NovelToon NovelToon

Cinta Seorang Mafia Kejam

Mendengar yang tidak seharusnya

HAPPY READING!!!

.

.

.

Nayla berusaha keras mengatur nafas dan menenangkan detak jantungnya yang berpacu semakin cepat setiap kali mendengar suara dua orang pria dibalik salah satu mobil persembunyiannya menggema.

Terdengar obrolan yang sangat sadis, Nayla dibuat sangat ketakutan. “A-apa mereka berdua seorang pembunuh?” batinnya.

Keringat dingin sudah membasahi punggungnya, pandangannya tampak kabur. Entah karena terlalu gugup hingga rasanya mau pingsan atau karena air mata yang sudah membasahi pipinya.

“Aku bukan orang pendendam, tapi dia sendiri yang mencari gara-gara denganku.” Ucapnya orang itu lagi. “Kalau dia sudah mati, kirim fotonya kepadaku. Aku ingin memastikan kalau dia benar-benar sudah mati.” Sambungnya.

“Wah benar, mereka berdua adalah pembunuh.”

Ketika Nayla ingin beranjak pergi, tanpa sengaja kakinya menginjak sesuatu hingga menimbulkan suara. Nayla membulatkan kedua matanya, detak jantungnya yang tadinya mulai tenang mendadak berdebar kembali. Nayla merasakan seluruh badannya menjadi kaku.

“SIAPA?” teriak mereka berdua. 

“KELUARLAH DARI TEMPAT PERSEMBUNYIANMU.” 

“Pergilah dari sini, aku akan menyusul mu.” Ucap pria memakai jaket hitam polos.

Orang yang bersamanya itu dengan cepat berlari keluar meninggalkan parkiran mobil, perlahan pria jaket hitam berjalan menghampiri Nayla yang masih berdiri di situ.

“Siapa kau? Apa yang kau lakukan disini?” bentaknya. 

Nayla menggeleng pelan tidak berbicara apapun saking takutnya kedua tangan bergetar. “Aduh mati lah aku.” Batinnya.

Pria itu menarik paksa tangan kanan Nayla lalu membawanya ke dinding belakang salah mobil, tatapan tajamnya membuat Nayla menunduk ketakutan. Nayla tidak bisa kabur, saat ini ingin berjalan pun rasanya tidak sanggup.

Dengan kuat pria itu mencekik leher Nayla. “Siapa kau? Apa yang kau lakukan disini? Apa kau sudah lama berada disitu?” tanyanya. “Apa kau mendengar semuanya?”

Nayla diam saja sesaat menelan saliva.

“JAWAB!!! APA KAU SUDAH MENDENGAR SEMUANYA?”

“Aku harus menjawab apa? Tidak mungkin aku menjawab kalau aku mendengar bahkan sedang merekam mereka berdua. Dia pasti langsung membunuhku begitu saja." batin Nayla. “Ah tidak tidak, aku masih ingin hidup.”

Nayla menggeleng cepat. “Ti-tidak, aku baru saja lewat.” Mencoba mencari alasan.

“Kenapa kau bisa ada di dekat situ? Apa kau sengaja menguping obrolanku?” menaikkan sebelah alisnya. “Siapa kau, kenapa sangat berani menguping obrolanku?”

“Aku tidak mendengar apapun, sungguh aku tidak mendengar apapun.” Berulang kali Nayla mengatakan itu.

Pria itu bukannya melepaskan tangannya, dia malah memperkuat cek*kkan membuat Nayla menjerit kesakitan. Kini Nayla merasa nyawanya sudah tidak tertolong lagi apalagi Nayla melihat sosok pria di hadapannya itu sangat kejam.

“Sungguh lepaskan aku, aku benar-benar tidak mendengar apapun.” Mencoba meyakinkan lagi. “Apa kau tidak mempercayaiku?”

“Kau pikir aku bodoh hah? Aku tidak bisa dibohongi, aku bukan orang bodoh yang bisa kau bodohi!!! Bagaimana bisa aku mempercayaimu?” kesalnya. “Lebih baik kau ku bunuh sekarang juga!”

Ketika pria itu ingin mengeluarkan pistol yang ada di dalam jaketnya, tiba-tiba terdengar ada suara tembakan. Dengan cepat pria itu menyuruh Nayla berjongkok agar berlindung di belakang mobil.

