Drap! Drap! Drap!
Sraaak
Suara langkah kaki yang menapaki tanah dan beradu dengan dedaunan serta ranting kering itu terdengar begitu menggema. Malam gelap nan sunyi dan hanya bercahayakan bulan purnama yang tengah bulat sempurna sebagai penerang bagi dua orang untuk terus berlari menyusuri gelapnya hutan.
" Segera, kita harus cepat keluar dari tempat ini Aron, sebelum pria bangsat itu menemukan mu!" Wanita itu menggenggam tangan pria yang bernama Aron sambil terus berlari kencang. Namun tidak bisa dipungkiri bahwa nafas wanita itu mulai terengah-engah.
" Pergilah Grethe, tinggalkan aku di sini. Kita tidak akan bisa pergi bersama. Saat ini keselamatanmu lebih penting."
Aron meminta Grethe meninggalkan dirinya di hutan tersebut. Aron merasa rencana kabur mereka berdua tidak akan berhasil. Terlebih alat yang ada di leher Aron mulai menyala.
" Kalung sialan! mengapa bedebah itu memperlakukanmu sekeji itu. Kau ini manusia bukannya anjing," teriak Grethe marah.
" Greth pergilah cepat, aku akan mencari cara untuk lepas dari ini semua. Identitas mu sudah diketahui, ini jelas bahaya bagimu. Dan jika aku pergi bersama mu maka kau pun akan ikut tertangkap."
Grethe mengerang marah, ia sungguh merasa gagal membawa Aron keluar dari tempat biadab itu. Tempat dimana manusia diperlakukan sebagai tontonan untuk membunuh satu sama lain hanya agar bisa bertahan hidup.
Cup!
" Aku juga akan mencari cara untuk mengeluarkan mu dari sini, jadi tunggu aku Arom, dan tetaplah hidup."
Setelah mencium bibir Aron sejenak Grethe kemudian berlari sekuat mungkin. Rasa sakit di kaki dan tubuhnya tidak lagi ia rasakan, pikirannya saat ini adalah bagaimana bisa segera keluar dan bisa menyelamatkan Aron dari kehidupan memuakkan sebagai anjing pria bangsat yang ia saat ini mengikat leher Aron.
Sedangkan Aron, dia memilih berdiam di tempat dan menghadang anak buah Oliver Shamus. Ya, pria bangsat yang dimaksud oleh Grethe adalah Oliver Shamus, pemilik klan mafia Gran Fuerte yang merupakan klan mafia terbesar di Negara S dan sekitanya.
" Mereka datang," gumam Aron lirih. Agaknya kesempatannya keluar dari lingkaran setan kehidupan perbudakan itu tidaklah mudah. Atau mungkin dia tidak akan pernah bisa keluar daru tempat itu. Entahlah, saat ini Aron hanya bisa bertahan.
Piiip ... piiip...piiip
Alat yang menyerupai kalung yang berada di leher Aron berbunyi. Lampu kecil yang berwarna merah itu berkedip dan hanya dalam hitungan detik tubuh Aron terjatuh ke tanah. Jangankan melawan, tubuhnya bahkan sama sekali tidak bisa ia gerakkan.
" Cih, dasar manusia sampah. Sudah bagus dibesarkan dengan diberi makan dan tempat tinggal, malah mencoba kabur. Pasti kau akan dapat pelajaran yang berharga dari Tuan. Seret dia!"
Aron yang hanya memiliki setengah kesadarannya pun benar-benar hanya bisa pasrah. Ia yakin, pasti kali ini tidak akan bisa melawan karena tubuhnya dikendalikan oleh alat sialan yang melingkar di lehernya./
Brukk
Tubuh Aron dilemparkan, ia tersungkur tepat di depan pria yang merupakan majikannya.
" Cuih ... dasar anak tidak tahu diuntung. Berlagak kamu ya, mau kabur dari tempat yang sudah memberikan hidup! Dasar bedebah kurang ajar."
Sreeet
Dengan tatapan penuh rasa marah, Oliver menarik rambut Aron. Bukan hanya itu, dia juga menghempaskan kepala Aron sehingga terbentur ke lantai. Darah mengucur dari kening Aron, tapi pemuda berusia 26 tahun itu hanya bergeming. Tidak bersuara maupun merintih kesakitan.
