NovelToon NovelToon

My Secret Lover

Chap 1

Larissa terdiam di kursi taman, dia tak tahu harus pergi kemana lagi untuk tidur. Satu-satunya tempat yang dirinya miliki sudah diambil oleh sang Bibi. Ingin mengunjungi Ibunya namun sudah larut malam. Tidak menyangka, sosok Ibu yang sangat penyayang itu telah membunuh seseorang dan orang tersebut merupakan suaminya sendiri.

Selain tak memiliki tempat tinggal, Larissa juga tidak mempunyai uang sepeser pun. Malam ini dia memutuskan untuk tidur di taman. Ketika akan memejamkan mata, sebuah tangan tiba-tiba saja menariknya membuat Larissa terkejut. Seorang pria berdiri dengan mata terpejam, dia juga meracau. Dapat dilihat jika pria tersebut tengah sedang keadaan mabuk berat.

Sebuah mobil berhenti didekat mereka. Keluarlah sosok pria tua lalu menyapanya. Dia ternyata ingin menjemput tuannya. Larissa langsung melepaskan rangkulannya dan memberikan si pria pada orang tersebut. Namun sayang, pria itu tak mau melepaskan tangan Larissa. Dengan terpaksa si Pak Tua mengajaknya ikut ke rumah. Didalam mobil, Pak Tua berkata bahwa tuannya itu baru saja pulang dari luar negeri, dia mengirim pesan bahwa akan pulang setelah bertemu seseorang.

Beberapa saat kemudian mereka sampai disebuah rumah yang sangat megah. Larissa terdiam saat melihatnya, dia bingung harus ikut turun dan masuk kedalam atau pergi meninggalkan dua orang yang tak dia kenal itu. Pak Tua memanggilnya serta meminta untuk masuk. Dengan ragu Larissa pun menurut, lagipula dirinya tidak memiliki tempat tinggal.

“Daripada aku tidur di taman mending di sini aja walau cuman semalaman doang,” pikirnya sejenak.

Lagi dan lagi dia dibuat tercengang oleh pemandangan didalam rumah. Begitu luas juga mewah, Larissa sungguh takjub dengan semuanya. Salah satu asisten bernama Rara menuntunnya ke kamar.

Pukul 01.00, Larissa merasa haus. Dia bingung letak dapurnya, ingin bertanya tapi tidak ada satupun asisten yang keluar. Wajar karena hari sudah sangat larut dan mereka semua pergi beristirahat.

Tak bisa menahan rasa dahaganya, dia pun berinisiatif mencari dapur sendiri. Dan akhirnya gadis itu menemukannya. Larissa menghela napas lega setelah meminum beberapa gelas air. Saat akan kembali, Pak Tua yang berdiri dibelakang membuatnya terkejut. Larissa canggung dan meminta maaf, dia menjelaskan bahwa dirinya sangat haus. Pak Tua sedikit tersenyum, lalu mengangguk menyuruh Larissa kembali ke kamar.

“Kenapa wajahnya kayak nggak suka gitu ya? Apa aku harus pergi dari rumah ini? Tapi....” pikirnya.

Larissa memutuskan pergi esok hari. Dia takut jika harus pergi malam ini juga. Seorang gadis berkeliaran dimalam hari, pasti sesuatu akan terjadi dan itu tidak baik untuknya. Keesokan paginya, dia bangun terlambat. Jam telah menunjukkan pukul 08.30. Semua orang sudah terbangun, bahkan pemilik rumah telah pergi ke bekerja. Hanya ada para asisten rumah tangga saja yang sibuk merapikan rumah.

Larissa tersenyum canggung ketika ditatap oleh semuanya. “Sungguh memalukan! Tamu bangunnya lebih siang dari tuan rumah," sindir Rara sambil menatap tak suka. Sedangkan yang lain hanya diam dan melanjutkan pekerjaannya. Larissa meminta maaf, dia berpamitan pergi. Usai keluar gerbang, dia membalikkan badan menatap rumah besar itu.

Suara klakson mobil membuatnya kaget, Pak Tua baru saja pulang mengantarkan tuannya. Melihat Larissa yang berada diluar dia pun bertanya. “Sudah mau pulang?”

“Iya Pak, terimakasih telah mengizinkan saya menumpang. ”

“Baiklah, mau saya antar pulang ke rumah?”