“Dengar baik-baik, urusan kita belum selesai! Ku harap kita bisa bertemu lagi.” Beranjak pergi. “JANGAN KEMANA-MANA, TETAP DISINI.” Teriaknya.

Nayla terduduk tidak berdaya masih tidak percaya bahwa dirinya masih hidup. “Aku tidak ingin bertemu dengannya lagi.” Gumamnya. “Gila, benar-benar kejam.” Memegang lehernya.

Pria itu keluar dari tempat persembunyiannya untuk mencari tahu siapa yang melepaskan tembakan.

Dor… Dor… Dor…

Suara tembakan saling bersahutan, Nayla yang masih berada di parkiran hanya bisa terdiam membisu, bahkan tidak henti-hentinya berdoa agar nyawanya terselamatkan.

Dor….

Tiba-tiba ada seseorang yang menembak pria itu dari arah samping membuat tangannya tertembak lalu mengeluarkan darah, orang yang menembaknya tadi masuk ke dalam salah satu mobil. Mobil itu melaju melewatinya keluar dari parkiran.

Nayla mendengar suara orang menjerit kesakitan pun memutuskan untuk keluar dari persembunyiannya, Nayla menghampiri pria itu lalu membawanya ke samping mobil dekat sana.

“Apa yang sebenarnya terjadi padamu? Siapa mereka? Musuhmu? Bisa-bisanya kau terluka.” 

Walaupun Nayla takut kepada pria yang tadi mengancamnya, tetapi pria itu sedang terluka. Sangat tidak mungkin Nayla pergi begitu saja, Nayla bukan manusia yang tidak berperasaan.

“Kenapa kau masih ada disini? Pergilah.” Pintanya sambil menahan sakit. “Tinggalkan aku sendiri disini.”

Nayla menghela nafasnya. “Bagaimana bisa aku meninggalkanmu dengan kondisimu yang terluka? Kau pikir aku bukan orang tidak peduli?” menggeleng heran. “Kau mengancam ku bukan berarti aku harus takut kepadamu.”

“Apa kau tidak takut kepadaku?”

“Bu-bukan begitu, lagian kau juga tidak berdaya. Tidak mungkin juga bisa membunuhku.” Gumamnya. “Sekalipun bisa, aku bisa kabur.” Sambungnya dengan nada semakin pelan agar tidak terdengar.

“Apa maksudmu?”

Nayla tersadar dengan ucapannya. “Tidak ada., aku hanya… Di mana mobilmu?” mengalihkan pembicaraan.

“Apa yang ingin kau lakukan? Untuk apa kau menanyakan mobilku?”

“Apa kau kesini tidak naik mobil?”

“Ada.”

“Aku ingin membawamu ke rumah sakit, tenang saja aku bukan pencuri. Sekalipun mobil mu mewah juga aku tidak berminat ingin mencurinya.”

Pria itu menunjuk salah satu mobil yang terparkir disana, dengan pelan Nayla memapahnya mendekati mobil berwarna hitam pekat. Sesampai di samping mobil, Nayla meraba-raba pakaian pria itu lalu mengambil kunci mobil yang ada di dalam saku celana.

“Aku hanya ingin mengambil kunci mobil mu, bukan bermaksud mencari kesempatan dalam kesempitan.” Nyengir.

Mereka berdua sudah berada di dalam mobil, terlihat wajah pria yang duduk di sampingnya semakin pucat. Nayla melihat di belakang sana ada baju kaos berwarna putih, Nayla bergegas mengambilnya lalu merobek tanpa bertanya dulu.

“Kyaaaa kenapa kau merobek bajuku?” kesalnya.

Nayla menarik tangan pria itu lalu mengikat robekan kain baju tadi di bagian yang terluka. “Aku hanya ingin menahan darahmu yang keluar, kalau dibiarkan saja kau akan kehabisan banyak darah.”

Nayla menjalankan mobil keluar dari parkiran menuju rumah sakit dan membutuhkan waktu hanya 6 sampai 8 menit dari restoran. Tidak lama kemudian mobil mereka berhenti tepat di depan ruang UGD, Nayla membantu pria itu turun lalu masuk ke dalam ruangan UGD.

