Fazza menatap gadis remaja yang selama ini dia nafikan perasaannya sambil tersenyum miring.
Gadis remaja itu tampak malu malu berjalan ke arah mobilnya karena dia sekarang menjadi pusat sorot perhatian teman temannya yang sedang pulang sekolah.
Salah Fazza juga yang menjemputnya masih dengan stelan rapi jasnya walaupun hari sudah sore. Dirinya sudah seperti sugar daddy saja buat remaja SMA itu. Sugar daddy yang sangat tampan dan menawan hati para remaja putri yang ada sana.
"Kalo gini modelnya, aku juga mau."
"Mau dihajar Kinara?"
"Oh iya..... Serem....!"
"Abang sepupu atau omnya Kinara, kan....."
"Hemmm....."
"Yang benar yang mana? Abang sepupu atau omnya Kinara?"
"Dua duanya juga boleh....."
"Tampannyaaa........."
"Mobilnya juga bagus......"
Bisik bisik itu terdengar bagaikan dengungan lebah. Saling bersautan.
Fazza pun membukakan pintu mobil buat Vanda yang terus saja menunduk. Rona merah sudah menjalar di wajahnya. Bibir Fazza masih tersenyum miring. Dia pun berjalan tenang memutari bagian deoan mobil. Kemudian duduk di sampingnya.
"Sekolahnya lancar?" tanya Fazza sambil menghidupkan mesin mobilnya.
"Ya."
"Ngga ada pe er?"
"Ada."
Setelahnya hening. Fazza ngga berkata apa apa lagi. Fokus di depannya. Dia ngga punya banyak.waktu. Setelah mengantar Vanda pulang ke rumahnya, dia harus segera menghadiri meeting penting.
Ada klien dari Dubai yang akan datang.
Sementara Vanda ngga berkata apa apa lagi. Karena laki laki dewasa ini ngga bertanya lagi.
Harusnya dia nanya, kan, pe-er nya susah nggak? Atau pe-er mapel apa? keluh Vanda dalam hati. Lidahnya pun selalu kaku jika berhadapan dengan Fazza Mana jantungnya sudah berdebaran ngga menentu dan otaknya pun mendadak beku.
Ngga disangkanya akan sulit menjalin komunikasi dengan Fazza. Padahal saat melihat interaksinya dengan Kinara, Fazza terlihat ringan dan santai. Tapi saat bersamanya kenapa terasa datar?
Padahal pertunangan mereka sudah berjalam satu bulan. Hanya tiga kali asisten Fazza menjemputnya untuk mengantarkannya ke ruangannya. Menemani dia bekerja, tapi hanya sebentar, karena selalu ditinggal meeting.
Jadinya dia meminta diantar pulang saja ke rumah, dan beberapa minggu kemudian Vanda minta supirnya saja yang menjemput dengan alasan ngga mau merepotkan Fazza dan asistennya.
Sudah seminggu mereka ngga bertemu, karena Fazza berada di luar negeri. Saat sudah pulang pun, Fazza begitu sibuk.
Laki laki dewasa itu menelponnya tadi, mengatakan akan menjemputnya. Kalimatnya singkat, jelas dan padat.
Vanda masih jelas mengingatnya.
"Ha halo?"
"Aku tunggu di depan."
Sambungan telpon pun langsung terputus
Vanda berdecak. Padahal degup jantungnya masih belum tenang. Tadi pun Vanda merasa bukan sedang ditelpon, tapi malah merasa abang sepupu Kinara yang ada di depannya. Makanya dia sangat gugup tadi.
Huuhhh, Vanda menghela nafas panjang.
Dia segera mengirim pesan pada supirnya agar ngga usah menjemputnya. Tapi sepertinya Fazza sudah mengatakan lebih dulu pada supirnya kalo ngga perlu menjemput dirinya, sebelum mengabarinya tadi.
Kembali Vanda menghela nafas. Kali ini lebih panjang.
