NovelToon NovelToon

One Day With You

Mengukir kenangan indah

Di sebuah villa yang berada di pesisir pantai. Terlihat dua insan tengah saling menatap seakan tengah mengalirkan cinta satu sama lain. Keduanya saling menatap dengan tatapan yang sangat dalam seakan-akan hari ini adalah hari terakhir mereka bersama.

"Lucy, katakan padaku jika kau tidak ingin aku menikah dengan wanita pilihan Papaku," ucap Sean sembari memegang tangan Lucy dengan erat. Lucy tersenyum melihat Sean yang saat ini membuat hatinya berbunga-bunga namun juga membuat hatinya merasakan sakit.

"Aku sangat mencintaimu Sean, tapi bukan berarti aku harus menghancurkan banyak hati hanya untuk memenuhi egoku sendiri. Papa mu sedang tidak baik-baik saja. Bagaimana jika nanti terjadi sesuatu yang tidak di inginkan kepadanya? Kau adalah anak laki-laki satu-satunya. Dan kau adalah harapan keluargamu untuk menerusi bisnis yang hampir bangkrut ini. Dengan menikah dengan Tasya kamu bisa menyelamatkan keluargamu dari segala keburukan dan kemiskinan. Lagian sekeras apapun kita berusaha untuk bersama, keluargamu dan keluarga Tasya akan menghalalkan berbagai cara untuk memisahkan kita. Tidak ada jalan lagi Sean, hiks," ucap jelas Lucy lalu menjatuhkan wajahnya di dada bidang Sean dengan air mata yang tak dapat di tahan lagi.

Sean menatap ke sembarang arah dengan mata memerah sebab menahan tangisnya. Ia tak bisa melakukan apapun untuk mempertahankan wanita yang di cintainya. Posisinya saat ini benar-benar berada di ujung tanduk.

"Lucy, Bagaimana kalau kita melakukan hal itu? Kalau kau hamil dan mengandung anak ku pasti mereka semua tidak akan bisa menghalangi kita untuk bersama. Bayi kita akan menjadi perisai untuk tetap bersama," ucap Sean dengan pikiran bodohnya membuat Lucy seketika menatap tak percaya padanya.

Lucy tersenyum sesaat sembari menatap Sean dengan mata penuh kekecewaan. Bagaimana bisa seorang Sean yang sangat terhormat dan mempunyai prinsip untuk selalu menghormati wanita dan tak akan menyentuhnya sebelum adanya akad pernikahan berkata seperti itu.

"Aku seperti tidak mengenal dirimu. Bagaimana bisa kau mengatakan hal itu tanpa memikirkan konsekuensi kedepannya? Sean, kita boleh bercinta tapi jangan sampai kita berbuat hal bodoh hanya karena tak dapat memenuhi ego kita. Bukankah kau tau aku sangat mencintai diri sendiri dan menjunjung tinggi harga diriku? Sean, jika kau benar-benar mencintaiku, kau tak akan melakukan hal itu dan merusak diriku Sean. Dimana Sean yang sangat aku kagumi itu? Dimana Sean yang sangat menjunjung tinggi kehormatan seorang wanita, hiks. Aku lebih ikhlas kamu bersamanya daripada harus seperti ini Sean, hiks," ucap Lucy tak dapat lagi membendung air matanya yang sudah mengalir deras.

"Maafkan aku, hiks," ucapnya dengan penuh penyesalan. Tumbang juga pertahanan Sean yang sendari tadi selalu di tahannya agar tetap tegar di hadapan sangat pujaan hatinya.

Sean memeluk Lucy dengan erat seakan itu adalah pelukan terakhir nya dengan Lucy. Merasakan dada Sean berguncang, Lucy pun mengelus punggung Sean dengan lembut untuk menenangkan nya. "Aku sangat mencintaimu, aku tak ingin berpisah denganmu. Hanya denganmu aku ingin hidup, bukan dengan yang lain. Jika bukan mencintaimu, maka tidak akan mencintai yang lain," ucap Sean dengan hati yang sangat sedih tanpa melepaskan pelukannya.

"Aku juga mencintaimu Sean, bahkan sangat-sangat mencintaimu," ucap Lucy dengan lirih namun masih bisa di dengar oleh Sean.