Larissa dengan cepat menggeleng, dia menolak tawaran itu karena dirinya sendiri hari ini tidak tahu harus pergi kemana. Setelah berbasa-basi, Pak Tua pun mengizinkannya pulang. Larissa berjalan tanpa arah, perutnya merasakan lapar, sejak kemarin dia belum memakan apapun selain meminum air dirumah pria mabuk itu. Untung saja Pak Tua tahu dengan keadaannya, dia memberikan beberapa lembar uang berwarna biru pada Larissa.

Segera dia pergi ke salah satu warung makan. Begitu lahapnya gadis itu menyantap makanan yang telah dipesan. Suara tak asing terdengar oleh telinganya, dia menoleh ke belakang ternyata ada Sania dan Flora teman sekolah. Larissa menunduk malu, dia tak tahu harus berkata apa pada dua temannya itu.

“Kamu ini kemana aja sih La, kemarin aku ke rumah kamu tapi nggak ada. Kata Tante Rosa kamu pergi entah kemana, dia bahkan sampai bingung nyariin kamu.” Sania cukup panik dan terlihat lega setelah bertemu sahabatnya. Berbeda dengan sikap Flora yang terlihat kesal juga tak suka.

“Aku udah nggak tinggal sama Bibi Rosa lagi, San.”

“Kenapa? Ada masalah? Oh iya Tante Linda gimana keadaannya, kamu udah jenguk dia belum?”

“Nggak papa kok, aku cuman nggak mau bikin Bibi Rosa repot. Oh iya, gimana sekolah kalian hari ini? Maaf ya San, Flo, aku untuk beberapa hari ini nggak masuk sekolah dulu. Tolong sampaikan pada guru.”

Larissa segera berdiri dari tempat duduknya. Bersiap meninggalkan warung padahal makanannya masih banyak. Dia sedari tadi memperhatikan sikap Flora yang sepertinya tidak nyaman. Setelah membayar Larissa bergegas pergi, dia hanya tersenyum pada Sania saja.

“Kamu itu ngapain sih masih mau berteman sama Larissa?” tanya Flora.

“Dia itu teman masa kecil aku. Udah lama kita bersahabat emangnya kenapa? Kamu nggak suka? Bukannya selama ini kita baik-baik aja ya?”

“Larissa udah bukan Larissa yang dulu lagi, dia berubah.”

“Udahlah kasian Larissa, lagipula bukan dia yang berubah tapi kamu. Semenjak Kak Gavin nembak Larissa kamu mulai menjauhinya. Padahal dia udah nolak Kak Gavin.” Flora berdengus kesal, dia sudah tak merasa lapar lagi. Sania hanya menggelengkan kepalanya melihat kelakuan temannya itu.

Matahari sudah mulai terbenam, Larissa masih saja luntang-lantung tak tahu tujuan. Dia berjongkok dipinggir jalan, menarik napasnya lalu merogoh saku baju memeriksa sisa berapa uang yang dirinya miliki. Hanya ada dua lembar uang yang tersisa, dia bingung harus buat apa uang tersebut. Seratus ribu hanya cukup untuk dirinya makan.

Merasa prustasi gadis itu memilih tidur di taman lagi. Sesampainya di sana, tak sengaja Larissa melihat pertengkaran sepasang kekasih. Ingin pergi namun suara seorang pria menghentikannya. Larissa membalikkan badan dan menelan ludah setelah melihat siapa pria yang menghentikan langkahnya.

“D—dia, dia kan pria kemarin?”

“Saya?” tanya Larissa sambil menunjuk dirinya sendiri. Si Pria berjalan mendekat, tanpa aba-aba dia langsung merangkul Larissa dan memperkenalkan pada seorang wanita tadi bahwa gadis yang dirangkulnya itu adalah kekasih baru.

“Haha, gila kamu Pram! Mana mungkin kamu pacaran sama bocah.”

“Memangnya kenapa? Nggak ada yang salah juga, kita saling mencintai dan bahkan pernah tidur bersama. ”

“Ingat Bel, kita sudah berakhir lama. Kamu sendiri yang meninggalkan aku," lanjutnya dengan wajah dingin.

Chap 2

“Tidur bersama....” Larissa melototkan matanya. Dia terkejut mendengar kata tersebut. Bella yang tidak terima langsung menampar pipi Larissa keras. Gadis itu meringis dan Pram segera membawanya pergi.