Tantrumnya di dadanya belum juga hilang. Mendengar suaranya saja sudah membuat jantungnya jumpalitan, apalagi nanti melihat orangnya.
Vanda akui, dia langsung jatuh hati saat melihat ketampanan Fazza. Jantungnya selalu berdebar keras dan dia selalu kehilangan kata jika berada dj dekatnya.
Tapi setelah menjalani hubungan mereka selama sebulan ini, Vanda merasa ada yang salah. Dalam segi obrolan mereka sering ngga nyambung. Pertemuan juga jarang. Vanda merasa ngga bisa sebebas dulu, apalagi ada Kinara yang jadi pawang Fazza. Walaupun sahabatnya itu ngga menghalangi laki laki lain ngobrol dengannya. Tapi tetap saja Vanda merasa sungkan.
Ini adalah pertemuan pertama setelah beberapa hari Fazza pulang dari luar negeri. Laki laki super sibuk itu hanya menchat nya seperlunya saja.
Tadi dia sendirian menyusuri lorong kelas karena Kinara sudah pulang bersama Farel. Dan kehadiran Fazza memang selalu berhasil membuatnya melupakan keresahannya. Langsung memaafkan sikapnya yang selalu seenaknya saja datang dan pergi.
Laki laki dewasa itu semakin tampan saja. Balutan jasnya semakin menampakkan aura dewanya yang tak terbantahkan. Hati Vanda memang sudah tergila gila dengan penampilan fisik sepupu Kinara.
Vanda harus memupus kekecewaannya karena mobil Fazza langsung mengarah ke rumahnya. Dia mengira setelan sekian hari ngga bertemu, Fazza akan mengajaknya mampir ke kafe atau ke mall.
"Vanda, bentar," tahan Fazza sebelum tunangan belianya pergi.
"Ya?" Vanda menoleh dengan tangan sudah bersiap akan membuka pintu.
Fazza mengambil sesuatu di dalam jasnya. Dia pun meraih tangan kanan Vanda dan mengenakannya. Sebuah gelang yang sederhana tapi tetap terlihat mewah.
"Makasih." Vanda menatap gelang itu dengan dada penuh debaran. Tadi saat Fazza memakaikan gelang itu untuknya, Vanda sampai menahan nafasnya.
"Jangan lupa kerjain pe ernya," pesan Fazza ketika Vanda sudah membuka pintu mobilnya.
Vanda hanya menganggukkan kepalanya. Dan dia terus berdiri menatap sampai mobil Fazza meninggalkan rumahnya
Kali ini Vanda menghela nafasnya.
Begitu aja, keluhnya dalam hati. Kata kata Fazza mengingatkanya pada kata kata mama dan papanya.
Sebenarnya dia ini pacarnya atau anaknya, sih?
Vanda pun berjalan lunglai ke arah rumahnya yang selalu sepi. Orang tuanya pasti ngga ada di rumah lagi.
Kinara juga lagi sibuk membantu Farel-kekasihnya mempersiapkan diri mengikuti olimpiade sains.
Punya tunangan yang diharapkan bisa mengusir kesepiannya, ternyata hanya mimpi saja.
*
*
*
"Jangan lupa datang dengan tunanganmu," senyum Nathan sambil mengulurkan undangan pernikahan Dirga dan Audrey.
"Gimana hubungan kalian? Lancar?" tanya Zayn kepo.
"Apa dia betah punya tunangan sesibuk lo," sarkas Kaysar menimpali.
Fazza hanya tersenyum tipis. Tapi rasanya ngga ada masalah. Gadis SMA itu cukup memahami kesibukannya. Ngga protes sama sekali.
"Luangkan sedikit waktu buat tunanganmu itu. Sesekali ajak dia pergi," imbuh Nathan. Dia cukup khawatir juga karena kesibukan Fazza yang sangat luar biasa. Dia CEO Perusahaan yang sangat besar. Dhafi sedang mengurangi kesibukannya karena kehamilan Salma, jadinya kerjaan Dhaffi pun dihandle Fazza.