Lucy menghapus air matanya dan sekuat mungkin menerbitkan senyum manisnya. Dengan lembut, ia pun melepaskan pelukan Sean darinya. Lucy menatap mata sembab Sean dengan tangan yang sudah menyentuh wajah sang pujaan hatinya itu.

"Sean, menikahlah dan jadilah pria yang hebat baik sekarang hingga di masa depan nanti. Jadilah orang yang sukses dan berhasil. Tetap lah menjadi Sean ku yang berwibawa namun tidak sombong, baik namun tegas, hebat namun tak merendahkan siapapun. Tetaplah menjadi pria yang menghormati semua orang termasuk menghormati wanita. Jangan menghancurkan dirimu dengan minuman yang tak sehat itu. Bukankah kau sudah tidak minum lagi semenjak bersamaku," ucap Lucy yang di anggukki Sean. "Maka tetaplah seperti itu Sean, sayangi dirimu sebagaimana aku menyayangimu. Jangan minum walaupun aku sudah tidak bersamamu lagi," ucap Lucy yang lagi-lagi di anggukki oleh Sean.

Lucy tersenyum melihat respon Sean. Dengan lembut dan penuh perhatian, Lucy merapikan jas Sean yang sedikit berantakan dan membersihkan debu yang menempel di sana. "Nanti kalau sudah menikah dan mempunyai istri, jangan jajan di luar ya. Bicarakan semuanya secara baik-baik pada wanita yang akan hidup bersamamu nanti. Siapapun itu, walaupun itu Tasya. Kendalikan diri dan emosimu dan jangan memutuskan sesuatu di saat kau sedang dalam keadaan marah sebab sesuatu yang di putuskan dalam keadaan marah akan mendatangkan penyesalan. Dan yang paling penting, tetap lah sayangi, cintai, dan hormati kedua orang tuamu. Baik buruk mereka tetaplah orang tua yang melahirkan dan membesarkan mu," nasehat Lucy terus tersenyum tanpa merasakan lelah sedikit pun.

Bukannya menjawab ucapan Lucy, justru Sean kembali membawa Lucy ke dalam dekapannya. Dia mencium kepala Lucy dengan lama dan sangat dalam seakan itu adalah hadiah perpisahan untuk Lucy. Lucy memejamkan matanya merasakan ciuman hangat nan penuh cinta yang di berikan Sean padanya.

"Terimakasih Sean, sehat-sehat dan bahagia terus ya. Aku mencintaimu melebihi yang kau tahu," ucap Lucy yang di anggukki Sean.

"Aku juga mencintaimu melebihi cintaku kepada diriku sendiri," ucap Sean membuat Lucy terharu dan tersentuh. Lucy hanya mengangguk dan tersenyum.

"Baiklah, karena ini adalah hari terakhir kita bersama, bagaimana jika kita menikmatinya dengan penuh kebahagiaan. Aku ingin mengukir kenangan indah bersamamu dan menyimpannya di memori kepalaku," ucap Lucy dengan senyum manisnya yang langsung di setujui Sean.

"Baiklah, mari kita ukir bersama kenangan indah hari ini untuk obat rindu di masa depan nanti," ucap Sean yang di anggukki Lucy.

Setelah berbicara dan meluapkan seluruh isi hatinya, keduanya pun pergi mengelilingi pantai dan menikmati setiap momen yang tercipta secara alamiah. Mereka melupakan sejenak masalah yang membuat keduanya seakan kehilangan jiwanya. Di pantai keduanya duduk langsung di tanah sembari memakan es krim.

"Lucy, apakah kau mau mencoba es krim milikku?" tanya Sean membuat Lucy menganggu dengan cepat.

"Mau,,," ucap nya lalu menundukkan kepalanya hendak memakan es krim yang berada tepat di bawah dada Sean.

"Much," satu kecupan berhasil lolos di ujung kening Lucy.

Melihat hal itu Lucy tak jadi merasakan es krim Sean dan memilih melihat pria nakal itu. "Dasar modus!" ucap Lucy sembari memukul dada Sean dengan pelan. Keduanya pun tertawa bersama dengan sesekali jahil satu sama lain. Es yang mereka pegang kini sudah tidak berbentuk sebab di jadikan senjata untuk mengotori wajah satu sama lain.

"Ih, Sean,,," rengek Lucy melihat seluruh wajahnya sudah di penuhi es krim. "Dingin tau!" aduh Lucy sembari tersenyum manja.

