Ia juga penasaran kira-kira apa yang akan Lisa lakukan sebentar malam. Karena tinggal menunggu beberapa puluh menit lagi. Jam akan menunjukkan pukul 00:01 tepatnya tanggal 1 Januari.

Tak beberapa lama Luiz datang masuk ke dalam tenda mereka dan meminta mereka masuk ke dalam vila. "Lisa. Salju turun semakin lebat! Segera masuk ke dalam!" ujar Luiz memperingatkan saudaranya.

"Luiz! Aku ingin memantau keadaan langit saat musim dingin seperti ini. Aku penasaran kira-kira fenomena apa yang akan terjadi malam ini." jawab Lisa dengan sikap keras kepalanya.

"Kembali masuk ke dalam vila atau tenda yang kau buat akan ku robohkan!" ancam Luiz membuat Lisa mendengus kesal.

Lisa dengan cepat mengambil teleskop miliknya dan memasukkannya ke dalam tas. Ia kemudian mengajak Nica masuk ke dalam vila dan memantau keadaan luar dengan teleskop. Meskipun kesal. Lisa tetap masuk ke dalam vila dan memantau snow moon dari dalam vila.

"Padahal aku sangat ingin melihat purnama salju. Namun Luiz selalu saja membuat rencana ku berantakan." gerutu Lisa membuat Nica hanya mengangguk mendengar omelan temannya.

"Apa kau tahu. Kalau bulan purnama salju memiliki pemandangan yang sangat indah. Aku sangat ingin menikmati pemandangan itu." ujar Lisa lagi sembari memperhatikan salju turun dari dalam Vila melalu jendela ruangan tengah.

"Snow moon tidak akan turun di bulan Desember. Kau bisa mempersiapkan semuanya dari awal pada bulan februari mendatang. Fase bulan purnama salju akan terjadi bulan Februari tepatnya tanggal 27 Februari dengan jarak 370.595 kilometer dari geosentrik bumi dan terletak dalam posisi konstelasi Leo." celetuk Luiz sudah berdiri di belakang saudaranya.

"Apa kali ini kau ingin membual lagi setelah beberapa kali membual?" tanya Lisa mengalihkan pandanganya kearah saudaranya. Sementara Nica hanya diam dan mendengarkan obrolan mereka dengan seksama.

"Aku lagi tidak membual. Kau bisa mencari informasi dari Pusat Edukasi Sains Antartika." jawab Luiz membuat Lisa langsung membuka ponselnya dan mencari beberapa informasi mengenai Snow Moon.

"Kau benar. Hari ini bukanlah waktu yang tepat melihat snow moon." ujar Lisa akhirnya paham dengan penjelasan saudaranya.

Entah mengapa kedekatan mereka mengingatkan Nica kepada kedua saudara kembarnya. Apa lagi saat mereka masih kecil dulu. Tiap tahun mereka akan bermain salju di depan mansion Arnold hingga mereka berusaha 9 tahun.

"Nica! Apa kau tidak ingin menghubungi kedua orang tuamu ataupun saudaramu yang lain dan mengucapkan selamat tahun baru kepada mereka?" tanya Lisa saat jarum jam hampir menyentuh angka 00:01.

"Aku akan menghubungi mereka besok pagi. Aku tidak ingin menganggu jam istirahat kedua orang tuaku." jawab Nica tersenyum tipis. Namun, Nica tidak akan melakukannya. Karena Nica takut keluarganya melacak keberadaannya.

"By the way, musim apa yang paling kamu suka Nica?" tanya Lisa sedikit kepo dengan kehidupan Nica.

"Aku juga sangat menyukai musim salju di atas Laut Baltik Polandia sembari menikmati Aurora. Saat usiaku 10 tahun. Orang tuaku merayakan ulang tahun kami di atas Laut Baltik sembari menikmati Aurora." jawab Nica tersenyum bahagia. Kedua matanya terlihat sangat berbinar hingga membuat Josephine yang berdiri di balik lorong tersenyum hangat.

"Wah! Ternyata kita menyukai satu musim yang sama." ujar Lisa bersemangat.

"Mengapa kau selalu menggunakan Wig? Apa kau memiliki masalah pada rambutmu?" celetuk Lisa tanpa sengaja memperhatikan rambut palsu Nica.

Deg

"Anu--" wajah Nica tiba-tiba berubah pucat mendengar pertanyaan Lisa.

Josephine dengan cepat melangkah mendekati mereka dan mengajak mereka berkumpul di meja makan.

"Sayang. Ayo ke ruangan makan. Semua makanan sudah tersaji di ruang makan." sela Josephine dengan lembut menggenggam tangan keponakannya.