Suster menghampiri mereka, dengan pelan membaringkan pria itu di atas bed. Di dalam ruangan itu langsung ditangani oleh dokter dan juga suster membuat Nayla bernafas lega. Nayla meraba pria itu lagi mencari ponselnya untuk menghubungi orang terdekatnya.

“Halo, segera ke rumah sakit Pelita Harapan. Temanmu ada di ruang UGD.” 

“Teman? Yang kau maksud bos?” 

Nayla bingung dengan ucapan orang itu, Nayla mematikan sambungan telpon lalu meletakkan ponsel di atas meja samping bed.

“Sus, saya pergi dulu. Nanti ada temannya datang kesini.” 

“Apa kamu bukan bukan temannya?” tanya suster.

Nayla menggelengkan kepalanya. “Bukan, saya juga tidak kenal dengannya. Saya titip pria ini.” Beranjak pergi.

Selang 10 menit kepergian Nayla, kedua bawahan pria berbadan tinggi besar datang dengan wajah sangat panik setelah mendengar kabar kalau sang bos masuk ruangan UGD.

“Apa yang terjadi kepada bos?” tanya Patrick (Bawahan 1). “Apa mereka mengetahui keberadaan bos?”

Rayan mengangguk cuek tanpa berbicara apapun.

“Siapa yang membawa bos ke rumah sakit? Tadi yang menelpon kami suara wanita, apa suara suster rumah sakit?” tanya Bram (Bawahan 2) penasaran. “Sangat tidak mungkin ada seorang wanita di sisi bos Rayan.”

Rayan merubah posisinya menjadi duduk lalu menatap Bram (Bawahan 2). “Kau bayar administrasi, kita kembali ke markas.”

Bram (Bawahan 2) berjalan keluar menuju tempat administrasi, Patrick (Bawahan 1) mendekati Rayan. Seketika Rayan kebingungan dengan maksud bawahannya ini.

Rayan mendorong Patrick (Bawahan 1). “Mau apa kau?”

“Saya ingin membantu bos.”

“Aku bisa sendiri, kau pikir aku pria lemah hah?” kesal Rayan tidak suka diperlakukan seperti orang lemah tidak berdaya. “Ini hanya luka biasa.”

Mereka berdua berjalan keluar dari ruangan UGD menuju parkiran mobil, Bram (Bawahan 2) baru selesai melakukan administrasi pun menyusul mereka berdua.

...Bersambung…....

Jangan lupa dukung karya ini agar Author tidak malas untuk melanjutkan ceritanya:)

Bertemu lagi

HAPPY READING!!!

.

.

.

Jam menunjukkan pukul 8 malam, Nayla sedang berada di salah satu hotel karena malam ini ingin menginap disitu. Nayla refreshing sendirian menghilangkan rasa stress dan penat yang ada di dalam pikirannya.

Nayla baru saja menyelesaikan makan malamnya di restoran hotel, Nayla berjalan menuju pintu keluar sambil memainkan ponselnya. Tiba-tiba ada seseorang yang menabraknya membuat Nayla menjerit kesakitan karena tabrakannya sangat keras.

Nayla menatap orang yang ada di hadapannya. “Ka-kau? Aku tidak punya mata? Bisa-bisanya menabrak ku.”

“Kau yang jalan tidak pakai mata, lagian sambil main ponsel.” Sahut Rayan.

“Kyaaaa kau, sudah tahu aku tidak melihatmu tapi kenapa….” Ucap Nayla terpotong.

“Aku tidak ada waktu untuk berbicara denganmu.”

“Siapa juga yang ingin berbicara denganmu.” Kesal Nayla.

Rayan beranjak pergi keluar dari restoran itu meninggalkan Nayla yang masih bergumam tidak jelas, Nayla tidak menyangka bisa bertemu lagi dengan pria yang tadi ditemuinya.

Nayla melihat kepergian Rayan sambil mengepalkan tangan kirinya. “Kyaaaa kau…” Menghela nafas panjang lalu berjalan keluar restoran. “Kenapa aku bertemu dengannya lagi? Ah tidak, bagaimana bisa?” terheran. “Aku kesini ingin bersantai tapi malah bertemu pria kejam itu.”