"Hhhhh, kau sangat lucu Lu, sini aku bantu bersihkan," ucap Sean lalu membantu Lucy membersihkan es krim di wajahnya menggunakan sapu tangan miliknya

Matahari dan Bintang berada di garis edarnya.

Setelah selesai mengukir kenangan indah di pantai, kini Sean dan Lucy sepakat akan menghabiskan malam terakhirnya di pasar malam. Di sana keduanya menikmati berbagai macam wahana dan permainan. Bahkan Sean berhasil memenangkan capit boneka dan mendapatkan boneka panda yang berukuran sedang. Sean memberikan boneka panda itu pada Lucy sebagai tanda cinta.

"Ayo kita berfoto, sedari di pantai tadi kita lupa mengabadikan momen kebersamaan kita," ucap Sean dengan tangan yang sudah mengarahkan kamera handphonenya ke hadapannya dan Lucy.

Lucy tersenyum melihat itu. Dia terus memandangi Sean dan memperhatikan kelakuan pria yang tengah sibuk melihat hasil tangkapan layarnya.

"Ayo foto lagi," ucapnya sudah menarik Lucy ke dalam dekapannya.

"Sean," panggil Lucy terus menatap Sean tanpa mengalihkan wajahnya ke kamera.

"Hm," jawab Sean dengan deheman sebab sibuk memposisikan pengambilan gambar yang bagus.

"Sebaiknya kita hentikan semuanya," ucap Lucy yang seketika membuat Sean menurunkan tangannya dan fokus menatap Lucy.

"Apa maksudmu?" tanya Sean dengan mata datar sebab merasa Lucy menolak mengambil foto kenang-kenangan.

"Sean, sebaiknya kita tidak perlu mengabadikan momen kebersamaan kita. Cukup kita merekamnya dan menyimpannya di dalam hati. Sesuatu yang di simpan di dalam hati, akan susah untuk di lupakan. Aku mengatakan ini bukan karena tak senang mempunyai kenang-kenangan bersamamu, tapi Sean kita kembali lagi melihat situasi saat ini dan nanti. Jangan menyakiti siapapun Sean. Aku tak ingin foto kebersamaan kita menyakiti wanita yang akan menemanimu seumur hidup," ucap Lucy sembari mengelus rahang tegas Sean. "Foto kebersamaan kita akan menjadi masalah di kemudian hari nanti. Keluargamu dan keluarga Tasya akan mempersalahkan itu. Dan bisa jadi Tasya menggunakan foto itu sebagai tuduhan bukti perselingkuhanmu denganku. Walaupun pada kenyataannya foto itu di ambil sebelum kau hidup bersamanya," ucap Lucy yang membuat Sean semakin mencintainya dan tak ingin melepaskannya walaupun sedetik pun.

"Lucy," ucapnya lalu memeluk Lucy dengan erat.

"Sean, ayo kita naik bianglala," ajak Lucy membuat Sean melepaskan pelukannya.

"Ayo," ucap Sean sembari tersenyum ke arah Lucy. Kini keduanya pun pergi menaiki bianglala dengan tangan yang saling menggenggam dengan erat. "Jangan lepaskan genggamanmu, aku tak ingin terjadi sesuatu yang membahayakan keselamatanmu," ucap Sean membuat Lucy tertawa kecil.

"Sean, apa kau lupa jika aku ini bukan Wanita feminim?" ucap Lucy yang membuat suasana kembali hangat.

"Ya, aku tidak akan melupakan itu, kau kan premannya Sean, selain preman kau juga pencuri," ucap Sean membuat Lucy berhenti di tempatnya dengan senyum yang memudar.

"Pencuri, pencuri hatiku maksudnya," ucap Sean membuat Lucy tak jadi ngambek padanya. Keduanya pun kembali tertawa bersama dengan kaki yang kembali melangkah.

"Kau ini selalu saja bisa menjatuhkan ku dan membuatku terbang kembali," ucap Lucy dengan bibir manyun manjanya.

"Hhhh, kau itu lucu tau jika marah dan ngambek, itu sebabnya aku tertarik denganmu hingga rasa tertarik itu berubah menjadi suka dan rasa suka pun berubah menjadi rasa cinta," ucap Sean yang di angguki Lucy.

Setelah beberapa saat berjalan sembari bercerita, kini Lucy dan Sean pun tiba di permainan bianglala lalu menaikinya. Dari naik hingga bianglala sudah berputar, Sean tetap saja tak melepaskan genggaman tangannya dari Lucy.