Didalam mobil mereka berdua hanya terdiam. Larissa terlihat ketakutan melihat raut wajah Pram yang begitu dingin serta kaku. Belum sempat keluar untuk melarikan diri, pria tersebut malah menyalakan mobilnya membawa Larissa pergi entah kemana. “Om, mau bawa kemana saya?” tanyanya ketakutan.

Pram menoleh lalu fokus kembali ke depan. Dia tidak menjawab pertanyaan gadis muda disampingnya. Malam pun tiba, Pram menurunkan Larissa disembarang tempat. Buru-buru gadis itu keluar dari dalam mobil. Tanpa berkata apapun, pria tersebut melajukan kendaraannya dengan sangat cepat.

“Sial! Udah ngomong sembarang sekarang nurunin orang di tempat sembarangan juga. Dasar Om-om sialan! Awas aja kalo ketemu lagi bakal aku pukul kepalanya.”

“Ngomong apa kamu hah?!” ujar seseorang dari belakang. Betapa terkejutnya dia mengetahui pria tadi sudah ada di belakangnya. Pram sengaja kembali ke tempat menurunkan Larissa, dia sedikit tak tega

“Nggak. Takut nanti diculik terus diapa-apain lagi sama Om.”

“Ya udah, jangan salahin saya kalo terjadi sesuatu sama kamu. Apalagi jalanan di sini sepi,” ujarnya. Larissa melihat kanan kiri, benar memang jalanan terlihat sangat sepi. Dengan ragu-ragu dia masuk kembali ke dalam mobil. Suasana canggung terjadi, mereka hanya diam sampai akhirnya tiba dirumah kemarin Larissa menginap.

“Balik lagi ke rumah ini,” ucapnya dalam hati. Pak Tua yang melihat tuannya pulang segera menghampiri. Dia membungkukkan badannya menyambut Pram. Ketika Larissa keluar dari dalam mobil dia sedikit terkejut, baru saja pagi tadi mereka berpamitan kini malah bertemu lagi.

“Halo Pak!”

“Iya halo, loh kok ke sini lagi?”

“I—itu anu, eum... saya diajak sama Om ini.”

“Kalian saling kenal?” tanya Pram bingung. Dia mengernyitkan dahinya melihat sang asisten berbicara cukup akrab dengan gadis yang ditemuinya tanpa sengaja.

“Saya sampai lupa memberitahu tuan jika kemarin malam nona ini menginap dirumah. Saya terpaksa membawanya karena tuan tak mau melepaskan tangan nona Larissa.”

“Kemarin malam? Pasti karena saya mabuk berat dan mengira dia...., ah! sudahlah. Siapkan dia kamar, ” serunya terpotong. Bona si Pak Tua langsung membawa Larissa ke kamar kemarin. Rara yang melihat kedatangannya menatap tak suka.

“Rara siapkan baju untuk nona Larissa juga makan malam,” titah Bona.

“Baik Pak, eum...., ngomong-ngomong memangnya dia siapa? Dia bukan bagian dari keluarga Wardhana.”

“Dia tamu tuan Pram, jadi tolong kamu bersikap baik padanya, sudahlah lanjutkan pekerjaanmu, jangan banyak tanya lagi.” Rara menunduk, dia pergi meninggalkan Pak Bona. Beberapa saat kemudian, dia kembali mengetuk satu persatu pintu kamar, meminta semuanya makan malam. Di meja makan sudah ada Riko, kakak Pram. Larissa canggung dan ragu ketika akan duduk.

“Siapa kamu?” tanyanya dingin.

“Dia tamu aku, kamu jangan ikut campur,” seru Pram dari atas tangga.

Larissa memperhatikan diam-diam dua kakak beradik itu. Dilihat-lihat mereka belum terlalu tua, mungkin saja hanya berbeda beberapa tahun dengan dirinya. Wajah yang begitu tampan, kaya raya membuat siapa saja menyukai dua pria tersebut. Namun, tidak untuk Larissa. Menurutnya dua pria itu sangat dingin dan kaku juga terlihat kejam.

“Suruh wanita itu fokus makan!” ujar Riko tanpa menatap.

