“Sekarang kau akan masuk ke dalam daftar keluarga Drake. Jangan khawatir, semua akan baik-baik saja. Bibi akan menjaga mu.”
“Eilaria Audrey, Aku Edward Drake. Ayahmu dan aku sudah seperti saudara. Mulai sekarang kau akan tinggal dirumah ini. Jadilah anak yang patuh.”
“Mulai saat ini kau akan masuk dalam daftar keluarga Drake, nama belakang mu bukan lagi Audrey. Ingat namamu sekarang, Eilaria Drake.”
Perkataan itu terlintas dalam lamunan Eila saat menunggu hasil rekomendasi kerja, ia berencana mengambil kuliah lanjut untuk gelar dokter spesialisnya di China. Melepas hidupnya di Inggris.
“Kau memikirkan apa?” Tanya Ivy Marleigh, sahabat Eila yang menempuh pendidikan yang sama.
“Hanya gugup. Apakah aku akan diterima di rumah sakit Pusat di Shenzhen?”
“Hei… Kau mencemaskan hal tidak berguna, aku tahu dirimu akan mudah dengan lolos.”
“Aku hanya khawatir, lagipula aku berencana melanjutkan studiku disana.”
“Kau khawatir karena ingin pergi studi atau lepas dari keluarga Drake?” Ivy sudah dapat menebak jalan pikiran Eila yang memang ingin menghindar dari keluarga Drake.
Eila terdiam lama. Sahabatnya itu sangat mengetahui tentang keadaannya. Tidak ada satupun yang luput dilewatkan oleh Ivy tentang masa lalu Eila.
“Apa menurutmu aku akan diizinkan oleh paman dan bibi?” Tanya Eila yang semakin ragu, ia mengajukan pindah kerja ke rumah sakit utama di China, Shenzhen, dan selama ini keluarga Drake selalu memfasilitasi kebutuhan Eila. Namun kali ini Eila memilih untuk mandiri.
“Kau belum mengatakannya? Bukankah hari ini pengumumannya? Apa yang akan…” Tanya Emily terputus saat nada dering handphone Eila berbunyi.
Emily Sandre merupakan salah satu teman dekat Eila sejak dibangku sekolah tingkat akhir. Hanya saja mereka beda jurusan sejak dibangku kuliah. Namun hubungan mereka tetap terjalin dengan baik.
BIIP… BIIP…
Eila langsung mengangkat panggilan dari Profesor Duan yang membawanya untuk bekerja di rumah sakit China tersebut. Obrolan yang cukup menyita waktu karena juga membahas pertimbangan ilmu spesialis yang akan dijalani oleh Eila.
“Aku diterima. Minggu depan aku diminta untuk mulai pengenalan. Dibawah bimbingan Profesor Duan.” Ujar Eila sesaat setelah panggilan tersebut berakhir.
“Temui paman dan bibi mu malam ini.” Balas Ivy.
Pikiran Eilaria sangat penat malam itu. Disisi lain ia sangat bangga dapat bekerja jauh dari wilayah Inggris. Tidak lagi bergantung pada keluarga Drake meski sejak awal kuliah ia sudah lama tidak menggunakan uang paman dan bibinya namun menggunakan fasilitas dari paman Drake sungguh menjadi beban tersendirinya.
Terlebih jika harus sering bertemu dengan Davian. Anak pertama dalam keluarga Drake, yang sangat dingin dan suka menindas dirinya.
Tak banyak yang mengetahuinya. Bahwa Davian adalah tunangan Eil. Keluarga Drake telah mempersiapkan calon istri untuk Davian yang dibentuk sejak dini.
Meski keluarga Drake sangat hangat dan peduli, namun bagi Eil semua bagaikan penjara. Eil harus menjaga martabat nama keluarga Drake dan harus patuh mengikuti kehendak Tuan besar Drake. Terlebih mengikuti aturan anak pertamanya, jika tidak ingin ditindas.
...****************...
“Bagaimana kabarmu Eil? Tanya bibi Drake, Helen Drake. Pertanyaan yang pasti akan selalu menjadi list utama jika bertemu dengan Eilaria
Setiap akhir pekan, Eilaria dan Nevan Drake anak bungsu keluarga Drake akan datang berkunjung ke Villa keluarga. Menghabiskan waktu untuk makan bersama dan bercengkrama bahkan terkadang berkuda dan bermain golf bersama.
“Cukup baik.” Jawab singkat Eila.