Jangankan tunangannya, mereka saja sulit bertemu Fazza.
"Nantilah."
Sahabat sahabatnya hanya mendengus mendengarnya.
*
*
*
Karena bosan Vanda memilih untuk menikmati hari harinya sepert dulu, jauh sebelum mengenal Kinara dan terikat dengan Fazza.
Sudah biasa dia jalan jalan ke mall sendirian.
BUK
Hampir saja Vanda terjatuh, untung kakinya masih bisa menahan tubuhnya ketika tanpa sengaja dia menubruk bahu seseorang.
"Maaf."
"Ngga apa apa."
Ternyata yang ngga sengaja ditabraknya cowo yang mengenakan seragam SMA lawan tanding voli nya dulu. Dia ngga sendiri. Ada beberapa cowo yang bersamanya. Masih mengenakan seragam mereka.
"Rasanya pernah lihat," cetusnya sambil mengamati Vanda.
"Lo kalo lihat cewe cantik pasti gitu reaksinya," cela salah seorang temannya, kemudian mereka sama tergelak, termasuk cowo yang menegurnya tadi.
Vanda bermaksud pergi meninggalkan cowo cowo itu.
"Kenalkan, gue Ethan," tahannya sambil mengulurkan tangannya.
Vanda terpaksa balas mengulurkan tangannya.
"Vanda."
Ethan tersenyum melihat Vanda cepat cepat menarik tangannya yang dia genggam.
Setelah tersenyum seadanya, Vanda pun melangkahkan kakinya cepat cepat pergi meninggalkan Ethan dan teman temannya yang ngga menahan kepergiannya.
Jam sepuluh malam, saat Fazza bersiap akan pulang ke rumahnya, ponselnya berdering.
Devin, walau agak heran, dia pun menerimanya panggilan telponnya
"Pacar lo tadi di mall sendirian," lapor Devin via telpon.
Fazza agak terusik juga. Apalagi setelahnya Devin mengirimkan beberapa foto saat Vanda sedang bersalaman dengan remaja laki laki seusianya. Sama sama masih SMA.
Tanpa sadar Fazza mengeluh dalan hati. Apalagi sudut pengambilan Devin sangat bisa membuat rasa cemburunya bangkit.
"Tugasmu buat memata matai dia sudah lama selesai," decak Fazza kesal. Rahasia besarnya masih rapi disimpan Devin, hingga Devin berani seenaknya saja padanya.
Devin ngakak sampai Fazza harus menjauhkan ponselnya demi keberlangsungan hidup gendang telinganya.
"Ngga sengaja tadi lihat dia waktu aku ngemall."
"Hemm....."
"Tapi tadi aku terus ikuti sampai dia pulang. Jangan khawatir. Udah selamat sampai di rumah," gelak Devin lagi. Seolah senang membuat Fazza kesal.
Telanjur ketemu dan telanjur sudah memfoto yang pasti akan membuat Fazza panas, jadi sekalian saja dia ikuti kemana saja tunangan Fazza pergi. Jiwa pengawal begitu mendarah daging dalam dirinya.
"Terimakasih," ucap Fazza ngga ikhlas.
Devin makin tergelak sampai Fazza kesal hingga memutuskan telponnya.
Kata kata para sahabatnya tergiang lagi. Padahal dia sudah membuat tunangan belianya merasa surprise, karena tadi sudah langsung menjemputnya. Ternyata masih kurang.
Fazza memijat keningnya sambil memperhatikan foto foto itu lagi sebelum meremasnya dan membuangnya ke tong sampah.
*
*
*
Fazza sudah memundurkan jadwal meetingnya dua jam ke depan, karena dia akan mengajak Vanda untuk membeli gaun yang akan dia kenakan dua hari lagi di acara nikahan abangnya Zoya, Dirga. Juga sedikit mengikuti saran saran sahabat sahabatnya, mengajaknya nge mall setelah dari butik.
