" Ku terima nikahnya Aisyah Binti Muhammad dengan mas kawin seperangkat alat sholat dibayar tunai !"
Lafadz itu menggema bersamaan dengan hentakan tangan ku yang bersalaman dengan penghulu.
Sah??
Sah??
Sah!!!
Semua orang memanjat kan doa, termasuk gadis bercadar yang duduk bersimpuh di seberang sana.
Terlihat khusuk dan khidmat, tapi tidak dengan ku.
Aku gelisah, ingin segera ku tinggalkan tempat ini untuk menemui Amira. Istri pertama yang ku nikahi malam tadi.
Terdengar baji***n bukan ? Namun semua ini terpaksa ku lakukan. Aku tidak ingin kehilangan Amira, cinta ku sudah habis untuk nya. Dan pernikahan ku yang saat ini hanyalah keinginan sebelah pihak.
Oma ku, Ibu dari Papa adalah satu-satunya orang yang sangat berpengaruh dalam keluarga ini. Apapun yang ia katakan ada hukum mutlak yang tidak bisa diganggu gugat.
Termasuk keinginan nya untuk menjodohkan aku dan Aisyah. Padahal Oma sudah tahu hubungan aku dan Amira.
Tapi Oma seakan tidak perduli, dia hanya ingin Aisyah yang menjadi cucu menantu nya.
Entah apa yang diberikan oleh Aisyah kepada Oma, baru kali ini Oma sangat menginginkan seseorang. Padahal pernikahan sepupuku yang lain Oma ok- ok saja.
" Cepat masuk ke kamar ! Temui istri mu!" Lagi-lagi Oma memaksakan kehendaknya kepada ku. Belum cukupkah pernikahan ini? Apa Oma benar-benar ingin membun-uh perasaan ku?
Dengan langkah malas aku masuk ke dalam kamar yang sudah dihiasi oleh bunga-bunga indah.
Nampak Aisyah menundukkan wajahnya ketika melihat ku datang. Sekilas tatapan kami bertemu, anak matanya hitam pekat, bulu mata nya lentik dan panjang. Hanya itu yang bisa ku lihat dari seluruh tubuh nya.
Aku menghempaskan bobot tubuh ku di atas ranjang yang sebenarnya adalah kamar ku. Lalu perlahan ku rebahkan punggung ku dengan sedikit mengeliat.
Pegal rasanya seluruh tubuh ini mengikuti acara pernikahan yang sumbang.
" Tidak perlu kau perlihatkan wajah mu padaku " Ucapku ketus begitu ku sadari tangan nya yang dihiasi Inai merah maroon bergerak untuk membuka cadar.
" Aku tidak akan melirik mu apalagi sampai menyentuh mu"
Imbuh ku.
Bagaimana pun Aisyah harus tahu jika status ku sekarang adalah suami orang, meskipun hanya sebatas nikah siri.
" Aku sudah menikah"
Tak ada tanggapan dari Aisyah, gadis itu diam seribu bahasa. Kedua tangan nya yang indah bertumpu di atas pangkuannya.
" Jadi maaf, aku tidak akan mengkhianati istriku Amira"
Tanggapan Aisyah tetap sepi, seolah aku hanya bicara dengan batu.
" Kau dengar apa yang aku katakan bukan ?"
Aku jengkel juga dia mendiamkan aku, Tapi tetap saja. Hanya anggukan kepala yang menjadi jawaban nya. Apa dia bisu??
Ah kenapa aku baru berpikir ke arah sana? Sejak awal aku tidak pernah mendengar Aisyah bicara.
Tubuh ku berbalik ke posisi tengkurap tepat di depannya.
" Kau bisa bicara kan?"
Ku tengok wajah yang tertunduk itu lebih jelas.
" I-iya Kak"
Terdengar lembut namun dipaksa kan, syukurlah ternyata dia tidak bisu.
" Bagus,,, Untuk malam ini dan seterusnya kau tidur disini, Aku tidur di sofa "
Perlahan aku beringsut duduk, mengambil bantal dan selimut di dalam lemari.
" Tapi ingat, jangan sampai orang tahu masalah ini. Termasuk aku yang sudah menikah diam-diam dengan Amira, Kau mengerti ?!!" Sengaja ku tekan kan kalimat pertanyaan, agar dia paham bahwa ini bukan sekedar peringatan.
Aisyah menjawab dengan anggukan kepala.