“Aku dengar kau mengundurkan diri dari rumah sakit cabang di Briston, untuk mendapatkan gelar spesialis mu. Kau berencana kemana Eil?” Tanya sang Bibi kembali sambil melempar bola golfnya, “Apa kau ada masalah disini?”
Eila terdiam. Sungguh keluarga Drake sangat cepat mendapatkan info apapun mengenai dirinya. Eila sendiri belum mengirimkan surat pengunduran dirinya namun berita itu sudah tersebar hingga ke bibi Drake.
Helen Drake adalah pimpinan rumah sakit utama di London. Keluarga Drake merupakan keluarga terpandang memegang kerajaan bisnis di wilayah Eropa. Fokus utama mereka dibidang IT dan Medis. Wanita yang berusia hampir setengah abad namun masih terlihat awet muda dan enerjik.
“Paman… bibi… aku mengajukan studi spesialis ku di China Shenzhen dan kebetulan profesor yang selama ini membimbingku memiliki kenalan disalah satu rumah sakit disana…”
Eila mengatakan secara perlahan memperhatikan reaksi sang Paman. Terlebih ucapannya terhenti saat Davian Drake tiba-tiba datang ke arena golf tersebut. Pria itu tidak pernah datang mengunjungi kota London selama akhir pekan kecuali untuk acara besar. Ia sangat disibukkan dengan tugas utamanya sebagai CEO IT terbesar diwilayah Eropa.
“Kau akan pergi kakak? China tempat yang bagus untuk memperdalam ilmu.” Semangat Nevan bocah remaja yang akan beranjak masuk kuliah. Ia cukup akrab dengan Eila.
“Kapan kau berangkat sayang?” Tanya bibi Helen kembali, menatap Eila dengan senyum hangatnya.
“Minggu depan kepala rumah sakit meminta ku untuk berkunjung untuk pengenalan. Jika memungkinkan sebelum itu aku akan berangkat.”
“Aku akan carikan rumah untuk mu.” Pungkas paman Edward Meski terlihat dingin, ia selalu mengutamakan kebutuhan Eila.
“Tidak. Tidak perlu paman. Aku mendapatkan asrama disana dan aku bisa mencari sendiri nanti. Tidak perlu merepotkan paman masalah ini.” Eila berharap di tempat barunya tidak ada lagi campur tangan keluarga Drake. Terutama Davian.
“Asrama?” Sang Paman berbalik menatap Eila.
“Ada beberapa rekan ku yang akan menyusul nanti. Aku tidak sendiri, jadi sementara waktu lebih baik aku bergabung dengan rekan ku di asrama.”
”Kalau begitu gunakan kartu hitam yang sudah kuberikan. Kau akan butuh itu disana. Setidaknya kau harus makan dengan baik.”
”Paman, aku sungguh tidak apa. Selama ini aku…”
“Heh. Kau mau bilang sudah terbiasa dengan kehidupan mewah keluarga Drake.” Ujar Davian menyela Eila, “Aku tidak yakin kau mampu tinggal di asrama.” Ketus Davian kembali yang datang menghampiri dengan sebilah stik golf.
“Davian… Ibu senang kau datang berkunjung. Akhirnya keluarga kita lengkap, makan malam bersama lah. Banyak yang perlu dibahas untuk kali ini.” Pinta Helen yang terlihat bahagia saat anak sulung kebanggaannya meluangkan waktu untuk datang.
“Kenapa kau harus datang.” Benak Eila kesal yang berharap kepergiannya tidak diketahui oleh Davian.
“Aku tidak lama. Ada urusan di kantor pusat yang harus aku tangani.” Jawab Davian yang menatap Eila dengan tajam.
“Kalian tidak perlu mengurus dia, aku akan mengantarnya dan mengurusnya dengan baik.” Dingin Davian.
Bagaimanapun Davian tidak akan pernah melepaskan Eila. Sungguh beban bagi hidup Eila harus menjadi boneka didalam keluarga Drake. Terlebih harus selalu tunduk pada Davian. Tunangannya.
Eila tidak percaya dengan apa yang didengarnya. Bahkan Davian akan ikut serta bersamanya. Pria ini tidak akan pernah melepaskannya.
“Kau serius?” Terlihat wajah Helen yang begitu semangat, “Aku akan tenang jika memang begitu.”
“Sungguh kau akan ke Shenzhen juga?” Tanya Nevan.
“Kau tidak perlu repot melakukan itu, bukankah kau cukup sibuk, aku dapat…” Ucap Eila gugup namun pundaknya ditepuk oleh Davian. Tubuh Davian cukup tinggi hingga harus sedikit membungkuk untuk menyampaikan pesan ditelinga Eila.