Awalnya Nayla ingin langsung kembali ke kamar hotel, tetapi seketika berubah pikiran. Nayla pun memutuskan untuk pergi ke kafe yang ada di samping hotel. Nayla sangat suka menyendiri, kemana-mana selalu pergi sendirian tanpa ada yang menemaninya.

Sesampai di kafe itu, Nayla memesan satu minuman rasa matcha dan juga kue keju. Nayla duduk di paling pojok dekat pohon besar, beberapa orang bersantai bersama teman-teman mereka bahkan ada yang berpasangan. Berbeda dengan Nayla, sepi tapi Nayla menyukainya.

Ditengah santainya Nayla menikmati minuman, tiba-tiba ada sekelompok orang sedang berkelahi perihal hutang. Terlihat perkelahian itu terjadi tepat di dekat tempat duduknya, mereka saling memukul satu sama lain.

“Astaga, jangan berkelahi disini.” Ucap Nayla ketakutan. “ADA ORANG BERKELAHI.” Teriaknya.

Seorang barista kafe berlari keluar untuk memisahkan dua orang yang berkelahi itu, tetapi tidak bisa juga hingga tanpa sengaja orang-orang disana berhamburan karena salah satu dari mereka memegang pisau.

Brukkk…

Semua orang saling mendorong sampai Nayla terjatuh, jari kelingkingnya berdarah akibat tergesek batu besar. Nayla berusaha untuk berdiri dan kabur dari sana tetapi kakinya terasa sakit.

“Argh, kenapa aku selalu sial.” Kesal Nayla. “Minumanku tertumpah, padahal masih banyak.”

Nayla membulatkan kedua matanya melihat ada orang mengulurkan tangan kepadanya, Nayla pun mendongak lalu terkejut.

“Kenapa kau diam saja? Cepat berdiri.” Ucap Rayan.

Nayla memegang tangan Rayan agar bisa berdiri, bokongnya terasa sangat sakit. Orang-orang itu masih saja berkelahi, karyawan kafe juga sudah melaporkan pada pihak polisi untuk menangani masalah ini.

“Apa kau baik-baik saja?” tanya Rayan.

Nayla mengangguk bingung. “Makasih.”

“Aku kebetulan ingin membeli minuman lalu melihatmu terduduk dibawah makanya aku menghampirimu.” Jelas Rayan agar Nayla tidak salah paham kepadanya.

“Aku tidak duduk dibawah, tadi ada yang mendorongku.”

Rayan berjalan menghampiri dua orang itu, Rayan melihat wajah mereka berdua sama-sama babak belur. Nayla duduk kembali di kursinya sambil menahan sakit di jari kelingking dan juga bokongnya.

“Kenapa kalian berkelahi disini? Apa kalian ingin dilihat jago berkelahi?” tanya Rayan. “Pisau mah senjata kecil, itu khusus didapur kenapa kau bawa kesini?”

“DIAM KAU!!! INI URUSANKU, BUKAN URUSANMU!!!” teriak orang yang memegang pisau.

Rayan terkekeh kecil. “Oh ya tentu saja bukan urusanku, aku cuman ingin memberitahu kalau ingin jadi jagoan bukan begini caranya.” Jelasnya. “Aku bisa memberikan tutorial kepadamu.” Ledeknya sambil berjalan mendekati orang itu membuat para pengunjung histeris karena Rayan sangat berani. “Di dalam saku jaketku ada pistol, bahkan di pinggangku ada belati.” Bisiknya. “Menurutmu apa orang percaya kalau aku memiliki itu?”

Orang itu langsung terdiam mendengar ucapan Rayan.

Setelah mengatakan itu, Rayan pun beranjak pergi meninggalkan kafe diikuti kedua pria berbadan besar sambil membawa minumannya.

“Dia? Apa dia seorang pembunuh?” batin orang memegang pisau. “ADA PEMBUNUH, PEMBUNUH.” Teriaknya melihat kepergian Rayan.

Sesaat Rayan menyeringai dengan pandangannya lurus ke depan. Semua orang kebingungan melihatnya yang berteriak tidak jelas, terdengar suara sirine mobil membuat orang menepi agar mobil bisa masuk ke dalam. Dua orang polisi turun untuk membawa kedua orang itu ke kantor polisi.