Aku meninggalkan nya di ranjang pengantin kami, dan memilih tidur di sofa panjang. Sangat tidak nyaman, sempit dan susah untuk bergerak.
Biasanya aku tidur di ranjang ukuran big size seorang diri, dan sekarang harus tidur di sofa. Hemmmhhh sampai kapan aku akan seperti ini terus ?
Susah sekali bagiku untuk memejamkan mata, aku hanya bisa miring kanan - miring kiri. Sungguh membosankan.
Sedangkan Aisyah terlihat tidur dengan sangat pulas sekali. Tubuhnya anteng dan tenang, tidak gelisah seperti ku.
Iseng-iseng ku ambil ponsel ku, ternyata banyak sekali panggilan tidak terjawab dari nomor Amira.
" Buset !!! Aku lupa "
Tepukan kecil mendarat di jidat, kenapa aku bisa pelupa sih? Tadi sengaja aku kasih mode silent di ponsel ku selama acara pesta pernikahan berlangsung.
Dan aku lupa mengembalikan nya ke Mode normal , pasti Amira marah nih.
" Hallo..."
Syukurlah dia masih belum tidur dan mengangkat telepon ku.
" Kamu kemana aja sih Mas?? Pasti sedang bermesraan sama istri mu itu ya?" Suara Amira sesenggukan, seperti nya dia sedang menangis.
" Sayang... Jangan berpikir macem-macem deh, kamu kan tahu sendiri yang aku cintai cuma kamu. Kalau aku tidak cinta sama kamu, buat apa aku nikahin kamu? Bener nggak ?"
" Terus kenapa telfon ku nggak diangkat ?? Dari tadi pikiran aku sudah kemana-mana Mas, karena aku sama kamu aja belum melakukan malam pertama. Masa kamu sudah gitu-gitu sama dia"
" Hus!!! Kamu nih sayang, mana bisa aku melakukan seperti apa yang kamu pikirkan ? Kenal aja sama dia nggak ? Tahu mukanya aja nggak ? Kamu kan udah tahu banget tentang aku sayang "
" Iya, Awas loh... Kamu hanya bisa melakukan malam pertama sama aku, entar kalau aku sudah bersih dari masa menstruasi kita akan pergi bulan madu"
" Iya ... Iya sayang... Udah ya, ini udah malam.. Kamu cepat tidur, besok kita ketemu di kantor "
" He-em "
Aku mematikan sambungan telepon, kembali ku lirik Aisyah. Ia tetap di posisi seperti tadi, memunggungi keberadaan ku.
Pelan-pelan kembali ku rebahkan tubuhku, mencoba untuk tidur. Ini sudah lewat tengah malam, besok pagi-pagi sekali aku ada meeting yang akan ditemani Amira.
Kalau aku tidak tidur, alamat pasti bakal kebablasan.
Sayup-sayup terdengar suara seseorang mengaji, merdu sekali. Membuat tidur ku semakin nyaman.
Lambat laun hidung ku menangkap aroma hangat yang menggugah selera. Memaksa mataku untuk terbuka, samar-samar ku lihat seorang gadis bercadar tengah membungkuk.
Dari Sirat matanya, bisa ku nilai jika gadis itu pasti cantik sekali. Apakah dia bidadari yang sengaja turun dari Surga untuk menemui ku? Hehehe
Pikiran ku terlalu jauh sekali, namun setelah penglihatan ku mulai sadar rupanya itu adalah Aisyah, istri ku.
Spontan aku langsung bangun, ia cukup terkejut karena aku bangun secara tiba-tiba. Aisyah mengangguk kan kepalanya lalu mundur dan keluar dari kamar.
Sopan sekali dia, seperti gadis Jawa tulen pada umumnya. Baru kali ini aku diperlakukan sangat sopan.
" Lah.. Ini si pengantin pria sudah bangun " Seru Dayat sepupu ku.
Aku cuek saja, dia memang sangat usil sekali.
" Berapa ronde semalam? Sampek kesiangan ?"
Wajahku memanas mendengar Celutuk kannya. Ku lirik Aisyah yang sibuk menata makanan di atas meja, ia nampak tidak perduli atau memang tidak mendengar ucapan Dayat.
Oma senyam-senyum, ia sangat bahagia sekali. Wajahnya berseri-seri, mungkin karena keinginan nya sudah tercapai. Mengintimidasi masa depan ku.