Pram melirik ke sampingnya, gadis berusia 18 tahun itu langsung memalingkan wajah. Dia menggigit bibirnya ketakutan, betapa dinginnya dua pria dewasa itu. Pak Bona yang sejak tadi berdiri memperhatikan tuan-tuannya makan hanya bisa bergumam. Dia bertanya-tanya siapa sebenarnya gadis disamping Pram sampai dibawa pulang dan diajak makan malam dimeja keluarga besar.

Selama ini tidak ada satupun wanita luar yang diajak masuk kedalam rumah dan diajak makan malam bersama di meja keluarga besar. Hanya Bella saja yang pernah karena wanita itu berhubungan dengan Pram. Namun itu terjadi sudah cukup lama. Bahkan sekarang tuannya tidak mau mendengar nama Bella lagi.

Pertemuan barusan hanya terpaksa saja, sang Mama memaksanya untuk bertemu Bella di taman. Kebetulan saat itu ada Larissa, menjadikan gadis itu alasan oleh Pram agar bisa pergi dan menghindar dari Bella mantan kekasihnya.

“Tuan muda, ada panggilan dari nyonya besar,” seru Bona. Dia membungkukkan sedikit badannya sembari memberikan ponselnya.

Pram bangkit dari kursi, pergi mengangkat telpon dari Mamanya. Kini hanya tinggal Larissa dan Riko saja dimeja makan. Karena terus menerus ditatap diam-diam oleh gadis yang dibawa adiknya, Riko pun bangkit. Merasa tidak suka pada Larissa. Tak lama setelah itu Pram kembali dan menarik tangannya.

Hari ini sang Mama akan datang ke rumah, Bella sudah menceritakan kejadian kemarin malam. Pertemuannya gagal gara-gara seorang gadis yang tak dikenal. Selain itu, Rara juga melapor pada nyonya besar jika ada gadis lain yang menginap dirumah tuan muda. “Mau kemana?”

“Jangan banyak tanya, ikut aja!”

Pram membawanya ke kamar membuat Larissa merasa dag-dig-dug tak karuan takut pria itu melakukan hal macam-macam padanya. “Mitha, siapkan baju yang bagus lalu kamu poles wajahnya dengan make-up.”

“Baik tuan,” jawabnya menunduk.

“Nona, mari ikut saya.” Larissa terdiam bingung. Sedangkan Pram menatapnya tajam, buru-buru gadis itu mengikuti langkah Mitha. Selagi menunggu pembantunya merubah penampilan Larissa, Pram membuka laptopnya. Suara bel pintu depan terdengar, Rara berlari membukanya. Ternyata nyonya besar datang bersama Bella. Rara terlihat sangat senang, dia berharap Larissa akan diusir oleh majikannya itu.

“Bona, dimana Pram?”

“Didalam kamarnya nyonya," jawabnya sopan.

Maya berjalan menuju kamar putranya diikuti Bella. Ketika pintu terbuka, terlihat Pram yang tengah memegang wajah Larissa mesra. Bella menelan ludah melihat pemandangan tersebut. “Apa yang kamu lakukan Pram? Dan siapa wanita ini?”

“Dia pacarku!” jawabnya singkat. Tatapannya sangat dingin ketika melihat Bella.

Tangan Larissa ditarik kasar oleh Maya. Gadis itu benar-benar ketakutan ditatap tajam oleh wanita tua didepannya. Untungnya Pram langsung menariknya lagi ke samping. Dia pamit pada sang Mama, akan mengajak Larissa berkencan. Maya tak bisa berkata-kata lagi, Pram sangat susah diatur.

“Kamu tenang saja Bella, Tante tidak akan merestui hubungan mereka. Bagaimana bisa Pram jatuh cinta pada bocah ingusan yang identitasnya tidak diketahui.”

“Nggak papa Tante. Pram sepertinya hanya ingin membuat aku cemburu saja. Lagian tidak akan mungkin dia berpacaran dengan seorang gadis muda yang sepertinya masih duduk di bangku sekolah.”

“Kamu benar sayang. Kita lihat saja nanti, jika bocah itu tidak menjauh dari Pram maka kita harus turun tangan memisahkan mereka. Keluarga Wardhana hanya akan menerima Bella Shofie bukan wanita lain untuk menjadi menantu saya.”