"Wah indah sekali," lirih Lucy sembari memperhatikan hamparan bintang di langit bersama Sean.

"Iya indah, namun tak seindah dirimu," ucap Sean yang lagi-lagi membuat Lucy tersenyum dengan pipi yang merona. "Kau tau Lu, kau seperti bintang-bintang itu yang menghiasi langit dan membuatnya menjadi indah. Seperti itulah dirimu di dalam hidupku. Hidupku tak akan indah jika kau tak ada di sisiku," ucap Sean dengan serius membuat Lucy langsung mengalihkan pandangannya menatap Sean.

"Aku senang mendengarnya Sean, terimakasih sudah menjadikanku bintang di hidupmu. Aku sangat menghargai dan menyenangi hal itu," ucap Lucy tak bosan-bosannya memperlihatkan senyum penuh cintanya pada Sean.

"Jika kau bintang di dalam hidupku, lalu aku ini apa di dalam hidupmu?" tanya Sean tanpa melepaskan tatapan matanya dari Lucy sedetik pun.

"Sean, kau itu seperti matahari yang menyinari hidupku. Tanpamu mungkin hidupku akan gelap dan suram. Bumi tak akan baik-baik saja tanpa matahari. Begitu pun denganku, aku tak akan baik-baik saja tanpamu. Tanpa matahari bumi akan dingin dan gelap sehingga membuat manusia, tumbuhan, dan hewan tidak akan bisa bertahan hidup di muka bumi. Energi panas yang dipancarkan dari sinar matahari menghangatkan bumi sehingga makhluk hidup tidak merasa kedinginan. Sinar matahari juga mengandung vitamin D yang baik untuk makhluk hidup. Seperti itulah hidupku tanpamu Sean. Kau sangat berharga bagiku. Tanpa sinarmu tanpa kehadiranmu mungkin saja aku tak bisa hidup," ucap Lucy sembari menahan tangis. Sean sangat terharu mendengar kata-kata itu. Rasa sedih dan takut kehilangan kembali merasuki hatinya.

"Apa tidak bisa kita tetap bersama?" tanya Sean menatap serius pada Lucy tanpa melepaskan genggamannya.

"Sean, bintang dan matahari itu bersinar di waktu yang berbeda. Matahari selalu menghiasi langit siang sedangkan bintang-bintang menghiasi langit malam. Tidaklah mungkin bagi matahari mengejar bulan dan malam pun tidak dapat mendahului siang. Masing-masing beredar pada garis edarnya," ucap Lucy yang membuat hati Sean semakin sakit. Saat ini hati Sean seakan di tancap ribuan pisau dan pisau itu seakan ingin menusuknya lebih dalam lagi.

"Jangan menangis, seorang laki-laki tidak boleh menangis," ucap Lucy menyemangati Sean sembari menghapus air matanya.

"Maafkan aku Lu, aku benar-benar laki-laki lemah yang tak bisa berbuat apa-apa untuk sesuatu yang aku cintai," ucap Sean dengan wajah yang sudah bersembunyi di genggaman tangannya dan Lucy.

"Tidak Sean, kau tidak lemah. Hanya saja hatimu sedikit lelah. Kuatkan hatimu Sean sebagaimana aku menguatkan hatiku. Kalau hatimu sudah kuat, mentalmu sudah kuat, kau tidak akan merasa tersakiti dengan ujian dunia ini. Sean, kalau memang kita berjodoh, pasti ada saja jalan yang diberikan maha kuasa untuk mempertemukan kita. Apa yang Melewatkanmu tidak akan pernah menjadi takdirmu, dan apa yang ditakdirkan untukmu tidak akan pernah melewatkanmu. Yakinlah, takdir terbaik sudah dirancang yang maha kuasa. Berharap lah hanya kepadanya. Kita tak akan kecewa jika meletakkan harapan kepadanya," nasehat Lucy yang di pahami Sean.

Setelah puas menghabiskan waktu-waktu indah bersama dan saling melampiaskan isi hati satu sama lain, kini kedua insan yang saling mencintai itu berpisah di jalan yang berbeda.

"Selamat tinggal Matahariku," ucap Lucy sembari memperhatikan mobil Sean yang semakin menjauh dari kediamannya.

"Selama tinggal bintangku," ucap Sean sembari melirik Lucy dari kaca spion nya.