“Kau kira bisa kabur dariku.” Bisik Davian saat itu.
Eila sudah curiga. Pria itu tidak akan pernah sungguh-sungguh secara sukarela membantunya.
“Aku pamit dulu. Dua hari lagi aku akan datang menjemputmu. Penerbangan sudah aku siapkan.” Lanjut Davian.
Bahkan pria itu selalu selangkah lebih jauh untuk menghadapi Eila. Keluarga Drake sungguh lebih cepat mengetahui apa yang akan dilakukan oleh Eila, tak mungkin baginya menyembunyikan apapun dari keluarga Drake.
“Baiklah. Apa kita bisa makan malam sekarang?” Ajak paman Drake.
“Ayo kita makan.” Nevan menggandeng tangan Eila dan sang Ibu bersamaan, “Setelah aku lulus sekolah bagaimana jika aku juga mencari kampus di China? Apa ibu setuju?” Rengek Nevan.
Selama ini Nevan selalu tinggal bersama Eila di apartemennya. Meski Eila jarang pulang, Nevan akan selalu menanti kakak angkatnya itu diruang tamu.
Bagi Eila, Nevan sudah seperti keluarga satu-satunya. Terlebih bibi Helen yang mengasihinya seperti seorang ibu kandung.
________________________________________________
“Biarkan dia membawa kopernya sendiri Rey.” Perintah Davian saat baru turun dari mobil.
”Eil aku…” Bingung Reynard, asisten pribadi Davian.
”Urus saja Tuan mu. Dia masih anak kecil butuh bantuan orang dewasa sepertimu.” Bisik Eila.
”Maafkan aku.”
Mereka sudah tiba di Shenzhen. Memasuki sebuah area elit kompleks kondominium. Tak banyak bicara Eila bergegas menaiki lift yang menghubungkan garasi bawah dengan lantai utama. Ia takjub kondominium tersebut sangat besar dan luas. Namun rasanya ada yang janggal. Ia tidak menemukan kamar tidur lain.
“Hanya satu kamar tidur?” Tanya Eila pada Davian.
”Berapa yang kau harapkan?” Jawab Davian datar dan segera membasuh tangannya. Pria ini memiliki OCD teramat parah.
Terlihat susunan semua barang tertara apik dan bersih. Seluruh warna senada. Hanya ada warna hitam dan putih. Pantas aura pria itu terlihat suram.
”Aku akan kembali kalau begitu. Besok istirahatlah Tuan, urusan dikantor aku masih bisa tangani.” Pamit Rey sembari menuju kepintu luar.
”Davian… Apa kita akan tidur berdua? Dikasur yang sama?”
”Apa yang salah.”
Eila menghela nafas. Mendorong kopernya kembali. Ia sangat mengerti bahwa tidak akan mungkin menang berdebat dengan pria itu. Setelah penerbangan yang cukup lama, ia juga sudah lelah.
”Masaklah sesuatu. Aku lapar.”
”Kau baru makan tadi.” Kesal Eila.
SRAAKK!!
Davian menarik pergelangan Eila dan mengangkatnya. Wajahnya seketika terlihat dingin dengan tatapan tajam menatap Eila.
”Dimana cincin mu?”
”Aku lupa memakainya.” Eila menghempas tangan Davian.
Cincin pertunangan mereka. Bahkan hanya Eila yang harus memakainya. Jarang Davian memakai cincin tersebut. Eila baru melepasnya saat melewati pemeriksaan dibandara dan lupa memakainya, namun Davian sudah sangat marah.
“Puas.” Tunjuk Eila saat ia sudah memakai cincinnya kembali.
Segera Eila menuju dapur. Memasak sesuatu untuk Davian. Ia semakin takjub saat menemukan bahan makanan yang melimpah didalam kulkas. Sejak kapan pria ini mengatur apartemen itu.
”Kau ingin makan apa?”
”Buatkan aku roti dan segelas lemon hangat.”
“Kau tidak sungguh-sungguh lapar. Kau hanya ingin mengerjaiku.” Kesal Eila dalam hatinya.
“Apa kau akan pergi setelah ini?” Tanya Eila menyodorkan roti untuk Davian.
”Tidak. Aku lelah, aku akan beristirahat.”
”Dikamar atas?”
”Apa kau lihat ada kamar lain.” Datar Davian.
“Tidak seharusnya aku mengikuti mu. Besok aku akan pindah ke asrama.” Eila beranjak dari tempat duduknya.