Bagi Aron, itu bukanlah hal yang besar. Dia jelas pernah merasakan hal yang lebih parah dari itu. Seluruh tubuh Aron pernah dicambuk dan lukanya dibiarkan begitu saja ketika dia tidak mau menuruti perintah Oliver untuk mengalah dalam sebuah pertarungan.
" Masukkan dia ke kurungan, jangan beri makan. Cukup berikan air putih saja!"
" Siap Tuan!"
Aron menghembuskan nafasnya penuh dengan kelegaan. Ia berpikir bahwa kali ini akan lebih parah, tapi ternyata tidak. Dan satu hal yang membuatnya begitu lega yakni Oliver tidak membicarakan mengenai Grethe.
Grethe Kayleigh, wanita yang beberapa bulan ini membuatnya merasa hidup di tempat yang seakan menjadi kuburan baginya. Grethe, wanita cantik dengan bola mata berwarna biru dan rambut berwarna perak. Setidaknya itulah sosok asli dari Grethe. Tapi selain Aron, Grethe selalu mengenakan rambut palsu berwarna hitam dengan softlens berwana senada untuk menghilangkan identitas aslinya.
" Greth, aku harap kamu bisa hidup dengan baik. dan jangan pernah berpikir untuk kembali ke tempat biadab ini."
🥊🥊🥊
Semua bermula dari masa Aron masih muda. Saat itu usia Aron adalah 10 tahun. Hidup sebagai anak yatim piatu dan menggelandang di jalanan kota EP. Di kota tersebut memang merupakan kota termiskin di negara trersebut.
Aron kecil ditemukan oleh Oliver dan dibawa ketempat nya. sebuah arena pertarungan dimana nyawa menjadi taruhannya. Aron kecil dilatih dengan baik oleh Oliver. Entah mengapa, mata Oliver menemukan bibit petarung yang hebat dalam tubuh Aron.
" Apakah kamu mau ikut denganku? AKu akan memberimu makan dan tempat tinggal, tapi kamu harus mengikuti semua perintahku. Siapa nama mu anak kecil?"
" Aron, nama saya adalah Aron Wengler Tuan. Ya, saya mau ikut dengan Tuan."
Tatapan tajam mata Aron yang tidak merasa takit saat bertemu dengan Oliver langsung membuat pria itu tertarik. Tanpa ragu, Oliver membawa Aron ke tempatnya. Di Kota M yang merupakan kota paling kaya di negara S, Aron dibawa oleh Oliver.
Di tempat tersebutlah Aron dilatih untuk menjadi petarung. Hanya dalam waktu 6 bulan, Aron sudah terjun ke ring tinju, dima di sana bukanlah sebuah arena untuk bermain, melainkan arena pertarungan yang sebenarnya.
" Hosh .. hosh .. hosh." Aron kecil mulai bernafas terengah-engah ketika dirinya melwan lawan yang jelas lebih segalanya dari dirinya. Dari segi usia maupun tinggi badan. Berkali-kali dia terpojok dan juga terluka. Namun semangat hidupnya yang besar membuat Aron terus melaan.
Oliver yang melihat pertarungan pertama Aron tentu tidak berharap banyak. 15 menit berlalu, Aron dan Aron terlihat kewalahan. Oliver pun hanya mendengus kesal, " haaah, ternyata tidak sesuai ekspektasi."
Oliver pun bangkit dari kursinya, ia memutuskan untuk meninggalkan tempat tersebut.
Tapi, baru beberapa langkah ia berjalan, Oliver berhenti. Ia menoleh ke arah arena pertarungan. Matanya membulat saat melihat lawan dari Aron tergeletak di lantai. Tawa penuh kepuasan keluar dari bibir Oliver.
Plok! Plok! Plok!
" Ya ... Betul, begitulah seharusnya. Itu adalah orang pilihanku, dan aku tidak akan salah dalam memilih orang. Aku yakin itu. Ha ha ha, bagus. Berikan dia makanan paling enak dan beri dia tempat tidur yang layak."
" Te-ri-ma-ka-sih Tu-an."
TBC
Kehidupan Aron di tempat itu berjalan seperti yang diinginkan Oliver Shamus. Ya pria itu merasa sudah berhasil menjadikan Aron sebagai petarung di tempat miliknya.