Fazza pun mulai menelpon nomer yang dari semalam sudah membuatnya ngga nyenyak tidur sambil melangkah keluar dari ruangannya.
"Ha halo....."
Fazza tersenyum mendengarnya. Selalu saja gugup.
"Aku jemput sebentar lagi," ucapnya tanpa basa basi.
"Emm.... A aku ada latihan vo voli."
"Sekarang?" Kening Faxxa berkerut.
"I iya... Kinara juga ikut, kok."
"Berapa lama?" Firasatnya mengatakan kalo dia akan mendapat jawaban yang ngga sesuai dengan harapannya.
"Biasanya dua sampai tiga jam."
Hampir saja Fazza memaki.
Padahal dia sudah sengaja mengosongkan jadwalnya selama dua jam ini.
"Oke." Hanya itu yang bisa dia ucapkan, kemudian telpon pun dia putuskan.
Dia pun menghubungi sekretarisnya, dan meralat semua ucapannya tadi
"Jadi meetingnya sekarang, Pak?" kaget sekretarisnya karena bosnya merubah apa yang sudah dikatakannya beberapa.menit yang lalu.
"Ya."
Ngga pernah bosnya bersikap seperti ini. Ngga konsisten. Tapi dia ngga bisa membantah karena suara bosnya terdengar gusar. Jadinya dia pun segera menghubungi para direktur yang awalnya sudah bersuka ria karena meeting akan ditunda.
Dia pun meminta tolong beberapa stafnya secepat mungkin menyiapkan ruang meeting. Sangat melelahkan bekerja di luar rencana dan diburu oleh waktu. Beberapa direktur yang dihubunginya pun sempat berteriak kesal padanya, karena sudah menyampaikan informasi yang keliru. Padahal bukan salahnya.
Fazza sendiri beneran gusar, rencana yang sudah dia susun untuk bersama dengan gadis itu jadi berantakan. Dia pun bergegas ke ruang meeting dengan wajah masam.
Para direktur yang hadir merasakan hawa meeting ngga sefrendly seperti biasa saat mereka menyampaikan keuntungan yang melebihi target. Meeting kali ini seperti ketika mereka.mengalami kerugian bahkan bencana karena ada pekerja proyek yang mengalami kecelakaan kerja.
Tapi untunglah Fazza hanya menampilkan wajah masamnya saja, tidak menunjukkan kemarahannya karena keterlambatan mereka yang menghadiri meeting.
*
*
*
"Ada apa?" tanya Kinara heran melihat wajah bingung Vanda.
"Ommu," jawab Vanda asal.
Kinara terkikik.
"Kenapa omku yang super tampan dan tajir itu?" ledeknya.
Vanda mendengus pelan.
"Aku baru kali ini menolak ajakannya," katanya terus terang. Sama seperti Kinara, mereka berdua sedang mengikat tali sepatu masing masing.
Gerakan Kinara yang sedang menyimpul tali sepatu berhenti.
"Dia mau ngantar kamu pulang lagi kayak kemarin?" decak Kinara mengejek.
Hemm.... Sudah ada progres, cibirnya dalam hati. Seenggaknya abang sepupunya itu sudah memunculkan dirinya di sekolah mereka. Ngga hanya asistennya melulu.
"Sepertinya," jawab Vanda agak ragu. Firasatnya mengatakan, abang sepupu Kinara akan mengajaknya ke suatu tempat, walaupun dia ngga yakin.
Selama satu bulan resmi jadi tunangan, baru satu kali malam minggu Fazza mengajaknya pergi. Tiga malam minggu selebihnya dihabiskannya di rumah sendirian, karena Fazza sedang bolak balik ke luar negeri. Kinara juga sibuk bersama Farel.
"Biarin aja. Sesekali dia tau kamu juga bisa sibuk," oceh Kinara santai.
Vanda hanya mengangguk setuju dengan pendapat Kinara.