Malam itu Eila tidak dapat tidur. Perbedaan waktu membuat dirinya mengalami jet flag. Ia memilih berendam dalam air hangat. Menghabiskan waktu menunggu Davian tertidur. Ia enggan berdebat dan bertengkar dengan pria arogan itu.
Saat Eila keluar dari kamar mandi, lampu sudah padam. Hanya beberapa lampu kecil disudut ruangan yang menyala.
“Kenapa lama sekali? Apa perlu membawa handphone kedalam kamar mandi?” Davian kesal menenggak wine nya.
“Kau belum tidur?” Eila terperanjat saat Davian melangkah mendekatinya.
”Siapa yang kau hubungi didalam kamar mandi?”
Pria itu sangat mudah cemburu. Bahkan meski ia sudah menyadap ponsel Eila tanpa sepengetahuannya. Ia masih berharap mendengar kata jujur dari wanita itu.
“Aku memberi kabar pada bibi.” Jawab Eila.
”Jangan bawa handphone mu kedalam kamar mandi lain kali.” Ketus Davian, “Siapkan pakaian ku. Aku mau mandi.”
Kembali Eila harus menghela nafas panjangnya. Ia hanya bisa mengikuti permintaan Davian.
Kamar tidur terletak dilantai dua. Eila menyediakan pakaian untuk Davian diatas ranjang. Menyalakan aroma terapi dan mematikan beberapa lampu kamar. Sebuah rutinitas yang sudah dihapal oleh Eila dan sudah menjadi keharusan baginya untuk melayani Tuan muda pertama keluarga Drake tersebut.
Eila mencoba meraih tali tirai jendela kamar. Tubuhnya memang sedikit pendek.
BIP!!
BUUGG!!
“Gunakan remote untuk menutup tirainya.” Ucap Davian yang berdiri dibelakang Eila.
Eila bahkan menabrak tubuh tinggi Davian. Pria itu bagai hantu, selalu tanpa suara tiba-tiba ada didekatnya.
“Aku sudah siapkan semuanya.” Ujar Eila, hendak keluar kamar namun tangan Davian mencegahnya.
“Mau kemana?”
”Turun kebawah. Kenapa?”
“Bantu keringkan rambutku.”
“Davian…” Dan lagi Eila menarik nafas panjangnya. Ia tidak jadi melanjutkan perkataannya. Sungguh perdebatan dengannya tidak akan selesai hanya dalam satu malam.
“Kemarilah.” Pinta Eila.
Davian membuka laptopnya dan duduk dipinggir ranjangnya. Mulai mengerjakan beberapa urusan pekerjaan. Eila sekilas dapat melihat bisnis yang dilakukan Davian. Angka-angka yang fantastis dimatanya.
“Terlalu panas.” Sahut Devian.
Eila tersadar dan menjauhkan hair dryernya.
”Apa itu semua uang pribadi mu?” Tanya Eila saat Davian membuka rekening pribadinya. Matanya terbelalak melihat jumlah yang bahkan ia dapat membangun beberapa rumah sakit.
”Kau melihatnya dari tadi?” Tanya Davian menurunkan layar laptopnya.
”Aku mengeringkan rambut mu, semua terlihat jelas dari belakang sini.” Kesal Eila.
Davian kembali melanjutkan transaksinya. Pantas banyak yang tunduk pada pria ini, cerdas, tinggi, mapan, bahkan memiliki banyak bisnis tersebar dibeberapa negara. Seketika Eila merasa ciut dihadapan Davian, inilah salah satu alasannya kenapa Eila selalu patuh pada Davian. Pria itu memiliki kuasa besar karena pengaruhnya dalam perekonomian wilayah barat. Menyinggungnya maka tamat sudah riwayat kita.
”Apa ada hal lain yang harus aku lakukan sebelum aku tidur?” Tanya Eila kembali.
“Tidak ada. Tidurlah.” Jawab Davian tanpa teralihkan dari laptopnya.
“Tidur disini, aku tidak akan berbuat sesuatu. Kecuali jika kau membantah.” Davian menyadari bawah Eila akan kembali turun dan tidur dilantai bawah.
Eila tidak membantah. Ia sangat lelah. Belum meluruskan punggung nya seharian itu dan harus mengurus Tuan Muda pertama Drake.
Eila menyelimuti dirinya dan membenamkan dirinya diantara bantal-bantal besar diatas ranjang. Sedangkan Davian tetap melanjutkan pekerjaannya.