Pelea De Lobos, tempat itu menjadi tempat paling terkenal di negara S. Banyak orang yang penasaran akan kemampuan seorang Aron Wengler. Mereka berbondong-bondong datang, dari yang ingin ikut bertaruh sampai yang membawa orang untuk melawan Aron.
Hasil mengagumkan selalu di dapat oleh Aron. Dia memenangkan setiap pertandingan. Meskipun harus mendapat banyak luka serta darah bercucuran, ia berusaha untuk menang.
" Anjing yang baik, teruslah mengikuti apa yang aku inginkan."
" Baik Tuan."
Begitulah hidup Aron. Layaknya anjing yang selalu setia dengan setiap perintah dari sang majikan, Aron juga memberikan semua hidupnya kepada Oliver Samus. Walaupun dia tahu bahwa dia hanya dimanfaatkan, tapi itu bukanlah masalah besar untuknya. Bisa hidup baik di tempat itu merupakan hal yang cukup. Aron tidak memiliki keinginan apapun dalam hidupnya.
Akan tetapi semua itu berubah saat seorang wanita datang ke tempat itu. Eloisa Antonio atau yang memiliki nama asli Grethe Kayleigh, datang ke Palea De Lobos sebagai seorang perawat. Dan semuanya berubah ketika Aron bertemu dengan Grethe.
Wanita itu memiliki mata yang cantik. Aron seperti menemukan kehidupan lain dari pancaran mata Grethe.
Waktu itu adalah 4 bulan yang lalu. Grethe sebagai Eloisa mengikuti perekrutan tenaga medis yang diadakan oleh Oliver. Dia datang dengan begitu berani, dan entah bagaimana Ia meyakinkan Oliver, akhirnya Eloisa diterima.
Hal pertama yang dilakukan Eloisa adalah merawat luka Aron. Saat itu Aron terluka parah karena dihajar habis-habisan oleh Oliver. Penyebabnya karena dia tidak mau mengalah, padahal Oliver sudah menerima uang yang begitu banyak dari seseorang yang menginginkan orang yang dibawanya menang.
" Aku akan menjahit luka mu, ada beberapa sayatan yang harus segera ditutup. Jika tidak ini akan menjadi infeksi."
" Ya, terimakasih."
Aron hanya menjawab dengan singkat, dia tidak tahu bagaimana harus berkomunikasi dengan orang lain.
" Tapi, sepertinya aku tidak bisa memberimu anestesi total, dan hanya bisa memberi secara lokal. Kamu akan merasa sakit saat proses pengobatan," jelas Eloisa.
" Lakukan saja seperti itu. Dia yang memberimu perlengkapan itu kan? Itu memang hal yang disengaja olehnya."
Wanita itu mengangguk paham, dia lalu melakukan apa yang menjadi tugasnya tersebut. Luka sayatan terdapat di bagian belakang tubuh Aron. Bukan hanya satui, tapi ada setidaknya 4 sayatan. Di bagian dada dan perut juga terlihat luka lebam yang sudah membiru. Grethe memperkirakan luka itu pasti sudah lumayan lama.
" Ini sudah terlambat, tapi beruntung tidak ada infeksi. Minumlah obat ini, aku akan mendatangimu besok untuk mengganti perbannya."
Aron tidak bereaksi, dia hanya diam dan masih duduk di tepi tempat tidur. Eloisa a.k.a Grethe membuang nafasnya kasar. Tempat gelap, lembab dan tidak ada ventilasi itu sangat tidak cocok untuk pasien sepert Aron.
" Tidak kusangka ini lebih buruk dari laporan yang diberikan. Oliver Shamus, pria itu sungguh biadab, menjadikan nyawa orang sebagai ajang permainan."
Grethe bergumam lirih, sebelum keluar dia menoleh ke belakang. Pria yang baru saja dia obati itu tidak menunjukkan reaksi apapun. Ia sedikit khawatir, mengingat lukanya seharusnya pria itu sudah mendapat penanganan medis yang lebih baik di rumah sakit.
Kraaang
Sebuah pintu berbentuk jeruji ditutup dengan cepat setelah Grethe keluar. Dia lalu diantar menuju ke kamarnya. hari ini dia menandatangi kontrak untuk bekerja di Pelea De Lobos, tempat yang tidak terdapat oleh peta namun sungguh sangat terkenal di kalangan kelas atas.