Papa dan Mama pun terlihat sangat bahagia, semua orang bahagia. Kecuali aku, dan Aisyah ? Sepertinya juga begitu.
Aku tidak bisa melihat ekspresi wajah nya sebab terhalangi kain hitam.
" Nanti sebelum ke kantor tolong anterin Aisyah ke kampus dulu ya Wahyu " Papa meminta.
" Loh?? Dia masih kuliah ta Pa?" Aku cukup terkejut, karena memang aku tidak tahu apa-apa tentang Aisyah.
" Lah, emang semalam nggak sempat tanya-tanya Tah Bang?? Langsung tancap gitu ?" Seloroh Dayat, membuat semua orang mentertawakan aku secara berjamaah.
Dasar anak ini, lagi-lagi aku kena slempet. Gemes banget sebenarnya, tapi aku berusaha untuk menahan diri.
Ku tengok jam tangan yang melingkar di lengan kiri.
" Pa, Aku harus segera berangkat ke kantor"
Aku pamit seraya bangkit.
" Loh ? Anterin Aisyah dulu Wahyu " Tukas Oma, ku lirik gadis yang baru saja hendak duduk.
" Ya udah Ayo !!" Aku tidak punya pilihan selain patuh dengan perintah ini.
Aisyah mematung sejenak, kemudian berdiri menegakkan punggung nya.
" Biarkan dia sarapan dulu, dari tadi dia sibuk di dapur " Tambah Oma lagi.
" Tapi Oma, Wahyu ada meeting penting hari ini"
" Meeting sama siapa ?" Pertanyaan Oma seolah meremehkan ku .
" Dengan GLOBAL INDUSTRI " Sengaja ku sebut salah satu perusahaan besar yang menjadi partner terbaik keluarga kami.
" Ohhh... Man, hubungi Ilham dan bilang rapat hari ini kita tunda " Dengan santainya Oma membatalkan rapat yang sudah ku tunggu-tunggu sejak sebulan yang lalu.
Papa mengiyakan, aku mulai panik.
" Nggak bisa gitu dong Oma, Wahyu menunggu waktu luangnya Pak Ilham itu sangat sulit sekali loh"
" Itu gampang, Oma sendiri yang akan mengatur jadwal kalian untuk bisa bertemu lagi "
Enteng sekali Oma ngomong, aku tidak bisa terima ini.
" Oma..."
Lidah ku kelu disaat Oma meletakkan telunjuk nya di bibir. Itu pertanda aku harus stop bicara, meskipun sebenarnya masih ingin menjelaskan.
" Maaf, saya boleh ijin bicara "
Tiba-tiba suara lembut itu terdengar, kepala ku secara otomatis berputar ke arah nya.
" Iya, Ada apa Aisyah ?" lembut sekali Oma nada bicaranya, berbeda dengan saat ia bicara dengan anggota keluarga yang lain.
" Aisyah tidak perlu diantar ke Kampus Opung putri, Karena jadwal kelas nya masih siang. Dan Aisyah juga ada tempat yang harus dikunjungi "
" Nah tuh denger kan Oma" Timpal ku yang langsung mendapatkan pelototan mata dari Mama.
Sungguh disini aku seperti anak tiri. Dan Aisyah? orang yang baru semalam bergabung menjadi keluarga besar IMAN SADEWA. Langsung mendapatkan tempat yang spesial.
" Ya sudah, biar suamimu mengantar mu kemana pun yang kamu mau"
Mataku melebar, apa-apaan ini ?
" Oma.. Wahyu harus kerja "
" Kau dan Aisyah pengantin baru, di Kantor sudah menjadi peraturan bila ada yang menikah diberi cuti selama seminggu "
Aku hanya bisa melongo, ternyata hidup ku semakin dimutilasi setelah menikah. Aku pikir semua pemaksaan ini akan berhenti setelah ijab qobul. Tapi ternyata ?
Ah membayangkan seumur hidup ku dirantai oleh perintah Oma, rasanya aku ingin cepat mati saja.
Rasa muak, marah, jengkel, bersatu padu diulek dalam hatiku. Apalagi harus duduk berdua dengan perempuan yang menjadi biang masalah dalam hidup ku.
Aku sangat penasaran, aji mumpung apa yang diberikan oleh Aisyah sehingga hati Oma sangat mencintai nya. Dan siap menjerat cucunya yang dulu amat disayangi.