“Apa bisa dikecilkan AC nya? Ini sangat dingin.” Pinta Eila setelah beberapa jam tertidur.
“Dingin?” Davian melihat suhu AC dikamarnya masih dalam batas normal. Ia masih sibuk berkutat dengan pekerjaannya.
Meski terlihat arogan dan egois. Namun pria itu sangat peduli pada Eila, ia segera mengubah AC nya dalam mode hangat.
“Kau tidak apa-apa?” Davian menyentuh dahi Eila, terasa panas.
Benar saja saat dicek melalui thermomether suhunya 39 derajat celcius.
“Eil bangun.” Pinta Davian, menyadari wanita itu demam dan bergegas mengambil air minum berserta obat.
”Ada apa lagi? Bisakah aku tidur sebentar.” Lirih Eila.
“Kau demam, minum dulu obatnya.”
“Davian… kau tahu aku tidak suka obat. Aku hanya mau tidur.”
”Tapi…”
”Tidur… Aku akan membaik besok pagi.”
Malam itu Davian menutup laptopnya. Tidak menggubris panggilan dari Rey maupun dari kantornya. Ia sangat telaten merawat Eila, mengompresnya tiada henti hingga panasnya mereda.
“Kau dari mana saja. Ada hal…” Ujar Rey saat Davian menghubunginya kembali.
”Rey siapkan bubur besok pagi ketempat ku.” Pinta Davian dan segera menutup panggilan telepon tersebut.
Ia juga lelah hari itu. Tanpa sadar ia terlelap disamping Eila. Mendekapnya hingga tertidur.
———————————————————————-
BIIP BIIP BIIP
Eila terbangun saat suara handphonenya berdering.
“Ya Rey.”
”Aku menyiapkan bubur, sudah kutaruh didekat meja luar. Apa Tuan Davian sudah bangun?”
Eila tersadar saat tangan Davian melingkar ditubuhnya. Memeluknya.
“Ya dia masih tidur.” Eila segera mematikan panggilan tersebut.
Eila secara perlahan mengangkat tangan Davian yang sedikit berat. Namun justru tubuhnya diseret semakin erat berada didalam dekapan Davian.
“Apa kau sudah mendingan?” Tanya Davian tanpa membuka mata.
Eila melihat ada baksom berisi air dan beberapa handuk kecil. Ia teringat bahwa semalaman dia deman. Dan tidak menyangka Davian merawatnya.
”Davian… Bisa kau melepasku.” Bisik Eila ditelinga Devian.
Ia tidak menyangka perbuatannya itu sangat sensitif untuk Davian. Niat Eila agar tidak menganggu tidur Devian namun kini malah membangunkan seekor singa.
SRAAAK!!
“Apa yang kau lakukan?!” Davian menarik tubuh Eila tepat dibawahnya.
”Aku, tidak ada.” Eila berusaha mendorong tubuh Davian tapi ia baru tersadar bahkan Davian tidak menggunakan pakaian saat tidur.
Davian cukup kegerahan saat AC nya dalam mode hangat. Terpaksa ia membuka bajunya. Dan Eila tanpa sengaja menyentuh dada bidang Davian yang berotot. Badan yang sangat atletis.
“Eila, apa kau sadar perbuatan mu.”
”Aku tidak sengaja. Kenapa kau tidak memakai baju mu saat tidur.” Kesal Eila.
“Kenapa? Siapa yang semalam kedinginan?”
Eila mengambil remote AC yang berada didekatnya dan menyetel dalam suhu yang sangat dingin. Sungguh perbuatan yang ceroboh.
“Eila, apa kau sengaja. Ingin aku menghangatkan mu?”
”Davian kau jangan aneh-aneh. Pakai baju mu sekarang.”
”Kau berani memerintah ku.”
Davian semakin mendekatkan wajahnya, nafas hangatnya bahkan dapat dirasakan oleh Eila menerpa wajahnya.
“Davian…” Eila sekuat tenaga mendorong tubuh pria itu, “Dibawah ada Reynard.”
Eila bergegas keluar kamar dan menuju teras utama yang terhubung dengan sebuah lift apartemen.
“Kau menunggu lama?” Tanya Eila pada Rey.
”Tidak masalah, daripada aku membuat mood Tuan muda hancur pagi ini.”
”Apa maksudmu, masuklah.” Perintah Davian.
Wajah Rey seketika tersenyum dan memerah saat mendapati Boss nya turun dari tangga kamar tanpa mengenakan baju.