“Apa yang dibisikkan pria itu tadi? Bagaimana dia bisa tahu kalau pria itu seorang pembunuh?” batin Nayla bertanya-tanya.

Beberapa menit Nayla duduk di sana mengobati jarinya yang berdarah, Nayla memutuskan kembali ke kamar hotel. Nayla berencana besok pagi olahraga gym dan juga berenang santai di kolam khusus pemandian air hangat yang sudah jauh-jauh hari dipesannya.

Klekkk….

Nayla masuk ke dalam kamar hotel lalu duduk di atas ranjang, sejenak Nayla melihat pemandangan langit biru diluar sana. Nayla masih sangat syok dengan kejadian di kafe, rasa traumanya muncul.

“Hufttt…” Menghela nafasnya. “Bukannya minta maaf malah menyalahkan ku tidak punya mata.” Masih kesal. “Tunggu, apa tadi dia menolongku atau memang hanya kebetulan saja?” membulatkan kedua matanya. “Kenapa dia bisa ada disini? Oh tidak, apa jangan-jangan dia menginap di hotel ini juga dan sengaja mengawasi ku? Astaga, kenapa aku harus bertemu dengannya.”

Nayla bersantai di atas ranjang sambil menonton film action hingga tanpa terasa waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam. Ketika Nayla ingin beranjak dari ranjangnya. tiba-tiba Nayla mendengar ada orang yang berteriak kesakitan dengan suara seperti sedang disiksa.

“A-ampun, tolong lepaskan saya.”

Terdengar sangat jelas di telinga Nayla, spontan Nayla mematikan televisinya agar bisa mendengar lebih jelas untuk memastikan kalau itu beneran suara orang. Tetapi beberapa saat kemudian suara itu malah tidak terdengar lagi.

"Suara apa itu tadi? Orang atau orang-orangan? Kok jadi horor begini, padahal aku nonton film action kenapa jadi terkesan horor.” Beranjak dari ranjang.

Rasa takut Nayla dikalahkan oleh rasa penasarannya, Nayla memberanikan diri keluar dari kamarnya. Di lantai kamar hotel Nayla hanya ada beberapa kamar yang terisi dan juga memang sangat sepi karena sudah larut malam. Kalaupun ramai ada di lantai 3 atau 2, sementara kamar Nayla berada di lantai 4.

Nayla melihat sekitar dengan perasaan sangat waspada. “Dari mana sumber suara itu?” gumamnya.

Perlahan Nayla berjalan mendekati sumber suara yang letaknya tepat di samping kamar, awalnya Nayla merasa ragu tapi harus memastikan agar tidak salah informasi jika nanti melapor kepada pihak hotel.

Nayla mengintip di lubang pintu. "Astaga apa yang terjadi di dalam sana? Ini namanya pembunuhan, eh bukan... Ini adalah penyiksaan.” Kedua tangan Nayla bergetar ketakutan. "Aku harus melaporkan ini."

“Ekhem…” Terdengar suara orang berdehem.

...Bersambung…....

Jangan lupa dukung karya ini agar Author tidak malas untuk melanjutkan ceritanya:)

Nayla diculik

HAPPY READING!!!

.

.

.

Di tengah-tengah ketegangan Nayla, ada suara orang berdehem tepat di belakangnya membuat Nayla terperanjat dan detak jantung Nayla berdebar sangat kencang.

“Apa kau ingin masuk ke dalam sana? Sepertinya orang yang ada di dalam sana ingin ditemani.” Bisik orang itu.

Dengan suara beratnya mengatakan itu kepada Nayla membuat Nayla semakin ketakutan. Nayla langsung membalikkan badannya tanpa ada keraguan sedikitpun.

Beberapa kali Nayla menelan saliva melihat Rayan berdiri di hadapannya. “Ka-kau? Kenapa kau bisa ada di sini? Apa kamarmu di lantai ini juga?”

“Aku? Seharusnya aku yang bertanya seperti itu kepadamu.” Sesaat Rayan melihat sekitar. “Kau sedang apa di depan kamar ini? Apa hobimu suka menguping?”