"Ayo. Uncle dari tadi mencari kamu." timpal Josephine tersenyum hangat menatap wajah pucat Nica. Ia tahu Nica sangat sensitif dengan masalah rambutnya. Karena dari lahir Nica sudah memiliki kekurangan yang tidak diketahui oleh orang lain. Cukup hanya keluarga intinya yang boleh tahu.

Malam ini mereka habiskan mengobrol bersama dan bermain truth and dare untuk mencairkan suasana diantara mereka. Brian juga ikut bergabung bermain bersama mereka bertiga. Sementara orang tua mereka asik mengobrol di ruangan tamu sembari memperhatikan kegiatan anak-anak mereka.

Tiba-tiba giliran Luiz yang mengajukan truth and dare kepada Nica.

"Truth and dare? Mengapa kau menggunakan wig setiap hari?" ujar Luiz tersenyum menyeringai menatap Nica.

Dengan bibir bergetar Nica tidak tahu harus menjawab apa akan pertanyaan menjebak yang diajukan oleh Luiz.

"Jika kau memilih dare. Maka kau harus memberikan kissing padaku!" lanjut Luiz membuat Lisa dan Brian terkejut . Mereka tiba-tiba merasa jadi obat nyamuk diantara keduanya. Dan mereka merasa permintaan Luiz cukup aneh dan melewati batas.

Untuk menghindari dare. Nica akhirnya memilih truth. "Truth!"

Dengan bibir bergetar dan mata berkaca-kaca. Nica akhirnya memberitahu rahasianya kepada mereka. "Sebenarnya aku selama ini memiliki sebuah penyakit. Rambutku tidak akan bisa tumbuh sampai kapanpun." ujar Nica menundukkan kepalanya. Namun tanpa Luiz, Lisa dan Brian sadari. Nica menangis setelah mengungkapkan kenyataan itu.

Dengan kepala tertunduk. Nica langsung berdiri dan berlari sembari menangis kearah Timotius. "Uncle! Nica ingin pulang."

Hiks

Hiks

Hiks

"Nica pengen ketemu Madre!" ujar Nica menangis sesenggukan di dalam pelukan Timotius.

Timotius menatap putranya dengan wajah bingung. "Kenapa kakakmu?" pertanyaan itulah terselip di dalam sorotan tatapannya.

"Tadi itu kakak bertanya kenapa Nica selalu menggunakan Wig. Jika Nica tidak berani mengungkapkan kebenaran maka Nica bisa mengambil tantangan yaitu dengan mencium Kakak." jawab Lisa dengan wajah polos.

Keempat pria setengah baya itu tentu saja terkejut mendengar penuturan Lisa. Mereka tidak menyangka kalau Luiz akan memiliki pemikiran seperti itu.

"Pergi ke kamar dan renungkan kesalahan mu!" tegas Abram menatap tajam putranya.

Luiz sebenarnya hanya berniat menjahili Nica. Namun Luiz tidak tahu kalau pertanyaannya akan menyinggung perasaan gadis itu.

"Maafkan aku." ujar Luiz dengan wajah bersalah sebelum berlalu dari sana.

Rara berusaha menenangkan Nica. Namun Nica tetap merengek minta pulang.

"Sayang. Jalan raya masih ditutupi oleh salju. Kita tidak bisa kembali malam ini. Kita akan pulang besok pagi." ujar Josephine dengan lembut.

Sejam kemudian. Nica akhirnya terlelap setelah lelah menangis. Timotius dengan cepat mengendong keponakannya dan membawanya ke kamar tamu.

"Sayang. Lebih baik malam ini kamu tidur dengan Nica disini. Aku takut Nica kembali tantrum jika dibiarkan tidur sendirian." ujar Timotius sebelum mengecup kening keponakannya sekilas. Timotius dan Josephine sudah menganggap Nica seperti putri mereka. Apa lagi mereka tidak memiliki anak perempuan. Jadi hanya Nica seorang yang mendapatkan kasih sayang tulus dari Timotius maupun Josephine.

Cup

"Good night, Princess. Aunty dan Uncle sangat menyayangimu." bisik Josephine sebelum mengantar suaminya ke kamar sebelah.

Tak beberapa lama setelah kepergian keduanya. Seorang pemuda melangkah mengendap-endap masuk ke dalam kamar yang ditempati Nica tanpa sepengetahuan Josephine ataupun Timotius.

Pemuda itu kemudian melangkah mendekati ranjang dan menatap wajah pulas Nica dengan pandangan berbeda dari sebelumnya.

"Maafkan aku." gumam pemuda itu menyentuh lembut kelopak mata Nica dengan ibu jarinya. Ia merasa hatinya berdesir setiap kali berdekatan dengan Nica.

Suara langkah kaki dari luar membuat pemuda itu langsung beranjak dari sana dan menyelinap keluar dari pintu balkon. Pemuda itu kemudian melompat turun dari balkon ketinggian 3 meter.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!