Iya, gantian, batinnya agak senang. Selama ini tunangannya itu sibuk melulu. Nelpon, nge chat, apalagi ketemu, bisa dihitung dengan jari. Padahal udah sebulan. Dia dicuekin mulu. Baru kali ini Vanda bisa tersenyum.
"Ayo, kita latihan sebelum diomeli Kak Candy," ajak Kinara sambil berdiri.
"Ya." Mereka mulai sibuk latihan karena pertandingan antar sekolah akan dimulai sebentar lagi. Trophy gubernur yang mereka raih tahun kemarin harus dipertahankan.
Semangat Vanda sudah kembali lagi. Untung sempat cerita sama Kinara, kalo ngga pasti sesi latihan ini akan diisi dengan kemarahan Kak Candy karena dia sudah ngga fokus.
*
*
*
"Kamu kenapa hari ini?" tanya Kendra sambil memperhatikan wajah putranya. Dia sempat mendengar bisik bisik stafnya kalo Fazza sempat membuat keputusan yang membingungkan.
"Ngga apa apa, Papi," jawab Fazza tenang.
Kendra tersenyum.
"Jangan terlalu sibuk. Lepaskan saja beberapa proyek," usul Kendra sambil mengambil salah satu map teratas yang berada dalam tumpukan yang cukup tinggi.
"Tapi mereka sudah terlalu percaya sama kita," protes Fazza. Relasi yang sudah terlalu lama membuatnya agak sungkan menolak kerja sama yang saling menguntungkan ini.
"Iya, sih." Kendra pun sudah cukup sibuk juga. Tapi ngga masalah buatnya, karena Zayra selalu menemaninya.
Hening.
"Sebaiknya kamu libatkan, Devin untuk membantu. Dia lumayan juga," usul Kendra lagi.
Si tukang ngeselin itu? Hampir saja Fazza menumpahkan unek uneknya.
"Nanti papi yang akan menghubunginya," sambung Kendra lagi setelah ngga ada jawaban dari putranya.
"Oke."
Ya, ngga apalah. Dia pun sudah sangat kelimpungan sejak kehamilan tante Salma.
"Nanti malam ajak Vanda makan malam di rumah. Mamimu udah kangen katanya," senyum Kendra.
"Tapi aku ada meeting," keluhnya.
"Devin yang akan tangani," senyum Kendra membuat Fazza bisa tersenyum juga.
Okelah kalo gitu.
Vanda baru saja selesai mandi. Rasanya segar setelah dua jam lebih latihan penuh keringat.
Selagi dia mengeringkan rambutnya, ponselnya bergetar lagi. Dan getaran itu sontak merambati hatinya.
Fazza! Senyumnya spontan terkembang. Padahal hanya melihat namanya saja yang sedang memanggilnya untuk direspon.
"Ya, ha halo....."
Kenapa dia ngga bisa santai saja nerima telpon laki laki dewasa ini, rutuk Vanda membatin antara sebal dan senang.
"Mami ngundang kamu makan malam di rumah."
"I iya."
Kenapa ngga nanya, kamu capek ngga? Vanda jadi bodoh karena jadi haus perhatian Fazza.
"Nanti aku jemput "
"Em... I iya."
"Jam setengah tujuh."
"I iya....."
Sambungan telponnya pun terputus.
Vanda tersenyum, agak getir. Selalu begitu. Padahal Vanda ingin obrolan yang lebih panjang.
TOK TOK TOK
"Non Vanda.... Non Vanda...."
Vanda segera membuka pintu kamarnya. Bik Rania-wanita paruh baya yang selalu menemaninya di rumah-tersenyum lembut
"Mau bibik masakin apa, non?" Walaupun Vanda ngga pernah cerewet dan memilih makanan yang disediakan artnya di rmh, tapi Bik Rania selalu saja bertanya menu apa yang ingin nona mudanya makan.
Vanda tau itu artinya kalo orang tuanya ngga berada di rumah. Kesepian kembali menyusup hatinya.