Keduanya mengucapkan itu dengan hati yang sangat hancur di sertai air mata yang terus menetes. Mata sembab keduanya menjadi pertanda, bahkan keduanya saling mencintai dengan tulus hingga rela melepaskan cintanya satu sama lain.

Pernikahan Sean dan Tasya

Hari ini adalah hari pernikahan Sean dan Tasya. Pernikahan keduanya di gelar secara besar-besaran hingga viral di mana-mana. Bahkan beberapa channel TV menampilkan pernikahan mewah itu tanpa iklan sedikit pun.

Lucy yang menyaksikan sang pujaan hatinya bersanding di pelaminan dengan wanita lain di TV tersenyum ikhlas dengan air mata yang menetes.

"Berbahagialah Matahariku, Aku ridha kau bersanding dengannya dan aku berharap Allah memindahkan rasa cinta ini untuknya dan rasa cintamu kepadaku berpindah kepadanya," lirih Lucy terus tersenyum sembari menghapus air matanya.

Tak ingin mengecewakan Sean, Lucy pun memenuhi undangan pujaan hatinya itu dengan hati yang tegar. Ia pun mengenakan pakaian terbaiknya dengan sedikit polesan make up yang membuatnya semakin terlihat cantik dan menawan. Lucy sangat tidak nyaman menggunakan make up namun karena ingin tampil cantik di depan sang pujaan hatinya untuk yang terakhir kalinya, Lucy pun mengenakannya walaupun merasa tak nyaman di wajahnya.

"Lucy, apa kau yakin untuk tetap pergi?" tanya Brian yang tak lain ialah sahabat dekat Lucy. Lucy hanya mengangguk pelan sebagai jawaban. "Baiklah jika itu keinginanmu, mari kita pergi," ucap Brian yang lagi-lagi mendapatkan anggukkan dari Lucy.

Keduanya pun pergi bersama menggunakan mobil Brian. Di sepanjang jalan Lucy hanya diam sembari melihat pemandangan bangunan dan pohon yang di lewati dari balik jendela. Brian yang memperhatikan Lucy yang seperti kehilangan separuh jiwanya hanya bisa menghela nafas kasihan. Ia tak bisa berbuat apa-apa untuk sahabat baiknya itu. Dari awal bersahabat, baru kali ini Brian melihat sisi feminin Lucy. Wanita itu sudah tak terlihat seperti wanita tomboy lagi seperti biasanya.

Lucy sangat suka mengenakan celana panjang dan kaus sederhana namun kini ia mengenakan gaun indah dengan rambut yang di tata sangat cantik. Tak hanya itu bahkan Lucy yang biasanya mengenakan sepatu sneakers kini rela mengenakan sepatu heels. Wanita itu benar-benar berubah seratus delapan puluh derajat saat ini. Walaupun mengenakan gaun dan heels Lucy tetap tampil elegan. Dia tidak pernah suka dengan sesuatu yang sangat mencolok, hal itulah yang membuatnya terlihat sangat indah dengan kesederhanaannya.

Beberapa menit berada di jalan, kini Lucy dan Brian pun tiba di hotel bintang lima tempat Sean dan Tasya melangsungkan acara pernikahannya. Sebelum masuk ke aula pesta, Lucy berhenti sejenak sembari mengatur nafasnya. Brian yang melihat itu tersenyum tipis. Setelah merasa dirinya sudah siap dan baik-baik saja, Lucy pun masuk bersama Brian.

Sean yang sendari tadi mencari keberadaan Lucy hingga mengabaikan wanita yang sudah resmi menjadi istrinya tersenyum ketika lirikan matanya menangkap sosok yang di carinya. Tasya yang memperhatikan Sean sendari tadi langsung mengikuti arah pandangannya. Dan wajah Tasya pun langsung muram bercampur kesal melihat kehadiran wanita yang di cintai suaminya.

"Sayang, kamu lihat apa sih?" tanya Tasya berpura-pura tidak tau jika Sean sedang memperhatikan Lucy.

"Tidak ada," jawabnya datar tanpa menoleh ke arah Tasya. Hal itupun membuat Tasya berdecak kesal. Karena ini hari pernikahannya dan di tayangkan di TV, Tasya pun hanya bisa diam menahan kesal. Ia terus berusaha menampilkan senyum anggunnya kepada para tamu yang mengucapkan selamat padanya walaupun saat ini hatinya benar-benar panas.