" Selamat beristirahat Nona Eloisa, makan malam akan kami antarkan nanti."
" Baik, terimakasih."
Grethe memeriksa semua suduyt kamat. Ia meletakkan barang-barangnya di sebel;ah tempat tidur. Dia tidak boleh salah perkiraan, semua gerak gerik di tempat itu diawasi. Oleh karena itu Grethe tidak boleh berlaku sembarang, terutama melepas wig dan juga kontak lensa yang ia pakai saat memasuki wilayah tersebut.
Setelah memindai seluruh ruangan, Grethe hanya bisa menggerutu kesal. Di dalam kamar tersebut rupanya dipasang kamera pengawas, hanya bagian kamar mandi saja yang tidak ada kamera sialan itu, begitulah Grethe menyebut kamera pengawas.
" Berarti aku harus senantiasa memakai wig dan kontak lensa ku, waah ini tidak bagus. Paling tidak kontak lensa harus ku lepas sebelum tidur. Aah iya, pria itu, setelah ku ingat-ingat pria itu tidak kesakitan sedikit pun saat aku menjahit lukanya nya. Dia seakan tidak emosi. Aku jadi penasaran mengapa dia bisa mendapatkan luka sebanyak itu. padahal dia katanya adalah satu-satunya petarung yang tidak terkalahkan."
Grethe membaringkan tubuhnya, dia harus beristirahat malam ini karena besok misi yang sebenarnya akan ia mulai. Rasa kantuk yang mulai menyerang karena perjalanan jauh itu membuat Grethe tertidur pulas hanya dalam hitungan menit.
" Ugghhh,"
Suara lenguhan kesakitan terdengar di ruangan gelap nan lembab. Ya, itu adalah suara yang keluar dari bibir Aron. Malam ini dia merasakan sakit di sekujur tubuhnya, anestesi yang diberikan sudah mulai habis efeknya karena dosisnya yang kecil. Maka dari itu saat ini Aron sungguh merasa kesakitan yang luar biasa.Semua lukanya terasa panas seakan membakar tubuhnya.
" Eughhh, ini sangat sakit. Ini paling sakit. Rasanya aku ingin mati saja."
Aron mencercau sambil mengingat bantal untuk menahan rasa sakit yang tidak terkira. Keringat mengucur deras dari pori-pori tubuhnya sehingga membuat baju yang ia kenakan basah.
Rasa lelah menahan sakit membuat Aron tertidur tanpa sadar. Dia tertidur ditengah rasa sakit yang mendera.
" Bunuh! bunuh! bunuh!
" Bunuh dia! Habisi dia!"
" Iblis! Iblis! Bunuh!"
Suara riuh teriakan terdengar di segala penjuru. Aaron membuka matanya dan begitu sangat terkejut ketika dia berdiri di tengah-tengah sebuah arena. Jika dia tidak salah mengira itu adalah arena para gladiator bertarung.
" Ini ... apa, mengapa aku di sini? Aku tadi bukannya masih tidur di kamar? Apakah aku bermimpi?"
Banyak pertanyaan yang muncul di kepalanya. Ia mencoba memejamkan matanya, berharap saat membukanya kembali ia akan berada di atas kasur. Tapi rupanya tidak, ia masih berada di tengah Arena. Suara sorakan itu pun juga masih menggema.
" Mengapa di dalam mimpi pun aku juga harus bertarung," gerutu Aron. Ia merasa sedikit kesal. pasalnya ia berharap mendapatkan mimpi yang lebih indah dari pada apa yang saat ini sedang ia saksikan.
Aron mengambil nafasnya dalam-dalam dan membuangnya perlahan. Ia kemudian mengamati dirinya sendiri saat ini. Sebuah pakaian yang begitu asing sedang ia kenakan. Baju sepanjang lengan tapi memanjang ke bawah, lalu di pinggang diikat sebuah sabuk. Setelah itu lapisan kedua seperti baju zirah yang panjangnya sepaha, namun terlihat seperti rok di bagian pinggang ke paha. Ia menggunakan sandal bertali, dimana talinya dililitkan hingga keb betis. Ditangan kanannya memegang pedang dan di tangan kirinya memegang sebuah perisai. Aron juga menggunakan penutup kepala sepeti helem.