" Kau sangat bertuah sekali ya" Gumam ku memecah keheningan sejak kami mengendarai mobil bersama.
Lagi-lagi Aisyah hanya bungkam.
" Apa kau tahu bahwa kehadiran mu di dalam rumah ini telah berhasil melempar ku ke dalam neraka ?? Semua orang menghormati mu, tapi mereka juga menginjak ku"
Ku luapkan segala emosi ku sambil terus mengemudi.
" Maafkan Aisyah Kak"
Akhirnya dia bersuara tanpa diminta.
" Semua tidak akan selesai hanya dengan kata maaf, kau tahu itu kan?"
Aisyah menjawab dengan anggukan kecil.
" Pokoknya aku tidak mau tahu, kita harus bercerai setelah tiga bulan "
Ku lirik Aisyah, rupanya dia mengangkat wajahnya menatap ku.
" Kenapa ?? Kau suka dengan keadaan ini?"
Dia menggeleng, ah munafik !!!
" Tolong berhenti di depan setelah lampu merah ke dua Kak"
Eh, dia memerintah ku selayaknya aku ini supir. Memang harus dibuat paham nih perempuan.
Aku langsung ambil jalur lambat dan menghentikan mobil di bahu jalan.?
Kedua mata Aisyah mengerjap, seolah bertanya kenapa aku berhenti disini ? Hemh emang gue pikirin.
" Enak sekali ya memerintah aku berhenti disana, berhenti disini. Emang kamu pikir aku siapa ? Supir mu?!!"
Aisyah menggeleng sembari menundukkan wajahnya, selalu begitu. Perempuan tidak punya pendirian !!
" Kalau mau turun? Disini saja! Aku langsung belok kiri menuju kantor " cetus ku.
Aisyah mengangguk lalu membenarkan letak tali tas Tote bag di bahu. Diluar nalar tangan nya terulur, aku bingung mau apa dia?
Eh dia justru meraih tangan ku dan mencium punggung tangan ini. Aku terkesima, baru kali ini ada yang mencium tangan ku dengan sopan.
" Assalamualaikum "
Ucapnya sambil membuka pintu, eh mulut ku justru menjawab salamnya tanpa terkendali.
Langsung ku tutup mulut ku, kenapa aku harus menjawab sih??
Gegas ku kemudi kan mobil, mengambil jalan untuk belok kiri. Dan sudah pasti lewat di depan Aisyah yang sedang jalan kaki di trotoar.
Setibanya di Kantor..
" Loh Pak, katanya Bapak ambil cuti menikah ? Kok datang ke kantor ?" Tanya Ruhen, wakil staf manager yang kebetulan kami berpapasan di dalam lift.
" Ada sesuatu yang urgent " Jawab ku asal, kalau nggak dijawab nanti bagaimana ?
Begitu melihat ku, Amira nampak terkejut. Wajahnya sumringah seperti mendapatkan anugerah dari surga.
Aku masuk ke ruangan dan Amira mengikuti ku dari belakang. Nampak natural, karena dia sekretaris ku.
Dia bekerja disini karena ide ku supaya bisa selalu bersama nya. Aku benar-benar sudah cinta mati dengan Amira. Wanita cantik berdarah Aceh yang sangat menggemaskan.
" Aku pikir kau benar-benar tidak masuk kantor " Amira memeluk ku dari belakang, segera ku putar tubuh ku dan membalas pelukannya.
" Ya nggak lah sayang, Mana mungkin aku mengambil cuti menikah dengan Aisyah. Yang bener adalah aku ambil cuti menikah bersama kamu" Ku picit ujung hidung mancungnya, ia tersenyum senang.
" Emang kamu punya niat untuk kita bulan madu?"
" Enggak sih? Tapi Oma pasti sudah menyiapkan rencana untuk aku dan Aisyah"
Amira manggut-manggut.
" Gimana kalau kita jadikan rencana Oma untuk kita sendiri. Tapi Aisyah juga dibawa supaya meyakinkan "
Aku mengernyit, ide dari Amira tidak terlalu buruk. Meskipun terlihat kejam, tapi setidaknya bisa membuat Aisyah menyerah dan menuntut cerai.
" Gimana sayang ?"
" Boleh juga, pasti Aisyah akan langsung meminta cerai "
Amira tersenyum lebar, ia memeluk ku lebih erat sembari menenggelamkan wajahnya di dada ku.