Awas ya wanita sialan, aku akan memberikan pelajaran kepadamu nanti! Batin Tasya meremas tangannya dengan mata yang tak lepas menatap Lucy.

Di saat Tasya sibuk mengumpatnya, Lucy justru sibuk memperhatikan Sean yang saat ini juga memperhatikannya. Keduanya sama-sama melemparkan senyumnya satu sama lain dengan mata yang seakan berkata 'Aku tak ingin kehilanganmu' itulah yang sekiranya bisa di tangkap dari tatapan keduanya.

"Lucy, ayo kita ke sana," ajak Brian yang di angguki Lucy. Hal itu tak luput dari perhatian Sean. Ia terlihat cemburu dan tak rela wanita pujaannya bersama pria lain walaupun itu adalah sahabatnya sendiri. Jika saja Sean tidak berada dalam kondisi yang buruk ini, mungkin ia sudah menghampiri Lucy dan menjauhkannya dari jangkauan Brian.

Lu, jagalah hatimu untukku. Batin Sean menatap Lucy dengan wajah sendu.

Aku akan menjaga hatiku Sean. Aku akan menjaga cinta ini untukmu sampai batas waktu yang sudah di tentukan yang maha kuasa. Batin Lucy seakan tau apa yang di inginkan sang pujaan hatinya itu.

"Lu, aku pergi mengambil minuman dulu ya. Kau tidak mengapa kan jika menunggu sebentar?" tanya Brian yang di angguki Lucy dengan senyum tipisnya.

"Pergilah, aku akan menunggu di sini," ucap Lucy yang di angguki Brian.

Setelah meminta izin pada Lucy, Brian pun pergi mengambil minuman. Tak lama Brian pergi, datanglah seorang wanita paru baya mengenakan gaun mewah. Walaupun usianya sudah terbilang tidak muda lagi, namun kecantikannya tak pudar sedikitpun.

"Hm," dehem wanita paru baya itu dengan wajah angkuh. Lucy yang mendengar suara itu langsung mengalihkan pandangannya menatap wanita yang saat ini berdiri di sampingnya. Mengetahui siapa wanita paru baya itu, Lucy pun segera bangkit dari duduknya dan menyapa wanita itu.

"Tante," sapanya tersenyum lembut namun tak di tanggapi dengan baik oleh wanita paru baya itu.

"Saya tidak menyangka wanita sepertimu mempunyai keberanian dan hati yang kuat untuk datang ke sini dan menyaksikan kebahagiaan anak saya," ucap wanita paru baya itu yang tak lain ialah Ibu kandung Sean.

Sedang apa Mama menghampiri Lucy? Batin Sean menatap khawatir pada Lucy.

"Maafkan saya Tante, sebenarnya saya tidak ingin hadir di acara ini namun saya sudah berjanji pada Sean untuk datang ke pernikahannya," ucap Lucy masih mempertahankan wajah lembutnya walaupun saat ini sisi gelapnya sudah membakar hatinya.

"H, kau benar-benar wanita yang tidak tau malu!" ucap Rena sembari meliriknya dengan tatapan merendahkan. "Sebaiknya pergilah dari kehidupan anak saya dan jangan ganggu kehidupannya lagi. Sekarang dia sudah bahagia bersama Tasya dan selamanya mereka akan bersama," ucap Rena tanpa perasaannya membuat hati Lucy seakan di serang oleh ribuan jarum yang sangat tajam. Lucy ingin menangis namun ia menahannya. Ia tak ingin terlihat lemah di depan manusia seperti Rena.

"Tanpa Tante memintanya, saya akan pergi dengan sendirinya," ucap Lucy sembari memperlihatkan senyum tegar nya.

"Baguslah jika kau sadar diri!" ucap Rena dengan ketus.

"Kau tidak boleh pergi," ucap Sean yang langsung menarik Lucy ke dalam pelukannya. Hal itu mengundang perhatian semua orang. Para media segera menyoroti momen itu sedangkan Rena, Tasya, dan keluarga besarnya menatap tak percaya melihat tindakan Sean itu.

Karena tak terima suaminya memeluk wanita lain, Tasya pun turun tangan untuk menyingkirkan Sean dari Lucy. Dengan sangat mandiri Tasya memegang gaunnya dengan kuat lalu berjalan cepat ke arah suaminya dan Lucy.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!