Chap 3

Larissa melepaskan genggaman tangan Pram, dia berniat pergi meninggalkannya dan tak ingin lagi berurusan dengan keluarga Wardhana. Dirinya sadar diri, dia hanya anak dari keluarga sederhana dan Ibunya juga sedang dipenjara. Apa jadinya jika ada rumor tentang mereka berdua, pasti akan membuat keluarga Wardhana benci serta melakukan apa saja yang mereka suka, sebab keluarga tersebut bukanlah kalangan sembarangan.

“Maaf Om, sepertinya saya harus pergi bertemu seseorang.”

Seperti biasa, tatapan pria itu tetap dingin. Pandangannya terus fokus ke depan mengemudikan mobil. Tak berapa lama Larissa diminta turun. Dengan senang hati gadis itu pun segera keluar. Baju yang dikenakan sangat mencolok, sepanjang jalan dia terus diperhatikan oleh banyak orang. Bingung harus pergi kemana, Larissa pun ingin berkunjung ke penjara melihat sang Ibu.

Sesampainya di sana dia tak sengaja berpapasan dengan Bibinya. Adik Ibunya itu menatap tidak suka, ada kebencian yang sangat dalam pada matanya. “Ibu kamu tidak akan bisa keluar dari dalam penjara. Dasar anak pembunuh!!” Rosa berkata tegas sambil mengangkat tangannya berniat menampar.

Larissa ketakutan, dia memalingkan wajah. Tak sadar jika ada sebuah tangan yang menghalau Bibinya. Rosa menatap tajam Pram, wanita tua itu tidak tahu siapa sosok pria didepannya. Dengan berani Rosa menendang kaki Pram lalu dia pergi begitu saja sambil memasang raut wajah marah.

“Ngapain kamu kesini?” Larissa mengangkat wajahnya, melihat ke samping. Dia menghela napas lelah, tak menjawab pertanyaan Pram, gadis itu malah masuk kedalam meninggalkan pria yang telah menolongnya.

“Saya ingin bertemu dengan tahanan yang bernama Linda, kasus pembunuhan yang baru-baru ini terjadi.”

“Tunggu.”

Tak lama sang Ibu keluar, wajahnya dingin namun masih tersenyum pada Larissa. “Bagaimana keadaan kamu? Ibu harap kamu segera pergi dari kota ini, jaga diri baik-baik, maaf....!”

“Bu..., Larissa percaya bahwa Ibu bukanlah pembunuh Ayah. Pasti ada seseorang yang sengaja menjebak Ibu. Dan aku nggak akan pergi dari kota ini, Larissa akan mencari kebenarannya.”

Bu Linda tersenyum miring, pandangannya teralihkan ke pojok tempat seorang pria berada. Dia tidak berbicara apapun, setelahnya bangkit dari kursi lalu pergi begitu saja. Larissa menangis melihat Ibunya yang ditahan, dia berjanji akan segera mencari tahu siapa pembunuh sebenarnya. Pram menghela napas melihat gadis kecil didepannya seperti itu. Entah mengapa perasaannya terasa aneh ketika bersama Larissa. Padahal mereka baru sekali bertemu.

Di sisi lain, Flora baru saja pulang dari sekolah. Dia berpamitan pada Sania untuk pergi duluan karena sudah dijemput oleh sang kekasih. Sania tidak dapat melihat siapa pria yang telah memacari temannya itu. Setiap kali menjemput selalu diam didalam mobil. “Kemana gadis yang satunya? Aku tidak melihat dia bersama kalian?”

“Nggak tahu. Mungkin lagi nge-gembel di luaran sana, ngapain sih kamu nanyain si anak pembunuh itu!”

“Cuman nanya aja. Sebagai tanda minta maaf aku, nanti malam kita makan malam berdua, okay!” Flora langsung tersenyum senang. Dia tidak peduli jika kekasihnya lebih tua dari dirinya, yang terpenting pria itu selalu memberikan apa yang Flora mau.

Malam harinya, gadis remaja itu dijemput oleh sang kekasih. Penampilan Flora terlihat lebih tua saat mengenakan make-up. Setelah berjalan beberapa menit, akhirnya mereka berdua sampai disebuah restoran. Sungguh pria yang kaya, tempat untuk makan malam tak pernah mengecewakan Flora.