Pulang dari kantor, ku lihat keadaan di rumah baik-baik saja. Oma tersenyum, Mama dan Papa tidak berkomentar apapun.
Baguslah ! Berarti Aisyah tidak mengatakan apapun kejadian pagi tadi. Dia juga nampak sibuk menata makanan di atas meja membantu ART.
Hem pintar sekali mengambil hati orang rumah, padahal di rumah ini sudah memiliki ART sebanyak lima orang. Ngapain mengotori tangan nya untuk membantu.
Mungkin dia merasa biar terlihat rajin, aku akui jurus itu sukses dilakukan kepada keluarga ku. Tapi tidak dengan ku, percuma ! Yang aku cintai cuma Amira dan Amira.
Cantik, seksi, pintar memanjakan aku, kalau Aisyah ? Apa yang bisa aku nikmati dari dia? Tubuhnya hampir sembilan puluh sembilan persen ditutup kain. Hanya matanya saja yang melongo. Tidak menarik sama sekali.
" Nenek sudah boking tiket ke Bali untuk bulan madu mu" Ucap Oma, aku sudah tidak terkejut karena hal indah sudah ku rencanakan bersama Amira.
" Besok kalian berangkat "
Aku mengangguk saja, senang kan kalian ? Hem.. Aku juga akan bersenang-senang disana.
Esoknya aku dan Aisyah berangkat dengan menaiki pesawat. Sedangkan Amira menyusul dengan tiket yang ku belikan untuk nya.
Sesampainya di Bali, hotel sudah disewakan oleh Oma. Semua dipersiapkan dengan baik. Aku tinggal menunggu Amira datang.
Dia juga bilang kalau sekarang menstruasi nya sudah selesai, jadi tinggal tanam-tanam ubi hehehehehe.
Aku tidur siang sambil menunggu Amira sampai. Samar-samar aku mendengar lagi suara merdu orang mengaji. Indah sekali dan sangat menyentuh hati.
Perlahan ku buka mataku dan ku lihat seiras wajah bersih putih bersinar. Alis tebal menegaskan aura positif nya, bulu mata lentik tanpa eyelash . Membuat ku terpukau hingga tak mau mengedipkan mata.
" Sodakallahul'adhim..."
Aku langsung menutup mata kembali berpura-pura masih tidur. Anj**** kenapa aku harus takut ? Aku kan tidak melakukan kesalahan. Dia sendiri kenapa melepas cadar ? Mau nunjukin kecantikannya ?? Hemhhh
" Hey!!!"
Tubuh yang baru saja membuka telekungnya membatu.
" Kenapa nggak pakek cadar ? Hah?" Bentak ku, dia telah melanggar perintah ku maka aku harus memberinya peringatan.
" Masa sholat pakek cadar "
Oh iya ya, mana ada orang sholat pakek cadar ?
" I-iya tapi nggak harus menghadap ke wajah ku?" Aku masih mendapatkan celah untuk membela diri.
" Kan arah kiblat ke sana Kak"
Aku melongo, dia benar juga. Lalu?? Apa salahnya ??
" Ya sudah ! Cepat pakek cadar mu, aku mual sekali melihat nya"
Lekas aku turun dari tempat tidur dan masuk ke kamar mandi. Grogi betul aku Be... Apa dia tahu kalau aku tadi sempat menikmati kecantikan nya?? Sumpah dia gadis tercantik yang baru ku temui, natural banget. Kayak lukisan !
Ponsel ku melolong sejak tadi, aku percepat ritual mandi ku. Mengambil ponsel di atas meja lalu mengangkat nya.
" Sayang, aku udah di kamar 402 yang kamu pesan buat ku. Kamu dimana ?"
" Tunggu sebentar !"
Ku lirik Aisyah, dia tengah sibuk dengan ponsel nya. Seperti orang sedang berbalas chat.
" Sedang apa kamu?" Tanyaku, ia tergagap dan langsung mengunci layar ponsel nya.
" Ini.. Lagi WhatsApp an sama temen "
" Kok kayak ketakutan gitu ? Apa kamu punya pacar ?" selidik ku, dia menggeleng.
" Kalau pun iya nggak apa-apa, cerai saja dengan ku dan menikah lah dengan pacar mu" Seloroh ku enteng, dia menunduk.