" Ini, aku tahu pakaian ini. Ini adalah pakaian seorang gladiator!"
TBC
Aron sangat yakin, ini adalah pakaian yang digunakan oleh seorang gladiator. Ia pernah menonton film tentang hal tersebut. Gladiator ada sejak abad pertama tahun masehi, dan itu merupakan pertunjukan yang berupa pertarungan di masa romawi kuno. Pertunjukan yang merupakan hiburan dengan mengadu manusia satu dengan manusia lain.
" Mengapa aku bisa ada ditempat ini?"
Trang!
Trang!
Aron terkejut ketika dia mendapatkan serangan dari lawan. Padahal dia belum sepenuhnya mengerti apa yang saat ini dihadapi. Ia berpikir ini adalah mimpi, tapi mimpi ini sungguh seperti nyata. Aron merasa sangat lelah ketika dia terus menerus menggerakkan tubuhnya.
Berkali-kali ia menghindar tapi tetap saja diserang. Mau tidak mau ia akhirnya melawan. Entah bagaimana tangannya bergerak sendiri, dan hanya beberapa saat Aron sudah bisa menghabisi lawannya.
" Woaaaaah!"
" Iblis! iblis! iblis!"
Dada Aron terasa begitu sesak sekarang. Apa yang dilihat oleh matanya seperti berputar. Sorakan orang-orang itu berubah menjadi dengungan. Aron menutup kedua telinganya erat, berharap dengungan itu segera hilang. Namun, ternyata suara itu tidak kunjung hilang. Malah ia sperti melihat sebuah cahaya yang menembak ke arah tubuhnya, sehingga membuat dirinya terpental jauh ke belakang.
" Arghhhhh! Hosh! Hosh! Hosh!"
Aron terbangun dari tidurnya dengan keringat yang bercucuran. Ia lalu melihat ke sekeliling. Ada sebuah perasaan lega yang ia rasakan, yakni ia mengetahui dengan pasti bahwa semua yang ia alami itu adalah mimpi. Namun Aron juga merasa aneh, pasalnya mimpi itu seolah-olah adalah kenyataan. Ia benar-benar merasakan dirinya ada di sana.
" Mimpi ku tadi seperti bukan mimpi. Aku sungguh merasa ada di sana. Kedua tangan ini menebas tubuh orang secara nyata. Aaarghhhh!"
Aron melihat kedua telapak tangannya, setelah itu sakit kepala hebat menyerang. Dia mencengkeram kepalanya sendiri dengan kuat. Sakit kepala yang sama sekali belum pernah ia rasakan sebelumnya itu sungguh sangat menyiksa.
Bruk!
Aron terjatuh di tempat tidur. Matanya terpejam, entah pingsan atau tidur. Tapi yang pasti dia sama sekali tidak bergerak, dan hembusan nafasnya mulai teratur.
Aron rupanya tertidur, tapi pada tidurnya kali dia sama sekali tidak bermimpi. Air mukanya berubah menjadi tenang, dan tidak terlihat tegang ataupun kesakitan.
Tap! Tap! Tap!
Grethe berjalan dengan mengendap-endap. Dia harus menjalankan misinya sesegera mungkin. Ya, misi yang membuatnya harus berada di sini. Misi yang mungkin saja bisa menghilangkan nyawanya jika dia ketahuan nanti.
" Uuuuh, membawa barang ini sungguh sangat merepotkan. Tapi jika aku ketahuan berjalan-jalan saat malam seperti ini dengan tangan kosong, maka aku bisa saja langsung mati di tempat. Jadi Grethe, mari lakukan dan kembali segera."
Grethe mengitari gedung yang hampir menyerupai Colosseum itu dengan hati-hati. Ia membawa sebuah senter sebagai alat penerangan. Bangunan yang memiliki lorong itu benar-benar mirip bangunan pada masa kuno. Bahan bangunan yang digunakan juga dari batu, hanya saja tidak besar layaknya colosseum yang diceritakan dalam sejarah. Mungkin bisa dibilang ini versi kecilnya.
" Woaaah, ini sungguh gila. Berapa uang yang dikeluarkan pria bangsat itu untuk membangun ini semua?" gumam Grethe.
Tentu saja Grethe kagum dengan semua yang ia lihat. Selama ini dia hanya mendengar dari rumor, tapi saat melihat sendiri semuanya sungguh indah.