Makanya tadi hatinya cukup senang karena Fazza menelpon. Biasanya Kinara akan menelponnya saat malam malam menjelang tidur. Hanya saja frekuensinya agak berkurang sejak sahabatnya itu punya kekasih.
"Ngga usah, Bik Rania. Aku mau makan di rumah Kak Fazza," tolak Vanda lembut.
"Ooh... Tuan muda Fazza nanti mau jemput, ya, non," senyum Bik Rania tampak merekah. Hatinya ikut gembira mendengarnya.
"Iya...."
"Baiklah, non. Bik Rania bantu, ya, biar cantik."
Vanda tertawa sambil membuka pintu kamarnya lebih lebar lagi hingga memudahkan Bik Rania masuk.
"Belum pilih baju, ya, non?"
"Belum." Vanda membiarkan Bik Rania membuka lemari pakaiannya. Dia sendiri sibuk mengeringkan rambutnya.
Sudah jadi kebiasaan Bik Rania membantunya memilih pakaian dan mendandaninya. Mamanya mana sempat melakukannya. Beliau sangat sibuk. Sama seperti papanya.
Vanda sudah sangat terbiasa. Tapi dia ngga terlalu merasa sepi karena ada Bik Rania, sesekali oma dan opanya datang menemaninya.
Vanda sulit berteman karena dia terlalu pendiam. Orang tuanya juga sering berpindah tugas. Hanya Kinara yang getol mendekatinya ketika dia masuk di SMA Kinara. Kinara juga yang mengajaknya ikut ekskul voli. Dan ternyata Vanda bisa masuk tim inti.
Hari harinya pun diisi dengan full latihan, apa lagi jika ada kompetisi. Dia akan sibuk berlatih. Kesepiannya hanya malam saja. Tapi biasanya Vanda sudah ngantuk dan cepat tertidur karena capek.
"Cantik banget, non," puji Bik Rania setelah membantu Vanda berdandan.
Vanda tersenyum senang saat melihat dirinya di cermin. Ya, Bik Rania sudah membuatnya lebih cantik.
*
*
*
Sedikitpun Fazza ngga memuji penampilannya. Laki laki itu hanya tersenyum tipis sambil membukakan pintu mobil untuknya.
Laki laki dewasa itu masih mengenakan jasnya. Dia sepertinya baru pulang dari tempat kerjanya dan belum berganti pakaian. Mungkin juga belum mandi.
Tapi kenapa dia masih harum, ya? Batin Vanda ngga habis pikir. Dia saja kadang malu dengan dirinya, jika sudah selesai latihan, tubuhnya akan beraroma matahari.
Biasanya ada Kirana yang selalu memulai percakapan dan bisa membuat suasana menjadi penuh senyum dan tawa.
Tapi kini suasana terasa hening seperti sedang mengheningkan cipta.
"Ehem.... Kapan lombanya?"
"Ya?" Vanda agak terkejut mendengar pertanyaan Fazza setelah mereka sama sama larut dengan pikiran masing masing.
Fazza tersenyum samar, dengan fokus tetap.di depan.
"Em.... Dua minggu lagi," jawab Vanda setelah kegugupannya mulai bisa dia kendalikan dan menyadari pertanyaan Fazza.
Fazza hanya mengangguk, ngga bertanya lagi sampai mobil yang membawanya tiba di halaman rumah mewah Fazza.
Kinara memperhatikan rumah yang pernah dia inap dulu bersama Kinara. Sudah cukup lama juga dia ngga maen lagi.
Mami Fazza menyambut dengan penuh senyum. Beliau pun memeluknya.
"Kata Fazza tadi abis latihan, ya? Pasti capek banget, kan."
Serr.
Rasanya senang sekali ada yang bertanya tentang keadaannya.
"Lumayan, mami."
Mami Fazza yang memintanya dipanggil begitu.