“Malam ini aku mau melakukannya,” bisik si pria didekat telinga Flora sampai membuat gadis itu merinding. Dengan senyuman andalannya, Flora pun menganggukkan kepala. Setelah selesai makan malam, si pria mengajaknya pergi ke suatu club. Di sana sudah ada beberapa teman-temannya yang menunggu. Seperti biasa Flora selalu menjadi pusat perhatian para pria-pria di sana. Gadis itu memang sangat cantik namun jika disekolah kecantikannya terkalahkan oleh Larissa.

Hans memberikan segelas alkohol pada kekasihnya. Dengan senang hati Flora menerima dan langsung meneguknya. Dari kejauhan, Larissa menyipitkan matanya melihat sang teman yang dikerumuni banyak pria. Dia ingin pergi menghampiri namun tangannya dicegah oleh Pram. Sore itu, Larissa merasa sedih bingung harus melakukan apa untuk mengeluarkan Ibunya. Pram menawarkan diri membantu masalahnya. Mata Larissa langsung berbinar, dia seperti mendapat cahaya pertolongan.

Lalu setelah berbicara panjang lebar, Pram mengajaknya pergi ke club. Awalnya Larissa menolak, tapi pria itu memaksa dan mengancamnya. Ternyata Pram akan menolong jika Larissa mau menandatangani kontrak sebagai kekasih bohongannya. Dia tidak mau jika Mamanya itu terus menerus menjodohkan dirinya dengan Bella, hubungan mereka sudah sangat lama berakhir. Dan itu semua bukan salahnya jika tidak mau kembali karena memang Bella sendiri yang memutuskan waktu itu.

Melihat Flora yang sudah mabuk parah, Larissa merasa tidak tega apalagi di sana sangat banyak para pria. Dia memasang wajah memelas kehadapan Pram, memohon agar pria itu mau menyelamatkan teman sekolahnya. Dengan terpaksa Pram pun pergi menghampiri meja Flora, di sana kedatangannya disambut oleh Hans. Para pria itu tertawa bersama saat melihat salah satu keluarga Wardhana.

“Wih tuan muda kedua datang, beri tempat duduk untuknya.”

“Kapan kita kerja sama tuan Pram?” tanya Hans sambil menenggak minumannya. Pram tidak menjawab, dia masih memasang wajah dinginnya. Mengabaikan semua ocehan dari teman-teman sekolahnya yang memang tak pernah akur sejak dulu.

“Lepasin gadis itu!” Hans melirik ke arah samping tempat kekasihnya berada. Gadis itu sudah tak sadarkan diri, dia terlalu banyak diberi minum oleh para pria di sana. Hans menyunggingkan bibir, berdiri dan berhadapan langsung sambil berkata bahwa dia adalah kekasih gadis tersebut, Pram tidak berhak membawanya pergi begitu saja karena malam ini dia akan bersenang-senang dan itu semua telah diizinkan oleh si gadisnya sendiri.

Dari kejauhan, Larissa terus memperhatikan. Dia berpikir jika Pram sangat lama bertindak. Larissa benar-benar khawatir akan keadaan Flora walaupun dirinya tahu jika temannya itu tidak suka kepadanya. “Om, ayo bawa temenku pergi.”

Semua mata tertuju ke arah Larissa. Hans tersenyum nakal, dia mendekat dan ingin menggodanya namun Pram langsung meninju. “Sudahlah biarkan temanmu di sini. Lagipula ada kekasihnya yang akan menjaga. Lebih baik kita pergi, saya tidak mau kamu kenapa-kenapa!”

“Jangan pikir kamu bisa pergi Pram setelah membuat kacau dimeja kami. Berikan gadis itu atau kamu akan melawan kami semua,” seru Hans. Larissa mulai ketakutan melihat wajah Hans yang terus tersenyum mengerikan. Dia menelan ludahnya memegang erat tangan Pram.

“Pikir terlebih dahulu jika ingin mengambil kekasih saya!” jawabnya dingin, lalu menggandeng Larissa pergi meninggalkan club.

Pukul 00.15. Flora bersama Hans pergi ke sebuah hotel. Mereka sama-sama mabuk berat dan pada akhirnya terjadilah hubungan terlarang. Bukan hanya sekali gadis berusia 18 tahun itu melakukannya, dia sudah beberapa kali dan semuanya dia lakukan agar tetap bisa di sisi Hans si pria kaya raya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!