" Ohh tidak! Cukup Grethe, tugasmu bukanlah sebagai seorang pelancong, melainkan untuk menjalankan misi penyelidikan."
Wanita itu memfokuskan kembali dirinya. banyak tempat yang harus dia lihat. Terutama pada bagian dimana para petarung berada. Selain itu juga tempat tinggal tamu yang bersiap mengeluarkan uang dalam melakukan taruhan.
Tap! Tap! Tap!
Grethe kembali berjalan menyusuri lorong. Itu adalah sebuah tempat yang lumayan gelap, penerangan yang diberikan tidak banyak. Tapi masih cukup untuk bisa melihat agar tidak salah melangkah.
" Uuugh .. sakit. Aku sudah tidak tahan lagi."
" Aku lebih memilih mati dari pada seperti ini."
" Andaikan bisa bunuh diri, aku akan melakukan itu."
Beberapa keluhan dan rintihan kesakitan terdengar oleh Grethe dari luar. Ia Kemudian mendekat ke sebuah pintu dan mencoba melihat ke dalam melalui celah jeruji. Pintu kayu tebal dilapisi dengan besi di sekelilingnya itu memiliki sebah celah sekitar 30 x 30 cm, dan ada jerujinya.
Grethe melihat dari celah itu. betapa terkejutnya dia saat melihat beberapa orang sedang kesakitan karena luka di tubuh mereka. Bahkan ada luka yang sudah membusuk. bau tidak sedap juga menyeruak.
" Bajingan! Pria itu sungguh menganggap nyawa manusia hanya sebagai mainannya. Ini sudah sangat keterlaluan, dia merenggut kebebasan pribadi manusia."
Grethe sungguh geram, ingin sekali dia langsung bisa menghancurkan tempat itu. namun saat ini tentu dia tidak bisa. hal yang harus ia lakukan adalah mencari informasi sebanyak-banyaknya nya agar Oliver dan tempat ini bisa segera ditindaklanjuti secara hukum negara.
" Sial, baru dapat satu tempat saja sudah menghabiskan waktu beberapa jam. Tempat ini sungguh luas."
Grethe melihat arloji yang melingkar di pergelangan tangan kanannya. Ia harus segera kembali. Sebentar lagi penjaga akan berpatroli. ia tahu sedikit informasi itu saat ia masuk tadi.
" Apa yang Anda lakukan di sini Nona Eloisa?"
Deg!
Jantung Grethe berdetak dengan sangat keras. Bahkan ia sendiri sampai bisa mendengarkannya. Grethe mengambil nafasnya dalam-dalam, tangannya mengepal erat. Ia harus tenang dan tidak boleh terlihat gugup sama sekali.
" Aaah begini Tuan, saya ingin memeriksa tuan yang tadi. Karena biasanya menjelang dini hari seperti ini rasa sakit akan semakin menyiksa karena obat pereda rasa sakit yang diberikan sudah habis efeknya. Tapi sepertinya saya tersesat, ini adlah hari pertama saya bekerja di sini jadi saya belum hafal jalan menuju tempat Tuan yang terluka tadi."
Grethe tersenyum, ia menunjukkan kotan obat yang memang sudah ia siapkan sebelum keluar kamar. hal ini sudah ia prediksi sebelumnya maka dari itu ia harus membawa kotak itu meskipun sedikit merepotkan.
" Baik, saya akan mengantarkan Anda Nona. Tapi sebaiknya lain kali Anda tidak harus berkeliaran sendiri di tengah malam. Di tempat ini bukanlah tempat yang bisa Anda datangi secara sembarangan. Lakukan tugas Anda sesuai dengan job desk yang diberikan. Jangan pernah penasaran terhadap apapun."
Saran yang lebih seperti peringatan dan ancaman itu hanya bisa dijawab Grethe dengan anggukan kepala. Tentu saja ia akan menurut, ini bukan tugas yang mudah. Nyawanya menjadi taruhan, namun ia akan berusaha sebaik mungkin melakukannya.
" Tenang Grethe, aku yakin semua ini akan baik-baik saja. Celah itu pasti akan ada, dan pria bangsat itu akan mendapat hukumannya. Aku percaya itu!" ucap Grethe dalam hati.
TBC
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!