" Ya sudah lah aku keluar dulu, nih kartu kredit bisa kamu pakai sesukamu. Pergilah jalan-jalan, aku ada urusan "
Dia menerima kartu yang ku berikan, dan ku tinggalkan dia sendiri di kamar hotel untuk bertemu Amira.
Di kamar Amira, aku pesan makanan dan kami makan bersama. Menikmati sunset dari koridor kamar. Sungguh indah sekali.
Amira duduk dipangkuan ku, mengajak ku bercumbu. Ku layani dia dengan hasrat yang menggebu-gebu. Ini adalah pertama kalinya aku akan melakukan hubungan intim dengan pasangan. Dan aku bahagia karena orang itu adalah Amira yang sudah sah menjadi istri ku. Meskipun hanya nikah siri, tapi itu juga sah bukan di mata agama.
Tiba-tiba ponsel berdering nyaring, mengganggu serangan ku yang sudah bersiap membobol gawang.
Awalnya ku abaikan, karena aku ingin fokus dengan Amira. Tapi deringan itu sangat menggangu. Hingga terpaksa aku menghentikan niat ku dan meraih gawai.
Ternyata dari Oma, nafsu yang sudah mencapai ubun-ubun seakan-akan rontok hingga ke kaki.
" Hallo Oma?"
" Kamu dimana ?"
" Di.. Di hotel Oma!"
" Mana Aisyah ?"
" Aisyah ?? Nggak tahu, dia keluar sejak tadi"
" Apa?? Dia keluar sendiri ? Kamu nggak temenin dia?"
" Emmm dia dia nggak pamit Oma" sengaja biar aku tidak disalahkan.
" Aisyah tidak akan pernah pergi tanpa pamit, kamu pasti boong. Kalau sampai terjadi apa-apa sama Aisyah di luar sana? Apalagi dia tidak tahu jalanan di Bali, dan diganggu sama bule-bule gatal, Awas kau ya!! Oma akan coret namamu dari daftar ahli waris dan Oma keluar kan dari perusahaan !"
Mataku membeliak lebar, tidak ! Itu tidak boleh terjadi. Nggak dapat warisan sih masih mending, tapi kalau sampai dikeluarkan dari perusahaan aku kerja apa?
" Cepat cari Aisyah !"
" I-iya Oma"
TUUUUUUUUUT
Telfon dimatikan secara sepihak.
" Kenapa sayang ?"
" Oma nanyain Aisyah, aku harus mencari nya. Pasti dia udah ngadu macem-macem sama Oma"
" Lah?terus aku?"
" Kamu tunggu dulu sebentar ya, aku harus menemukan Aisyah "
Cepat ku kenakan pakaian ku kembali. Amira nampak kesal, wajah nya cemberut sekali.
" Maaf ya sayang " Ku kecup keningnya lalu segera keluar dari kamar itu.
Aku celingukan kemana-mana, Aisyah tidak terlihat dimana pun. Pergi kemana dia? Bodohnya aku tidak punya nomor telepon nya. Jadi susah nyariin.
Terpaksa aku telfon Mama untuk minta nomor Aisyah, meskipun harus diomelin terlebih dahulu. Tapi akhirnya aku dapat juga nomor telepon nya.
Berkali-kali ku telfon tapi tidak diangkat, jual mahal sekali sih dia. Sampai akhirnya aku kirim pesan lewat WhatsApp.
" Kamu dimana ?"
Eh cuma di read doang, tidak dibalas.
" Aku nyariin kamu, kamu dimana ? Pusing nih kepalaku nyariin kamu" sekali lagi ku kirim pesan suara padanya.
Eh dia nelfon balik.
" Hallo !!"
" Assalamualaikum "
Subhanallah, suara nya merdu sekali.
" Wa- wa'alaikumsalam " sampai membuat ku gugup.
" Maafkan Aisyah Kak, dari tadi Opung putri nelfon Aisyah tidak berani angkat. Karena Aisyah tidak mau berbohong, ataupun nanti jawaban Aisyah akan menyulitkan Kakak. Tadi juga nomor Kakak ini, Aisyah takut orang rumah yang nelfon. Baru setelah Aisyah dengar Kakak, Aisyah berani angkat "
Oh begitu rupanya.
" Ya sudah kamu dimana sekarang ?"
" Di restoran tepi pantai "
" Ok!! Tunggu aku di sana !"
Ku putuskan sambungan lalu segera ku berlari ke tempat yang Aisyah maksud.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!