Nayla menggeleng pelan. “Ta-tadi aku mendengar ada orang berteriak kesakitan makanya aku keluar dari kamarku, aku sangat terganggu mendengar suara itu.” Jelasnya. “Lalu aku melihat di dalam kamar itu ada orang….”

Rayan mendekati Nayla. “Melihat apa? Apa kau sangat penasaran?”

“Ti-tidak, bukan begitu. Aku hanya ingin memastikan kalau aku salah dengar.” Nyengir.

“ARGH LEPASKAN SAYA.”

Terdengar lagi suara jeritan dari dalam kamar, Rayan menarik kasar tangan Nayla lalu membawanya masuk ke dalam salah satu kamar.

“APA YANG INGIN KAU LAKUKAN? LEPASKAN TANGANMU, AAAAA.” Teriaknya.

Rayan membekap mulut Nayla menggunakan tangannya, Nayla berusaha melepaskan tangan Rayan tetapi tidak bisa karena tidak bertenaga untuk melawan.

Brakkk…

Dengan nyaring Rayan menutup pintu kamarnya, sebelum itu kamera CCTV di lantai 4 juga sudah dirusak oleh bawahan Rayan sehingga pihak hotel tidak bisa mengetahui kejadian tadi.

Nayla menggigit tangan Rayan. “Mau apa kau? Lepaskan aku.”

Rayan memegang kuat tangan Nayla. “Kali ini aku tidak akan melepaskan mu.” Tersenyum tipis. “ Aku belum membuat perhitungan denganmu gadis cantik.”

Nayla mengatur nafasnya. “Perhitungan? Kyaaa kau, seharusnya kau berterima kasih kepadaku.”

Rayan berdehem. “Berterima kasih untuk apa? Memangnya kau melakukan apa kepadaku?”

“Ya tadi aku sudah membawamu ke rumah sakit, jadi tolong lepaskan tanganmu.” Mengamati wajah Rayan. “Bukankah kau sedang terluka? Kenapa kau sangat bertenaga.” 

Rayan menyentuh wajah Nayla menggunakan ujung jari telunjuknya. “Apa aku ada menyuruhmu untuk membawaku ke rumah sakit?” tanyanya. “Aku memang terluka, tapi luka di lenganku ini tidak ada apa-apanya lagian kau sendiri yang secara suka membawaku kesana."

“Kau memang tidak ada menyuruhku, tapi setidaknya aku sudah memperlakukanmu dengan baik dan seharusnya kau juga seperti itu kepadaku.”

Rayan membuang nafas kasarnya. “Jangan banyak basa-basi, aku tidak pernah memintamu untuk bersikap baik!!!”

Brukkk….

Rayan mendorong badan Nayla ke atas ranjangnya, pria yang ada di hadapan Nayla ini adalah seorang mafia berstatus tinggi dan dikenal kejam oleh mafia lain. Tidak heran jika banyak yang tunduk kepadanya, hanya saja sangat arogan sehingga banyak yang memusuhinya. ARRAYAN IMMANUEL SKYLER sering dipanggil Rayan, itulah nama panjangnya.

“Mau apa kau?”

“Menurutmu?”

Rayan berjalan mendekati ranjang sambil melonggarkan dasi dengan bibir menyeringai membuat Nayla ketakutan. Rasanya Nayla ingin menangis tetapi air matanya tidak bisa keluar saking takutnya.

Rayan naik ke atas ranjang menindih Nayla lalu memegang kedua tangannya. “Malam ini kau harus melayaniku.”

“LEPASKAN AKU, JANGAN GILA KAU!!!” berontak. “AKU BUKAN WANITA KUPU-KUPU MALAMMU.”

“Mulai sekarang kau akan menjadi wanitaku.” Rayan tersenyum. “Silahkan berteriak sesukamu, percayalah tidak ada yang bisa menolong mu.”

Ketika Rayan lengah, Nayla menggigit lengan Rayan membuatnya berteriak kesakitan. Rayan melepaskan kedua tangan Nayla lalu beranjak dari ranjangnya.

“KELUARLAH, MALAM INI TIDAK ADA YANG BISA MENDENGAR MU APALAGI MENOLONG MU.” Teriak Rayan.