"Harus makan yang banyak, dong, biar bisa kuat snashnya," tawa hangat mami Fazza berderai.
Vanda jadi ikut tertawa juga, agak perlahan. Dia masih canggung
Fazza yang melewatinya setelah menyalim maminya menoleh saat mendengar tunangan dan maminya tertawa.
"Sana, cepat mandi." Suara papinya membuat dia mengangguk. Ngga tau muncul dari mana, padahal tadi belum terlihat di mana pun.
"Ya, papi."
Kendra tersenyum melihat kelakuan kaku putranya. Berharap Vanda tahan dengannya.
Vanda terpukau ketika melihat banyaknya hidangan yang tersedia di atas meja.
"Mami ngga tau kamu sukanya yang mana," senyum Mami Fazza sangat merekah.
"Enak enak semua, mami." Mata Vanda berkeliling menatap.satu persatu, juga dengan senyum yang merekah.
"Syukurlah. Jangan malu malu nanti, ya," sahut mami lagi.
Vanda mengangguk ngga yakin. Apa dia bisa makan dengan lahap di dekat Fazza? Rasanya dia hanya butuh minum saja, yang gampang ditelan.
"Mami sama papi udah tau kamu ke sini, kan?" tanya Zayra-mami Fazza-lagi.
"Sudah, mam. Lagi di luar kora juga."
"Oooh."
Kendra ngga bersuara, dia mengamati Istri dan calon menantunya bergantian. Hatinya senang melihat keduanya begitu akrab.
Vanda yang selama ini dia perhatikan cukup pendiam, tapi kali ini syara tawanya cukup sering terdengar. Bahkan putranya juga sempat memperhatikan juga.
"Fazza lama banget. Vanda, coba kamu panggil, biar ngga kelamaan."
Waduh
"A aku mam?"
Gugup lagi, kan? Vanda merasa degup jantungnya jadi sangat cepat.
"Iya, latihan jadi istri," tawa Zayra dan Kendra mengudara.
Istrinya bisa bisanya aja menggoda gadis belia ini, batin Kendra geli melihat kecanggungan Vanda.
"Udah ngga pa pa. Vanda ngga gigit, kok," sahut mami Fazza masih dalam tawanya. Wajahnya terlihat senang, beliau langsung merasa kalo Vanda sudah menjadi bagian dari keluarganya. Bukan calon lagi
Kendra masih tertawa sambil menggelengkan kepalanya. Dia tau pasti Vanda merasa sangat malu dan sungkan. Apalagi kedekatan putranya dan gadis itu cukup kaku dan datar. Kecuali kalo ada Kinara.
"Kamu tau kamarnya, kan?" kerling mama Fazza penuh arti.
Vanda terpaksa mengangguk. Dia pernah beberapa kali menginap di rumah Fazza dulu saat diajak Kinara. Tapi jarang bertemu laki laki dewasa itu. Kinaralah yang memberitau dimana letak kamar omnya itu.
Karena terus di dorong dan di desak mami Fazza, dengan gugup Vanda terpaksa mengikuti sarannya untuk menemui Fazza di kamarnya. Baru kali ini dia ke kamar laki laki.
TOK TOK TOK
"Kak.... Kak Fazza....?"
CEKLEK
Tanpa sengaja Vanda menggerakkan engsel pintu hingga pintu kamar terbuka.
Vanda terkejut sendiri dengan tindakan refleknya. Degup jantungnya pun semakin ngga menentu, dadanya sampai sakit. Bayangan laki laki dengan handuk melilit di pinggang yang menampilkan dada polosnya muncul begitu saja di kepalanya.
Vanda menggelengkan kepalanya untuk mengenyahkan pikiran liarnya. Dia bermaksud pergi saja sekarang sebelum hal yang ada di pikirannya tampil nyata di depan matanya.
Tapi baru saja dia berbalik, suara yang sekarang dia takuti memanggilnya datar.
"Kamu ngapain buka pintu kamar aku."
DEG DEG DEG
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!