”Kau sudah melakukannya?” Bisik goda Rey pada Davian.
”Apa yang kau pikirkan.” Davian memperhatikan Eila yang sibuk menyiapkan sarapan bubur yang dibawa Rey.
“Ada apa semalam menghubungi ku?”
”Aaah iya…” Rey mengeluarkan tabletnya, “Aku butuh tandatangan mu.”
”Barang yang ku minta sudah ada?”
”Sudah tiba semalam bahkan.”
Davian menenggelamkan dirinya kembali pada berkas softfile yang ada didalam tablet itu. Wajahnya terlihat sangat serius sebelum menandatangani berkas tersebut.
”Kau hari ini akan kekantor?” Tanya Eila yang saat itu sudah mandi dan berpakaian rapi. Bahkan dua pria itu tidak menyadari karena mereka terlalu sibuk dengan berkas-berkas itu.
“Kau mau kemana? Bukankah masih beberapa hari lagi untuk kerumah sakit.” Bingung Davian menatap Eila yang sedang menyantap buburnya.
”Aahh itu…” Eila lupa mengatakannya pada Devian.
Eila memutar otaknya bagaimana untuk mengambil hati Davian sebelum menyampaikan keinginannya.
“Ada beberapa hal yang harus aku urus.”
”Kau semalam demam.”
“Hari ini aku akan ke kampus, untuk lapor diri.” Eila menyuapi bubur hangatnya ke Davian. Pria itu cukup patuh jika Eila menyuapi dirinya. Bahkan Rey terheran dibuatnya, Davian tidak pernah mau makanannya disentuh atau bahkan ditiup oleh orang lain, selain Eila.
“Dan aku diajak kumpul oleh teman-teman ku di asrama. Semacam komunitas anak magang yang satu jurusan.”
”Kau akan tinggal diasrama?”
Eila sedikit canggung dan menatap Rey. Paham pembicaraan ini tidak boleh didengarnya, Rey beranjak pindah ke dapur mengambil minum.
Ada rasa cemas saat Eila hanya berdua dengan Davian. Pria itu mudah emosi jika Eila salah berucap sedikit saja.
“Apa kau kira kita harus tidur seranjang terus setiap malam. Kau pria normal dan aku…” Bisik Eila yang tidak mampu melanjutkannya.
“Dan…” Tanya Davian pura-pura tidak mengerti.
”KAU HARUSNYA PAHAM. Kenapa minta aku harus mempertegas semua. APA KAU BODOH.” Eila selalu berani berteriak dan mengumpat dihadapan Davian.
Baginya meski sudah berusaha baik dan patuh, pada akhirnya Davian akan tetap menindasnya. Jadi ia tidak akan mengalah jika ia mampu.
“Eilaria.” Suara dingin Davian mulai menggema bahkan Rey sempat tercekat mendengar suara dalam Davian.
“Ayah dan ibu meminta ku menjaga mu. Mereka tidak mengizinkan mu tinggal di asrama, terlebih aku. Apa kau sekarang mulai membangkang.”
Eila selalu kalah. Dia tidak bisa berucap apapun jika ini keputusan paman dan bibi Drake.
“Lagipula apa yang kau pikirkan. Kau kira tubuh mu begitu bagus sampai aku ingin meniduri mu. Kita sudah sering tidur berdua apa aku pernah melakukan sesuatu padamu.”
“DAVIAAN…” Eila membungkam mulut pria itu dengan tangannya. Sangat memalukan jika harus didengar oleh Rey.
“Makanlah sarapan mu. Setelah ini aku harus pergi.” Eila sungguh panik dengan ucapan Davian yang terlalu frontal dihadapan orang lain.
“Kau akan ke kampus? Aku bisa mengantarmu Eil.” Sahut Rey.
”Tidak. Tidak perlu. Aku bisa menggunakan taxi atau kereta bawah tanah.”
“Apa perlu aku mengantarmu?” Kembali suara dingin Devian menusuk telinga Eila.
”Aku akan bersiap kalau begitu. Tunggu aku Rey.” Ujar Eila merasa kalah.
“Segera kembali setelah urusan pendaftaran mu selesai.” Tegas Davian yang bahkan Eila tidak menggubrisnya.
Eila sungguh tidak mengerti bahkan setelah pindah negara, keluarga Drake masih terus mengatur hidupnya. Terlebih Davian, bagaimana bisa ia memiliki bisnis di kota itu. Sedangkan Eila sudah melihat kantor cabang dan pusat mana saja yang dimiliki oleh Davian.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!