Nayla bergegas mendekati pintu, dengan cepat Rayan memukul belakang Nayla hingga Nayla pingsan. Rayan menghubungi kedua bawahannya, selang beberapa menit kedua bawahan datang ke kamarnya.

“Orang itu sudah mati bos.” Ucap Patrick (Bawahan 1).

Bram (Bawahan 1) bingung melihat ada orang pingsan di bawah sana. “Siapa wanita itu bos?  Bos dapat dimana?”

“Kita kembali ke markas, bawa wanita ini ke markas.” Beranjak pergi.

Kedua bawahan memapah Nayla keluar dari kamar itu, beberapa bawahan Rayan yang lainnya mengurus mayat yang ada di kamar seberang. Kali ini Rayan tidak akan melepaskan Nayla lagi, sudah dua kali Nayla mengetahui sesuatu yang tidak seharusnya.

.

.

.

Keesokan harinya di pagi hari, cuaca berubah menjadi mendung padahal jam 7 tadi sinar matahari sangat cerah. Rayan sedang duduk di ruangan tengah markas sambil memainkan ponsel ditemani secangkir kopi hangat.

“Apa wanita itu belum sadarkan diri?” gumam Rayan sesaat menyeruput kopinya. “Arghhhh andai wanita itu tidak mendengar obrolanku, tidak perlu aku membawanya kesini.”

Rayan paling anti berhubungan dengan seorang wanita, hanya saja ia harus mengurung Nayla agar informasinya tidak bocor. Misi mereka sebagai seorang pembunuh baru mau mulai tetapi malah diketahui oleh Nayla, sebelum itu mereka berdua sedang mengawasi orang yang akan menjadi target dan kebetulan orang itu pernah bermasalah juga dengan Rayan.

Lumayan lama Rayan bersantai di ruang tengah, terlihat kedua bawahan berlari menghampirinya dengan wajah panik membuat Rayan kebingungan.

“Kenapa kalian berlari? Apa wanita itu sudah sadarkan diri atau terjadi sesuatu pada wanita itu?” tanya Rayan.

Bram (Bawahan 2) mengangguk. “Iya bos sudah sadarkan diri tapi dia kabur.”

Bughhh... Bughhh... Bughhh...

Rayan menendang kaki mereka secara bergantian, seketika ekspresi wajahnya berubah menjadi sangat marah.

“Kenapa wanita itu bisa kabur dari sana? Bukankah aku menyuruh kalian untuk berjaga di depan sana? Ah kalian sangat tidak becus menjaga seorang wanita lemah seperti dia!” kesalnya.

Patrick (Bawahan 1) menyenggol lengan Bram (Bawahan 2). “A-ampun bos, tadi kami berdua ke pos depan untuk…” Jelasnya terpotong.

“AKU TIDAK PEDULI! AKU TIDAK MENERIMA ALASAN APAPUN!!” teriak Rayan. “CEPAT CARI WANITA ITU SEKARANG JUGA!!! AKU TIDAK MAU TAHU, KALIAN HARUS MEMBAWANYA KEMBALI KESINI KARENA KALAU TIDAK.... JANGAN SALAHKAN AKU MELAKUKAN MEMBAWA KALIAN KE RUANG BAWAH TANAH.”

Kedua bawahan mengangguk cepat. “Baik bos.” Ucap mereka lalu berlari keluar mansion mencari keberadaan Nayla.

Rayan membuang nafas kasar melihat kepergian kedua bawahan. “Ah mereka benar-benar membuat masalah, pagi-pagi aku sudah dibuat emosi seperti ini.”

“Ini semua gara-gara kau.” Kesal Bram (Bawahan 2).

“Kenapa kau jadi menyalahkan aku?”

“Kenapa tidak kau sendiri saja yang pergi ke pos? Kenapa malah mengajakku juga? Lihatlah, wanita itu kabur.” 

“Kyaaa aku tidak tahu kalau wanita itu berani kabur dari sana.” 

Mereka berdua bertengkar hebat sambil berkeliling markas mencari keberadaan Nayla yang entah berada di mana, begitu juga dengan Rayan ikut turun tangan mencari Nayla.

...Bersambung…....

Jangan lupa dukung karya ini agar Author tidak malas untuk melanjutkan ceritanya:)

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!